• Tidak ada hasil yang ditemukan

365907730 Makalah Tugas Evaluasi Kinerja Dan Konpensasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "365907730 Makalah Tugas Evaluasi Kinerja Dan Konpensasi"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Diajuakan untuk memenuhi salah satu tugas mata perkuliahan Evaluasi Kinerja dan Konpensasi sebagai salah satu syarat mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS)

Dosen pengampu : Ade Fauji, SE, MM

Disusun oleh:

Nama : ANIS

NIM : 11131620

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BINA BANGSA

(2)

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat_Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah_Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Evaluasi Kinerja dan Konpensasi .

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini khususnya dosen pengampu Bapak Ade Fauji, SE, MM

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Evaluasi Kinerja dan Konpensasi ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Serang, 23 November 2017

Penyusun

(3)
(4)
(5)

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia adalah evaluasi kinerja pegawai dan pemberian konpensasi. Ketidak tepatan dalam melakukan evaluasi kinerja akan berdampak pada pemberian konpensasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan sikap karyawan, karyawan akan merasa tidak puas dengan konpensasi yang didapat sehingga akan berdampak terbalik pada kinerja pegawai yang menurun dan bahkan karyawan akan mencoba mencari pekerjaan lain yang memberi konpensasi baik. Hal ini cukup berbahaya bagi perusahaan apabila pesaing merekrut atau membajak karyawan yang merasa tidak puas tersebut karena dapat membocorkan rahasia perusahaan atau organisasi.

Konpensasi dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk melamar sebuah pekerjaan, tetap bersama perusahaan, atau bekerja lebih produktif.Jika dikelola secara pantas, gaji dapat menyebabkan karyawan mengurangi upaya mereka untuk mencari pekerjaan alternative, konpensasi mempengaruhi sikap dan perilaku kerja karyawan ini adalah alasan yang mendorong untuk memastikan bahwa sistem gaji dirancang dan dilaksanakan secara wajar dan adil. Evaluasi kinerja pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kadar profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai dan mencari jenis perlakuan yang tepat sehingga karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai dengan harapan. Ketepatan pegawai dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan.

Tidak sedikit di perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang melakukan evaluasi kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, pada akhirnya akan berdampak pada pemberian konpensasi. Oleh karena itu, banyak para karyawan yang kinerjanya menurun dan pada akhirnya harus mengundurkan diri karena konpensasi

(6)

yang tidak sesuai.Dengan adanya kasus seperti inilah bagi instansi pemerintahan, maupun perusahaan swasta, evaluasi kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi perubahan, motivasi para aparatur serta melakukan pengawasan dan perbaikan. Kinerja aparatur yang optimal sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga kelangsungan hidup instansi ini. Setiap instansi tidak akan pernah luput dari hal pemberian balas jasa atau konpensasi yang merupakan salah satu masalah penting dalam menciptakan motivasi kerja aparatur, karena untuk meningkatkan kinerja aparatur dibutuhkan pemenuhan konpensasi untuk mendukung motivasi para aparatur. Dengan terbentuknya motivasi yang kuat, maka akan dapat membuahkan hasil atau kinerja yang baik sekaligus berkualitas dari pekerjaan yang dilaksanakannya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud evaluasi kinerja dan konpensasi?

2. Aspek-aspek apa sajakah yang dinilai dalam HR Scorecard (pengukuran kinerja SDM?

3. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi motivasi kinerja karyawan ? 4. Bagaimana cara mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM? 5. Bagaimana cara membangun kapabiitas dan kompetensi SDM? 6. Bagaimana jenis-jenis dan elemen dalam penilaian kinerja? 7. Aspek apa sajakah yang diperlukan dalam audit kinerja SDM?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN

Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata perkuliahan evaluasi kinerja dan kompesasi sebagai salah satu syarat mengikuti UTS.

(7)

2.1 EVALUASI KINERJA DAN KONPENSASI 2.1.1 Evaluasi kinerja

GT. Milkovich dan Bourdreau mengungkapkan bahwa evaluasi/penilaian kinerja adalah suatu proses yang dilakukan dalam rangka menilai kinerja pegawai, sedangkan kinerja pegawai diartikan sebagai suatu tingkatan dimana karyawan memenuhi/mencapai persyaratan kerja yang ditentukan.

Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Payaman Simanjuntak (2005:105) yang menyatakan evaluasi kinerja adalah penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit kerja organisasi atau perusahaan. Dengan demikian, evaluasi kinerja dapat dikatakan sebagai suatu sistem dan cara penilaian pencapaian hasil kerja individu pegawai, unit kerja maupun organisasi secara keseluruhan.

 Aspek-aspek yang dinilai dalam evaluasi kinerja adalah sebagai berikut :

1. Kemampuan Teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugas serta pengalaman serta pelatihan yang diperoleh.

2. Kemampuan Konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perusahaan dan penyesuaian bidang gerak dari unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.

3. Kemampuan Hubungan Interpersonal, yaitu antara lain untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan / rekan, melakukan negosiasi dan lain-lain.

(8)

 Tujuan dari evaluasi kinerja menurut Mangkunegara (2005:10) adalah untuk :

1. Meningkatkan saling pengertian di antara karyawan tentang persyaratan kinerja

2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu

3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karir atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang

4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai potensinya 5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai

dengan kebutuhan pelatihan, khususnya rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang ingin diubah.

Dalam cakupan yang lebih umum, Payaman Simanjuntak (2005:106) menyatakan bahwa tujuan dari evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan, terutama bila terjadi kelambatan atau penyimpangan.

Bila terjadi kelambatan, harus segera dicari penyebabnya diupayakan mengatasinya dan dilakukan percepatan. Demikian pula bila terjadi penyimpangan harus segera dicari penyebabnya untuk diatasi dan diluruskan atau diperbaiki sehingga dapat menjadi sasaran dan tujuan sebagaimana direncanakan semula.

 Kegunaan evaluasi kinerja

Kegunaan dari evaluasi kinerja SDM menurut Mangkunegara (2005:11) adalah :

1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa

(9)

3. Sebagai dasar mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam perusahaan

4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan pengawasan

5. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan yang ada di dalam organisasi

6. Sebagai kriteria menentukan, seleksi, dan penempatan karyawan 7. Sebagai alat memperbaiki atau mengembangkan kecakapan

karyawan

8. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job description)

Sedangkan Payaman Simanjuntak (2005) menyatakan bahwa manfaat evaluasi kinerja (EK) adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan Kinerja. Terutama bila hasil EK menunjukkan kinerja seseorang rendah atau dibawah standar yang telah ditetapkan, maka orang yang bersangkutan dan atasannya akan segera membuat segala upaya untuk meningkatkan kinerja tersebut, misalnya dengan bekerja lebih keras dan tekun. Untuk itu, setiap pekerja perlu

menyadari dan memiliki.

2. Kemampuan tertentu sebagai dasar untuk mengembangkan diri lebih lanjut.

3. Keinginan untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan kerja. 4. Sikap tertarik pada pekerjaan dan etos kerja yang tinggi.

5. Keyakinan untuk berhasil.

6. Pengembangan SDM , Evaluasi Kinerja sekaligus mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan setiap individu, serta potensi yang dimilikinya. Dengan demikian manajemen dan individu dimaksud dapat mengoptimalkan pemanfaatan keunggulan dan potensi individu yang bersangkutan, serta mengatasi dan mengkonpensasi kelemahan -

(10)

7. Pemberian Konpensasi. Melalui evaluasi kinerja individu, dapat diketahui siapa yang memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir organisasi atau perusahaan. Pemberian imbalan atau konpensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang menampilkan evaluasi kinerja yang tinggi patut diberi konpensasi, antara lain berupa: pemberian penghargaan dan atau uang, pemberian bonus yang lebih besar daripada pekerja lain, dan atau percepatan kenaikan pangkat dan gaji.

8. Program Peningkatan Produktivitas. Dengan mengetahui kinerja masing-masing individu, kekuatan dan kelemahan masing-masing serta potensi yang mereka miliki manajemen dapat menyusun program peningkatan produktivitas perusahaan.

