• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Dan Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Berdasarkan Gradien Salinitas Di Hutan Pantai Pulau Pandang, Batu Bara, Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Status Dan Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Berdasarkan Gradien Salinitas Di Hutan Pantai Pulau Pandang, Batu Bara, Sumatera Utara"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

STATUS DAN KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA BERDASARKAN GRADIEN SALINITAS

DI HUTAN PANTAI PULAU PANDANG,

BATU BARA, SUMATERA UTARA

T E S I S

Oleh :

ADAWIYAH

077030001/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STATUS DAN KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA BERDASARKAN GRADIEN SALINITAS

DI HUTAN PANTAI PULAU PANDANG,

BATU BARA, SUMATERA UTARA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Magister Sains dalam Program Studi Biologi pada Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADAWIYAH

077030001/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : STATUS DAN KEANEKARAGAMAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA BERDASARKAN

GRADIEN SALINITAS DI HUTAN PANTAI PULAU PANDANG, BATU BARA, SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : ADAWIYAH Nomor Pokok : 077030001 Program Studi : Biologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Delvian, SP. MP) (Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M. Sc Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M. Sc

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 08 September 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Delvian, SP. MP

Anggota : 1. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc

2. Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan jenis fungi mikoriza di hutan pantai berdasarkan gradien salinitas. Contoh tanah sebanyak 50 g diambil dari Pantai Pulau Pandang Kabupaten Batu Bara dari setiap petak ukur 20 x 5 m. Contoh tanah disaring dengan satu set saringan bertingkat dan spora yang didapat diidentifikasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa di lokasi penelitian terdapat 246 spora yang termasuk kedalam 3 genus mikoriza yaitu Glomus, Acaulospora dan Gigaspora. Jenis Glomus merupakan yang paling dominan dan terdapat pada setiap petak ukur. Kepadatan populasi spora makin meningkat sejalan dengan meningkatnya gradien salinitas. Hasil trapping dengan tanaman inang Pueraria javanica menunjukkan jumlah spora yang tinggi dibandingkan dengan spora yang diisolasi dari lapangan. Semua akar contoh tanaman terinfeksi fungi mikoriza. Fungi mikoriza mampu membentuk asosiasi dengan akar tanaman hutan pantai dengan persentase kolonisasi yang beragam, paling rendah dalam akar tanaman Ipomoea pescaprae (13%) dan yang paling tinggi (83,9%) dalam akar tanaman Terminalia catappa.

(6)

ABSTRACT

The objective of research was to know the mycorrhiza diversity in coastal forest based on salinity gradient. A 50 g of soil sample has been taken from the Pulau Pandang Beach, District of Batu Bara, from each plot of 20 x 5 m size. The soil sample was filtered through a set of gradient filter, and the spora found was then identified. The result of observation indicated that in location of research, there were 246 spores categorized into three genus of mycorrhizae; Glomus, Acaulospora and Gigaspora. Glomus was the most dominant type and found in each plot. The density of spora population increased with increased salinity gradient. The trapping result with host of Pueraria javanica indicated a high number of spora in comparison to the spora isolated from the site. All roots of plant sample have been infected by mycorrhiza fungi. The mycorrhizae fungi could form the association with roots of coastal forest plants of various colonization percentage, the lowest percentage was in plant roots of Ipomoea pescaprae (13%) and the highest percentage (83,9%) was in plant roots of Terminalia catappa.

(7)
(8)
(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1

Klasifikasi fungi mikoriza arbuskula ………...

Tingkat salinitas tanah pada lokasi penelitian ………

Hasil analisis sifat kimia contoh tanah dan kriterianya menurut

Pusat penelitian tanah (1983) dan BPP dalam Harjowigeno…..

Jumlah tipe spora berdasarkan tingkat salinitas tanah ..………

Jumlah spora dari lapangan ………...

Jumlah spora hasil pemerangkapan (trapping) ……….

Nilai frekuensi mutlak (FM-%) dan frekuensi relatif (FR-%) kehadiran suatu jenis fungi mikoriza pada setiap petak ukur di

lapangan

...

Nilai frekuensi mutlak (FM-%) dan frekuensi relatife (FR-%)

Kehadiran suatu jenis fungi mikoriza pada hasil trapping ...

Karakteristik spora yang ditemukan dari lapangan …………..

Karakteristik spora yang ditemukan dari trapping …………...

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1

2

3

4

5

6

Penampang longitudinal akar yang terinfeksi fungi mikoriza (Brundrett et al., 1994)

Filogeni perkembangan dan taksonomi ordo

Glomeromycota (INVAM, 2009) ………...

Kepadatan spora dari lapangan pada berbagai tingkat salinitas tanah ………

Kepadatan spora hasil trapping pada berbagai tingkat salinitas tanah ………

A. Penampang akar Buchanania arborescen, v (vesikula) B. Penampang akar Terminalia catappa, h (hifa) ……….

Hubungan persentase kolonisasi mikoriza dengan tingkat salinitas tanah ………...

6

7

25

27

36

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Skematis ekstraksi dan identifikasi spora fungi mikoriza..

Skematis kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman sampel ………...

Skematis teknis pembuatan kultur trapping fungi

mikoriza ………...

Dokumentasi penelitian

Gambar 1. Tanaman Pueraria javanica dalam trapping fungi mikoriza ………...

Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel (tepi pantai Pulau Pandang) ...

Gambar 3. Lokasi pengambilan sampel (dalam hutan pantai Pulau Pandang) ...

Gambar 4. Peta lokasi penelitian pantai Pulau Pandang ...

(12)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan karunia-Nya sehingga tesis ini yang berjudul “Status dan keanekaragaman

fungi mikoriza arbuskula berdasarkan gradien salinitas di hutan pantai Pulau

Pandang, Batu

Bara, Sumatera Utara” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Tesis ini dibuat

sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister

Biologi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama pelaksanaan penelitian ini penulis telah banyak mendapat

bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Dr. Delvian, SP. MP selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Dwi

Suryanto

selaku pembimbing II, sekaligus sebagai ketua Departemen Biologi, atas

segala

bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS sebagai penguji I serta Dr. Deni

Elfiati,

SP. MP sebagai penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan

masukan

(13)

3. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui BAPPEDA yang telah

memberikan

kesempatan dan bantuan finansial kepada penulis untuk mengikuti perkuliahan

Sekolah Pascasarjana ini.

4. Drs. Sofyan Alwi, M.Hum selaku kepala sekolah SMA Harapan 1 Medan

dan Ibnu Rusdi S.Pd. M.si yang telah memberikan dukungan dan motivasi bagi

penulis.

5. Orang tuaku Hasan Mansyur dan Mahinun juga saudara kandungku serta

seluruh

keluarga yang telah memberikan motivasi dan doa untuk menyelesaikan tesis

ini.

6. Suamiku tercinta Ir. Ms. Birgantara dan anak-anakku tersayang yang

memberikan

motivasi, doa dan mendampingi dengan sabar selama pendidikan

demi

keberhasilan studi ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena

itu dengan segala kerendahan hati menerima kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat

bagi pihak yang memerlukannya. Akhir kata semoga bermanfaat bagi kita semua.

Amin.

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tg. Tiram pada tanggal 15 Januari 1969,

sebagai

anak keempat dari tiga belas bersaudara, dari pasangan Hasan Mansyur dan

Mahinun.

Tahun 1983 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD

Negeri No. 5 Tg. Tiram tahun 1983, selanjutnya pada tahun 1986 menyelesaikan

pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri No. 1 Tg. Tiram. Tahun

1989 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA swasta

UISU Medan.

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Biologi, Fakultas Keguruan Ilmu

Pendidikan UISU Medan, lulus pada tahun 1994. Kemudian penulis mendapatkan

kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke Program Magister (S-2) Biologi

di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, mulai tahun 2007

melalui Beasiswa Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara.

