• Tidak ada hasil yang ditemukan

Syiah dan Konsep Wilayah Faqih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Syiah dan Konsep Wilayah Faqih"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

SYI’AH

DAN KONSEP

WILAYATUL FAQIH

Oleh: HUMAIDI HAMBALI NPM: 1206305272 Dosen Pengampu:

Drs. Afadhal Tahun Ajaran 2012/2013

Agama dan Ideologi di Timur Tengah

Program Studi: Kajian Wilayah Timur Tengah Jurusan: Politik dan Hubungan Internasional

Fakultas Pascasarjana

UNIVERSITAS INDONESIA

BAB I Pendahuluan

(2)

yang lain, seperti Budha, Hindu dan Kristen seperti kita ketahui tidak repot-repot Khalik kepada makluknya (qiyasu al-gaib ala asyahid), pasar raya tafsir dalam rangka menguak sebuah esensi dari sifat Agung Tuhan tersebut tak pelak menimbulkan bermunculannya beberapa sekte teologis dalam Islam, mereka berlindung dibalik sabda suci Tuhan untuk memperkuat argumen mereka masing-masing.

Terma Teologi sebenarnya pada masa-masa awal Islam bukanlah merupakan sebuah ilmu yang independen, kita bisa menelisik misalnya pada sebuah buku karangan Imam Besar Abu Hanifah tentang Tauhid yang diberi nama Fiqh al-Akbar, teologi masih disebut sebagai Fiqh namun diberi sisipan al-al-Akbar, untuk membedakan ilmu Fiqh yang membahas tentang hukum Islam yang bernama Fiqh an sich. Dalam fase awal perkembangan Islam kita juga bisa membaca bahwa memperbincangkan konsep ke-Tuhan-an adalah sebuah hal yang dianggap tabu, suatu ketika Imam Malik di tanya oleh muridnya tentang bagaimanakah Tuhan bersemayam diatas Arsy, Malik tidak menjawab pertanyaan itu, ia hanya berapologi seraya berkata “ bersemayamnya Allah di Arsy adalah maklum dan mengimaninya adalah wajib, sedangkan menanyakannya adalah aib. Memang dalam beberapa permasalahan teologi Malik cenderung menghindar.

(3)
(4)

Terma "Syi'ah", secara etimologis berarti pengikut dan pendukung. Di dalam Al Quran, akar kata Syi'ah: syai' atau syuyu' dan derivasinya (penulis juga memasukkan kata jadian yang dihasilkan oleh proses Isytiqaq akbar a la Ibn Ginni) terulang sebanyak 13 kali. Namun dari ke 13 penggunaan kata tersebut, hanya ada satu kata yang digunakan dalam konteks kebaikan, yaitu QS. Ash-Shaffat:83, yang menceritakan keluarga nabi Ibrahim AS. yang datang dengan hati bersih. Sedangkan 12 kata lainnya digunakan antara lain untuk mengungkapkan kelompok yang durhaka kepada Allah (QS.19:69), dalam permusuhan dan perkelahian (QS. 28:15), perpecahan (QS. 6:65), pemecah belah agama (QS. 6:159), kelompok Fir'aun (QS. 28:4), kelompok yang dihancurkan (QS. 54:51), penyebar keburukan (QS. 24:19) dan seterusnya.

Secara terminologis, Syi'ah adalah kaum muslimin yang menganggap pengganti Nabi Saw. merupakan hak istimewa keluarga Nabi (dalam hal ini 'Ali KW dan keturunannya), dan mereka yang dalam bidang pengetahuan dan kebudayaan Islam mengikuti mazhab Ahlul Bait 16.

Dr. Muhammad 'Imarah menegaskan bahwa sekadar merasa cinta kepada ahli bait saja tidak cukup untuk menggolongkan seseorang sebagai Syi'ah. Seseorang baru bisa dikatakan Syi'ah, menurutnya lagi, jika ia telah mengimani bahwa Ali KW. (23SH-40H/600M-661M) telah ditunjuk sebagai pengganti Rasulullah Saw. dengan nash dan washiat 17.