9. Program Kepegawaian. Hasil evaluasi kinerja sangat bermanfaat untuk menyusun program-program kepegawaian, termasuk promosi, rotasi dan mutasi, serta perencanaan karier pegawai.

10. Menghindari Perlakuan Diskriminasi. Evaluasi kinerja dapat menghindari perlakuan diskriminasi dan kolusi, karena setiap tindakan kepegawaian akan didasarkan kepada kriteria obyektif, yaitu hasil evaluasi kinerja.

 Metode Evaluasi Kinerja

Seperti yang dikemukakan oleh Mondy dan Noe dalam Mutiara S. Panggabean (2004, h.68), metode evaluasi kinerja terdiri dari :

 Skala Peringkat (rating scale)

 Insiden Kritis (critical inscidents)

 Esai (essay)

 Standar Kerja (works Standard)

 Peringkat (ranking)

 Distribusi yang Dipaksakan (forced distribution)

(11)

 Skala Jangkar Perilaku (behaviorally anchored scale)

 Pendekatan Manajemen melalui Sasaran (management by objectives).

Menurut Robbins dalam Wibowo (2007,h 364) merupakan beberapa metode yang dapat dipergunakan tentang mengevaluasi kinerja karyawan. Teknik yang dapat dipergunakan dalam evaluasi individu adalah sebagai berikut:

 Written Essays, Teknik ini memberikan evaluasi kerja dengan cara mendeskripsikan apa yang menjadi penilaian terhadap kinerja individu, tim maupun organisasi.

 Critical Incidents, Teknik ini mengevaluasi perilaku yang menjadi kunci dalam membuat perbedaan antara menjalankan pekerjaan secara efektif dengan tidak efektif.

 Graphic Rating Scales, Teknik ini merupakan metode evaluasi di mana evaluator memperingkat faktor kinerja dalam skala inkermental.

 Behaviorally Anchored Rating Scales, Teknik ini merupakan pendekatan skala yang mengkombinasi elemen utama dari critikal incident dan graphic ranting scale. Penilai memeringkat pekerja berdasarkan butir-butir sepanjang kontinum, tetapi titiknya adalah contoh prilaku aktual pada pekerjaan tertentu daripada deskripsi umum atau sifat.

 Group Order Ranking, Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menempatkan pekerja dari terbaik ke terburuk.,

 Individual Ranking, Teknik ini merupakan metode evaluasi yang menyusun/rank-order pekerja dari terbaik ke terburuk.

 Paired Comparison, Teknik ini merupakan metode evaluasi yang membandingkan masing-masing pekerja dengan setiap pekerja lain dan menyusun peringkat berdasarkan pada jumlah nilai supervisor yang dicapai pekerja.

(12)

Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja Werther dan Davis (1996:344) adalah:

1. Performance Standard

a. Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut memang benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut. b. Agreement berarti persetujuan, yaitu standar penilaian tersebut

disetujui dan diterima oleh semua pegawai yang akan mendapat penilaian. Ini berkaitan dengan prinsip validity di atas.

c. Realism berarti standar penilaian tersebut bersifat realistis, dapat dicapai oleh para pegawai dan sesuai dengan kemampuan pegawai.

d. Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yaitu adil, mampu mencerminkan keadaan yang sebenarnya tanpa menambah atau mengurangi kenyataan dan sulit untuk dipengaruhi oleh bias -bias penilai.

2. Kriteria Manajemen Kinerja

a. Kegunaan fungsional (functional utility), bersifat krusial, karena hasil penilaian kinerja dapat digunakan untuk melakukan seleksi, konpensasi, dan pengembangan pegawai, maka hasil penilaian kinerja harus valid, adil, dan berguna sehingga dapat diterima oleh pengambil keputusan.

b. Valid (validity) atau mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur dari penilaian kinerja tersebut.

c. Bersifat empiris (empirical base), bukan berdasarkan perasaan semata.

d. Sensitivitas kriteria. Kriteria itu menunjukkan hasil yang relevan saja, yaitu kinerja, bukan hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan kinerja.

(13)

Organisasi yang berada pada lingkungan yang cepat berubah mungkin justru lebih baik menggunakan kriteria yang kurang sistematis untuk cepat menyesuaikan diri dan begitu juga

 Obyektifitas lebih lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasannya sendiri.

 Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian. c. Penilaian oleh kelompok staf : atasan meminta satu atau lebih

individu untuk bermusyawarah dengannya; atasan langsung

5. Penilaian berdasarkan peninjauan lapangan : sama sepeti kelompok staf , namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang bertindak sebagai peninjau independen

6. Penilaian yang dilakukan oleh bawahan dan sejawat.  Tantangan dalam Penilaian Kinerja

(14)

promosi/demosi, dan penempatan pegawai. Adapun bias-bias yang sering muncul menurut Werther dan Davis (1996:348) adalah:

a) Hallo Effect, terjadi karena penilai menyukai atau tidak menyukai sifat pegawai yang dinilainya. Oleh karena itu, pegawai yang disukai oleh penilai cenderung akan memperoleh nilai positif pada semua aspek penilaian, dan begitu pula sebaliknya, seorang pegawai yang tidak disukai akan mendapatkan nilai negatif pada semua aspek penilaian;

b) Liniency and Severity Effect. Liniency effectialah penilai cenderung beranggapan bahwa mereka harus berlaku baik terhadap pegawai, sehingga mereka cenderung memberi nilai yang baik terhadap semua aspek penilaian. Sedangkan severity effect ialah penilai cenderung mempunyai falsafah dan pandangan yang sebaliknya terhadap pegawai sehingga cenderung akan memberikan nilai yang buruk;

c) Central tendency,yaitu penilai tidak ingin menilai terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah kepada bawahannya (selalu berada di tengah-tengah). Toleransi penilai yang terlalu berlebihan tersebut menjadikan penilai cenderung memberikan penilaian dengan nilai yang rata-rata.

d) Assimilation and differential effect. Assimilation effect,yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang mempunyai ciri-ciri atau sifat seperti mereka, sehingga akan memberikan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan pegawai yang tidak memiliki kesamaan sifat dan ciri-ciri dengannya. Sedangkan differential effect,yaitu penilai cenderung menyukai pegawai yang memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang tidak ada pada dirinya, tapi sifat-sifat itulah yang mereka inginkan, sehingga penilai akan memberinya nilai yang lebih baik dibanding yang lainnya;

(15)

f) Recency effect,penilai cenderung memberikan nilai atas dasar perilaku yang baru saja mereka saksikan, dan melupakan perilaku yang lalu selama suatu jangka waktu tertentu.

 Pelaku Evaluasi Kinerja

Yang melakukan evaluasi kinerja karyawan biasanya adalah atasan langsung.Evaluasi kinerja unit atau bagian organisasi adalah kepala unit itu sendiri. Alas an langsung pada umumnya mempunyai kesempatan dan akses yang luas untuk mengamati dan menilai prestasi kerja bawahannya. Namun, penilaian oleh atasan langsung sering dianggap kurang objektif.

Setiap pekerja atau karyawan pada dasarnya merupakan orang yang paling mengetahui apa yang di lakukannya sendiri. Oleh sebab itu, masing-masing individu dapat diminta mengevaluasi kinerjanya sendiri, baik secara tidak langsung melalui laporan, maupun secara langsung melalui permintaan dan petunjuk.Setiap individu melaporkan hasil yang dicapai dan mengemukakan alas an-alasan bila tidak mampu mencapai hasil yang ditargetkan. Untuk lebih menjamin objektifitas penilaian, perusahaan atau organisasi dapat pula membentuk tim evaluasi kinerja yang dianggap dapat objektif baik untuk mengevaluasi kinerja individu maupun mengevaluasi kinerja kelompok dan unit atau bagian organisasi.

2.1.2 Konpensasi

Menurut Gary Dessler (1997,h.85), konpensasi karyawan adalah setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada karyawan dan timbul dari dipekerjakannya karyawan itu.

Konpensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut pada organisasi. Pemberian konpensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi MSDM yang berhubungan dengan semua jenis pemberian penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian.

(16)

dalam memberikan konpensasi kepada para pekerja terlebih dahulu melakukan penghitungan kinerja dengan membuat sistem penilaian kinerja yang adil. Sistem tersebut umumnya berisi kriteria penilaian setiap pegawai yang ada misalnya mulai dari jumlah pekerjaan yang bisa diselesaikan, kecepatan kerja, komunikasi dengan pekerja lain, perilaku, pengetahuan atas pekerjaan, dan lain sebagainya.

Konpensasi yang baik akan memberi beberapa efek positif pada organisasi/perusahaan sebagai berikut di bawah ini:

a. Mendapatkan karyawan berkualitas baik.

b. Memacu pekerja untuk bekerja lebih giat dan meraih prestasi gemilang. c. Memikat pelamar kerja berkualitas dari lowongan kerja yang ada. d. Mudah dalam pelaksanaan dalam administrasi maupun aspek

hukumnya.

e. Memiliki keunggulan lebih dari pesaing / kompetitor.

 Tujuan Konpensasi Tujuan manajemen konpensasi efektif, meliputi: a. Memperoleh SDM yang Berkualitas

Konpensasi yang cukup tinggi sangat dibutuhkan untuk memberi daya tarik kepada para pelamar. Tingkat pembayaran harus responsif terhadap penawaran dan permintaan pasar kerja karena para pengusaha berkompetisi untuk mendapatkan karyawan yang diharapkan.

b. Mempertahankan Karyawan yang Ada

Para karyawan dapatkeluar jika besaran konpensasi tidak kompetitif dan akibatnya akan menimbulkan perputaran karyawan yang semakin tinggi.

c. Menjamin Keadilan

Manajemen konpensasi selalu berupaya agar keadilan internal dan eksternal dapat terwujud. Keadilan internal mensyaratkan bahwa pembayaran dikaitkan dengan nilai relatif sebuah pekerjaan sehingga pekerjaan yang sama dibayardengan besaran yang sama. Keadilan eksternal berarti pembayaran terhadap pekerjaan merupakan yang dapat dibandingkan dengan perusahaan lain di pasar kerja.

(17)

Pembayaran hendaknya memperkuat perilaku yang diinginkan dan bertindak sebagai insentif untuk memperbaiki perilaku di masa depan, rencana konpensasi efektif, menghargai kinerja, ketaatan, pengalaman, tanggung jawab, dan perilaku-perilaku lainnya.

e. Mengendalikan Biaya

Sistem konpensasi yang rasional membantu perusahaan memperoleh dan mempertahankan para karyawan dengan biaya yang beralasan. Tanpa manajemen konpensasi efektif, bisa jadi pekerja dibayar di bawah atau di atas standar.

f. Mengikuti Aturan Hukum

Sistem gaji dan upah yang sehat mempertimbangkan faktor-faktor legal yang dikeluarkan pemerintah dan menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan.

g. Memfasilitasi Pengertian

Sistem manajemen konpensasi hendaknya dengan mudah dipahami oleh spesialis SDM, manajer operasi, dan para karyawan.

h. Meningkatkan Efisiensi Administrasi

Program pengupahan dan penggajian hendaknya dirancang untuk a) Imbalan ektrinsik yang berbentuk uang antara lain misalnya :

Gaji : konpensasi dalam bentuk uang yang dibayarkan atas pelepasan tanggung jawab atas pekerjaan

Upah : konpensasi dalam bentuk uang dibayarkan atas waktu yang telah dipergunakan

Honor : Imbalan jasa yang diberikan kepada seseorang.

Bonus : Upah tambahan di luar gaji atau sebagai hadiah atas hasil kerja seseorang.

(18)

luar upah dan gaji yang merupakan konpensasi tetap, yang bisa disebut konpensasi berdasarkan kinerja (pay for performance plan) upah, dll

b) Imbalan ektrinsik yang bentuknya sebagai benefit / tunjangan pelengkap contohnya seperti :

 uang cuti

 uang makan

 uang transportasi / antar jemput

 asuransi

 jamsostek / jaminan sosial tenaga kerja

 uang pensiun

 rekreasi

 beasiswa melanjutkan kuliah, dsb

c) Imbalan Intrinsik

Imbalan dalam bentuk intrinsik yang tidak berbentuk fisik dan hanya dapat dirasakan berupa kelangsungan pekerjaan, jenjang karir yang jelas, kondisi lingkungan kerja, pekerjaan yang menarik, dan lain-lain.

 Faktor yang mempengaruhi kompeasai

Menurut Drs. Malayu S.P. Hasibuan (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya konpensasi, antara lain yaitu:

a. Penawaran dan permintaan tenaga kerja; b. Kemampuan yang dan kesediaan perusahaan; c. Serikat buruh/organisai karyawan;

d. Produktivitas kerja karyawan

e. Pemerintah dengan undang-undang dan kepresnya; f. Biaya hidup/cost of living,

g. Posisi jabatan karyawan;

(19)

j. Jenis dan sifat pekerjaan;

Hubungan evaluasi kinerja dan kompesasi

Evaluasi memenuhi kebutuhan umpan balik bagi pekerja tentang bagaimana pandangan organisasi terhadap kinerjanya. Selanjutnya, evaluasi kinerja dipergunakan sebagai dasar untuk mengalokasi reward. Keputusan tentang siapa yang mendapatkan kenaikan upah, konpensasi dan reward lain yang sering dipertimbangkan melalui evaluasi kinerja.

Melalui evaluasi kinerja individu, dapat diketahui siapa yang memberikan kontribusi kecil dalam pencapaian hasil akhir organisasi atau perusahaan. Pemberian imbalan atau konpensasi yang adil haruslah didasarkan kepada kinerja atau kontribusi setiap orang kepada perusahaan. Pekerja yang menampilkan evaluasi kinerja yang tinggi patut diberi konpensasi, antara lain berupa: pemberian penghargaan dan atau uang ; pemberian bonus yang lebih besar daripada pekerja lain, dan atau percepatan kenaikan pangkat dan gaji.

Konpensasi sangat penting bagi pegawai, hal ini karena konpensasi merupakan sumber penghasilan bagi mereka dan keluarganya. Konpensasi juga menjadi suatu gambaran status sosial seorang pegawai. Konpensasi yang sesuai juga akan menentukan apakah pegawai akan tetap bertahan bekerja atau keluar dari tempatnya bekerja. Pemberian konpensasi dimaksudkan agar pegawai dapat bekerja secara maksimal sehingga menghasilkan kinerja yang optimal.

2.2 HUMAN RESOURCEC SCORECARD

2.2.1 Strategic Human Resources Management

(20)

persaingan di tingkat global dan adanya usaha-usaha untuk mencarki atau menumbuhkan sejumlah keungulan kompetitif. Dengan demikian popularitas yang semakin tinggi dari strategic human resources management berkaitan erat dengan kemungkinan dicapainya tingkat efektivitas organisasional yang lebih besar. Menurut Huselid (1997 dalam Kananlua (2001) kinerja perusahaan dipengaruhi oleh serangkaian praktek manajemen sumberdaya manusia yang dilaksanakan oleh perusahaan.

Dengan demikian perlu adanya pendekatan yang dapat mengukur praktek-prktek manajemen sumberdaya manusia terutama kinerja sumberdaya manusia itu sendiri dalam upaya mendukung pencapaian kinerja organisasi perusahaan.