Tahun 1992-1997 penulis bertugas sebagai guru bidang studi Biologi di

SMA Taman Siswa Medan, pada tahun 1994-1997 bertugas sebagai guru bidang

studi Biologi di SMA UISU Medan. Tahun 1997 penulis mengajar di SMA

(15)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman dan jenis fungi mikoriza di hutan pantai berdasarkan gradien salinitas. Contoh tanah sebanyak 50 g diambil dari Pantai Pulau Pandang Kabupaten Batu Bara dari setiap petak ukur 20 x 5 m. Contoh tanah disaring dengan satu set saringan bertingkat dan spora yang didapat diidentifikasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa di lokasi penelitian terdapat 246 spora yang termasuk kedalam 3 genus mikoriza yaitu Glomus, Acaulospora dan Gigaspora. Jenis Glomus merupakan yang paling dominan dan terdapat pada setiap petak ukur. Kepadatan populasi spora makin meningkat sejalan dengan meningkatnya gradien salinitas. Hasil trapping dengan tanaman inang Pueraria javanica menunjukkan jumlah spora yang tinggi dibandingkan dengan spora yang diisolasi dari lapangan. Semua akar contoh tanaman terinfeksi fungi mikoriza. Fungi mikoriza mampu membentuk asosiasi dengan akar tanaman hutan pantai dengan persentase kolonisasi yang beragam, paling rendah dalam akar tanaman Ipomoea pescaprae (13%) dan yang paling tinggi (83,9%) dalam akar tanaman Terminalia catappa.

(16)

ABSTRACT

The objective of research was to know the mycorrhiza diversity in coastal forest based on salinity gradient. A 50 g of soil sample has been taken from the Pulau Pandang Beach, District of Batu Bara, from each plot of 20 x 5 m size. The soil sample was filtered through a set of gradient filter, and the spora found was then identified. The result of observation indicated that in location of research, there were 246 spores categorized into three genus of mycorrhizae; Glomus, Acaulospora and Gigaspora. Glomus was the most dominant type and found in each plot. The density of spora population increased with increased salinity gradient. The trapping result with host of Pueraria javanica indicated a high number of spora in comparison to the spora isolated from the site. All roots of plant sample have been infected by mycorrhiza fungi. The mycorrhizae fungi could form the association with roots of coastal forest plants of various colonization percentage, the lowest percentage was in plant roots of Ipomoea pescaprae (13%) and the highest percentage (83,9%) was in plant roots of Terminalia catappa.

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikoriza merupakan hubungan simbiosis mutualisme antara fungi dengan

perakaran tanaman tingkat tinggi. Kehadiran fungi mikoriza arbuskula (FMA)

penting bagi ketahanan suatu ekosistem, stabilitas tanaman dan pemeliharaan serta

keragaman tumbuhan dan meningkatkan produktivitas tanaman (Moriera et al.,

2007). Selain itu mikoriza membantu kerja perakaran tanaman, mikoriza juga

mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap keadaan lingkungan yang tidak

menguntungkan seperti kekeringan dan salinitas (Brundrett et al., 1996; Delvian,

2003). Fungi mikoriza arbuskula merupakan salah satu jenis fungi tanah yang

memiliki tingkat penyebaran tinggi, karena kemampuannya bersimbiosis dengan

hampir 90% jenis tanaman. Fungi mikoriza pada umumnya dapat ditemukan pada

spesies tanaman tingkat tinggi yang tumbuh pada berbagai tipe habitat dan iklim.

Adapun penyebarannya bervariasi menurut iklim, lingkungan dan tipe

penggunaan lahan (Setiadi, 2001).

Keberadaan fungi mikoriza di alam bersifat kosmopolitan, artinya fungi

mikoriza hampir pasti ada dalam kondisi tanah apapun, seperti di hutan pantai

yang berpasir fungi mikoriza masih dapat tumbuh. Tanah hutan pantai memiliki

faktor pembatas yang berpengaruh terhadap keberadaan fungi mikoriza antara lain

kondisi tanah yang memiliki kadar salinitas yang tinggi (Siradz et al., 2007).

Pada umumnya tanaman asli hutan pantai produktifitasnya sangat rendah.

(18)

sedikit sehingga kurang mampu dalam penyerapan zat hara. Kondisi lahan yang

berpasir, temperatur permukaan yang tinggi dan hembusan angin yang kencang

yang berakibat evapotranspirasi sangat tinggi juga sangat mempengaruhi. Daerah

yang kondisi seperti ini peranan fungi mikoriza sangat diperlukan (Siradz et al.,

2007).

Peranan fungi mikoriza pada lahan pasir pantai yaitu membantu dalam

pembentukan agregat tanah. Hifa eksternal mikoriza dapat mengikat butiran pasir

sehingga terbentuk agregat. Agregasi meningkat dengan meningkatnya

perkembangan fungi mikoriza arbuskula, terutama terdapat pada daerah yang

berdekatan dengan zona akar tanaman pionir (Siradz et al., 2007). Peranan

mikoriza pada tanah salin antara lain membantu pertumbuhan tanaman dalam hal

memperbaiki nutrisi tanaman dengan meningkatkan serapan hara terutama fosfor,

sebagai pelindung hayati dan membantu meningkatkan resistensi tanaman

terhadap kekeringan (Brundrett et al., 1996).

Meskipun telah diketahui bahwa peranan fungi mikoriza dalam

pertumbuhan tanaman pada kondisi salin sangat penting, namun jenis-jenis fungi

mikoriza asal tanah salin belum dipelajari secara lengkap. Hal ini ditunjukkan

oleh kebanyakan penelitian pemanfaatan fungi mikoriza pada kondisi salin

menggunakan fungi mikoriza yang berasal dari tanah tidak salin (Hirrel dan

Gerdemann, 1980; Delvian, 2003). Pemanfaatan fungi mikoriza pada tanah salin

merupakan alternatif lain dalam menanggulangi masalah rendahnya produktivitas

tanaman pada tanah salin, disamping itu penggunaan fungi mikoriza ini tidak

(19)

diperoleh dan keterbatasan informasi tentang fungi mikoriza pada kondisi salin

maka perlu adanya upaya untuk mengetahui keberadaan dan keanekaragaman

fungi mikoriza arbuskula berdasarkan gradien salinitas.

1.2 Permasalahan

Status fungi mikoriza pada ekosistem hutan pantai kurang mendapatkan

perhatian, padahal hasil penelitian menunjukkan fungi mikoriza dapat membantu

pertumbuhan tanaman pada daerah pantai berpasir yang kondisi tanahnya salin

(Al- Karaki, 2000; Ruiz-Lozano dn Azcon, 2000; Delvian 2003), Tanah yang

bersalinitas tinggi merupakan faktor pembatas budidaya pertanian pada tanah

salin karena cekaman salinitas dapat menghambat pertumbuhan hampir semua

jenis tanaman.

Pemanfaatan mikoriza pada tanah salin sangat penting untuk meningkatkan

pertumbuhan tanaman pada ekosistem pantai, akan tetapi sampai saat ini belum

ada isolat yang berasal dari tanah salin, maka perlu dilakukan upaya dan langkah

awal mempelajari keanekaragaman mikoriza.

Informasi tentang status dan keanekaragaman fungi mikoriza pada hutan

pantai sangat diperlukan sebagai bahan untuk menentukan langkah pengelolaan

dan pemanfaatannya. Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan

penelitian mengenai keanekaragaman fungi mikoriza pada tanah salin di hutan

pantai.