Tentang awal kemunculan Syi'ah dalam pentas sejarah dunia Islam, para penulis dan sejarawan terbagi dalam dua varian:

(5)

Syi'ah adalah nama sekte pertama yang timbul dalam Islam. Sahabat-sahabat yang digolongkan Syi'ah adalah: Abu Dzar al Ghifari r.a., Salman Al Farisi r.a, Miqdad bin Aswad, dan 'Ammar bin Yasir RA. Pendapat seperti itu tampak pada M.H. Thabathaba'i 19, Muhammah Jawwad al Mughniyah 20, M.H. Al Kasyif al Ghitha 21 dan ulama-ulama Syi'ah lainnya. M.H. Kasyif al Ghitha malah mengatakan bahwa adalah Rasulullah Saw. sendiri yang telah menanamkan akar Syi'ah 22.

Varian kedua: Berpendapat bahwa jika yang dimaksud adalah Syi'ah dalam pengertian terminologis, maka ia baru timbul pasca kepemimpinan 'Ali KW. dalam rentang waktu yang cukup panjang. Pendapat ini tampak pada penulis-penulis non-Syi'ah. Terutama Mu'tazilah, mereka mengatakan bahwa Syi'ah yang dikenal sekarang ini baru timbul pada masa Imam Ja'far Shadiq (80-148H/599M-765M) 23. Melihat data-data yang ada, kedua pendapat di atas dapat digabungkan menjadi satu kesimpulan: Bahwa jika yang dimaksud dengan terma Syi'ah adalah sekadar fenomena keinginan sebagian orang untuk mengangkat 'Ali KW. sebagai khalifah, maka betul ia adalah mazhab pertama yang dikenal dalam sejarah Islam dan telah tumbuh pada masa akhir hidup Rasulullah Saw. dan awal kekhalifahan Abu Bakar RA. Namun, jika yang dimaksud dengan terma Syi'ah adalah sebuah mazhab besar dengan segala teori, pendapat dan perjalanan historisnya, maka ia baru timbul pada penghujung masa 'Utsman RA, dan awal masa 'Ali KW24.

Dalam masa hidup Ali KW, menurut Abu Nasywan al Himyary 25, Syi'ah yang mendukung 'Ali KW dalam perang Jamal dan Shiffin dapat diklasifikasikan dalam tiga varian kecenderungan.

(6)

melakukan perubahan dan melakukan hal-hal yang mereka anggap telah menyimpang.

Kedua: Kelompok yang lebih kecil dari kelompok pertama. Mereka berpendapat bahwa runtutan kekhalifahan setelah Rasulullah Saw. adalah Abu Bakar RA, 'Umar RA dan 'Ali KW. Sedangkah kekhalifahan 'Utsman RA tidak mereka akui. Oleh karena itu, menurut al Jahidz, pada masa awal Islam, yang dinamakan syi'i adalah orang-orang yang mendahulukan 'Ali KW atas 'Utsman RA. Sehingga, menurutnya lagi, saat itu dikenal ada Syi'i dan 'Utsmani. Yang pertama adalah orang-orang yang mendahulukan 'Ali KW atas 'Utsman RA, sedangkan yang kedua adalah orang yang mendahulukan 'Utsman atas 'Ali KW.

Ketiga: Kelompok yang paling kecil. Yaitu mereka yang menganggap bahwa orang yang paling utama memangku kekhalifahan setelah Rasulullah Saw adalah 'Ali KW.

(7)

Perang Jamal dan Shiffin yang berakhir dengan arbitrase, yang kemudian mendorong timbulnya Khawarij dan Murji'ah, ditambah dengan pembantaian Karbala, mendorong mereka untuk mencari akar ideologis mereka sendiri. Sejarah memang telah mencatat betapa perlakuan dan nasib yang menimpa mereka amat malang. Pasca perang Shiffin yang merenggut kekuasaan politik mereka, diteruskan dengan pembantaian Karbala dan terbunuhnya Husein RA, sejarah memang tampak tidak berpihak kepada mereka. Setelah tragedi-tragedi yang menyedihkan tersebut, mereka masih terus dihantui pengejaran serta pembantaian secara massal terhadap Ahli Bait Rasulullah Saw. dan pendukungnya.

