• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS METAKOGNISI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA MATERI SPLDV DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER Gista Ayu Kusuma Wardani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS METAKOGNISI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA MATERI SPLDV DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER Gista Ayu Kusuma Wardani"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1031

ANALISIS METAKOGNISI SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA MATERI SPLDV DITINJAU DARI PERBEDAAN GENDER

Gista Ayu Kusuma Wardani1, Tri Nova Hasti Yunianta2

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana

INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

URL : http://e-jurnalmitrapendidikan.com

© 2017 Kresna BIP. ISSN 2550-481

Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

Dikirim : 22 Desember 2017 Revisi pertama : 22 Desember 2017 Diterima : 26 Desember 2017 Tersedia online : 27 Desember 2017

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan proses metakognisi siswa dalam memecahkan masalah sistem persamaan linear dua variabel yang ditinjau berdasarkan gender bagi siswa kelas IX SMP Negeri 1 Sambirejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Proses metakognisi terdiri dari tiga tahap yaitu tahap mengembangkan perencanaan, monitoring pelaksanaan dan evaluasi tindakan. Subjek penelitian sebanyak 6 siswa yang terdiri 3 siswa perempuan dengan kemampuan matematika tinggi (SPT), kemampuan matematika sedang (SPS), kemampuan matematika rendah (SPR) dan 3 siswa laki-laki dengan kemampuan matematika tinggi (SLT), kemampuan matematika sedang (SLS), kemampuan matematika rendah (SLR). Hasil penelitian menunjukkan proses metakognisi SPT meliputi mengembangkan perencanaan, monitoring pelaksanaan, evaluasi tindakan. Proses metakognisi SPS dan SLT meliputi mengembangkan perencanaan, beberapa monitoring pelaksanaan, sedikit evaluasi tindakan. Proses metakognisi SPR dan SLS meliputi mengembangkan perencanaan, sedikit monitoring pelaksanaan, sedikit evaluasi tindakan. Proses metakognisi SLR meliputi sedikit mengembangkan perencanaan.

Kata Kunci : Metakognisi, Pemecahan Masalah, SPLDV, Gender

(2)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1032

PENDAHULUAN Latar Belakang

Menurut Eviliyanida (2010: 13), pemecahan masalah merupakan salah satu kegiatan matematika yang dianggap penting baik oleh guru maupun siswa disemua tingkatan mulai dari sekolah dasar sampai SMU. Subarinah (2013: 542) menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan salah satu komponen dalam tujuan pembelajaran matematika yang tertuang dalam standar nasional pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, kegiatan pemecahan masalah oleh siswa dalam pembelajaran matematika memiliki peranan yang sangat penting.

Anggo (2011: 25) menjelaskan bahwa melalui pemecahan masalah matematika, siswa diarahkan untuk mengembangkan kemampuannya antara lain membangun pengetahuan matematika yang baru, memecahkan masalah dalam berbagai konteks yang berkaitan dengan matematika, menerapkan berbagai strategi yang diperlukan, dan merefleksikan proses pemecahan masalah matematika. Fitriyah dkk (2014: 121) menjelaskan bahwa pemecahan masalah matematika memerlukan kemampuan berpikir yang kompleks, sehingga tidak hanya terbatas pada strategi kognitif yang digunakan, tetapi juga memastikan apakah strategi tersebut benar-benar tepat digunakan. Aktivitas mental seperti ini dikenal dengan metakognisi.

Wolfolk (Sudia, 2015: 18) menyatakan bahwa metakognisi merujuk pada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan belajar yang dilakukan dan kesadaran ini akan terwujud apabila seseorang dapat mengawali berpikirnya dengan merencanakan, memantau dan mengevaluasi hasil dan aktivitas kognitifnya. Sehingga Metakognisi berpengaruh pada pemecahan masalah matematika. Metakognisi mempunyai pengaruh positif pada memecahkan masalah. Hal ini didukung oleh penelitian yang sudah ada. Wahyuddin (2016: 1) menyatakan bahwa metakognisi berpengaruh signifikan positif terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa. Penelitian tentang metakognisi juga dilakukan oleh Anggo (2011: 41) yang menyatakan bahwa siswa mempunyai kemampuan metakognisi yang baik cenderung dapat memecahkan masalah yang dihadapi dengan baik melalui pengarahan kesadaran dan pengaturan berpikir yang dilakukan. Siswa dengan metakognisi tinggi lebih memahami dalam mengikuti proses pembelajaran matematika dibanding dengan siswa yang memiliki metakognisi rendah.

