• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabat Sebagai Usaha Bersama Masyarakat D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tabat Sebagai Usaha Bersama Masyarakat D"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 TABAT SEBAGAI USAHA BERSAMA MASYARAKAT DALAM UPAYA

PENCEGAH DEGRADASI LAHAN GAMBUT

DI TAMAN NASIONAL SEBANGAU, KALIMANTAN TENGAH

Oleh:

Eldy Indra Purnawan 1), Royda Dara Ertini Damanik 2), Petrisly Perkasa 3) 1) & 2)

Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya 3)

World Wildlife Fund (WWF)

Email: eldyindra.p@gmail.com

Canal blocking is a restoration method for reducing fire through the canal channel closure, controling surface water in peatlands in order not to loose so fast. Canal blocking is done in Sebangau National Park aims to improve hydrological functions of peat swamp forest. With the canal blocking is expected to keep the peat does not lose more water. Source of data writing scientific papers to know the how much benefit was obtained in preventing the degradation of peat swamp forest in the National Park Sebangau through canal blocking sourced from the collection of secondary data, questionnaires and literature. The results show the canal blocking activity, the impact of making the canal performed on waterlogged peat would sweep dissolved carbon that affect the carbon balance. Drainage will cause the oxidation of pyrite that produces sulfuric acid are toxic to plants that affect the productivity of the land. Drainage will also lead to a decrease (subsidence) the thickness of the peat and further affect the function of peatland hydrology. Fluctuations in water level during the rainy season and dry season will increase because of its ability to hold water decreases. Besides drainage will also increase the chances of salt water intrusion from the sea.

Channel Canal blocking an attempt by aiming to hold the water in the canal by making bulkhead in it. With the Canal blocking canals in peatlands will cause the peat water is not released into the nearby river or to another location so that the peat will be maintained as a wetland ecosystem as its original. Blocking the canal or ditch is closed or make canal blocking on several fragments (upstream, between the upstream-downstream, and downstream) canal. Canal blocking is classified into several types or particular form that is permanent, semi-permanent, and simple. In 2004, the channel wiping methods tested in one of the former canal PT. Sanitra Sebangau Indah (SSI). This canal has dimensions of length 24 km, with a depth of 4-6 m, and a width of 8-10 m. From the aspect of water governance, WWF-Indonesia in cooperation with the Sebangau National Park periodically to conduct groundwater monitoring. In the vicinity of the channel SSI, there are 50 monitoring pipe mounted with a certain distance intervals on the left and right block. Groundwater monitoring during the past four years shows fluctuations in groundwater is relatively stable. Visually, various fast growing pioneer plant cover areas previously barren.

(2)

2 I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah gambut merupakan tanah yang terbentuk dari lapukan bahan organik terutama dari tumpukan sisa-sisa jaringan tumbuhan di masa lampau. Pada tahap awal, proses pengendapan bahan organik terjadi di daerah depresi atau cekungan di belakang tanggul sungai. Dengan adanya air tawar dan air payau yang menggenangi daerah depresi, proses dekomposisi bahan organik menjadi sangat lambat. Selanjutnya secara perlahan-lahan terjadilah akumulasi bahan organik, yang akhirnya terbentuk endapan gambut dengan ketebalan yang bervariasi, bergantung pada keadaan topografi tanah mineral di bawah lapisan gambut (Widjaja-Adhi et al. 2000; Subagjo 2006).

Dilihat dari proses dekomposisi tanah gambut yang sangat lambat, tentunya dapat dipastikan jika tanah gambut mengalami degradasi yaitu penurunan kualitas tanah, dalam arti menghilangnya satu atau lebih fungsi tanah disebabkan aktifitas manusia (Blumm, 1988 dalam van Lynden, 2000) tentunya akan menghabiskan waktu yang sangat lama untuk mengembalikan keadaan tanah gambut seperti semula.

Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008). Pada Pulau Kalimantan, khususnya provinsi Kalimantan Tengah seluas tiga juta Ha adalah lahan gambut yang berpusat di daerah Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah.