Dalam buku Khilafah dan Kerajaan yang ditulis oleh Abu al A'la al Maududi, kita akan merasakan kesedihan yang dalam (atau malah menangis) ketika membaca penuturan penulis tentang perlakuan-perlakuan kejam yang telah menimpa keturunan Rasulullah Saw. Dengan cukup jelas ia menguraikan kejadian demi kejadian yang menimpa Ahlu Bait Rasulullah Saw.

Dalam masa-masa tersebut, terjadi kristalisasi klasifikasi in group dan out group dalam Syi'ah. Penentuan siapa kita dan siapa orang luar kita makin mengental, terutama proses pembentukan konsep ideologis dan metode mempertahankan diri. Contoh menarik bagi yang terakhir adalah dibentuknya konsep taqiyyah sebagai upaya untuk mempertahankan diri, kepercayaan, harta benda, dan harga diri. Syaikh al Anshari mendefinisikan taqiyah sebagai berikut: Menjaga diri dari perlakuan buruk dari orang lain dengan menyetujui perkataan dan perbuatannya yang bertentangan dengan kebenaran 27. Sehingga terjadi kemudian transformasi kekuatan politik menjadi sebuah sistem ideologi (teologi) dalam Syi'ah.

(8)

membai'at Abu Bakar r.a., 'Umar r.a, dan 'Utsman r.a. Karena jika benar ada nash yang jelas-jelas menunjuk 'Ali k.w. sebagai pengganti Rasulullah Saw. tentunya 'Ali Kw. tidak akan membai'at orang lain untuk memangku jabatan itu sebanyak tiga kali, tanpa pernah menyinggung nash-nash itu. Namun, dalam proses transformasi Syi'ah dari sebuah kekuatan politik menjadi sebuah ideologi (teologi), kita dapati kemudian semua kecenderungan politis dan teologis Syi'ah telah mempunyai "mantel" baik dari al Qur'an maupun Hadist.

(9)

Dalam tataran hadist, penghampiran teologis terhadap konsep-konsep Syî'ah makin mengental. Di sini, kita memang dituntut untuk lebih banyak lagi mencurahkan perhatian dan energi. Karena konsep-konsep ilmu hadist Syi'ah berlainan atau malah, dalam beberapa segi, berseberangan dengan konsep hadist dalam wacana keilmuan Ahlu Sunnah. Oleh karena itu, pada sub-judul yang akan datang penulis akan memberikan stressing-point pada kajian hadist dalam wacana keilmuan Syi'ah. Secara sambil lalu, perlu ditekankan bahwa sekte Syî'ah bukanlah tunggal, namun ia terdiri dari beberapa sekte kecil di dalamnya 33.

b. Nikah Mut’ah dalam pandangan Syi’ah

Ada perbedaan mencolok antara Syi’ah (al-Imamiyah) dan kaum Sunni tentang permasalahan nikah mut’ah. Nikah Mut’ah adalah nikah dengan batas waktu tertentu, (an-nikah al-muaqqat) jenis pernikahan seperti ini memang terjadi pada zaman Nabi disebagian riwayat menyatakan demikian, kemudian Nabi mengharamkannya, karena memandang adanya beberapa madharat .

Sedangkan kaum Syi’ah terutama Syi’ah Imamiyah berbeda pandangan dalam masalah ini, mereka memperbolehkan nikah mut’ah ini. Dengan bertendensikan satu ayat dalam al-Qur’an “mafaistatha’tum bihi min hunna fa atu ujurahunna” . dan mereka berkata bahwa beberapa Sahabat dan Tabi’in seperti, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah al-Anshory, Ibn Mas’ud, dan Ubay bin Ka’ab memperbolehkan nikah mut’ah ini.

(10)

Akan tetapi yang jadi permasalahan penting bahwa Syi’ah Imamiyah masih memperbolehkan konsep nikah mut’ah ini hingga sekarang, bahwa ini adalah berdasarkan ijma orang-orang Islam pada masa Nabi tanpa adanya keraguan sama sekali. Konsep nikah mut’ah ini juga kembali digulirkan Oleh seorang pemikir Mesir Gamal al-Banna, dalam sebuah karyanya ia mengatakan seorang muslim yang tinggal di negara Eropa dan negara mayoritas Kristen boleh melakukan nikah mut’ah untuk menghindari dari perzinahan.