(3)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1033 dan berbeda metakognisi pada tahap memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Pada tahap memeriksa kembali siswa laki-laki hanya melakukan aktivitas perencanaan dan aktivitas evaluasi sedangkan siswa perempuan melakukan monitoring pada setiap langkah pemecahan dan cara pemecahan yang dihasilkan.

Berdasarkan uraian di atas peneliti akan memfokuskan metakognisi siswa dalam memecahkan masalah ditinjau dari perbedaan gender karena peneliti ingin menganalisis bagaimana metakognisi siswa laki-laki dan siswa perempuan dalam memecahkan masalah matematika. Jadi dengan demikian, dipandang perlu untuk menganalisis metakognisi siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel ditinjau dari perbedaan gender. Kegiatan penelitian meliputi menganalisis metakognisi dalam aspek perencanaan, pemantauan atau monitoring dan evaluasi.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana hasil analisis metakognisi siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel ditinjau dari perbedaan gender?.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis metakognisi siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel ditinjau dari perbedaan gender.

KAJIAN PUSTAKA Pemecahan Masalah

Menurut Mahmudi (2008: 7), pemecahan masalah adalah proses yang melibatkan penggunaan langkah-langkah tertentu (heuristik), yang sering disebut sebagai model atau langkah-langkah pemecahan masalah, untuk menemukan solusi suatu masalah. Menurut Nurcahyani (2014: 10), pemecahan masalah sendiri mempunyai pengertian yaitu menggunakan (mentransfer) pengetahuan dan keterampilan yang sudah ada untuk menjawab pertanyaan yang belum terjawab atau situasi yang sulit. Jadi dapat disimpulkan bahwa pemecahan masalah yaitu langkah-langkah atau upaya untuk menemukan solusi dalam masalah dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki.

(4)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1034

Metakognisi

Flavell (Nugraningsih, 2012: 39) istilah metakognisi diperkenalkan oleh John Flavell, seorang psikolog dari Universitas Stanford pada sekitar tahun 1976 dan didefinisikan sebagai pemikiran tentang pemikiran. Maksudnya, metakognisi adalah pengetahuan dan kesadaran proses kognitif seseorang serta kemampuan untuk memantau, mengatur dan mengevaluasi pemikiran seseorang (thinking about thinking)

atau “pengetahuan seseorang tentang proses kognitifnya (One’s knowledge concerning

one’s own cognitive processes)”. Selanjutnya menurut Pai’pinan (2015: 58), metakognisi adalah pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya dan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses berpikir tersebut selama aktivitas berpikir berlangsung yang dikendalikan oleh dirinya sendiri.

Mokos and Kafoussi (Sari dkk, 2016: 496) menjelaskan bahwa metakognisi menekankan pada pentingnya pengendalian sadar pada pikiran kognitif selama pemecahan masalah dan menyusun skema pengetahuan baru, sehingga kemampuan metakognisi dapat memfasilitasi pengembangan pemahaman siswa. Pada metakognisi siswa dihadapkan pada beberapa tahap dalam memecahkan masalah, Sholihah (2016: 92) terdapat tiga elemen dasar dari metakognisi secara khusus dalam mengahadapi masalah, yaitu: (a) mengembangkan rencana tindakan; (b) mengatur/memonitor rencana; dan (c) mengevaluasi rencana. Indikator metakognisi dapat dilihat pada Tabel 1.

4. Dapat menemukan hubungannya dengan soal yang sudah pernah diselesaikan

6. Analisis kesesuaian rencana yang dibuat dengan Pelaksanaan

3. Mengevaluasi Tindakan

1. Menegecek kelebihan dan kekurangan yang sudah dilakukan

2. Melakukan dengan cara yang berbeda 3. Dapat menerapkan cara ini untuk soal lain 4. Memperhatikan cara kerja sendiri

(5)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1035

Gender

Gender merupakan karakteristik yang membedakan antara individu-individu. Marzuki (2013: 3) menjelaskan bahwa gender adalah suatu sifat yang dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi kondisi sosial dan budaya, nilai dan perilaku, mentalitas dan emosi, serta faktor-faktor nonbiologis lainnya. Senada dengan Sudia (2015 : 18) mendefinisikan gender sebagai istilah untuk menjelaskan perbedaan budaya (konstruksi sosial) termasuk perbedaan dalam memecahkan masalah.