(20)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status dan keanekaragaman

fungi mikoriza di hutan pantai Pulau Pandang dan hubungannya dengan tingkat

salinitas tanah.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber

informasi

mengenai status dan keanekaragaman jenis fungi mikoriza di hutan pantai, yang

berguna untuk pengelolaan dan pemanfaatan selanjutnya.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza arbuskula merupakan suatu bentuk asosiasi antara jamur

dengan akar tumbuhan tingkat tinggi, yang mencerminkan adanya interaksi

fungsional yang saling menguntungkan antara suatu tumbuhan dengan satu atau

lebih galur mikobion dalam ruang dan waktu. Fungi mikoriza termasuk golongan

endomikoriza. Tipe fungi ini dicirikan oleh hifa yang intraseluler yaitu hifa yang

menembus ke dalam korteks dari satu sel kesel yang lain (Manan, 1993). Diantara

sel-sel terdapat hifa yang membelit atau struktur hifa yang bercabang-cabang

yang

disebut arbuskula. Pembengkakan yang terbentuk pada hifa yang berbentuk oval

disebut vesikula. Arbuskula merupakan tempat pertukaran metabolit antara jamur

dan tanaman. Adanya arbuskula sangat penting untuk mengidentifikasi bahwa

telah terjadi infeksi pada akar tanaman (Scannerini dan Bonfante-Fosolo, 1983

dalam Delvian, 2003), sedangkan vesikula merupakan organ penyimpan makanan

dan berfungsi sebagai propagul (organ reproduktif). Selanjutnya dikatakan bahwa

seluruh endofit dan yang termasuk genus Gigaspora, Scutellospora, Glomus,

Sclerocystis dan Acaulospora mampu membentuk arbuskula. Anatomi sederhana

dapat dilihat pada Gambar 1.

(22)

Gambar 1. Penampang longitudinal akar yang terinfeksi fungi mikoriza (Brundrett

et al., 1994)

Vesikula menurut Abbott dan Robson (1982), berbentuk globosa dan

berasal dari menggelembungnya hifa internal dari fungi mikoriza. Vesikula

ditemukan baik di dalam maupun di luar lapisan kortek parenkim. Tidak semua

fungi mikoriza membentuk vesikula dalam akar inangnya, seperti Gigaspora dan

Scutellospora. Banyak pendapat tentang fungsi dari vesikula ini, yaitu sebagai

organ reproduksi atau organ yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan

makanan yang kemudian diangkut ke dalam sel (Delvian, 2003).

(23)

menembus dinding sel inang dan berkembang di dalam sel (Brundrett et al.,1996).

Perkembangan dan taksonomi mikoriza dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan

klasifikasi fungi mikoriza menurut INVAM (2009) dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 2. Filogeni perkembangan dan taksonomi ordo Glomeromycota (INVAM,

2009)

Tabel 1. Klasifikasi fungi mikoriza arbuskula

Ordo Sub Ordo Famili Genus

(24)

2.2 Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula

Adanya fungi mikoriza sangat penting bagi ketersediaan unsur hara seperti

P, Mg, K, Fe dan Mn untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini terjadi melalui

pembentukan hifa pada permukaan akar yang berfungsi sebagai perpanjangan akar

terutama di daerah yang kondisinya miskin unsur hara, pH rendah dan kurang air.

Akar tanaman bermikoriza ternyata meningkatkan penyerapan seng dan sulfur

dari dalam tanah lebih cepat daripada tanaman yang tidak bermikoriza (Abbot dan

Robson 1984). Manfaat fungi mikoriza ini secara nyata terlihat jika kondisi

tanahnya miskin hara atau kondisi kering, sedangkan pada kondisi tanah yang

subur peran fungi ini tidak begitu nyata (Setiadi, 2001; Lakitan, 2000).

Menurut Siradz et al., (2007), hampir semua tanaman asli lahan pantai

terinfeksi oleh fungi mikoriza. Hubungan antara jumlah spora dengan

pertumbuhan tanaman menunjukkan hubungan positif dalam hal menyerap unsur

hara. Hubungan yang positif tersebut cukup memberikan indikasi yang jelas

tentang peluang penggunaan fungi mikoriza untuk meningkatkan pertumbuhan

tanaman, membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat struktur agregat

tanah.

Menurut Marx (1982), akar tanaman yang terbungkus oleh fungi mikoriza

menyebabkan akar tersebut terhindar dari serangan penyakit dan hama. Infeksi

patogen terhambat, disamping itu fungi mikoriza menggunakan semua kelebihan

dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi

(25)

2.3 Distribusi dan Ekologi Fungi Mikoriza Arbuskula

Fungi mikoriza biasanya tersebar dengan berbagai cara. Penyebaran aktif

miselia melalui tanah, setelah infeksi di akar hifa berkembang di daerah perakaran

pada tanah dan terbentuk struktur fungi, diantaranya miselium eksternal akar

merupakan organ yang sangat penting dalam menyerap unsur hara dan

mentransferkan ke tanaman, sedangkan penyebaran pasif dapat dilakukan oleh

beberapa hewan dan juga angin (Setiadi, 2001). Penyebaran fungi mikoriza

melalui inokulasi agak berkurang pada tanah yang sudah bermikoriza, tetapi

meningkat pada tanah yang tidak bermikoriza.

Perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keanekaragaman

spesies dan populasi fungi mikoriza, misalnya yang didominasi oleh fraksi

lempung berdebu merupakan tanah yang baik bagi perkembangan Glomus (Baon,

1998), begitu juga dengan tanah mangrove yang bercirikan tanah berlumpur dan

cenderung liat hanya Glomus sp. yang dapat hidup, sedangkan tanah yang berpasir

genus Acaulospora dan Gigaspora ditemukan dalam jumlah yang tinggi. Sebaran

kedua genus tersebut ternyata berkebalikan apabila ditinjau posisinya dari garis

pantai. Kepadatan populasi Acaulospora meningkat sejalan dengan jarak dari

garis pantai, artinya makin jauh dari garis pantai populasi Acaulospora makin

tinggi. Kecenderungan sebaliknya diperlihatkan oleh Gigaspora yang makin jauh

dari garis pantai populasinya semakin menurun (Siradz et al., 2007).

Menurut Moreira (2007), pada ekosistem hutan asli Acaulospora

(26)

Glomus macrocarpum yang menunjukkan jumlah spora yang paling banyak,

sedangkan daerah yang dihutankan kembali jenis yang paling banyak adalah

Glomus macrocarpum dan Archeospora gerdemanni. Jenis-jenis ini

menyesuaikan diri pada lingkungan dan menunjukkan toleransi yang tinggi dan

adaptasi yang berbeda.

2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan FMA

Keberadaan spora FMA dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan

seperti :

1. Cahaya

Adanya naungan yang berlebihan terutama untuk tanaman yang senang

cahaya dapat mengurangi infeksi akar dan produksi spora, selain itu respon

tanaman terhadap fungi mikoriza akan berkurang. Hal ini disebabkan adanya

hambatan pertumbuhan dan perkembangan internal hifa dalam akar yang

berakibat terbatasnya perkembangan eksternal hifa pada rizosfer (Setiadi, 2001).

2. Suhu

Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora,

penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar, selain itu suhu

juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin

besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Schenk dan

(27)

yakni pada suhu 30oC tetapi untuk koloni miselia terbaik berada pada suhu 28–

34oC, sedangkan perkembangan bagi vesikula pada suhu 35oC.

3. Kandungan air tanah

Kandungan air tanah dapat berpengaruh baik secara langsung atau tidak

langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan fungi mikoriza. Pengaruh secara

langsung tanaman bermikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas

serapan air. Sedangkan pengaruh tidak langsung karena adanya miselia eksternal

menyebabkan fungi mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah,

kemampuan tanah menyerap air meningkat. Penjenuhan air tanah yang lama

berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi fungi mikoriza karena kondisi

yang anaerob. Daniels dan Trappe (1980) menggunakan Glomus epigaeum

dikecambahkan pada lempung berdebu pada berbagai kandungan air. Glomus

epigaeum ternyata berkecambah paling baik pada kandungan air di antara

kapasitas lapang dan kandungan air jenuh.