BAB III

(11)

“Wilayah al-Faqih adalah anugerah dari Allah SWT bagi kaum Muslimin”

(Ayatullah Ruhullah Khomaeni)

Orang Syiah berkeyakinan bahwa Imamah adalah sebuah rukun iman yang harus di yakini, seperti halnya iman kepada Allah, iman kepada para Rasul. Kewajiban imamah ini di nash oleh Allah SWT atas Sayyida Ali- karamallah wajha- dan di sampaikan oleh nabi Muhammad SAW pada hari setelah kepulangannya dari haji wada’ yang kemudian di sebut dengan yaum al-Ghadir. Dan hadist yang disampaikan Rasulullah di sebut Hadist al-ghadi r, dan kaum Syiah merayakan hari ini setiap tahun yang jatuh pada tanggal 18 Dzulhijjah, atas dasar inilah kaum Syiah meyakini bahwa Rasulullah telah mewasiatkan bahwa pengganti beliau sebagai penerus Imamah adalah anak dari pamannya yaitu Sayyidina Ali, kedudukan imam menurut mereka sama dengan kedudukan Nabi Muhammad SAW, dan oleh karena itu, kedudukan seorang imam lebih tinggi ketimbang para nabi yang lainnya, bahkan mereka juga ma’shum (terlepas dari kesalahan-kesalahan) sebuah doktrin yang agak ganjal bagi kita yang bukan golongan syiah, tetapi begitu doktrin imamah begitu melekat di tubuh teologi syiah, bahkan seorang belum bisa di kategorikan seorang syiah hanya dengan mencintai ahlu al-bait (keturunan-keturunan Nabi) tetapi ia juga harus meyakini bahwa Sayyidina Ali adalah seorang imam. Seorang imam menurut Syiah adalah seseorang yang ditunjuk oleh Allah dan Rasul-Nya untuk mengatur urusan mereka baik perkara yang menyangkut kepentingan dunia bahkan urusan-urusan yang bersifat akhirat.

(12)

Ja’far Muhammad bin Ustman bin Said, Abu al-Qasim Husain bin Ruh, dan yang terakhir adalah Abu Hasan Ali bin Muhammad as-Samary. Sedangkan yang kedua yaitu Ghaib kubra yaitu dimulai dari mangkatnya seorang Imam yang terakhir Abu Hasan Ali bin Muhammad as-Samary pata tahun 329 H bertepatan dengan tahun 940/941 Masehi.

Syiah beranggapan bahwa pentingnya sebuah komunitas masyarakat di pimpin oleh seorang Imam karena keberlangsungan hidup didunia tergantung seorang pemimpin (Imam) dan kontuinitas Risalah Tuhan tergantung pula oleh seorang Imam, karena dialah yang ma’shum diantara para manusia oleh sebab itu dialah tempat kita bertanya tentang masalah Agama, dan juga urusan dunia. Imamah adalah sesuatu hal yang membuat kita dekat dengan kebaikan dan sebaliknya kita jauh dari segala keburukan.

Berangkat dari persepsi bahwa Wilayah Ali di berikan dari Rasulullah SAW melalui hadisnya, dan hal itu pula menurut kaum Syiah bahwa hal itulah yang menyebabkan turun surah al-Maidah ayat 3:

انيد ملسلا مكل تيضر و يتمعن مكيلع تممتا و مكانيد مكل تلمكا مويلا

(13)

BAB IV A. Sekilas Makna Wilayah

(14)

Maka dalam praktek wilayah diharuskan adanya sebuah kerelaan (tanpa paksaan) dan kedekatan agar terjadi tasarruf diantara dua pihak, maka kata wilayah mengandung pengertian pertolongan, kecintaan dan kedekatan. Oleh karena itu suatu tindakan pemaksaan tidak termasuk dalam kategori wilayah, karena tidak menunjukkan adanya kedekatan dan kecintaan, kata wilayah sama sekali tidak mengandung pengertian sebuah praktek hegemoni, akan tetapi adanya sebuah sistem kebebasan, dalam artian tidak ada paksaan dalam wilayah . Kita bisa simpulkan bahwa wilayah ialah terjadinya sesuatu diantara dua pihak tanpa adanya sebuah paksaan melainkan karena kedekatan, dan kecintaan.