Lebih lanjut Iswahyudi (2012: 12) menyatakan bahwa adanya perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan antara lain: perempuan pada umumnya perhatiannya tertuju pada hal-hal yang bersifat konkrit, praktis, emosional dan personal, sedangkan kaum laki-laki tertuju pada hal-hal yang yang bersifat intelektual, abstrak dan objektif. Perbedaan gender ini juga menjadikan orang berpikir apakah cara belajar, cara berpikir, atau proses konseptualisasi juga berbeda menurut jenis kelamin

METODE PENILITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan kemampuan metakognisi siswa dalam memecahkan masalah matematika pada materi sistem persamaan linear dua variabel ditinjau dari perbedaan gender. Data yang dikumpul adalah data kualitatif berupa gambar–gambar, kata–kata secara lisan maupun tertulis dan perilaku eskspresi subjek.

Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 1 Sambirejo. Subjek dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012). Penelitian ini mengambil enam siswa sebagai subjek penelitian yang yang terdiri 3 siswa perempuan dengan kemampuan matematika tinggi (SPT), kemampuan matematika sedang (SPS), kemampuan matematika rendah (SPR) dan 3 siswa laki-laki dengan kemampuan matematika tinggi (SLT), kemampuan matematika sedang (SLS), kemampuan matematika rendah (SLR). Instrumen utama pada penelitian ini adalah peneliti itu sendiri yang dibantu dengan instrumen bantu berupa lembar soal tes dan pedoman wawancara yang semi terstruktur. Soal tes terdiri dari tiga soal uraian tentang materi sistem persamaan linear dua variabel yang digunakan untuk mengetahui metakognisi pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan soal uraian. Selanjutnya hasil tes tertulis oleh subjek dilakukan wawancara semi terstruktur untuk mendapatkan informasi lebih lanjut dan mendalam.

(6)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1036

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Metakognisi Siswa Perempuan Kemampuan Matematika Tinggi

Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari keempat ulangan harian siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek perempuan tinggi yang memiliki rata-rata ulangan adalah 100, dimana subjek sudah memenuhi kategori kemampuan matematika tinggi yaitu dengan nilai lebih dari sama dengan 75. Pada kelas IX B yang memenuhi kategori tinggi ada 10 siswa diantaranya adalah delapan siswa perempuan dan dua siswa laki-laki, sehingga dipilih subjek perempuan tinggi (SPT) yang bernama Annisa Salma Abdilah yang direkomendasikan oleh guru matematika dengan kriteria siswa perempuan matematika tinggi yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

Bagan 1. Proses Metakognisi SPT

Berdasarkan Bagan 1, dapat diketahui bahwa metakognisi subjek dalam memecahkan masalah telah memenuhi semua indikator pada tahapan metakognisi. Pertama, yaitu subjek dapat menentukan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan tepat, tidak hanya itu dia juga dapat menentukan tujuan pemecahan masalah hanya dengan melihat informasi–informasi penting dari soal dan menyusun rencana penyelesaian untuk menyelesaikan soal dengan membayangkan urutan langkah-langkahnya. Kemudian subjek diam menandakan sedang mengingat kembali hubungan antara soal tersebut dengan soal yang dikerjakan dulu sehingga subjek dapat memperoleh cara atau langkah penyelesaiannya dan subjek menentukan model matematika yang digunakan dengan tepat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa subjek mampu memenuhi indiktor pada tahap perencanaan.

Pada tahap kedua, yaitu tahap monitoring, subjek dapat menentukan langkah– langkah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan soal dan meyakini bahwa langkah tersebut sudah benar. Setelah menuliskan langkah–langkah dan menghitungnya, subjek menetapkan hasil yang didapat dengan tepat. Dia juga berkali–kali melakukan pengecekan kembali untuk lebih meyakini jawabannya, terlihat subjek menunjuk setiap langkah yang dilakukan dan menghitungnya kembali. Subjek menemukan langkah pemecahan masalah yang berbeda setelah mengamati pekerjaannya dan melakukan analisis hasil untuk melihat apakah jawabannya telah sesuai dengan rencana diawal.

(7)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1037 kekurangan dan kelebihan dari jawabannya. Saat subjek menemukan ada cara yang berbeda subjek mulai menjawab soal dengan cara yang berbeda untuk mencobanya apakah hasil yang didapat sama dengan cara pertama dan hasil yang didapat subjek sama dengan cara pertama yang digunakan, ini membuat dia lebih yakin lagi bahwa jawabannya sudah benar. Subjek terlihat memperhatikan kembali dan mengevaluasi cara kerjanya sendiri dimulai dari rencananya hingga selesai.