4. pH Tanah

Fungi mikoriza pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah.

Meskipun demikian adaptasi masing-masing spesies fungi mikoriza terhadap pH

tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan,

perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman (Maas dan

Nieman, 1978).

pH optimum untuk perkembangan fungi mikoriza berbeda-beda

(28)

berpengaruh langsung terhadap aktivitas enzim yang berperan dalam

perkecambahan spora fungi mikoriza. Misalnya Glomus mosseae biasanya pada

tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau pada soil extract agar

pada pH 6-9. Spora Gigaspora coralloidea

dan Gigaspora heterogama dari jenis yang lebih tahan asam dapat berkecambah

dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigaeum perkecambahannya lebih baik pada

pH 6-8.

5. Bahan organik

Bahan organik merupakan salah satu komponen dalam tanah yang penting

disamping air dan udara. Jumlah spora FMA berhubungan erat dengan kandungan

bahan organik dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah

yang mengandung bahan organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan

organik kurang dari 0,5% kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001).

6. Logam berat dan unsur lain

Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi

perkembangan mikoriza. Beberapa spesies mikoriza arbuskular diketahui mampu

beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies

mikoriza peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain

diketahui pula strain-strain fungi mikoriza tertentu toleran terhadap kandungan

(29)

2.5 Fungi Mikoriza Arbuskula dalam Tanah Salin

Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan

tanaman

adalah salinitas tanah. Tanah bersalinitas tinggi biasanya banyak ditemukan di

daerah mangrove dan hutan pantai. Pengaruh salinitas paling umum adalah

terhambatnya pertumbuhan tanaman. Peningkatan konsentrasi garam dalam tanah

menyebabkan terjadinya perubahan morfologi dan fisiologi tanaman dengan

metabolisme yang abnormal akibat kandungan garam di jaringan tanaman, selain

itu terjadi penurunan potensial osmotik tanah sehingga menyulitkan penyerapan

air dan hara bagi tanaman, merusak kloroplas dan mengganggu proses fotosintesis

yang akhirnya menekan pertumbuhan dan produksi tanaman (Khattak et al.,

1991).

Kadar garam yang tinggi dalam larutan tanah di daerah perakaran tanaman

menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi dan berkurangnya ketersediaan unsur

kalium bagi tanaman (Bernstein, 1981 dalam Delvian, 2003). Untuk mengetahui

bagaimana pengaruh salinitas terhadap pembentukan fungi mikoriza perlu

diketahui bagaimana pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan tanaman inang.

Beberapa studi menyimpulkan bahwa pembentukan fungi mikoriza menurun

dengan bertambahnya salinitas tanah. Peningkatan level salinitas tanah

menyebabkan terjadinya penurunan pertumbuhan tajuk sehingga mengakibatkan

penurunan area fotosintesis pada tanaman (Hirrel dan Gerderman, 1980 dalam

(30)

Menurut Ruiz-Lozano dan Azcoon, (2000), dikemukakan bahwa fungi

mikoriza seperti Glomus sp mampu hidup dan berkembang pada kondisi salinitas

yang tinggi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fungi mikoriza dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman yang ditanam pada habitat salin. Tanaman

bawang merah yang diinokulasikan dengan fungi mikoriza dari spesies Glomus

ternyata memiliki berat bulbus dan bobot kering bawang serta total serapan hara

yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasikan baik

pada tingkat salinitas rendah (-0,06 Mpa), sedang (-0,20 Mpa) dan tinggi (-0,4

Mpa). Namun demikian infeksi fungi mikoriza cenderung menurun secara linier

(31)

BAB III

BAHAN DAN METODA

3.1 Tempat dan Waktu

Pengambilan contoh tanah dan akar tanaman dilakukan di kawasan hutan

pantai Pulau Pandang Kabupaten Batu Bara pada bulan Maret 2009. Ekstraksi dan

identifikasi spora serta penghitungan kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman

contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium Bioteknologi

Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

3.2 Bahan dan Alat

Dalam penelitian ini digunakan contoh tanah dan akar tanaman dari

hutan pantai. Untuk ekstraksi dan identifikasi spora fungi mikoriza digunakan

bahan berupa larutan glukosa 60%, larutan Melzers sebagai bahan pewarna spora

dan larutan polyvinyl lacto glycerol (PVLG) sebagai bahan pengawet spora.

Sedangkan untuk pewarnaan akar digunakan bahan-bahan kimia antara lain, yaitu

KOH 10%, HCl 2%, larutan pewarna (Staining: gliserol, asam laktat dan trypan

blue), dan aquades.

Alat-alat yang digunakan untuk pengambilan contoh tanah dan akar

tanaman adalah kompas, tali plastik, cangkul, kantong plastik dan spidol serta

kertas label, sedangkan peralatan untuk pengamatan di laboratorium adalah

(32)

pinset spora, mikroskop binokuler, mikroskop cahaya, kaca preparat, dan kaca

penutup.

3.3 Pengambilan Contoh Tanah dan Akar

Pengambilan contoh tanah dan akar tanaman menggunakan metoda jalur

atas dasar gradien salinitas. Jalur dibuat sepanjang 120 m dengan lebar 5 m dari

garis pantai menuju ke daratan. Jalur dibagi dalam 6 petak dengan ukuran panjang

setiap petak 20 m dan lebar 5 m. Jumlah jalur yang dibuat sebanyak 3 jalur

dengan jarak antar jalur sekitar 200 m. Pada masing-masing petak dalam jalur

diambil contoh tanah sebanyak 600-700 g dari zona rizosfir, yaitu pada kedalaman

0-20 cm. Selain itu juga diambil 3 jenis anakan yang dominan pada setiap petak

ukur untuk mempelajari kolonisasi fungi mikoriza pada setiap petak ukur. Dari

contoh tanah yang diambil juga dilakukan analisis tingkat salinitas tanah dengan

metoda daya hantar listrik.

3.4 Ekstraksi dan Identifikasi Spora Fungi Mikoriza Arbuskula

Ekstraksi spora fungi mikoriza dilakukan untuk memisahkan spora dari

sampel tanah dan mengidentifikasinya yaitu dengan teknik tuang saring dari

Pacioni (1992) dan dilanjutkan dengan sentrifuse (Brundrett et al., 1996).

Prosedur kerja secara lengkap adalah sebagai berikut: tanah sebanyak 50 g

dicampur dengan 200-300 ml liter air dan diaduk sampai butiran tanah hancur.

Campuran tanah dan air tersebut disaring dalam 1 set saringan dengan ukuran 425

µm, 212 µm, 106 µm dan 53 µm secara berurutan dari atas ke bawah. Dari

(33)

lolos. Partikel yang tertahan pada saringan terbawah dipindahkan ke dalam tabung

sentrifuse lalu tambahkan larutan glukosa 60% yang diletakkan pada bagian

bawah dari larutan tanah dengan menggunakan pipet. Tabung sentrifuse ditutup

rapat dan disentrifugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 3 menit, kemudian

larutan supernatan dituang ke dalam saringan 53 µm dan dicuci dengan air untuk

menghilangkan glukosa yang tersisa dalam saringan lalu dituangkan ke dalam

cawan petri dan kemudian diamati bawah mikroskop. Selanjutnya spora yang

diperoleh dihitung jumlahnya, kemudian diletakkan dalam larutan pewarnaan

Melzers dan pengawetan polyvinil lacto glyserol yang terpisah pada satu kaca

preparat. Spora tersebut dipecahkan secara hati-hati dengan menekan kaca

penutup dengan menggunakan ujung lidi, adanya perubahan warna spora adalah

salah satu indikator untuk menentukan jenis spora.