B. Ketetapan Wilayah

Allah SWT telah menciptakan segala hal untuk kita manfaatkan, aset-aset yang berharga yang berada di dunia semua di ciptakan untuk kita manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, dan oleh karena itu pula di tangan Allah segala peraturan, ketetapan dibuat, Allah membimbing kita, mendidik kita menentukan jalan kita sebagai hambanya, dan tentunya sesuai kemaslahatan, baik dunia maupun akherat, dengan kata lain Allah mempunyai hak kekuasaan (wilayah) untuk kita. Allah tidak akan membuat sesuatu konsep hukum kecuali mempunyai kemaslahatan bagi hambanya, tapi sesungguhnya manusia itu lemah mempunyai keterbatasan akal untuk mengetahui keseluruhan maslahat dibalik hukum Tuhan tersebut . Allah berhak untuk memerintahkan hambanya apa-apa yang baik bagi manusia dan berarti Allah juga berhak untuk melarang hambanya untuk melakukan sesuatu yang mengandung bahaya dan kerusakan. Dan manusia sebagai seorang hamba harus tunduk kepada hukum syariat yang telah ditetapkan oleh Tuhan dengan menerimanya dan menjalankannya dalam lini kehidupannya.

(15)

terhadap apa-apa yang di sabdakan para utusan Tuhan tersebut , akan tetapi ketaatan disini hanya sebagai sebuah petunjuk, Rasul tidak mempunyai kekuasaan mutlak seperti halnya Tuhan, ia hanya perantara untuk menyampaikan hukum-hukum Tuhan, begitu juga seorang Faqih ia hanya sebagai penjelas, penyampai hukum-hukum Tuhan kepada manusia.

Akal manusia bisa menentukan dan memutuskan hal-hal yang menurutnya baik untuk dilakukan oleh orang lain, oleh sebab itu akal manusia juga mewajibkan untuk mentaati orang yang telah membimbing kita dan menunjukkan jalan yang lurus walaupun ia adalah manusia biasa seperti kita. Dan oleh karena itu, kita juga wajib mentaati kedua orang tua kita yang telah merawat kita dan mengasuh kita serta membimbing kita dalam menjalani hidup ini, bahkan hukum Tuhan pun menyuruh kita untuk itu.

Dan dari paparan diatas bisa di ambil benang merah bahwa pada dasarnya, seorang manusia adalah bebas, tidak ada paksaan baginya untuk melakukan apapun yang ia inginkan. Kekuasaan hanya milik Allah, hanya Allah yang mempunyai wewenang hak prerogatif untuk mengatur ciptaannya, yaitu manusia. Akan tetapi tidak mungkin hal itu bisa terjadi tanpa adanya seorang perantara yang menghubungkan antara manusia dengan Tuhan, maka di utuslah seorang Rasul atau Nabi untuk menjelaskan hukum, ketetapan –ketetapan dari Tuhan. Dan berarti kita juga wajib mentaati para utusan tersebut karena ialah yang mengetahui hukum Tuhan tersebut.

(16)

kewajiban, kewajiban ini bukanlah sesuatu yang bersifat mutlak, akan tetapi bersifat Irsyadiah dengan kata lain karena para Rasul telah membimbing kita, mengajarkan hukum-hukum sakral Tuhan, maka kita harus taat kepada mereka. Bukan sebuah ketaatan yang menyaingi ketaatan kita pada Tuhan.

Ada beberapa ayat al-Qur’an yang secara jelas menyatakan adanya Wilayah bagi para Rasul dan Nabi, dan juga bagi para Imam menurut kaum Syiah. Untuk mengukuhkan argumentasi mereka tentang adanya otoritas seorang Imam untuk mengatur manusia.