Metakognisi Siswa Laki-Laki Kemampuan Matematika Tinggi

Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari keempat ulangan harian siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek laki-laki tinggi yang memiliki rata-rata ulangan adalah 85, dimana subjek sudah memenuhi kategori kemampuan matematika tinggi yaitu dengan nilai lebih dari sama dengan 75. Subjek penelitian dipilih satu dari dua siswa laki-laki yang memiliki kemampuan matematika tinggi, yaitu subjek laki-laki tinggi (SLT) yang bernama Akbar Eko Prasetyo yang direkomendasikan oleh guru matematika dengan kriteria siswa laki-laki tinggi yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

Bagan 2. Proses Metakognisi SLT

Berdasarkan Bagan 2, dapat diketahui bahwa metakognisi subjek dalam memecahkan masalah telah memenuhi semua indikator pada tahap metakognisi yang pertama yaitu tahap perencanaan. Subjek menuliskan semua informasi yang ada pada soal, seperti menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan dengan tepat. Selanjutnya dia mulai menentukan tujuan pemecahan masalah dengan melihat informasi–informasi penting yang ada pada soal. Subjek juga menentukan rencana pemecahan masalah dengan mengurutkan langkah–langkah apa saja untuk menyelesaikannya. Ketika dia menentukan rencana, dia mengingat kembali hubungan antara soal tersebut dengan soal yang dikerjakan dulu terlihat subjek terdiam sambil menulis di kertas coret– coretan langkah untuk menyelesaikan soal dan dia dapat menentukan model matematika yang digunakan dengan tepat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa subjek telah memenuhi tahap perencanaan.

(8)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1038 langkah–langkah yang dianggapnya sudah benar dan menghitungnya subjek mampu menetapkan hasil yang didapat dengan tepat. Subjek tidak sampai itu setelah menetapkan hasil dia mengecek kebenaran langkah yang digunakan terlihat adanya langkah dan jawaban yang dihapus untuk membenarkan hasil yang didapat, namun di sini dia tidak memikirkan adanya cara berbeda untuk memecahkan masalah yang ada pada soal, dia hanya terpantau pada satu cara untuk menyelesaikannya. Dia melakukan analisis hasil untuk melihat apakah jawabannya telah sesuai dengan rencana diawal. Jadi dapat dikatakan subjek melalui tahap monitoring cukup baik walaupun dia tidak memikirkan cara berbeda pada semua soal.

Selanjutnya pada tahap ketiga yaitu tahap evaluasi. Pada tahap evaluasi, subjek hanya dapat menerapkan caranya untuk soal lain, memperhatikan dan mengevaluasi cara kerjanya sendiri dimulai dari rencananya hingga selesai.

Metakognisi Siswa Perempuan Kemampuan Matematika Sedang

Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari keempat ulangan harian siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek perempuan sedang yang memiliki rata-rata ulangan adalah 63, dimana siswa memenuhi kategori kemampuan matematika sedang yaitu dengan rentang nilai lebih dari sama dengan 55 dan kurang dari 75. Pada kelas IX B yang memenuhi kategori sedang ada 10 siswa diantaranya adalah empat siswa perempuan dan enam siswa laki-laki. Sehingga dipilih subjek perempuan sedang (SPS) yang bernama Arda Putri Pratama direkomendasikan oleh guru matematika dengan kriteria siswa perempuan sedang yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

Bagan 3. Proses Metakognisi SPS

(9)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1039 dikerjakan, dapat terlihat menuliskan langkah awal. Dia menuliskan model matematika yang dianggapnya mudah dipahami.

Pada tahap kedua, yaitu tahap monitoring terlihat subjek meyakini cara yang digunakan sudah benar, walaupun waktu pertama sempat lupa dengan langkah untuk memecahkan masalah tetapi dia memikirkan kembali bagaimana langkahnya hingga dia melakukan setiap langkah dengan mantap tanpa ragu–ragu. Setelah subjek melakukan langkah–langkah yang digunakan, dia mampu menetapkan hasil yang didapat, tetapi ada hasil yang kurang tepat dikarenakan adanya perhitungan yang salah dari awal. Hal ini juga dikarenakan subjek tidak melakukan pengecekan kembali setiap langkah dan perhitungan yang dilakukan sehingga berdampak pada hasil akhirnya. Selanjutnya dia melakukan analisis hasil untuk melihat apakah jawabannya telah sesuai dengan rencana diawal.

Selanjutnya pada tahap ketiga yaitu tahap evaluasi. Pada tahap evaluasi, subjek hanya dapat menerapkan caranya untuk soal lain, memperhatikan dan mengevaluasi cara kerjanya sendiri dimulai dari rencananya hingga selesai.