3.5 Kolonisasi FMA pada Akar Tanaman Sampel

Akar halus segar dengan diameter 0,5 mm dicuci dengan air mengalir

sampai

bersih, lalu akar sampel direndam dalam larutan KOH 10% selama 24 jam.

Kemudian larutan KOH dibuang dan akar dicuci dengan air lalu direndam

dengan larutan HCl 2% selama 24 jam (Kormanik dan McGraw, 1982).

Selanjutnya akar sampel direndam dalam larutan trypan blue dan digantikan

dengan larutan lacto glycerol untuk proses destaining (pengurangan warna).

Penghitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang akar

(34)

kaca preparat (Giovanneti dan Mosse, 1980). Secara skematis alur kerja kolonisasi

fungi mikoriza pada akar tanaman disajikan pada lampiran 2.

Persentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan rumus.

%

3.6 Pemerangkapan (Trapping culture)

Teknik pemerangkapan digunakan mengikuti metode Brundreet et al.,

(1994).

Setiap contoh tanah dibuat 3 pot kultur sehingga terdapat 90 pot kultur. Media

tanam pot kultur berupa campuran contoh tanah 50 g dan pasir sebanyak 150 g,

selanjutnya benih Purieria javanica ditaruh dalam lubang tanam yang sudah diisi

dengan pasir-tanah dan ditutup lagi dengan pasir (lampiran 3). Tanaman diberi

larutan NaCl dengan konsentrasi yang sesuai dengan data di lapangan dan

frekuensi pemberian 1 x 2 minggu. Perlakuan ini bertujuan untuk mengurangi

kemungkinan terjadinya perubahan salinitas tanah dibandingkan dengan

ekosistem aslinya. Setiap 2 hari sekali disiram dan diberi hara Hyponex merah

dengan konsentrasi 1 g. l-1 setiap minggu. Pemeliharaan tanaman dilakukan

selama 8 minggu, selanjutnya dibiarkan tanaman sampai mati, setelah itu

(35)

3.7 Pengamatan

Hasil pengamatan yang diperoleh dilakukan secara deskriptif dan

menyajikan

tabel-tabel hasil identifikasi genus-genus fungi mikoriza serta nama tanaman

yang menjadi inangnya. Parameter pengukuran adalah sebagai berikut:

1). Tingkat salinitas tanah dan pH

Untuk mengetahui tingkat salinitas tanah maka dilakukan pengukuran

dengan menggunakan metode daya hantar listrik.

2). Jumlah spora dan tipe spora

Untuk menghitung kepadatan spora dan tipe spora maka dilakukan dengan

pengamatan preparat sesuai dengan yang sudah dijelaskan pada poin 3.4. Selain

itu data yang diperoleh dihitung frekuensi mutlak (FM), frekuensi relatif (FR),

secara rinci rumus tersebut adalah sebagai berikut:

1. Frekuensi Mutlak (FM - %)

2. Frekuensi Relatif (FR – 100%)

3). Persentase kolonisasi akar

Penghitungan kolonisasi akar menggunakan metode panjang akar seperti

(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Salinitas tanah dan sifat kimia tanah

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi penurunan tingkat salinitas

tanah seiring dengan semakin jauhnya letak petak pengambilan contoh tanah dari

garis pantai. Tingkat salinitas tertinggi terdapat pada petak ukur 1 (0-20 m) dari

garis pantai dan terendah pada petak ukur 6 (100-120 m) dari garis pantai. Hasil

pengukuran salinitas tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Tingkat salinitas tanah pada lokasi penelitian

Petak ukur Jarak Salinitas (S/m-1)

Tanah hutan pantai Pulau Pandang mempunyai tingkat salinitas yang

berkisar antara 3,5-7,5 x 10-5 S/cm. Menurut Chapman (1975) nilai salinitas suatu

lokasi ditentukan oleh konsentrasi NaCl, NaCO3 atau garam-garam Mg. Untuk

daerah pantai sumber utama salinitas tanah adalah air laut, NaCl adalah penyusun

utamanya. Kandungan Na dan Cl dalam air laut menurut Carter (1975)

masing-masing adalah 30,61% dan 55,04%. Adanya perbedaan antara pH, N, P tersedia

dan C organik dari

data yang diperoleh menunjukkan variasi dalam hal sifat kimia dari tiap petak

(37)

tanah. Hasil analisis dari contoh tanah diperlihatkan pada Tabel 3.

Hasil analisis kimia tanah menunjukkan bahwa variasi sifat-sifat kimianya

cukup berarti. Nilai pH tanah tampaknya tidak berhubungan dengan tingkat

salinitas tanah karena adanya peningkatan salinitas tanah tidak diikuti oleh

peningkatan pH. Konsentrasi P tersedia dalam tanah erat hubungannya dengan

sifat kimia tanah lainnya, khususnya pH yaitu makin tinggi pH tanah maka

ketersediaan P di dalam tanah makin besar (Winarso dan Setiawati, 2003).

Kandungan fosfor agak tinggi pada petak ukur 1 dan 2 dibandingkan dengan petak

ukur yang lain. Pada petak ini ditemui jumlah spora sedikit. Apabila kadar fosfor

dalam kandungan tanah tinggi, biasanya fungi mikoriza terdapat sedikit di sekitar

rizosfer, dan sebaliknya fungi mikoriza dapat berkembang dengan baik pada tanah

yang mempunyai fosfor lebih rendah dan aerasi tanah yang lebih baik (Husin et

(38)

Fungi mikoriza membantu penyerapan air dan hara terutama fosfor. Tingkat

kolonisasi diatur oleh fosfor dan nitrogen. Tanah yang kurang subur, kolonisasi

akan maksimal terutama bila pada tanah tersebut tersedia fosfor. Pada tanah yang

unsur fosfor sedikit maka mikoriza akan bekerja maksimal. Kolonisasi mikoriza

menurun seiring dengan meningkatnya kesuburan tanah (Delvian, 2003).

Miselium mikoriza dapat menyerap hara terutama fosfor melalui enzim

Pospatase. Adanya enzim ini ion-ion fosfor yang terikat kuat pada mineral tanah

seperti aluminium dapat diuraikan sehingga fosfor lebih tersedia di tanah dan

dapat diserap oleh tanaman (Daniels, 1984). Unsur hara yang lain juga

mempengaruhi pertumbuhan mikoriza. Tingkat nitrogen tanah yang tinggi

berpengaruh negatif terhadap pembentukan dan perangsangan pertumbuhan fungi

mikoriza, pengaruh nitrogen terhadap fungi mikoriza juga dipengaruh kuat oleh

ketersediaan fosfor rendah atau tinggi didalam tanah. Pemupukan nitrogen dapat

mengurangi infeksi mikoriza, namun pada tingkat fosfor yang sedang didalam

tanah penambahan nitrogen meningkatkan infeksi fungi mikoriza (Safir dan

Duniway 1982).

4.2 Kepadatan Spora

Hasil pengamatan menunjukkan kepadatan spora meningkat sejalan dengan

menurunnya salinitas tanah meskipun pada petak terakhir terjadi penurunan

jumlah spora yang diperoleh. Jumlah spora terendah ditemukan pada petak 1 (17

(39)

spora). Data pengamatan spora (jumlah spora per 50 gram tanah) dan

hubungannya dengan tingkat salinitas dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah tipe spora berdasarkan tingkat salinitas tanah

Petak ukur Salinitas (S.m-1) Jumlah spora

Dari data yang diperoleh ternyata pada petak 5 jumlah spora lebih tinggi

daripada

petak 6. Adanya perbedaan ini diduga pada petak ukur 6 spora belum

banyak

bersporulasi dan ada kecenderungan dipengaruhi oleh musim (curah hujan).