(3)

3 Solusi yang sangat memungkinkan untuk menanggulangi degradasi lahan gambut ialah dengan mernutup kanal-kanal yang ada dengan mengupayakan pembangunan tabat di setiap kanal agar permukaan air dan muka air tanah yang berada di lahan gambut tidak mengalami penurunan yang signifikan pada musim kemarau yang dapat menyebabkan lahan gambut mengalami kekeringan.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan mempertimbangkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah dalam karya tulis ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana cara menanggulangi masalah degradasi di lahan gambut dengan upaya pembuatan tambat yang dilakukan bersama masyarakat di wilayah TN Sebangau Kalimantan Tengah.”

1.3 Tujuan

a. Mendeskripsikan penyebab terjadinya degradasi pada lahan gambut di kawasan Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah.

b. Memberikan pengetahuan dan informasi tentang manfaat tabat sebagai upaya restorasi lahan gambut di kawasan Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah.

c. Menjadikan upaya pembangunan tabat sebagai salah satu solusi untuk menanggulangi degradasi lahan gambut.

d. Mendorong kesadaran dan keinginan masyarakat dalam upaya rehabilitasi lahan gambut demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. 1.4 Manfaat

(4)

4 II. TELAAH PUSTAKA

2.1 Tanah Gambut

Tanah gambut adalah tanah-tanah yang jenuh air, tersusun dari bahan tanah organik berupa sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang telah melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi taksonomi tanah, tanah gambut disebut Histosols (histos, tissue: jaringan) atau sebelumnya bernama Organosols (tanah tersusun dari bahan organik). Tanah gambut selalu terbentuk pada tempat yang kondisinya jenuh air atau tergenang, seperti pada cekungan-cekungan daerah pelembahan, rawa bekas danau, atau daerah depresi atau basin pada dataran pantai di antara dua sungai besar, dengan bahan organik dalam jumlah banyak yang dihasilkan tumbuhan alami yang telah beradaptasi dengan lingkungan jenuh air. Penumpukan bahan organik secara terus menerus menyebabkan lahan gambut membentuk kubah (peat dome). Aliran air yang berasal dari hutan gambut bersifat asam dan berwarna hitam atau kemerahan sehingga di kenal dengan nama ‘sungai air hitam’ (Tim Sintesis Kebijakan, 2008). 2.2 Kanal

(5)

5 2.3 Taman Nasional Sebangau

Tatabatas kawasan Taman Nasnal Seangau berdasarkan SK Mentri Kehutanan No.SK423/Menhut/II/2004. Pada tanggal19 Oktober 2004 dengan luas ±568.700 ha (Balai Taman Nasiona Sebangau, 2008). Taman nasional sebangau adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi alam, yang mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan.

b. Kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa.

c. Kawasan pemanfaatan secara lestari potensi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain :

a. Ekonomi, dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara.

b. Ekologi, dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan.

c. Estetika, memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam / bahari.

d. Pendidikan dan penelitian, merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

(6)

6 tahun 2002 mengidentifikasikan 35 spesies ikan dan 166 spesies flora dengan 7 hutan dengan tipe: hutan sungai, hutan rawa campuran, huran transisi, hutan tiang rendah, hutan tiang tinggi, hutan granit. Telah diperkirakan bahwa 6.900 orangutan tinggal di daerah ini. Namun, survei yang dilakukan oleh WWF pada tahun 2006 memperkirakan populasi orangutan di Taman Nasional Sebangau berjumlah 9.063.

2.4 Hidrologi

Sebuah hutan rawa gambut yang masih berfungsi sebagai resevoir air, karbon dan keanekaragaman hayati. Pada umumnya tingkat air tanah yang dekat dengan permukaaan tanah, karbon dihasilkan pada rata-rata sekitar 1mm total gambut per tahun dan area iki kaya akan flora dan fauna, termasuk orangutan yang langka. air yang mengalir dari lahan gambut ini berwarna hitam karena tingginya tingkat asam humat dan fulvat, polivenol dan jenis lainnya yang berasal dari dekomposisi bahan organik.