Metakognisi Siswa Laki-Laki Kemampuan Matematika Sedang

Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari keempat ulangan harian siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek laki-laki sedang yang memiliki rata-rata ulangan adalah 58, dimana siswa memenuhi kategori kemampuan matematika sedang yaitu dengan rentang nilai lebih dari sama dengan 55 dan kurang dari 75. Subjek penelitian dipilih satu siswa dari enam siswa laki-laki yang memiliki kemampuan matematika sedang. Sehingga terpilih laki-laki sedang (SLS) yang bernama Muhammad Abdurrohman yang direkomendasikan oleh guru matematika dengan kriteria siswa laki-laki sedang yang memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

Bagan 4. Proses Metakognisi SLS

(10)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1040 sambil menuliskan langkah pertama yaitu membuat model matematika. Subjek membuat model matematika sesuai sepengetahuannya.

Pada tahap kedua yaitu tahap monitoring subjek belum memenuhi tahapan yang ada pada tahap monitoring. Hal ini dapat dilihat bahwa dia hanya melakukan indikator menetapkan hasil, setelah dia melakukan langkah–langkah subjek menetapkan hasil yang didapat tanpa mengecek langkah dan perhitungan yang dilakukan. Dia juga melakukan langkah dengan ragu–ragu karena dia banyak yang lupa bagaimana langkahnya terlihat dia banyak penghapusan hasil pekerjaannya.

Selanjutnya pada tahap ketiga yaitu tahap evaluasi, subjek juga belum memenuhi indikator pada tahap evaluasi. Hal ini dapat dilihat dia hanya mengevaluasi cara kerjanya sendiri dimulai dari rencananya hingga selesai dan menurutnya apa yang dikerjakan itu belum benar masih ada kesalahan.

Metakognisi Siswa Perempuan Kemampuan Matematika Rendah

Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari keempat ulangan harian siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek perempuan sedang yang memiliki rata-rata ulangan adalah 20, dimana siswa memenuhi kategori kemampuan matematika sedang yaitu dengan rentang nilai lebih dari sama dengan 10 dan kurang dari 55. Pada kelas IX B yang memenuhi kategori rendah ada 14 siswa diantaranya adalah tiga siswa perempuan dan sebelas siswa laki-laki. Sehingga dipilih subjek perempuan rendah (SPR) yang bernama Saka Nusantara yang direkomendasikan oleh guru matematika dengan kriteria siswa perempuan yang memiliki kemampuan matematika rendah dan memiliki komunikasi yang baik.

Bagan 5. Proses Metakognisi SPR

(11)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1041 dari persamaan yang dibuat sehingga dari kesalahan konsep itu yang berpengaruh pada hasil akhir. Namun model matematika yang dibuat oleh sudah tepat.

Pada tahap kedua yaitu tahap monitoring subjek belum memenuhi tahapan yang ada pada tahap monitoring. Hal ini dapat dilihat bahwa dia hanya melakukan indikator menetapkan hasil, setelah dia melakukan langkah–langkah subjek menetapkan hasil yang didapat dan tidak mengecek langkah dan perhitungan yang dilakukan. Subjek juga tidak melihat cara berbeda untuk memecahakan masalah, dia hanya terpantau pada satu cara untuk menyelesaikannya.

Pada tahap terakhir yaitu tahap evaluasi subjek belum memenuhi indikator pada tahap evaluasi. Pada tahap evaluasi subjek melihat kekurangan dan kelebihan dari jawaban yang subjek lakukan, tetapi menurrut dia jawabannya tidak ada kelebihannya tetapi ada kekurangan dimana cara yang digunakan adalah salah. Subjek masih merasa bingung dengan langkah yang dilakukannya sendiri.

Metakognisi Siswa Laki-Laki Kemampuan Matematika Rendah

Pemilihan subjek dilakukan pada kelas IX B melalui hasil rata-rata dari keempat ulangan siswa. Hasil ulangan tersebut diperoleh subjek laki-laki rendah yang memiliki rata-rata ulangan adalah 25, dimana siswa memenuhi kategori kemampuan matematika rendah yaitu dengan rentang nilai lebih dari sama dengan 10 dan kurang dari 55. Subjek penelitian dipilih satu siswa dari sebelas laki-laki yang memiliki kemampuan matematika rendah, sehingga dipilih subjek laki-laki rendah (SLR) yang bernama Erik Prio Nur direkomendasikan oleh guru matematika dengan kriteria siswa laki-laki yang memiliki kemampuan matematika rendah dan memiliki kemampuan komunikasi yang baik.

Bagan 6. Proses Metakognisi SLR

(12)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1042 menuliskan informasi apa saja yang didapat dari soal, dan tidak mengerjakan soal sama sekali. Jadi dia tidak melakukan tahapan monitoring juga tahapan evaluasi.