2.2.2 Konsep Human Resources Scorecard

Patience Mmetje Naves (2002), dalam disertasinya, menjelaskan bahwa HR scorecard telah didesain secara khusus yang melekat pada sistem sumberdaya manusia yang ada pada sebuah strategi organisasi secara keseluruhan dan me-manage arsitektur sumberdaya manusia sebagai sebuah strategic asset. Hal tersebut didasarkan pada model balancescorecard yang menunjukan bagaimana hubungan sumberdaya manusia yang diukur seperti profitability-nya dan shareholder value dari line manager. Becker et al memperkenalkan pertama kali konsep HR scorecard (2001), menunjukan sumberdaya manusia sebagai strategic asset dan menunjukan kontribusi sumberdaya manusia terhadap keberhasilan keuangan organisasi. HR Scorecard memiliki empat focus utama yaitu :

the key HR deliverables that will leverage HR’s role in the firm’s overall strategy

the high performance work system

the extent to which that system is aligned to strategy

(21)

HR scorecard ketika digunakan secara efektif akan menghubunkan antara strategi perusahaan dengan aktivitas sumberdayanya, sehingga HR scorecard selalu diikuti oleh HR arsitektur untuk pengelolaan pengukuran kinerja yang sistematik.

2.2.3 Membangun Hr Scorecard Sebagai Modal Stratejik

Menurut Becker et al (2001) dikutip Surya dan Yuanita (2001), sistem pengukuran kinerja sumberdaya manusia yang efektif mempunyai dua tujuan penting yaitu (1). Memberikan petunjuk bagi pembuatan keputusan dalam organisasi, dan (2) berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja sumberdaya manusia. Konsep yang dikembangkan dalam HR scorecard tersebut lebih ditujukan kepada peran penting dari para profesi sumberdaya manusia dimasa datang.

Bila focus strategi perusahaan adalah menciptakan competitive advantage yang berkelanjutan, maka focus strategi sumberdaya manusia harus disesuaikan. Hal ini untuk memaksimalkan kontribusi sumberdaya manusia terhadap tujuan organisasi, dan selanjutnya menciptakan nilai (value) bagi organisasi. Dasar dari peran sumberdaya manusis yang stratejik terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh arsitektur sumberdaya manusia perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan perilaku karyawan.

1. Fungsi sumberdaya manusia

(22)

besar terhadap kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen sumberdaya manusia stratejik dan bisnis.

2. Sistem sumberdaya manusia (the human resources system)

Sistem sumberdaya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam suberdaya manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut sebagai High performance work system (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada system sumberdaya manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human capital melalui organisasi. Untuk membangun dan memelihara persediaan human capital yang berkualitas, HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut :

 Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model kompetensi

 Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif untuk ketermpilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi

 Melaksanakan kebijaksanaan konpensasi dan manajemen kinerja yang menarik, mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.

3. Perilaku karyawan yang stratejik (strategic employee behaviour)

Peran sumberdaya manusia yang stratejikl akan memfokuskan pada produktivitas perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah perilaku produktif yang secara langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori umum seperti :  Perilaku inti (core behaviour) adalah alur yang langsung berasal dari

kompetensi inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental untuk keberhasilan organisasi.

(23)

mana yang penting?, Bagaimana mereka mengelolanya?. Pertama, pentingnya perilaku akan didefinisikan oleh kepentingan unutk implementasi strategi organisasi. Kedua, cukup penting untuk mengingat bahwa kita tidak mempengaruhi perilaku stratejik secara langsung, tentang perilaku tersebut merupakan hasil akhir dari arsitektur sumberdaya manusia secara luas.

2.2.4 Menggunakan HR Scorecard Sebagai “Strategic Business Asset” Menurut Becker, Huselid dan Ulrich (2001) perlu diilustrasikasn bagaimana sumberdaya manusia dapat menghubung-hubungkan fungsi-fungsi yang dilaksanakannya kedalam proses implementasi stratejik organisasi perusahaan.

 Clarify and articulate the business strategy

Memfokuskan pada implementasi strategi daripada hanya memfokuskan pada isi strateginya sendiri sehingga pemimpin senior sumberdaya manusia dapat memfasilitasi diskusi mengenai bagaimana mengkomunikasikan sasaran perusahaan melalui organisasi.

 Develop the business case for HR as a strategic asset

Didalam membuat kasus bisnis perlu dilakukan penelitian untuk mendukung rekomendasi perumusan kasus tersebut : hasil penelitian menunjukan bahwa sukses atau tidaknya perusahaan ditentukan oleh bagaimana mengimplentasikan strategi secara efektif, bukan isi dari stratregi itu sendiri.

 Create a strategy map for the firm

(24)

 Identify HR deiliverables within the strategy map

Memaksimalkan value membutuhkan pemahaman dari berbagai sisi yang saling berhubungan. Bila manajer sumberdaya manusia tidak memahami aspek bisnis, maka para manajer tidak akan menghargai bagian sumberdaya manusia tersebut. Dalam halini menetapkan apa yang dapat mendukung kinerja perusahaan seperti yang ditentukan dalam peta strategi dan berusaha focus pada tingkah laku stratejik yang memperluas fungsi kompetensi, reward, dan tugas organisasi. Misalnya: perusahaan memutuskan bahwa stabilitas karyawan atau rendahnya turn over (enables) dapat meningkatkan perputaran waktu (life cycle) bagian R &D (high performance driver).

 Align the HR Architecture with HR Deliverables

Adanya ketidaksejajaran anatara system sumberdaya manusia dengan implentasi strategi dapat menghancurkan value yang telah ditetapkan.

 Design the strategic measurement system

Dalam tahap ini dibutuhkan tidak hanya perspektif baru dalam pengukuran kinerja sumberdaya manusia, tetapi juga resolusi dari beberapa hal teknis yang belum banyak dikenal oleh professional sumberdaya manusia.

 Execute management by measurement

Bila HR scorecard disejajarkan dengan pentingnya strategi perusahaan, maka professional sumberdaya manusia akan menemukan insight baru tentang apa yang hajrus dilakukan untuk mengelola sumberdaya manusia sebagai asset stratejik. Dengan demikian untuk mengembangkan system pengukuran kinerja kelas dunia tergantung pada pemahaman yang jelas apa strategi bersaing dan sasaran operasional perusahaan, serta pernyataan definitive tentang kompetensi karyawan dan tingkah laku yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran perusahaan.

(25)

Mengukur efisiensi sumber daya manusia mencerminkan fungsi sumber daya manusia yang secara umum membantu organisasi memperoleh penghasilan dan laba. (Naves,2002). Fokus mereka adalah pada ”do-ables” memastikan bahwa penyerahan jasa dilakukan dengan cara cost efective. Sumberdaya manusia harus mempunyai akses dalam cakupan luas ke benchmarks dan standar biaya agar efisiensinya dapat terukur. Keseluruhan gagasan HR Scorecard adalah untuk memastikan bahwa ada suatu kesejajaran antara biaya sumber daya manusia dan penciptaan nilai sumber daya manusianya. Gambar 3 berikut menggambarkan hal tersebut.

Kesejajaran antara pengendalian biaya dan pengukuran penciptaan nilai membantu manajer sumberdaya manusia untuk menhindari kencederungan usaha strategic sumberdaya manusia yang mengabaikan biaya dibanding manfaat yang didapat. Kesejajaran ini merupakan dasar interface antara balance scorecard dengan HR scorecard.

Selanjutnya, terdapat beberapa tahapan dalam merancang system pengukuran sumber daya manusia melalui pendekatan HR Scorecard yaitu sebagai berikut :

1. Mengidentifikasikan HR Competency

Kompetensi yang dimaksud adalah berupa pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan karakteristik kepribadian yang mempengaruhi secara langsung terhadap kinerhjanya. Pengelolaan kompetensi sumberdaya manusia perlu mengacu pada visi, misi, strategi dan sasaran perusahaan. Dalam penelitiannya, McClleland (1973) menyimpulkan bahwa kompetensi memiliki daya prediksi pada kinerja. Menurut beberapa pakar, kompetensi tidak sama dengan trait, tetapi fakta menunjukan bahwa beberapa trait tidak bias dipisahkan dengan kompetensi, misalnya influence, flexibility, innovation, team orientation,dan commitment (Cooper, 2000). Pada dasarnya, model kompetensi ini diperlukan untuk memperjelas ekspektasi suatu jabatan, mengoptimalkan produktivitas, serta mendukung penyesuaian terhadap perubahan.