Keanekaragaman dan kepadatan spora fungi mikoriza selalu berubah dengan

perubahan waktu pengamatan, jenis inang dan tingkat salinitas. Hal ini

menunjukkan bahwa keanekaragaman fungi mikoriza dipengaruhi oleh faktor

perubahan musim seperti curah hujan dan tanaman inang (Siguenza et al., 1996).

Hasil pengamatan isolasi spora di lapangan berdasarkan gradien salinitas

ditemukan 3 jenis spora, pada petak ukur terdepan dari garis pantai dijumpai jenis

dan jumlah spora yang sedikit. Hal ini diduga dipengaruhi oleh tingginya tingkat

salinitas, artinya tingginya salinitas tanah berpengaruh negatif terhadap kepadatan

populasi spora. Menurut Junifer dan Abbot (1993) salinitas tanah mempengaruhi

(40)

Hasil identifikasi menunjukkan ada 3 genus mikoriza yang berkembang

pada lahan pasir pantai Pulau Pandang yaitu Glomus, Acaulospora, dan

Gigaspora

(Tabel 5). Identifikasi dilakukan berdasarkan perbedaan ciri, karakteristik

morfologi (bentuk ketebalan dinding sel, ada tidaknya sublending hifa, kehalusan

permukaan dan reaksi spora terhadap Melzers.

Tabel 5. Jumlah spora dari lapangan

Petak ukur Glomus Acaulospora Gigaspora

1

Sebaran anggota genus Glomus merata pada setiap petak ukur. Kepadatan

populasi spora makin meningkat sejalan dengan berkurangnya tingkat salinitas

tanah. Genus Glomus memiliki kepadatan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

Glomus bersifat adaptif dan menunjukkan toleransi yang tinggi pada ekosistem

pantai yang berpasir. Studi keanekaragaman fungi mikoriza pada tanah salin telah

banyak dilakukan oleh peneliti, juga menunjukkan bahwa Glomus adalah jenis

dengan jumlah spora yang dominan (Siradz, 2007; Delvian, 2003; Koske dan

Tews, 1987). Menurut Moreira (2007) jenis Glomus menunjukkan toleransi yang

tinggi pada semua habitat di alam, karena jenis Glomus ditemui dalam jumlah

yang besar pada beberapa ekosistem. Nilai kepadatan spora yang diisolasi dari

(41)

pada Gambar 3, dari gambar tersebut tampak bahwa kepadatan spora meningkat

sejalan dengan menurunnya salinitas tanah.

17

Kepadatan spora (per 50 g tanah) Salinitas tanah (S.m-1)

Gambar 3. Kepadatan spora dari lapangan dan hubungannya dengan salinitas

tanah.

Hasil pengamatan dari pemerangkapan (trapping) menunjukkan bahwa

kepadatan populasi spora sangat meningkat dibandingkan dengan populasi spora

di lapangan, disebabkan karena fungi mikoriza yang diisolasi di lapangan telah

berasosiasi dengan Pueraria javanica sebagai tanaman inangnya. Hal ini

menunjukkan bahwa fungi mikoriza yang pada saat diisolasi di lapangan diduga

belum bersporulasi sehingga dengan dilakukan pemerangkapan memberikan

kesempatan propagul fungi mikoriza yang masih dorman untuk tumbuh dan

berkembang membentuk spora, sehingga keanekaragaman dan jumlah fungi

mikoriza dijumpai lebih banyak dan mendapatkan data yang akurat. Hasilnya

(42)

pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah spora hasil pemerangkapan (trapping)

Petak ukur Glomus Acaulospora Gigaspora

1 26 - - 2 32 1 1 3 64 3 2 4 87 3 2 5 99 4 2 6 95 4 3

Data hasil pemerangkapan (trapping) juga menunjukkan bahwa jenis spora

didominasi oleh Glomus. Hal ini menunjukkan bahwa jenis Glomus adalah jenis

yang dominan pada Hutan Pantai Pulau Pandang. Tingkat salinitas tanah juga

mempengaruhi jumlah jenis spora fungi mikoriza yang ditemukan (Gambar 4).

Berdasarkan gambar 4 dapat dilihat bahwa jumlah spora hasil trapping sangat

meningkat dibandingkan dengan jumlah spora hasil isolasi dari lapangan (Gambar

3). Kepadatan populasi spora juga makin meningkat sejalan dengan menurunnya

salinitas tanah dan meningkatnya jarak dari garis pantai kearah pedalaman.

Kim dan Weber (1985) menyimpulkan bahwa kepadatan spora fungi

mikoriza berhubungan erat dengan salinitas tanah, kepadatan spora fungi mikoriza

akan menurun sejalan dengan peningkatan salinitas tanah. Hal ini karena fungi

mikoriza berhubungan erat dengan tanaman inang. Fungi mikoriza dalam

simbiosisnya sangat tergantung pada nutrisi dari karbohidrat hasil fotosintesis

tanaman inang, Pengaruh salinitas terhadap fotosintesis menyebabkan terjadinya

perubahan konsentrasi osmotik dari cairan daun, potensial air dan pembukaan

(43)

dan perkembangan fungi mikoriza yang terdapat pada perakaran tanaman.

(Thomson et al., 1990).

26

Kepadatan spora (per 50 g tanah) Salinitas tanah (S.m-1)

Gambar 4. Kepadatan spora hasil trapping dan hubungannya dengan salinitas

Hasil penghitungan Frekuensi mutlak (FM) dan Frekuensi relatif (FR) jenis

spora fungi mikoriza di lapangan dan trapping menunjukkan peran yang hampir

sama, seperti yang tampak pada Tabel 7 dan 8. Dari data ini dapat dilihat bahwa

spora fungi mikoriza jenis Glomus mempunyai FM dan FR tertinggi, begitu juga

dengan hasil data yang diperoleh dari hasil trapping. Tingginya jumlah Glomus

yang ditemukan diduga karena jenis Glomus lebih banyak daripada jenis spora

lainnya. Dari 172 jenis fungi mikoriza yang sudah diidentifikasi diketahui Glomus

adalah jenis yang paling dominan sehingga berpengaruh terhadap sebarannya di

(44)

FM FR FM FR FM FR FM FR FM FR FM FR

berapa tipe spora fungi mikoriza dan deskripsinya dalam contoh tanah dari

isolasi di lapangan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Karakteristik spora yang ditemukan di lapangan

(45)
(46)

7

(47)

11

Acaulospora sp - 3

Acaulospora sp -3

dan berlapis-lapis bagian dalam spora berwarna lebih gelap

Beberapa tipe spora fungi mikoriza dan deskripsinya dalam contoh tanah dari

hasil trapping dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik spora yang ditemukan dari trapping

No Tipe Spora Karakteristik

(48)

Acaulospora sp -4

(49)

(50)
(51)

16

Glomus sp -19

Spora bulat, berwarna coklat kemerahan, permukaan spora mudah pecah

Bereaksi dengan pewarna

(52)

4.3 Persentase kolonisasi akar

Hasil pengamatan akar tanaman hutan pantai Pulau Pandang ditemukan

adanya asosiasi akar dengan fungi mikoriza membentuk kolonisasi. Penginfeksian

mikoriza dapat ditandai dengan adanya hifa menembus sel epidermis melalui

permukaan akar atau rambut-rambut akar, sehingga kelihatan jelas hifa dan

vesikula (Gambar 5). Pada pengamatan ini tidak dijumpai arbuskula.