Pertama : Surah al-Baqarah ayat 124 tentang adanya Wilayah bagi Nabi Ibrahim

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang lalim (QS: al-Baqarah 124)

Menurut kaum Syiah ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT, menjadikan Ibrahim sebagai hamba sebelum ia dijadikan seorang Nabi, dan dijadikan seorang Nabi sebelum dijadikan seorang Rasul, dan dijadikannya Ibrahim seorang Rasul sebeklum dijadikan al-Khalil (kekasih), dan dijadikan ak-khalil sebelum dijadikan seorang Imam. Dan dari sini pula Allah mengungkapkan sesengguhnya Imamah itu dengan nash.

(17)

Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.

Maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah telah memilih Nabi daud menjadi memimpin untuk memimpin kaumnya, untuk mengatur manusia sesuai dengan syariat, dan sebagai seorang Imam ia harus berlaku adil, karena Allah telah berjanji barang siapa yang tersesat dari jalannya maka ingatlah azab pada hari akhir

Ayat ketiga : Surah al-Ahzab ayat 6

Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu mau berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Adalah yang demikian itu telah tertulis di dalam Kitab (Allah).

(18)

menyatakan bahwa Nabi lebih berhak untuk dicintai dan perintahnya harus kita laksanakan dan menta’ati Nabi adalah sebuah kewajiban pendapat senada juga diungkapkan oleh Ibn Katsir dalam tafsirnya, dengan kata lain Nabi memiliki sebuah otoritas untuk mengatur manusia dalam urusan jiwa dan harta, maka otoritas kekuasaan Nabi (wilayah) lebih kuat, seperti seorang bapak yang juga memiliki wilayah terhadap anak kecilnya untuk mengatur sang anak, begitu juga Nabi karena dia mengetahui kemaslahatan umatnya. Dan adapun dalam masalah yang bersifat individual seperti masalah seorang menthalak isterinya, mengawinkan anaknya maka itu bukan dari pembahasan konteks ayat tersebut, artinya seorang mukmin lebih berhak dalam urusan pribadinya .

Sedangkan yang dijadikan landasan bagi kaum syiah untuk mengatakan bahwa setelah Nabi memiliki otoritas kekuasaan (wilayah) lalu Nabi mempercayakan Ali sebagai pemimpin setelah Nabi menurut kaum Syiah yang terdapat dalam Hadist al-Ghadir , hadist inilah yang dijadikan pijakan bagi kaum syiah bahwa estafet kepemimpinan setelah Rasul yang berhak memimpin adalah sayyidina Ali, bahwa Rasul telah memilih sendiri Ali sebagai penggantinya. Dan kaum Syiah juga mengatakan bahwa Ulama juga mempunyai otoritas kekuasaan karena dia adalah pewaris para Nabi, berarti dia juga memiliki apa-apa yang dimiliki Nabi Muhammad sebagai orang yang mewarisi.

BAB V Beberapa Tingkatan Wilayah

(19)

Wilayah atau kekuasan disini tidak mutlak dalam artian seorang imam tidak memiliki otoritas penuh untuk mengatur umatnya dalam segala urusan. Seperti Wilayah yang di miliki Syeih Muhammad Husain al-Isfahani, Syeih al-Anshary dan Said Khui’

Otoritas Wilayah yang dimiliki Imam pada tingkatan ini hanya sebatas Fatwa dan Qadha pada urusan yang berhubungan dengan harta (materi), jikalau ada suatu keadaan yang mendorong seorang Imam untuk mengeluarkan atau menggunakan otoritasnya sebagai seorang Imam, seperti adanya kasus pencurian, maka ia hanya berhak untuk mengurusi bagaimana barang yang di curi itu bisa kembali, ia tidak mempunyai otoritas hukum untuk mengadili pencuri tersebut, dengan memotong tangan misalnya, atau dengan memenjarakannya, dan lain sebagainya, ia hanya mempunyai otoritas untuk mengurusi harta yang di curi saja.

Oleh karena itu tidak ada hak bagi seorang faqih kecuali qadha’ dan memberikan fatwa, atau ia juga tidak mempunyai otoritas untuk mengambil hak-hak orang kafir, atau sebaliknya memberikan kemaslahatan bagi orang-orang kafir. Maka para ulama berpendapat tidak adanya dalil yang qat’i kecuali pada masalah qadha’, maka tidak bisa menjadikan seorang faqih pada saat ke-ghaib-an sang imam memberikan wilayah secara mutlak kecuali memberikan fatwa dan qadha’ pada urusan harta saja.