Pembahasan Subjek Perempuan

Subjek penelitian perempuan terdiri dari subjek SPT, SPS, dan SPR. Berdasarkan hasil diskripsi penelitian, dapat dijelaskan bahwa subjek SPT memenuhi tahapan metakognisi. Hal ini dikarenakan siswa mampu memenuhi tiga tahapan metakognisi. Pernyataan ini sejalan dengan Fitryah dan Rini (2014: 123) juga mengatakan SPT dapat memenuhi banyaknya keterlaksanaan indikator proses metakognisi dalam ranah perencanaan, monitoring, dan evaluasi. Pada tahap perencanaan siswa mampu menuliskan informasi apa saja yang ada pada soal seperti yang diketahui dan ditanyakan dengan tepat, manentukan tujuan, memperoleh rencana pemecahan masalah, dapat menemukan hubungan dengan soal yang pernah diselesaikan dan mampu menuliskan notasi matematika dengan tepat. Pada tahap kedua yaitu tahap monitoring siswa mampu meyakini jalan yang dipilihnya benar, menetapkan hasil, melakukan langkah–langkah dengan mantap, mengecek kebenaran, melihat cara yang berbeda dan analisis kesesuian rencana awal dengan pelaksanaan. Tahap ketiga yaitu tahap evaluasi tindakan siswa mampu memenuhi indikator pada tahapan evaluasi seperti melihat kelebihan dan kekurangan dari jawabannya, melakukan cara yang berbeda, dapat menerapkan cara pada soal lain, memperhatikan cara kerja sendiri, dan mengevaluasi tujuan pecapaian.

Pada subjek SPS belum memenuhi tahapan metakognisi dimana dia hanya memenuhi tahap mengembangkan perencanaan, beberapa tahap monitoring pelaksanaan dan sedikit evaluasi tindakan. Pernyataan ini sedikit berbeda dengan Nursera dan Sugiarto (2016: 526) yang menyatakan bahwa subjek SPS menggunakan metakognisi perencanaan, pemantauan dan sedikit evaluasi. Siswa mengawali pemecahan masalah dengan menuliskan yang diketahui dan ditanyakan, menentukan tujuan, memperoleh rencana penyelesaian, menemukan hubungan soal yang dulu pernah dikerjakan, mengetahui mengapa menggunakan notasi matematika. Hal ini berarti siswa sudah mampu memenuhi tahapan perencanaan. Pada tahap monitoring pelaksanaan siswa hanya memenuhi beberapa indikator yaitu meyakini jalan yang dipilihnya benar, menetapkan hasil, melakukan langkah–langkah dengan mantap dan analisis kesesuian rencana dengan pelaksanaan. Pada tahap yang terakhir yaitu tahap evaluasi tindakan dia hanya memenuhi indikator dapat menerapkan cara lain dan mengevaluasi tujuan.

(13)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1043 dengan hasil penelitian Solaikah (2013: 104) bahwa dalam melaksanakan penyelesaian siswa kelompok sedang mampu menggunakan beberapa informasi yang ada untuk menyelesaikan soal namun melaksanakan penyelesaian kurang tepat. Tahap evaluasi tindakan siswa hanya memenuhi indikator melihat kekurangan dan kelebihan dari jawabannya.

Subjek Laki-laki

Subjek penelitian laki-laki terdiri dari subjek SLT, SLS, dan SLR. Berdasarkan hasil diskripsi penelitian dapat dijelaskan bahwa subjek SLT belum memenuhi tahapan metakognisi, siswa hanya memenuhi tahap perencanaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Khairunnisa (2017: 7) yang menyatakan bahwa siswa hanya memenuhi tahap perencanaan saja dalam metakognisinya dan belum memenuhi tahap monitoring dan evaluasi. Siswa pada tahap mengembangkan perencanaan mampu menuliskan informasi apa saja yang ada pada soal seperti yang diketahui dan ditanyakan dengan tepat, manentukan tujuan, memperoleh rencana pemecahan masalah, dapat menemukan hubungan dengan soal yang pernah diselesaikan dan mampu menuliskan notasi matematika dengan tepat. Pada tahap kedua yaitu tahap monitoring siswa menggunakan beberapa kemampuan metakognisi ,meyakini jalan yang dipilihnya benar, melakukan langkah tanpa ragu–ragu, menetapkan hasil, mengecek kebenaran dan analisis kesesuian rencana awal dan pelaksanaan. Tahap evaluasi tindakan siswa hanya memenuhi indikator dapat menerapkan cara pada soal lain, dan mengevaluasi tujuan pencapaian.