v

v A

A

v

B

h

B

h

Gambar 5. A. Penampang akar Buchanania arborescen, v (vesikula) B. Penampang

akar Terminalia catappa, h (hifa)

Persentase kolonisasi akar yang terinfeksi mikoriza beragam, persentase

paling rendah dalam akar tanaman Ipomoea pescaprae (13%) dan yang

(53)

(83,9%) dalam akar tanaman Terminalia catappa. Kolonisasi fungi mikoriza pada

akar tanaman paling tinggi terdapat pada tingkat salinitas yang rendah. Spesies

yang sama pada tingkat salinitas yang berbeda mempunyai persentase kolonisasi

yang berbeda pula tergantung pada tingkat salinitasnya, seperti disajikan pada

Tabel 11.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa persentase kolonisasi pada akar

tanaman inang bervariasi. Kolonisasi meningkat dengan semakin jauhnya letak

tanaman dari garis pantai walaupun ada kecendrungan beberapa tanaman terjadi

fluktuasi, seperti ditampilkan pada Gambar 6. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

tanaman yang berada pada petak ukur terdepan mempunyai persentase kolonisasi

yang rendah dan makin meningkat dengan semakin jauhnya letak tanaman dari

garis pantai, walaupun ada beberapa petak ukur yang jauh dari garis pantai

memiliki derajat infeksi yang sedikit.

14.3

Rata-rata kolonisas i (%) Salinitas tanah (S.m -1)

Gambar 6. Hubungan persentase kolonisasi mikoriza dengan tingkat salinitas

tanah

(54)

No Spesies

Persentase kolonisasi fungi mikoriza bervariasi dan berfluktuasi pada setiap

tanaman dalam pengambilan contoh tanah. Penurunan persentase kolonisasi fungi

mikoriza pada perakaran tanaman dengan adanya peningkatan salinitas tanah

diduga disebabkan oleh perubahan fisiologi tanaman yang akan mempengaruhi

simbionnya secara langsung maupun tidak langsung.

Variasi kolonisasi fungi mikoriza dipengaruhi oleh tingkat salinitas tanah.

Salinitas berpengaruh negatif terhadap perkecambahan spora dan perkembangan

hifa (Junifer dan Abbot, 2003). Lain halnya dengan pendapat Rozema et al.

(1986) salinitas yang meningkat tidak terlalu mempengaruhi tingkat infeksi

mikoriza tetapi di bawah salinitas yang rendah (150 mM NaCl) yang dikombinasi

dengan kondisi-kondisi penggenangan air persentase infeksi mikoriza mengalami

penurunan. Hal ini diduga disebabkan karena keadaan penggenangan air yang

bersifat anaerobik.

Tingkat kolonisasi fungi mikoriza tergantung pada pertumbuhan tanaman

dan produksi nutrisi karbohidrat dalam tanaman inang, adanya faktor yang

mempengaruhi produksi karbohidrat dan translokasinya ke akar bisa

mempengaruhi jumlah kolonisasi mikoriza (Thomson et al.,1990). Menurut Abbot

et al. (1992) setiap jenis fungi mikoriza mempunyai pola kolonisasi yang berbeda

(55)

Kolonisasi fungi mikoriza pada beberapa tanaman yang tahan pada garam telah

banyak dilaporkan di lapangan (Hirrel dan Gerdemann, 1980). Menurut Setiadi

(2001), kriteria persentase kolonisasi akar dari 51-75 termasuk tinggi sedangkan

persentase kolonisasi mikoriza pada akar tanaman di hutan pantai berkisar

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Status dan keanekaragaman fungi mikoriza di hutan pantai Pulau

Pandang dipengaruhi oleh salinitas tanah

2. Penurunan tingkat salinitas tanah diikuti oleh peningkatan kepadatan spora

dan persentase kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman.

3. Jenis-jenis fungi mikoriza yang terdapat di pantai Pulau Pandang adalah

Glomus, Acaulospora dan Gigaspora. Spora mikoriza yang dominan

ditemui adalah jenis Glomus.

4. Persentase kolonisasi mikoriza pada akar tanaman di hutan pantai

berkisar antara rendah sampai tinggi

5. Hasil trapping menunjukkan bahwa kepadatan spora lebih tinggi daripada

spora yang diisolasi dari lapangan.

5.2 Saran

1. Dalam studi keanekaragaman fungi mikoriza perlu diadakan trapping,

karena pada saat eksplorasi fungi mikoriza di lapangan mungkin

banyak mikoriza yang belum bersporulasi sehingga dengan adanya

trapping akan diperoleh keanekaragaman fungi mikoriza lebih banyak.

2. Hasil penelitian ini hanya mendapatkan data keanekaragaman mikoriza

belum mengenai potensi mikoriza, jadi perlu dilanjutkan studi potensi

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Abbott LK dan Robson AD. 1982. The role of VA mycorrhizae fungi agriculture and the selection of fungi for inoculation. Aust. J. Agric. Res. 33 : 389

1984. The effect of mycorrhizae on plant growth. Hlm: 113-130. Dalam: Powell CL dan Bagyaraj DJ. (Eds). Vesicular- Arbuscular mycorrhiza. CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida.

Abbot LK, Robson AD, Jasper DA, dan Gazey C. 1992. What is the role of VA mycorrhyzal hypae in soil?. Hlm: 37-41. Dalam: Read D J, D H Lewis, A H Fitter, dan I J Alexander (Eds). Mycorrhizas in ecosystem. C.A.B. International.

Al-karaki GN. 2000 Growth, water use efficiency, and mineral acquisition by tomato cultivars grown under salt stress. J. Plant. 23 : 1-8.

Baon JB 1998. Peranan mikoriza VA pada kopi dan kakao. Makalah disampaikan dalam workshop aplikasi fungi mikoriza arbuskula pada tanaman pertanian, perkebunan dan kehutanan. Bogor.

Bernstein L 1981. Effects of salinity dan sodicity on plant growth. Annu. Rev. Phytopathol. 13 : 295-312.

Brundrett MC, Bougher N, Dells B, Grove T, dan Malajozuk N. 1996. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. ACIAR. Canberra. 374 hlm.

Brundrett MC, Melville L dan Peterson L. 1994. Practical methods in mycorrhyza research. Mycology publication. Ontario, Canada. 161 hlm.

Carter DL 1975. Problems of salinity in agriculture. Dalam: A. Poljakoff-Mayber dan J. Gale (Eds) Plants in saline environments. Springer – Verlag - Berlin, Heildelberg. New York. Hlm: 25-38.

Champman VJ 1975. The salinity problem in general, its importance and distribution with special reference to natural halophytes. Dalam: A. Poljakoff-Mayber dan J. Gale (Eds). Plants in saline environments. Springer-verlag – Berlin, Heildelberg. New York. Hlm: 7-24.

Daniels BAH dan Trappe JM 1980 Factors affecting spora germination of the VAM fungus, Glomus epigaeus. Mycology. 72 : 457- 463.

(58)

Delvian. 2003. Keanekaragaman dan potensi pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) di Hutan Pantai [Disertasi]. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gale J, Kohl HC dan Hagan RM. 1967. Changes in water balance and photosynthesis on onion plants under saline conditions. Physiologia. 20: 408-420.

Giovannetti M dan Mosse B. 1980. An evaluation of technigue for measuring vesicular-arbuscular mycorrhizal infection in roots. New Phytol 84 : 489-500.

Gusmeizal. 1997. Pengujian toleransi bibit beberapa klon karet dengan dan tanpa inokulasi CMVA terhadap tingkat salinitas tanah. Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hirrel MC dan Gerdermann JW. 1980. Improved growth of onion and bell pepper in saline saoils by soils by two vesicular-arbuscular mycorrhyzal fungi. Soil Sci. Soc. Am. J. 44 : 654-655.