Wilayah Mutlaq

(20)

pengurusan harta, jiwa manusia dan maslahah dalam daerah orang-orang Islam maka itu menjadi otoritasnya.

Tetapi dalam permasalahan ini hanya Syeikh an-Nuraqi saja yang berani mengemban wilayah ini. Dan dia menggunakan beberapa argumen untuk melandasi dasar pemikirannya tentang wilayah mutlak ini pertama hadist Nabi SAW yang menyatakan bahwa Ulama adalah pewaris para Nabi. Dari hadist ini dia mengambil kesimpulan bahwa segala yang dimiliki Nabi baik otoritas untuk mengatur manusia dalam hal syariat, politik, sosial dan segalanya berarti otoritas itu juga di miliki oleh para ulama sebagai para pewaris Nabi, orang yang diwarisi berhak mendapatkan segala hal yang dimiliki pewaris, karena mereka adalah pengganti Nabi. Hadist yang juga dipakai untuk menguatkan pendapatnya hadist Nabi yang berbunyi “ sesungguhnya segala sesuatu berjalan diatas tangan para ulama”

Akan tetapi argumentasi mereka memiliki beberapa kelemahan dalam menetapkan konsep adanya wilayah mutlak bagi sang Imam apalagi jika otoritas wilayah ini bisa sampai ketangan seorang Faqih pertama bahwa hadist yang di kemukakan Syekh an-Nuraqy posisinya adalah doif sanad

Yang kedua bahwa Riwayat atau hadist yang di jadikan landasan oleh syeik an-Nuraqy banyak terdapat pada bab yang menerangkan tentang keutamaan ilmu (fadhilah al-ilmi)

(21)

berarti seluruh otoritas Nabi jatuh ketangan seorang Imam yang Ma’shum (menurut kaum Syiah)

Keempat bahwa adanya wilayah secara mutlak itu tidak menyeluruh bagi para Nabi, apalagi jika wilayah itu dinisbatkan pada seorang Imam bahkan seorang Faqih seperti Nabi Nuh, Isa, Ibrahim dan Nabi Musa dengan strata wilayah yang berbeda-beda. Dan jikalau dikatakan bhwa ulama adalah pewaris para Nabi, bagaimana lafadh ulama yang bersifat mutlak (umum) mentakwilkannya pada fuqaha saja, pada zaman ghaibah dan juga tidak adanya indikasi yang mengarah kearah penafsiran tersebut

Kesimpulan dari paparan diatas bahwa hadist yang digunakan an-Nuraqy dalam membungkus konsep wilayah secara mutlak bagi seorang Imam dan Faqih itu rapuh dengan alasan yang telah dikemukakan diatas.

Wilayah Wustho

Para Fuqaha syiah mengatakan bahwa masalah wilayah al-faqih adalah wilayah wustho itu sendiri bahkan permasalan wilayah wustho sudah menjadi suatu kesepakatan dan menjadi sebuah keniscayaan dalam mazhab Syiah dalam kurun waktu yang lama. Yang di maksud dengan wilayah disini menjadikan seorang faqih memiliki otoritas untuk mengurusi urusan umat sebagai pengganti dari Imam Ma’shum pada saat ghaibah untuk menegakkan hukum Islam.

(22)

seorang pemimpin yang mengatur manusia haruslah orang-orang pilihan, dan tujuan adanya pemimpin adalah adanya kontuinitas kehidupan manusia dibawah naungan syariat Islam yang agung maka sorang waliyul muslim harus memiliki persyaratan, maka seorang wali harus memiliki sifat sebagai berikut :

Pertama : seorang wali harus mengetahu undang-undang Islam dan mengetahui Fiqh Islam, bagaimana ia bisa menjawab problematika manusia kalau ia tidak mengetahui Syariat Islam secara mendalam.

Kedua : ia harus memiliki sifat adil, yang dimaksud adil disini adalah seorang wali harus memiliki sifat takwa dan wara’ yang bisa dilihat dari kepribadiaanya yang mempunyai semangat untuk menegakkan syariat dan hukum-hukum Allah dan berpegang teguh atas peraturan dan hukum Islam, maka seorang faqih seperti yang dikemukakan Khomaini telah memenuhi persyaratan itu, ia bertindak sesuai apa yang dilakukan Rasul, tidak kurang dan juga tidak lebih, ia harus berlaku amanah terhadap harta umatnya.