Gambut di utara Sebangau. Di setiap tahunnya tingkat air tanah tetap dalam jangkauan pada permukaan tanah sampai 40 cm di bawah tanah dan tingkat air tanah ini mencerminkan pola curah hujan dengan musim hujan dan kemarau pada waktu tahun kekeringan EL Nino, tingkat air tanah mengalami penurunan hingga 100 cm dibawah permukaan tanah setelah tingkat air tanah mengalami penurunan dibawah permukaan tanah, oksigen memasuki penampang tanah dan proses oksidasi gambut dimulai. Semakin dalam tingkat air tanah, semakin tinggi tingkat oksidasi. Seperti yang di tunjukan dalam tingkat air tanah di hutan rawa gambut juga naik turun dengan hasil menyatakan bahwa selama periode musim kemarau gambut beroksidasi sementara selama periode musim hujan terakumulasi.

(7)

7 100 cm di atas permukaan gambut. Penghitungan Tingkat air tanah pada tahun yang berbeda dan selama berbulan-bulan yang berbeda dalam satu tahun menunjukkan bahwa tingkat ini bisa turun lebih dalam lagi, kemudian dari ambang kritis 40 cm di bawah permukaan gambut dan sementara banjir lebih dari 100 cm diatas permukaan juga diamati. Pada bulan juli 1997, adalah tahun kemarau EL Nino daerah yang tingkat air tanah yang mendalam di hitung bertepatan dengan daerah yang terbakar seperti yang terdeteksi dari citra radar. Gambut relatif utuh menunjukkan ketahanan terhadap gangguan integritas hidrologi dan sedangkan lahan basah terdegradasi yang rentan terhadap kebakaran. Pemodelan hydropedological mengidentifikasikan daerah-daerah dengan potensi restorasi yang baik berdasarkan prediksi kedalaman banjir dan durasi.

2.5 Penyekatan Parit atau Penabatan

Penyekatan parit atau penabatan merupakan kegiatan-kegiatan yang

bertujuan untuk menahan air di dalam parit atau saluran dengan membuat sekat di

dalamnya. Dengan adanya penyekatan saluran/parit di lahan gambut akan

menyebabkan air gambut tidak terlepas xke sungai atau ke lokasi lain disekitarnya

sehingga gambut akan tetap dapat dipertahankan sebagai suatu ekosistem lahan

basah sebagaimana sifatnya semula. Di Kalimantan Tengah kegiatan penyekatan

dikenal pula dengan sebutan menabat (dari kata dasar TABAT), sedangkan di

Sumatera disebut menebat (kata dasar TEBAT). Jadi dalam hal ini menyekat

parit/saluran bukan berarti bahwa seluruh volume parit/saluran ditimbun kembali.

Penyekatan saluran air adalah salah satu cara untuk menaikan permukaan air tanah

terutama pada musim kemarau. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga

kelembaban tanah sekitarnya dan sekaligus mencegahnya dari bahaya kebakaran.

Saat kelembaban gambut dapat dipertahankan, kondisi tersebut akan memberikan

(8)

8 III. ANALISIS DAN SINTESIS

Dampak pembuatan kanal yang dilakukan terhadap lahan gambut yang tergenang akan menghanyutkan karbon terlarut sehingga mempengaruhi kesetimbangan karbon. Drainase yang terus berlanjut ini akan menyebabkan terjadinya oksidasi pirit yang menghasilkan asam sulfat beracun bagi tanaman sehingga mempengaruhi produktivitas lahan. Drainase juga akan menyebabkan penurunan (subsidence) ketebalan lahan gambut dan selanjutnya mempengaruhi fungsi hidrologi lahan gambut. Fluktuasi tinggi muka air pada musim hujan dan musim kemarau akan meningkat karena kemampuannya dalam menampung air menurun. Disamping itu drainase juga akan memperbesar peluang intrusi air bergaram dari laut (Murdiyarso dkk, 2004).