Husin EF, S Syafei M. Kasim dan R Hartawan. 2000. Respon pertumbuhan bibit Acasia mangium di persemaian terhadap mikoriza dan rhizobium. Prosiding pemanfaatan fungi mikoriza sebagai agen bioteknologi ramah lingkungan dalam meningkatkan produktivitas lahan di bidang kehutanan, perkebunan dan pertanian di era millennium baru. 21-23 April 2000. Bogor.

INVAM. 2009. International culture collection of (vesicular) arbuscular mycorrhizal Fungi. http ://invam. caf. wvu. Edu/Myco - info/Taxonomy/classification.htm. [15.04.2009].

Janouskova M; Pavlikova D; Vosatka M. 2006. Potensial contribution of arbuscular mycorrhiza to cadmium immobili sation in soil. Chemosphere 65 (11): 1959 - 1965.

Junifer S dan Abbott LK. 1993. Vesicular-arbuscular mycorrhyzas and soil salinity Mycorrhyza. 4 : 45-57.

Khattak MS, Marziah M, dan Syed MA. 1991. Effect of increasing levels of salinity on selected enzyme activities in rice cell suspension culture. Trans Malaysia Soc. Malaysia.

(59)

Kormanik PP dan McGraw AC. 1982. Quantification of VA mycorrhiza in plant root. Dalam N.C. Schenk (Ed). Methods and principles of mycorrhiza research. The American Phytop. Soc. 46 : 37-45

Koske RE dan Tews LL. 1987. Vesicular-arbuscular mycorrhizal fungi of wisconsin sandy soil. Mycologia. 73 : 289-300

Lakitan B. 2000. Dasar-dasar fisiologi tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Maas EV dan RH Nieman. 1978. Physiology of plant tolerance to salinity. Dalam GA Jung (Ed). Crop tolerance to suboptimal land conditions. ASA Spec. Pub. Hlm: 277-299.

Manan S. 1993. Pengaruh mikoriza pada pertumbuhan semai Pinus merkusi di persemaian. Kuliah silvikultur umum. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Hlm 247-261.

Marx DH. 1982. Mycorrhiza in interaction with other microorganism. In Method dan Principles of mycorrhizal research. The Am. Phyt. Soc Minessota.

Moreira, Dilmar dan Tsai SM. 2007. Biodiversity dan distribution of arbuscular mycorrhizal fungi in Araucaria angustifolia forest. Journal agriculture vol. 64 : 393-399.

Mukhlis. 2007. Analisis tanah tanaman Universitas Sumatera Utara. Press. Medan.

Pacioni G. 1992. Wet sieving and decanting techniques for the extraction of spores of VA mycorrhyzal fungi. Dalam : Norris JR, DJ Read and AK Varma (Eds). Methods in Microbiology. Vol. 24. Academic Press Inc. San Diego Hlm: 317-322.

Poljakoff-Mayber A dan Gale J. 1975. Morphological dan anatomical changes in plant as a response to salinity stress. Dalam : Poljakoff - Mayber A

dan Gale Gale J (Eds). Plants in saline environments. Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York. Hlm: 97-117.

Rozema J, W. ARP, Van Esbroek M. 1986. Vesicular arbuscular mycorrhiza in salt marsh plants in response to soil salinity and flooding and the significance to the water relations. Hlm: 657-660.

(60)

Safir GR dan JM Duniway. 1982. Evolution of pland Response to colonization by vesicular arbuscular mycorrhizae fungi in NC Schenks (ed). Methoda and Principled of mycorrhizae research.The American Phytopathology Society. St. Paul.

Scannerini S dan Bonfante-Fosolo P. 1983. Comparative ultrastructural analysis of mycorrhyzal associations. Can. J. Bot. 61: 917-922

Schenck NC dan Schroder VN 1974. Temperature response of endogone micorrhiza on soybean roots. Mycologia. 66 : 71.

Setiadi Y. 2001. Peranan mikoriza arbuskula dalam reboisasi lahan kritis di Indonesia. makalah seminar penggunaan CMA dalam sistem pertanian organik dan rehabilitas lahan. Bandung. 21-23 April 2001.

Siguenza C, Espejel l dan Allen EB. 1996. Seasonality of mycorrhizae in coastal sand dunes of Baja California. Mycorrhiza. 6 : 151-157

Siradz SA dan S Kabirun. 2007. Pengembangan lahan marginal pesisir pantai dengan bioteknologi masukan rendah. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian UGM. 7 : 83-92.

Smith SE dan D, Read DJ. 1997. Mycorrhizal symbiosis. Second edition. Academic Press. Harcourt Brace dan Company Publisher. London. Hlm: 32-79

Tan KH. 1991. Principles of soil chemistry. Marcel Dekker. Madison Vanue New York Inc.

Thomson BD, Robson AD dan Abbot LK 1990. Mycorrhizas formed by Gigaspora calospora and Glomus fasciculatum on subterranean clover in relation to soluble carbohydrate concentration in root. New Phytol. 114 : 217-225.

(61)

Lampiran 1. Skematis ekstraksi dan identifikasi spora fungi mikoriza

Ekstraksi mikoriza

PVLG

PVLG + Melzer

Identifikasi mikoriza

Lampiran 2. Skematis kolonisasi fungi mikoriza pada akar tanaman sampel

(62)

Pengamatan kolonisasi mikoriza

Akar di rendam dalam KOH 10%

larutan Trypan blue KOH 10%

Mikroskop Akar Sampel

Rendam dalam HCL 2%

larutan Glycerol

(63)

(64)

Gambar 1. Tanaman Pueraria javanica dalam trapping fungi mikoriza

(65)

Gambar 2. Lokasi pengambilan sampel (tepi pantai Pulau Pandang)

(66)

Lokasi penelitian

Gambar 4. Peta lokasi penelitian pantai Pulau Pandang

Lampiran 5. Kriteria persentase kolonisasi akar menurut Setiadi et al. (1992)

No Persentase kolonisasi (%) keterangan

1 0 – 25 rendah

Gambar

Gambar  1. Penampang  longitudinal  akar  yang  terinfeksi fungi mikoriza (Brundrett
Tabel 1. Klasifikasi fungi mikoriza arbuskula
Tabel 2. Tingkat salinitas tanah pada lokasi penelitian
Tabel  3.  Hasil  analisis  sifat   kimia  contoh   tanah  dan  kriterianya  menurut  Pusat                                  Penelitian Tanah (1983) dalam Mukhlis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Berita 55/ULPD/WII.5/BC.NUNUKAN/ oleh Kelompok Kerja (Pokja) tanggal 14 Juni 2016 melalui. Pelelangan Umum Pascakualifikasi Pembangunan Rumah

Guru bertanya kepada anak mengenai materi yang berkaitan dengan panjang pendek dengan benda yang diketahui anak. Guru menjelaskan mengenai macam- macam ukuran panjang

Mean values and standard deviations of the times spent by male and female river buffalo calves during the first 4 and 8 months of their lives in each type of suckling behavior;

Kegiatan dilakukan adalah pembuatan seminar dan workshop dengan tema Program Pencegahan dan Pengendalian penularan HIV dari ibu ke bayi (PMTCT) di Unit Kebidanan

Selain itu, untuk mengelola dan memanggil query basis data agar dapat disajikan dalam berbagai bentuk yang diinginkan dibutuhkan perangkat lunak yang disebut Sistem Manajemen Basis

Sistem yang akan dirancang untuk penelitian ini merupakan suatu sistem dengan kemampuan melakukan pengukuran dan pengendalian berdasarkan voucher sehingga dapat

[r]

Permasalahan yang dibahas adalah mengetahui urgensi Lembaga Pembinaan Khusus Anak dalam pemidanaan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dan untuk mengetahui