Ketiga : wali muslim memiliki intelektual yang mumpuni untuk mengatur dan mengurusi umat, karena ia harus menegakkan maslahah manusia.

(23)
(24)

Dari paparan singkat diatas bahwa konsep wilayah al-faqih, yang di cetuskan kaum syiah untuk meneruskan estafet perjalanan imamah, yang sudah menjadi sebuah keniscayaan bagi kaum syiah, karena Imamah adalah sesuatu yang harus diyakini karena dia termasuk dari rukun iman (menurut Syiah) karena sebuah komunitas harus dipimpin oleh seorang yang bisa membimbing kita, menunjukkan jalan kita, oleh sebab itu di pilihlah orang-orang yang ma’shum karena dialah yang lebih mengetahui kemaslahatan umat ketimbang orang-orang lain disekitar kita, dia lebih mengetahui apa-apa yang baik bagi manusia, dan apa yang buruk bagi manusia yang harus ditinggalkan, karena dia bebas dari kesalahan-kesalahan. Dan berpegang pada hadist bahwa ulama adalah pewaris para nabi, berarti dia juga memiliki sebuah otoritas untuk mengatur manusia (wilayah) seperti yang dimiliki nabi, walaupun ulama dalam konteks hadist tersebut bersifat mutlak, tetapi syiah mentakwilkannya dan mengkhususkannya hanya fuqaha, karena dia lebih mengetahui hukum Tuhan, lebih mengerti makna-makna yang terselubung dari firman-firman suci Tuhan.

Mungkin konsep wilayah dan Imamah kaum syiah, terlahir dari sebuah kefanatikan, Imam menurut mereka adalah orang-orang yang ma’shum, maka dialah yang pantas mendapatkan hak otoritas untuk mengatur manusia.

(25)

mereka fuqaha lebih mengerti tentang kemaslahatan manusia ketimbang orang-orang lain.

Daftar Pustaka

 Labbad, Mustafa, Hadaiq al-Ahzan Iran wa wilayah al-Faqih- Darul

(26)

Dirasah fi wilayah al-Faqih wa Fiqh ad-Daulah al-Islamiyah juz 1

(Markaz li al-‘alami li ad-Dirasah al-Islamiyah. Qum-Iran)  Imarah, Muhammad, Tayarah al-Fikr al-Islami

 Ibn al-Kasir, al-Hafidh Tafsir al-Qur’an al-Karim Darul Hadist Kairo

 Khazim, Muhammad Wilayah Faqih am syura fuqaha nuthaq

al-dhaif ..wa ‘awamil al-quwah

Referensi

Dokumen terkait

Baik jika menunjukkan sudah ada usaha untuk bekerjasama dalam kegiatan kelompok tetapi masih belum ajeg/konsisten.. Cukupjika menunjukkan ada sedikit usaha untuk bekerjasama

Kebiasaan belajar yang efektif juga akan berdampak dalam kehidupan sehari-hari siswa dimana mereka akan senantiasa terbiasa melakukan sesuatu dengan hasil

dalam lirik lagu album kompilasi Evergreen CD 1 terdapat 3 jenis fungsi, yakni : 1) menjelaskan gambaran yaitu pengarang melalui perannya, baik sebagai narrator maupun

Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan menimbulkan banyaknya peralatan yang dikontrol menggunakan system control digital. Tenaga manusia telah digantikan dengan

Untuk keperluan berkebun selain yake kewok , mereka juga menggunakan tongkat penggali ( digging stick ) untuk membalikkan tanah agar menjadi gembur. Lubang-lubang

Kejadian tanah runtuh merupakan satu proses semulajadi yang sering berlaku di kawasan perbukitan, samada perbukitan semulajadi atau kawasan yang telah diganggu oleh

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut..

setiap harinya bekerja menjadi pekerja rumah tangga, yang bekerja hanya suami beliau saja sebelumnya suaminya saja mendapatkan upah hanya 50.000 per-hari tentunya