Penabatan kanal atau atau parit merupakan upaya yang dilakukan bertujuan

untuk menahan air di dalam parit atau saluran dengan membuat sekat di

dalamnya. Dengan adanya penabatan kanal atau parit di lahan gambut akan

menyebabkan air gambut tidak terlepas ke sungai atau ke lokasi lain disekitarnya

sehingga gambut akan tetap dapat dipertahankan sebagai suatu ekosistem lahan

basah sebagaimana sifatnya semula. Penyekatan kanal atau parit adalah menutup

atau menabat kanal pada beberapa fragmen (hulu, antara hulu-hilir, dan hilir) parit atau kanal. Tabat dikelompokan dalam beberapa tipe atau bentuk tertentu yaitu Permanen, semi permanen, dan sederhana. Adapun tujuan penyeketan kanal adalah sebagai berikut :

a. Tujuan Jangka Pendek

Mengurangi laju aliran air serta mencegah terjadinya penurunan permukaan air tanah pada lahan gambut, sehingga diharapkan tidak terjadi kekeringan pada musim kemarau yang akan mengakibatkan terjadinya kebakaran.

b. Tujuan Jangka Panjang

(9)

9 c. Tujuan Sosial ekonomi

Penabatan akan menghasilkan satuan volume air pada musim kemarau sehingga parit-parit yang akan ditabat juga diharapkan akan menjadi kolam ikan (beje) alami, dan pada musim hujan akan berfungsi sebagai perangkap ikan. Tahun 2004, metode penyekaan saluran diuji coba di salah satu kanal bekas PT. Sanitra Sebangau Indah (SSI). Kanal ini memiliki dimensi panjang 24 Km, dengan kedalaman 4-6 m, dan lebar 8-10 m. Dari aspek tata kelola air, WWF-Indonesia bekerjasama dengan Balai Taman Nasional Sebangau secara periodik untuk melakukan pemantauan air tanah. Di sekitar saluran SSI, terdapat 50 pipa monitoring yang dipasang dengan interval jarak tertentu disisi kiri dan kanan tabat. Pemantauan air tanah selama empat tahun terakhir menunjukan fluktuasi air tanah yang relatif stabil. Secara visual, berbagai tumbuhan pionir dengan cepat tumbuh menutupi areal yang sebelumnya gersang (Maya T, 2009).

(10)

10 Gambar 1.1 Peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Bakung

(11)

11 Gambar 1.2 merupakan peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Rasau.

Gambar 1.2 Peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Rasau

(12)

12 Gambar 1.3 merupakan terdapat peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Bangah.

Gambar 1.3 Peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Bangah

(13)

13 Tabel 1. Lokasi, tipe Tabat dan kondisi kerusakannya

Lokasi dan Tipe

Terkait tingginya jumlah kerusakan tabat pada masing-masing sub-DAS yaitu Bakung, Rasau dan Bangah. Maka rekomendasi jenis perbaikan yang dilakukan adalah redesain tabat yang meliputi perkuatan tebing dan pembuatan jalur pelimpah (Spillway) yang bisa dilewati perahu tradisional (kelotok).

(14)

14 yakini akan dapat memberikan nilai tambah ekonomi bagi rumah tangga mereka. Keterlibatan secara tidak langsung terlihat dari kemauan mereka untuk mengadakan dialog atau diskusi untuk membahas rencana pembangunan tabat-tabat tersebut.

(15)

15 IV. SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan

Pembuatan parit atau kanal menyebabkan terganggunya ekosistem hidroogi kawasan hutan dan lahan gambut karena menyebabkan air yang ada di dalam ekosistem lahan gambut secara cepat keluar dan daya tampung air menjadi kecil serta muka air tanah mengalami penurunan drastis. Dan apabila hal ini terus berlansung, kawasan Taman Nasional Sebangau akan mengalami berbagai persoalan lingkungan hidup yang cukup serius seperti kebakaran hutan,punahnya flora fauna, sedimentasi, penurunan kualitas air serta hilangnya lapisan tanah gambut. Dengan adanya penyekatan saluran/parit di lahan gambut akan menyebabkan air gambut tidak terlepas ke sungai atau ke lokasi lain disekitarnya

sehingga gambut akan tetap dapat dipertahankan sebagai suatu ekosistem lahan

basah sebagaimana sifatnya semula.Penyekatan saluran air adalah salah satu cara

untuk menaikan permukaan air tanah terutama pada musim kemarau. Hal tersebut

dimaksudkan untuk menjaga kelembaban tanah sekitarnya dan sekaligus

mencegahnya dari bahaya banjir dan kebakaran.