Pada subjek SLS belum memenuhi tahapan metakognisi dimana dia hanya memenuhi tahap mengembangkan perencanaan, sedikit monitoring pelaksanaan dan sedikit evaluasi tindakan. Pernyataan ini berbeda dengan Nursera dan Sugiarto (2016: 526) yang menyatakan bahwa subjek laki-laki sedang menggunakan metakognisi perencanaan, pemantauan dan sedikit evaluasi. Untuk tahap perencanaan siswa menuliskan yang diketahui dan ditanyakan, menentukan tujuan, memperoleh rencana penyelesaian, menemukan hubungan soal yang dulu pernah dikerjakan, mengetahui mengapa menggunakan notasi matematika. Tahap kedua yaitu tahap monitoring hanya memenuhi indikator menetapkan hasil dan analisis kesesuaian rencana dan pelaksanaan tetapi. Pada tahap evaluasi hanya memenuhi indikator mengevaluasi tujuan.

Pada kelompok rendah siswa belum menggunakan metakognisinya dengan baik. Siswa hanya memenuhi indikator menuliskan yang diketahui dan ditanyakan. Dia menyadari ketidak mampuannya dalam memecahkan masalah yang diberikan dikarenakan tidak menggunakan pengetahuan prasyarat tentang materi SPLDV. Pengetahuan prasyarat sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah matematika. Gagne (1977) berpendapat bahwa suatu topik matematika dipelajari bila hirarki prasyaratnya telah dipelajari.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

(14)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1044 dan evaluasi tindakan. Kelompok sedang menggunakan kemampuan metakognisi yaitu mengembangkan perencanaan, beberapa monitoring pelaksanaan, dan sedikit evaluasi tindakan. Kelompok rendah menggunakan proses metakognisi yaitu mengembangkan perencanaan, sedikit monitoring pelaksanaan, dan sedikit evaluasi tindakan. Subjek laki-laki kemampuan tinggi menggunakan kemampuan metakognisi yaitu, mengembangkan perencanaan, beberapa monitoring pelaksanaan, dan sedikit evaluasi tindakan. Kelompok sedang juga menggunakan proses metakognisi yaitu mengembangkan perencanaan, sedikit monitoring pelaksanaan, dan sedikit evaluasi tindakan. Kelompok rendah menggunakan proses metakognisi yaitu sedikit perencanaan dalam menjawab pemecahan masalah sistem persamaan linear dua variabel.

Saran

Berdasarkan simpulan diatas, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut, yaitu: (1) untuk siswa diharapkan melibatkan proses metakognisi (mengembangkan perencanaan, monitoring pelaksanaan dan evaluasi tindakan) dalam memecahkan masalah sehingga dapat membuat siswa teliti, kritis dan terampil dan pada tahap monitoring pelaksanaan sebaiknya siswa membiasakan memeriksa kebenaran langkah agar pada setiap langkah pemecahan masalah siswa dapat memastikan tidak adanya kesalahan dalam langkah dan hasil akhirnya; (2) siswa laki-laki dan siswa perempuan menggunakan proses metakognisi berbeda-beda saat memecahkan masalah, sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang proses metakognisi siswa pada tahap mengembangkan perencanaan, monitoring pelaksanaan dan evaluasi tindakan.

DAFTAR PUSTAKA

Anggo. 2011. Perlibatan Metakognisi dalam Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal. FKIP Unhalu Kendari. Vol 1 (1) 25-29. Akses tanggal 22 Maret 2017 pukul 13.22

Chairani. 2012. Metakognisi Siswa DalamPemecahan Masalah Matematika. Yogyakarta: Deepublish

Eviliyanida. 2010. Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal. Bina Bangsa Getsempena Banda Aceh. Vol 1 (2)13. Akses tanggal 8 Maret 2017 pukul 08.25 Fitriana. 2010. Pengaruh Pendekatan Matematika Realistik Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa. Skripsi. UIN Syarih Hidayatullah Jakarta. Hal 29.Akses pada tanggal 22 Maret 2017 pukul 13.54

Fitriyah. 2016. Profil Metakognisi Siswa Dalam Memecahkan Masalah Aljabar Ditinjau Dari Gaya Belajar dan Perbedaan Jenis Kelamin. Skripsi. Jakarta : Universitas Terbuka. 46-49. Akses tanggal 14 Mei 2017 pukul 08.06

Fitriyah & Setianingsih. 2014. Metakognisi Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal Cerita Ditinjau dari Kemampuan Matematika dan Gender. Jurnal. Universitas Negeri Surabaya. Vol 3 (3) 120-124. Akses tanggal 23 Februari 2017 pukul 09.41

(15)