(26)

memaksimalkan kinerja karyawan. Setiap pengukuran sistem sumber daya manusia harus memasukan kumpulan indikasi yang merefleksikan pada ‘fokus pada kinerja’ dari setiap elemen system sumber daya manusia.

Pengukuran HPWS lebih pada bagaimana organisasi bekerja melalui setiap fungsi sumberdaya manusia mulai dari tingkat makro dan menekankan pada orientasi kinerja pada setiap aktivitas.

Manajer sumber daya manusia memerlukan suatu set pengukuran dari dimensi kinerja mengenai aktivitas sumber daya manusia pada perhatian utamanya. Ukuran ini dapat direpresentasikan dalam scorecard sebagai simple toggles, dengan indicator “tidak puas” atau “puas”.(Navez, 2002). 3. Mengukur HR system alignment berarti menilai sejauhmana system sumberdaya manusia memenuhi kebutuhan implemntasi strategi perusahaan atau disebut kesejajaran eksternal (external aligment) sedangkan yang dimaksud dengan kesejajaran internal (internal aligment) adalah bagaimana setiap elemen dapat bekerja bersama dan tidak mengalami konflik. Dalam hal ini tidak perlu dilakukan pengukuran kesejajaran internal, karena bila system sumberdaya manusia sudah focus pada implementasi strategi (kesejajaran external) atau dapat dapat mengelola kesejajaran eksternal, maka ketidaksejajaran internal cenderung tidak terjadi. Fokus pada kesejajaran internal lebih sesuai bila pengukuran untuk suatu perusahaan tidak mengadopsi perspektif strategi sumberdaya manusia. (Surya dan Yuanita, 2001).

4. HR deliverable

Untuk mengintegrasikan sumberdaya manusia kedalam system pengukuran kinerja bisnis, manajer harus mengidentifikasi hal yang menghubungkan antara sumberdaya manusia dan rencana-rencana implementasi strategi organisasi. Hal tersebut dinamakan “strategi HR deliverable” yang merupakan outcome dari arsitektur sumberdaya manusia yang akan melaksanakan strategi perusahaan.

(27)

Human capital merupakan salah satu sumber daya intangible. Sumberdaya manusia yang ada pada suatu organisasi hendaknya menjadi nilai tambah bagi organisasi itu sendiri. Agar value adding, pembangunan human capital harus menjadikan produk dan jasa yang dihasilkann oleh perusahaan unggul dalam persaingan, disamping itu pembangunan human capital harus menjadikan organisasi perusahaan mampu dengan cepat,fleksibel, terpadu dan inovatif melayani kebutuhan customer. (Mulyadi, 2001).

Human Capital terdiri dari dua komponen : kapabilitas personel dan komitmen personel. Untuk berdaya saing dilingkungan bisnis yang kompetitif, personel perusahaan harus memiliki kapabilitas unggulan. Kapabilitas unggulan adalah keterampilan yang diperlukan oleh perusahaan untuk memanfaatkan secara optimum aktivanya.

The human capital scorecard menyediakan suatu cara untuk para agent dalam mencapai status siap bersaing dengan meningkatkan fungsi pengelolaan dan penyebaran sumberdaya manusia. The human capital scorecard memiliki 4 tahapan yaitu dimension of human capital, performance goals,measures,and operational application of measures

Kemudian, Ada dua sasaran stratejik dalam perspektif human capital yaitu kapabilitas karyawan dan komitmen karyawan. Berikut diuraikan dalam gambar 5 dibawah ini. Manajemen sumberdaya yang stratejik menyangkut hubungan antara sumberdaya manusia dengan tujuan dan sasaran stratejik dalam rangka meningkatkan kinerja bisnis dan mengembangkan kultur organisasi yang mendorong inovasi dan fleksibilitas.

2.3 MOTIVASI KERJA

(28)

bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan ketrampilannya untuk mewujudkan tujuan organisasi. (Hasibuan, 2003).

Gibson, et. al., 1995, berpendapat bahwa motivasi adalah kekuatan yang mendorong seseorang karyawan yang menimbulkan dan mengarahkan perilaku. Motivasi kerja sebagai pendorong timbulnya semangat atau dorongan kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang berpengaruh terhadap besar kecilnya prestasi yang diraih.

Robbins, (1998) berpendapat bahwa motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk memenuhi sesuatu kebutuhan individu. Senada dengan pendapat tersebut, Munandar, (2001), mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah ke tercapainya tujuan tertentu. Bila kebutuhan telah terpenuhi maka akan dicapai suatu kepuasan. Sekelompok kebutuhan yang belum terpuaskan akan menimbulkan ketegangan, sehingga perlu dilakukan serangkaian kegiatan untuk mencari pencapaian tujuan khusus yang dapat memuaskan sekelompok kebutuhan tadi, agar ketegangan menjadi berkurang. Pinder, (1998) berpendapat bahwa motivasi kerja merupakan seperangkat kekuatan baik yang berasal dari dalam diri maupun dari luar diri seseorang yang mendorong untuk memulai berperilaku kerja, sesuai dengan format, arah, intensitas dan jangka waktu tertentu.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan, bahwa motivasi kerja adalah dorongan yang tumbuh dalam diri seseorang, baik yang berasal dari dalam dan luar dirinya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan semangat tinggi menggunakan semua kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya.

2.3.1 Elemen Kunci Motivasi a. Intensitas (intensity).

Focus pada seberapa besar atau kerasnya usaha seseorang untuk mencoba mencapai sesuatu dalam hidupnya.

(29)

Usaha yang sudah ada dan sudah dilakukan, diarahkan ke suatu tujuan, misalnya tujuan organisasi.

c. Kegigihan (persistence).

Elemen ini, focus kepada seberapa lama seseorang dapat mempertahankan upaya atau usahanya.

2.3.2 Komponen Dasar Motivasi

Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu : 1. Kebutuhan

Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dan yang diharapkan. Moslow membagi kebutuhan menjadi lima tingkatan yakni :

a) Kebutuhan fisiologis b) Kebutuhan akan rasa aman c) Kebutuhan sosial

d) Kebutuhan akan penghargaan diri

e) Kebutuhan aktualisasi. 2. Dorongan

Merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan.

3. Tujuan

(30)

2.3.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi Motivasi a. Faktor Internal

 Persepsi individu mengenai diri sendiri.

Seseorang termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu banyak tergantung padaproses kognitif berupa persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akanmendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak

 Harga diri dan prestasi

Faktor ini mendorong atau mengarahkan inidvidu (memotivasi) untuk berusaha agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan memperoleh kebebasan serta mendapatkan status tertentu dalam lingkungan masyarakat; serta dapat mendorong individu untuk berprestasi

 Harapan

Adanya harapan-harapan akan masa depan. Harapan ini merupakan informasi objektif dari lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari perilaku.

(31)

Manusia dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang berfungsi secara penuh, sehingga mampu meraih potensinya secara total. Kebutuhan akan mendorong dan mengarahkan seseorang untuk mencari atau menghindari, mengarahkan dan memberi respon terhadap tekanan yang dialaminya.

 Kepuasan kerja

Lebih merupakan suatu dorongan afektif yang muncul dalam diri individu untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan dari suatu perilaku.

b. Faktor Eksternal

 Jenis dan sifat pekerjaan

Dorongan untuk bekerja pada jenis dan sifat pekerjaan tertentu sesuai dengan objek pekerjaan yang tersedia akan mengarahkan individu untuk menentukan sikap atau pilihan pekerjaan yang akan ditekuni. Kondisi ini juga dapat dipengartuhi oleh sejauh mana nilai imbalan yang dimiliki oleh objek pekerjaan dimaksud

 Kelompok kerja dimana individu bergabung

Kelompok kerja atau organisasi tempat dimana individu bergabung dapat mendorong atau mengarahkan perilaku individu dalam mencapai suatu tujuan perilaku tertentu; peranan kelompok atau organisasi ini dapat membantu individu mendapatkan kebutuhan akan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan serta dapat memberikan arti bagi individu sehubungan dengan kiprahnya dalam kehidupan sosial.