Masyarakat sekitar mampu mengawali langkah selanjutnya dalam pengelolaan Lahan Gambut serta menanggulangi bersama degradasi lahan gambuti demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

4.2 Rekomendasi

Berdasarkan analisis, dari hasil kegiatan penabatan yang telah dilakukan di sub-DAS Bakung, Rasau dan Bangah, ada beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan sebagai berikut:

a. Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, pada saat pembangunan dan perbaikan tabat, hendaknya masyarakat lokal yang ada dimasing-masing sub-DAS dilibatkan.

(16)

16 DAFTAR PUSTAKA

Awang, San.2006. Perencanaan Kolaborasi Taman Nasional Sebangau, analisis konsep dan kegiatan. Kalimantan Tengah. WWF-Indonesia. Hal 23.

Balai Taman Nasional Sebangau,2008. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Sebangau. ISBN : 978-979-18721-0-2. Kalimantan Tengah. Departemen Kehutanan Palangka Raya. Hal 3.

Maya, T.2009. Penyekatan Saluran/Parit di Ekosistem Gambut Sebangau. WWF Indonesia. Hal 4.

Mudiyarso,D.,Upik Rosalina,Kurniatun Hairiah,Lili Muslihat,I N.N. Suryadiputra dan Adi Jaya. 2004. Petunjuk Lapangan : Pendugaan Cadangan Karbon pada Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Bogor. Indonesia.Wetlands International- Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Hal 5.

Suryadiputra, I N.N., Alue Dohong, Roh, S.B. Waspodo, Lili Muslihat, Irwansyah R. Lubis, Ferry Hasudungan, dan Iwan T.C. Wibisono.2005. Panduan Penyekatan Parit dan Saluran di Lahan Gambut Bersama Masyarakat. Proyek Climate Change, Forests and Peatlands in Indonesia. Wetlands

International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor.

Hal 11.

Tim Sintesis Kebijakan. 2008. Pemanfaatan dan Konservasi Ekosistem Lahan Rawa Gambut di Kalimantan. Jurnal Pengembangan Inovasi Pertanian. Vol 1(2): 149-156

Widjaja-Adhi, I P.G., D.A Suriadikarta, M.T. Sutriadi, I G.M. Subiksa, dan I W. Suastika. 2000. Dalam Suriadikarta dan Sutriadi. 2007. Jenis-Jenis Lahan Berpotensi untuk Pengembangan Pertanian di Lahan Rawa. Jurnal Litbang Pertanian. Vol 26(3): 115-122

Gambar

Gambar 1.1 Peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Bakung
Gambar 1.2 merupakan peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Rasau.
Gambar 1.3  Peta posisi tabat terbangun di sub-DAS Bangah
Tabel 1. Lokasi, tipe Tabat dan kondisi kerusakannya

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kebiasaan warga Bratang Tangkis ini menimbulkan perubahan yang perlahan-lahan pada wajah kampungnya.Wajah unik warga kampung Bratang Tangkis tentu saja tidak

Herbert Blumer dan Elihu Katz adalah orang pertama yang memperkenalkan teori ini, teori Uses and Gratifications milik Blumer dan Katz ini mengatakan bahwa pengguna

Praveen Tahilani, Associate Professor (Pharmacy), Sagar Institute of Research and. Technology,

Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu penepungan, karakterisasi tepung jagung, pembuatan mie basah jagung, analisa mie secara fisik, penambahan guar gum dan

Lailia Nur Chasanah, A210130137. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh: 1)

Primary Outputs from Research: Publication Stadium 4 Secondary Outputs: Policy Stadium 5 Practitioners Applications Stage 6 Final Outcomes INTERFACE (a): Project Specification,