Gista Ayu Kusuma Wardani 1045 Khairunnisa. 2017. Analisis Metakognisi Siswa dalam Pemecahan Masalah Aritmatika Sosial Ditinjau dari Perbedaan Gender. Prosiding Konferensi Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya II 2017. Surakarta: UMS. Akses pada tanggal 14 April 2017 pukul 15.20

Mahmudi. 2008. Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif. Jurnal. Universitas Negeri Yogyakarta. Hal 7. Akses tanggal 22 Maret 2017 pukul 20.22

Marzuki. 2013. Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender. Jurnal. Yogyakarta: UNY. Hal 3. Akses tanggal 20 April 2017 pukul 07.35

Meoleong, Lexy J. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Nugrahaningsih. 2012. Metakognisi Siswa SMA Kelas Akselerasi dalam

Menyelesaikan Masalah Matematika. Jurnal. UNWIDHA Klaten. Hal 39. Akses tanggal 22 Maret 2017 pukul 13.38

Nurcahyani. 2014. Pengaruh Penerapan Pendekatan Pemecahan Masalah Terhadap Pemahaman Konsep Pada Pembelajaran Kimia. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah. Hal 10. Akses tanggal 22 Maret 2017 pukul 20.53

Nursera & Sugiarto. 2016. Identifikasi Pola Berpikir Siswa Dalam Memecahkan Masalah Larutan Penyangga Kelas XI-MIA Berdasarkan Ketrampilan Metakognitif Ditinjau Dari Perbedaan Gender. Jurnal. Universitas Negeri Surabaya. Vol 5 (3) 525–526. Akses tanggal 19 Maret 2017 pukul 04.13

Pai’pinan. 2015. Profil Metakognisi Mahasiswa Calon Guru Matematika dalam Menyelesaikan Masalah Terbuka Geometri Ditinjau dari Perbedaan Gender.

Jurnal. Universitas Cendrawasih. 58. Akses pada tanggal 2 Maret 2017 pukul 15.49

Sari, dkk. 2016. Aktivitas Metakognisi dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Gender Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Nanggulan Kabupaten Kulon Progo. Jurnal. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Vol 4 (5), 496-509.. Akses pada tanggal 18 April 2017 pukul 07.48

Subarinah. 2013. Profil Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan Masalah Tipe Investigasi Matematika Ditinjau dari Perbedaan Gender. Jurnal. Surabaya: UNESA. 524. Akses tanggal 10 April 2017 pukul 07.11

Sudia. 2015. Profil Metakognitif Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Terbuka Ditinjau dari Perbedaan Gender. Jurnal. Universitas Halu Oleo. Vol 22 (1) 18. Akses tanggal 23 Februari 2017 pukul 09.41

Sholihah. 2016. Membangun Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika. Jurnal. IAIN Tulungagung. Vol 4 (1) 83-100. Akses tanggal 23 Maret 2017 pukul 16.30

Solaikah, dkk. 2013. IdentifikasiKemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Aritmatika Sosial Ditinjau Dari Perbedaan Kemampuan Matematika. Jurnal. STKIP PGRI Sidoarjo. Vol 1 (1). 104. Akses tanggal 19 Desember 2017 pukul 4.52.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabet

Referensi

Dokumen terkait

(WN, 21 tahun) Sesuai dengan tingkat kepuasan yang dira- sakan oleh ibu setelah melakukan perawatan masa nifas, dilihat dari segi kepuasan atas perawatan masa nifas yang

Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh jarak tanam dan pengendalian gulma yang tepat terhadap pertumbuhan dan

1.  Persiapan  dalam  pelaksanaan  pengajaran  Muhadatsah  dengan  menggunakan  media  kartun  humor  di  MTs  Nurul  Hikmah  tidak  begitu  mengalami  banyak  kendala 

Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian tersebut sesuai dengan hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa variabel harga tidak berpengaruh signifikan terhadap

Air yang digunakan Bagian  persiapan  bahan makanan Mengawasi air yang digunakan saat  pencucian  bahan Saat  bahan sedang dicuci PJ  persiapan/ staff gizi Mengganti air yang

Konsep register berkaitan dengan konsep variasi bahasa karena munculnya variasi bahasa sangat dimungkinkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam kaitan

untuk komersialisasi. • Kandidat telah memiliki calon mitra usaha. Terjadi proses alih teknologi dalam level ini. LIPI melakukan pendampingan dalam proses alih teknologi,

Kapasitas yang dimaksud tidak hanya kemampuan secara kualitas tetapi secara kuantitas (daya dukung dalam memikul tanggung jawab dalam jumlah). Tujuan khusus yang ingin dicapai