 Situasi lingkungan pada umumnya

Setiap individu terdorong untuk berhubungan dengan rasa mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif dengan lingkungannya

(32)

Imbalan merupakan karakteristik atau kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh seseorang yang dapat mempengaruhi motivasi atau dapat mengubah arah tingkah laku dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai imbalan yang lebih besar. Sistem pemberian imbalan dapat mendorong individu untuk berperilaku dalam mencapai tujuan; perilaku dipandang sebagai tujuan, sehingga ketika tujuan tercapai maka akan timbul imbalan.

2.3.4 Teori-Teori Motivasi a. Teori Isi Motivasi

Pada dasarnya Teori ini lebih didekatkan pada faktor – faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak dan berperilaku dengan cara tertentu. Pada teori kepuasan ini didukung juga oleh para pakar diantaranya:

1) Teori Hirarki Kebutuhan (A.Maslow)

Teori hirarki kebutuhan Abraham Maslow, Maslow berpendapat bahwa pada diri tiap orang terdapat hirarki dari lima kebutuhan:

 Kebutuhan Fisik: Makanan, minuman, tempat tinggal, kepuasaan seksual, dan kebutuhan fisik lain.

 Kebutuhan keamanan: Keamanan dan perlindungan dari gangguan fisik dan emosi, dan juga kepastian bahwa kebutuhan fisik akan terus terpenuhi

 Kebutuhan Sosial: Kasih sayang, menjadi bagian dari kelompoknya, diterima oleh teman-teman, dan persahabatan.

 Kebutuhan Harga Diri: Faktor harga diri internal seperti penghargaan diri, otonomi, dan pencapaian prestasi dan faktor harga diri esternal seperti harga diri status, pengakuan (diorangkan), dan perhatian.

 Kebutuhan Aktualisasi diri : Pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan pemenuhan diri sendiri; dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu capai.

(33)

berikutnya menjadi aktif dan setelah kebutuhan tersebut secara subtansial terpenuhi, kebutuhan tersebut tidak lagi bisa memotivasi perilaku. Jika kita ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow, kita perlu memahami di tingkat mana keberadaan orang itu dalam hirarki dan perlu berfokus pada pemusatan kebutuhan pada atau di atas tingkat itu. Sehingga kebutuhan orang tersebut dapat terpuaskan.

2) Teori X dan Y (Douglas Mcgregor)

Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan nyata mengenai manusia pandangan pertama pada dasarnya negatif, disebut Teori X, dan yang kedua pada dasarnya positif, disebut Teori Y. Menurut Teori X, empat asumsi yang dimiliki oleh manajer adalah:

 Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan, sebisa, mungkin, berusaha untuk menghindarinya.

 Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan-tujuan.

 Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal bila mungkin.

 Sebagian karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain terkait pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi. Sedangkan empat asumsi positif menurut Teori Y:

 Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan, seperti halnya istirahat atau bermain.

 Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai tujuan.

 Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bahjkan mencari, tanggung jawab.

(34)

Analisis McGregor tersebut selaras dengan kerangka dasar yang dibuat oleh Maslow. Teori X berasumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan tingkat yang lebih rendah mendominasi individu. Teori Y berasumsi bahwa kebutuhan-kebutuhan yang lebih tinggi mendominasi individu. McGregor yakin bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih valid daripada Teori X.

Sayangnya asumsi-asumsi Teori Y belum tentu valid mengubah tindakan sesesorang yang bekerja akan termotivasi.

3) Teori Tiga Motif Sosial (D. McClelland)

Teori kebutuhan McClelland dikembangkan oleh David McClelland dan rekan-rekannya yang berfokus pada:

a. Kebutuhan pencapaian (need for achievement): Dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.

b. Kebutuhan kekuatan (need for power): kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.

c. Kebutuhan hubungan (need for affiliation): keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab. 4) Teori Dua Faktor (Frederick Herzberg)

Teori yang di kembangkan oeh Herzberg yang dikenaL dengan “model dua faktor” dari moivasi yaitu, faktor motivasional dan faktor higine atau “ pemiliharaan’’.

Menurut teori ini yang di maksud dengan teori motivasional adalah hal-hal pendorong berperestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau pemiliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar dari sesorang, misalnya dari organisasi, tetapi turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan kekaryawannya.

(35)

mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seseorang karyawan dengan atasannya, hubungan sseorang dengan rekan-rekan kerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh oleh para penyelia, kebijaksanaan organisasi, system administrasi dalam organisasi, kendisi kerja dan sisitem imbalan yang berlaku.

Salah satu tantangan dalam memehami dan menerapkan teori ini ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan kekaryaan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat eksrintsik.

5) Teori ERG (Clayton Alderfer)

Teori ERG menganggap bahwa kebutuhan manusia memiliki tiga hirarki yaitu,

a. Existence (eksistensi); Kebutuhan akan pemberian persyaratan keberadaan materil dasar (kebutuhan psikologis dan keamanan).

b. Relatednes (keterhubungan); Hasrat yang dimiliki untuk memelihara hubungan antar pribadi (kebutuhan sosial dan penghargaan.

c. Growth (pertumbuhan) ; Hasrat kebutuhan intrinsik untuk perkembangan

pribadi (kebutuhan aktualisasi diri).

b. Teori Motivasi proses (process theory) Aktualisasi Diri

1) Teori Harapan (Expectancy Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa kekuatan

yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat dalam mengerjakan pekerjaannya

tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu.

Teori harapan ini didasarkan atas :

(36)

 Nilai (Valence) adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai / martabat tertentu (daya/nilai motivasi) bagi setiap individu yang bersangkutan.

 Pertautan (Instrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama.

Ekspektansi merupakan sesuatu yang ada dalam diri individu yang terjadi karena adanya keinginan untuk mencapai hasil sesuai dengan tujuan. Ekspektansi merupakan salah satu penggerak yang mendasari seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Karena dengan adanya usaha yang keras tersebut, maka hasil yang didapat akan sesuai dengan tujuan.

Dalam teori ini disebutkan bahwa seseorang akan memaksimalkan usaha dan meminimalkan segala yang menghalangi pencapaian hasil maksimal. Teori ekspektansi berasumsi bahwa seseorang mempunyai keinginan untuk menghasilkan suatu karya pada waktu tertentu tergantung pada tujuan-tujuan khusus orang yang bersangkutan dan juga pemahaman seseorang tersebut tentang nilai suatu prestasi kerja sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut. Ekspectansi menekankan pada hasil yang akan dicapai. Hasil yang diinginkan dipengaruhi oleh tujuan pribadi seseorang dalam mencakup kebutuhan. Dalam teori ini, seseorang akan memaksimalkan sesuatu yang menguntungkan dan meminimalkan sesuatu yang merugikan bagi pencapaian tujuan akhirnya.

2) Teori Keadilan (Equity Theory)

Tokoh dalam teori ini adalah S. Adams. Menurut teori ini bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah ia merasakan ada keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi yang dialaminya. Teori ini merupakan variasi dari teori perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini adalah:

(37)

kerja, dan peralatan pribadi yang dipergunakan untuk pekerjaannya

b. Hasil (outcomes) , Adalah sesuatu vang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti gaji, keuntungan sampingan, simbol status, penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.

c. Orang bandingan (comparison person), Bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama atau di tempat lain bahkan bisa pula dengan dirinya sendiri terhadap pekerjaannya di waktu lampau. Menurut teori ini, seseorang akan membandingkan rasio input-hasil dirinya dengan rasio input-input-hasil-orang bandingan. Jika perbandingan itu dianggapnya cukup adil, maka ia akan merasa puas. Namun jika perbandingan itu tidak seimbang dan justru merugikan (konpensasi kurang), akan menimbulkan ketidakpuasan dan menjadi motif tindakan bagi seseorang untuk menegakkan keadilan.

3) Teori Penentuan Tujuan

Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat in digunakan oleh Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan secara sadar.

Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan pernyataannya yan jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghsilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus, dan yang mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja.

Locke menunjukan bahwa :

 Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tujuan yang lebih mudah.

 Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi.

(38)

yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan. Teori tujuan berdasarkan pada intuitif yang solid. Perusahaan menggunakan teori tujuan ini, berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara berurutan disusun tujuan-tujuan untuk devisi, bagian sampai satuan kerja yang terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap menerima suatu pekerjaan maka akan dilaksanakan dengan baik. (-) Timbulnya superioritas pada orang yang memiliki kemampuan

lebih tinggi.

Teori tujuan ini, dapat juga ditemukan dalam teori motivasi harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.

Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan dan ia akan memiliki keikatan (commitmen) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yan telah ia tetapkan. Bila seseorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, dapat terjadi bahwa keikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.

Teori penetapan tujuan (goal setting theory), empat macam mekanisme:

a. Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian b. Tujuan adalah yang mengatur upaya

c. Tujuan adalah meningkatkan persistensi

d. Tujuan adalah menunjang strategi untuk dan rencana kegiatan Hasil penelitian Edwin Locke menunjukkan bahwa :

(39)

Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi.

Contoh : Seseorang yang mempunyai tujuan dengan jelas dan tegas dalam suatu organisasi atau perusahaan akan menghasilkan strategi dan tingkat output yg tinggi sesuai dengan apa yang ingin ia capai.

2.3.5 Cara dan Upaya Meningkatkan Motivasi Kerja Karyawan

Ada 5 faktor atau kunci motivasi kerja karyawan, yang meliputi: kepuasan, penghargaan, pengakuan, inspirasi dan konpensasi.

4. Motivasi karyawan dengan membangun kepuasan

Dalam buku “The Service Profit Chain,” menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk

memperoleh keuntungan yang berkelanjutan adalah dengan membangun sebuah lingkungan kerja yang nyaman dan menarik, selalu fokus, dan menjaga karyawan yang berbakat. Maksudnya adalah mereka harus bisa termotivasi supaya siap menunjukkan kemampuan dan mendapatkan komitmen agar mampu tampil di tingkat yang maksimal.

Motivasi kerja berhubungan erat dengan tingkat kepuasan diri pekerja atau karyawan dan hal ini dapat tercipta dengan adanya lingkungan kerja yang menyenangkan. Sebab, jika kita fokus pada menciptakan kepuasan karyawan, lalu fokus pada motivasi karyawan, maka akan tercipta suatu hubungan kerja yang baik, karena karyawan yang puas akan mengurus pelanggan dengan baik.

5. Motivasi karyawan melalui apresiasi

(40)

lebih spesifik. Dengan menjadi spesifik, karyawan menyadari tindakan mereka benar-benar diawasi. Dan, motivasi tingkat tinggi karyawan akan didapatkan melalui hasil yang alami.

6. Motivasi karyawan melalui pengakuan

Sebagian orang mampu melakukan apapun hanya untuk mendapatkan pengakuan, mereka juga dengan senang hati akan melakukan hal tersebut tanpa imbalan atau bayaran. Hal ini bisa menjadi senjata rahasia seorang manajer untuk memotivasi kerja karyawannya. Pengakuan merupakan 'hadiah emosional' untuk kerja mereka, sepeti mengakui keunggulan karyawan di tempat kerja, memberikan penghargaan atas keberhasilannya mencapai target penjualan atau bahkan penghargaan untuk kehadiran dan kedisiplinannya. Hal ini dapat dikatakan sangat efektif dalam upaya memotivasi karyawan.

2.4 MENGELOLA POTENSI KECERDASAN DAN EMOSIONAL SDM

Konsep inteligensi atau kecerdasan bukanlah konsep yang statis. Mulai dikembangkan oleh Sir Farncis Galton pada tahun1869 dengan dasar pandangan bahwa kecerdasan pada dasarnya adalah kecerdasan intelektual atau kemudian dikenal dengan istilah IQ. Konsep ini kemudian terus berkembang menjadi EQ (emotional quotient) atau kecerdasan emosional, SQ (social quiotient) atau kecerdasan social, ESQ (emotional social quotient) atau kecerdasan social dan emosional, AQ (adversity quotient) atau kecerdasan adversity, dan yang paling mutakhir kecerdasan kenabian (prophetic intelligence).

2.4.1 Kecerdasan Emosional

(41)
(42)

serta berkecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya, dan lain-lain.Bagi Danah Zohar dan Ian Marshal spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek ketuhanan, sebab menurutnya seorang humanis ataupun atheis pun dapat memiliki spiritualitas tinggi. Hal ini berbeda dengan pandangan Ary Ginanjar Agustian (2001) bahwa penemuan tentang SQ ini justru telah membuktikan kebenaran agama Islam tentang konsep fitrah sebagai pusat spiritualitas. Dalam kajian Zohar dan Marshal, pusat spiritualitas secara neuro-biologis disebut God Spot yang terletak pada bagian kanan depan otak. God Spot ini akan bersinar saat terjadi aktivitas spiritual. Dalam konsep Islam, God Spot itu diasosiakan dengan nurani, mata hati atau fitrah. Fitrah adalah pusat pengendali kebenaran yang secara built-in ada pada diri manusia yang dihunjamkan oleh Allah SWT pada jiwa manusia pada saat perjanjian primordial (QS. al-A’raf : 179).

Pada tahun 1995an, berdasar berbagai hasil penelitian para pakar Psikologi dan Neurologi, Daniel Goleman mempopulerkan konsep Kecerdasan Emosional atau populer dengan singkatan EQ. Konsep ini menyatakan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan kecerdasan rasional atau intelektual; bahkan dalam kehidupan sosial EQ bisa lebih berperan dibanding IQ.

2.4.2 Kecerdasan Spiritual

Spiritual adalah keyakinan yang berhubungan dengan Yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta, contohnya seseorang yang percaya kepada Allah sebagai pencipta atau Penguasa (Achir Yani S.Hamid 1999).

Spiritual adalah keyakinan atau hubungan dengan suatu kekuatan yang paling tinggi, kekuatan kreatif, makhluk yang berketuhanan, atau sumber keterbatasan enegi (Ozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).

(43)

mencintai, menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Carson, 1089).

Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengna dunia luar, berjuang untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik, atau kematian.Kekuatan yang timbul diluar kekuatan manusia.(Kozie, Eerb.Blais & Wilkinson, 1995; Murray & Zentner, 1993).

Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk menarik makna dari setiap kejadian yang dialaminya.

Disaat EQ masih hangat dalam pembicaraan para ahli atau praktisi, pada awal tahun 2000-an, Danah Zohar dan Ian Marshal mengungkapkan ada kecerdasan lain yang lebih paripurna yaitu Spiritual Quotient (SQ). Mereka merangkum berbagai penelitian sekaligus menyajikan model SQ sebagai kecerdasan paripurna (Ultimate Intellegence).

Akan tetapi, SQ yang dikenalkan oleh Danah Zohar dan Ian Marshal belum menyentuh aspek ketuhanan dalam kaitannya dengan nilai-nilai agama.Aktivitas spiritual tersebut dapat juga dilakukan oleh seorang Atheis dalam bentuk kontemplasi atau perenungan tentang makna hidup atau sering juga disebut meditasi. Pada tahun 2001, Ary Ginanjar Agustian memberikan sentuhan spiritualitas Islam pada IQ, EQ, dan SQ dalam bukunya, “Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual berdasarkan 6 rukun Iman dan 5 rukun Islam”. Ary Ginanjar Agustian menyatakan bahwa IQ baru sebagai syarat perlu tetapi tidak cukup untuk meraih kesuksesan.Sementara EQ yang dipahami hanya sebatas hubungan antar manusia.Sementara SQ sering dipahami sebagai sikap menghindar dari kehidupan dunia.

(44)

2.4.3 Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan pikiran atau mental (Intelligence Quotient (IQ) : Kemampuan manusia untuk menganalisis, berpikir, dan menentukan hubungan sebab-akibat, berpikir secara abstrak, menggunakan bahasa, memvisualisasikan sesuatu dan memahami sesuatu.

(45)

2.4.4 Hubungan Kecerdasan Intelektual (IQ) dengan Kecerdasan Emosioanal (EQ) dan Kecerdasan Spiritual (SQ).

Dalam kurun waktu yang lama Kecerdasan Intelektual (IQ) sering dijadikan patokan standar kualitas manusia.Skor Kecerdasan Intelektual (IQ) yang tinggi berarti memiliki kecerdasan yang baik dan dapat meraih kesuksesan dengan baik pula. Memang Kecerdasan Intelektual (IQ) sangat berperan penting bagi setiap orang dalam menggapai kesuksesan. Tetapi, jika Kecerdasan Intelektual (IQ) menjadi tolak ukur satu-satunya, maka akan melahirkan generasi yang cerdas secara intelektual tetapi tidak punya nurani. Bahkan cenderung membentuk manusia-manusia robot yang menjalankan tugas secara rasional dan teknis tanpa mempertimbangkan aspek emosional.Kecerdasan Intelektual (IQ) adalah syarat perlu bagi setiap orang tetapi tidak mencukupi untuk dijadikan faktor kesuksesan seseorang.Sementara itu, seringkali kita mendapatkan seseorang yang memiliki nilai akademik tidak terlalu baik tetapi memiliki prestasi yang meyakinkan di perusahaannya. Kecerdasan Intelektual (IQ) yang diberi sentuhan Kecerdasan Emosional (EQ), meliputi sikap empati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat, akan menjadi kekuatan seseorang dalam menyelesaikan masalah dengan pertimbangan aspek emosional. Bagi seorang manajer keterpaduan antara Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ) mutlak diperlukan.

(46)

berperan meratakan jalan dalam membangun relasi sosial, maka SQ mempertanyakan mengenai makna, tujuan dan filsafat hidup seseorang. Tanpa disertai kedalaman spiritual, kepandaian dan popularitas seseorang tidak akan memberi makna, ketenangan dan kebahagiaan hidup.

Seseorang dapat mencapai kesuksesan dengan Kecerdasan Intelektual (IQ) dan Kecerdasan Emosional (EQ), tetapi ia akan mengalami kehampaan dalam hidupnya kalau tanpa memiliki Kecerdasan Spiritual (SQ). Secara neurobiologis, baik IQ, EQ dan SQ memiliki struktur biologisnya. IQ dalam otak besar, EQ dalam otak bagian dalam (otak kecil), sedangkan SQ terletak pada sebuah titik yang disebut titik Tuhan (God Spot) yang terletak di bagian kanan depan. God spot ini akan terlihat lebih terang jika seseorang sedang menjalani aktivitas spiritual.

(47)

2.4.5 Efektivitas Kecerdasan Emosional Dan Kecerdasan Spiritual Terhadpa Kinerja Pegawai.

1. Peningkatan kinerja melalui Kecerdasan Emosional

 Dengan Kecerdasan Emosional atau Kekuatan Emosional maka setiap pegawai akan beranggapan bahwa dirinya adalah pemimpin dan pemimpin akan diminta pertanggungjawaban, sehingga diri mereka akan kuat dan disiplin dalam menjalankan tugasnya.

 Akan adanya kekuatan dalam diri pegawai bahwa kekuatan emosional dicerminkan pada kerja mawas, penuh dengan kendali diri dan emosi.

 Pegawai akan merasakan kemampuan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manuasiawi.(Robert K. Cooper,1999)

 Emosi berlaku sebagai energi, autentisitas dan semangat manusia yang paling kuat dan dapat memberikan pegawai kebijakan intuitif.

 Emosi membuat pegawai kreatif, jujur dengan diri, menjalin hubungan untuk saling mempercayai, panduan nurani bagi hidup/karier, menuntun pegawai pada kemungkinan yang tidak terduga, dan banyak menyelamatkan pegawain.

 Kecerdasan emosional memiliki ciri-ciri : kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, kemampuan bergaul dangan orang lain, berempati dan berdoa.

 Kecerdasan emosional dicerminkan pada seorang pegawai yang dapat mengelola dorongan nafsunya dan mampu berpikir kedepan.  Dengan kecerdasan emosi, maka pegawai akan mencapai tujuan

(48)

1. Peningkatan kinerja melalui Kecerdasan Spiritual

 Dengan kekuatan /kecerdasan spiritual, maka seorang pegawai akan bekerja dengan ikhlas, kebersihan orientasi dan tujuan.

 Kekuatan spiritual menjadikan seorang pegawai memiliki arah atau tujuan pribadi yang jelas diatas prinsip yang kuat dan benar.

 Dengan Kecerdasan Spiritual (SQ) pegawai akan mempunyai kemampuan membedakan, mendapat rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan dengan pemahaman dan cinta.

2.4.6 Komponen utama kecerdasan emosional dan dampak dari pengabaian kecerdasan emosional

a. Kesadaran diri : Kemampuan untuk mereflreksikan kehidupan diri sendiri, dan menumbuhkan pengetahuan tentang diri sendiri.

b. Mottivasi pribadi : Berhubungan dengan apa yang menjadi pendorong semangat seseorang, seperti visi, nilai-nilai, tujuan, harapan, hasrat, dan gariah yang menjadi prioritas.

c. Pengaturan diri : Kemampuan untuk mengelola diri sendiri agar mampu mencapai visi dan nilai-nilai pribadi.

d. Empati: Kemampuan untuk memahami cara orang lain melihat dan merasakan berbagai hal.

e. Kemampuan sosial dan komunikasi : Berkenaan dengan cara mengatasi perbedaan, memecahkan masalah, menghasilkan solusi-solusi kreatif, dan berinteraksi secara optimal untuk mengejar tujuan-tujuan bersama.

Dampak dari pengabaian kecerdasan emosional antara lain: a. Kapasitas intelijensi dapat menipis.

(49)

c. Pikiran sering tertekan, tidak fokus, galau, serta kehilangan kemampuan berpikir abstrak, seksama, analitis, dan kreatif.

d. Jiwa tertekan dan lemah, hingga terkadang merasa tak berdaya, tak punya harapan, dan bahkan putus asa hingga ingin bunuh diri.

2.5 MEMBANGUN KAPABILITAS DAN KOMPETENSI

2.5.1 Kompetensi

Menurut Alain Mitrani yang diterjemahkan oleh Dadi Pakar (1995 :21), Kompetensi adalah : “sebagai suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil”.

Menurut Alain D. Mitrani, Spencer and Spencer yang dialih bahasakan oleh Surya Dharma ( 2005: 109 ) mengemukakan kompetensi yaitu : (An underlying characteristic’s of an individual which is causally related to criterion referenced effective and or superior performance in a job or situantion). Artinya kurang lebih sebagai karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kerja individu dalam pekerjaannya.

Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negeri Nomor : 46A Tahun 2003. (2004:47) tentang pengertian Kompetensi adalah : “kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya profesional, efektif dan efisien”.

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Jum’at tanggal Dua Puluh Tiga bulan September tahun Dua Ribu Enam Belas, bertempat di Ruang Sekretariat Kelompok Kerja (Pokja) Barang/ Jasa Lainnya Pada

Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa proses degradasi zat warna Rhodamine B menggunakan katalis kaolin-TiO 2 dengan. bantuan sinar UV, menunjukkan banyaknya zat

Model Manajemen Peningkatan Mutu Terpadu pendidikan juga merupakan bentuk strategi yang dapat membantu terbentuknya system yang teratur untuk dapat digunakan sesuai

Tujuan utama penelitian adalah untuk mengetahui (1) ketepatan penggunaanjenis antibiotik, (2) jenis pengobatan (tunggal, majemuk dan kombinasi) yang terbanyak, (3) lama

Nitro Reader atau Nitro PDF Professional merupakan sebuah software yang sangat bagus untuk menangani file PDF. Tidak hanya dapat

Pembagian tugas dan kewajiban setiap karyawan sesuai dengan prosedur manajemen yang

Hasil penelitian dengan menggunakan uji Ttest menunjukkan bahwa: (1) budaya organisasi dan komunikasi organisasi berpengaruh langsung positif dan tidak

tingkah laku bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat harus sesuai dengan