• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENCOPET CINTA PENCOPET CINTA PENCOPET CINTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENCOPET CINTA PENCOPET CINTA PENCOPET CINTA"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

PENCOPET CINTA

Muhammad Athif Naufal

Cinta bisa menyerang siapa saja, dimanapun dan kapanpun tanpa terduga. Diawali dengan sebuah pertemuan yang mungkin tidak terduga, kemudian berlanjut dengan perkenalan, lalu berakhir dengan rasa kasih sayang dan cinta. Berkat campur tangan sang Maha Kuasa yang mengatur

segalanya melalui sang waktu yang berikan semuanya menjadi indah. Namun bagaimana bisa sebuah tindakan kejahatan mempertemukan mereka. Sedikit aneh rasanya bila sebuah kejahatan berbuah manis menjadi sebuah anugerah yang tak terduga.

Pagi itu, gadis lugu dan cantik sedang bersiap berangkat ke sekolah. Chika, begitulah teman-temannya memanggil dirinya. Meskipun Chika memiliki perawakan yang cukup anggun, namun siapa sangka hidupnya sangat memprihatinkan. Ayahnya telah meninggal sejak ia berumur 5 tahun. Ibunya hanya bekerja serabutan membantu tetangganya untuk membersihkan rumah, tak heran jika upah Ibunya tidak cukup membantu membiayai kehidupan Chika dan kedua adiknya. Kedua adiknya terpaksa putus sekolah hanya karena kekurangan biaya. Hanya Chika lah harapan satu-satunya yang dimiliki oleh Ibunya untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya, Ibunya tidak mau kalau sampai Chika besar nanti seperti dirinya. Saat itu, Chika duduk di bangku Sekolah Menengah Atas yang cukup popular di daerahnya.

Dia berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki lantaran tak memiliki uang saku yang cukup. Untuk makan siangnya di sekolah pun, dia dibekali makan yang dibuatkan oleh Ibunya, untuk berhemat.

Tak lama kemudian, Chika tiba di sekolah bersamaan dengan bunyi bel yang berdering. Di sekolah ia dikenal sebagai anak orang kaya, karena sering mentraktir teman-temannya. Padahal, mereka tidak tau seperti apa sebenarnya kehidupan Chika. Namun, bagaimana bisa Chika mentraktir teman-temannya, itu semua berkat pekerjaannya sehari-hari yang suka mencopet saat pulang sekolah. Hanya Dinda, sahabat Chika lah yang mengerti dengan kehidupannya. Mereka telah berteman sejak mereka masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.

Bel istirahat pun berbunyi, rombongan geng Chika pun berbondong-bondong menghampirinya untuk meminta traktiran.

“Hai Chika, seperti biasa traktir kita ya, aku ingin sekali makan soto ayam hari ini. Lezat rasanya.”

“Aku juga ya Chika, hari ini aku mau makan nasi goreng, pasti enak.”

Hari ini kebetulan Chika tidak memiliki uang saku yang banyak, untuk berangkat sekolah saja dia harus berjalan kaki.

“Maaf teman-teman, hari ini aku tidak bisa mentraktir kalian. Aku tidak memiliki uang sama sekali.”

“Wah kenapa Chika? Jangan-jangan ayah kamu sudah bangkrut ya? Hahaha.”

“Bukan begitu teman-teman, ayahku sedang tidak memberiku uang saku, karena aku sedang memiliki sedikit masalah dengannya, Aku janji besok akan aku traktir kalian semua dua kali lipat untuk

(2)

“Wah bener ya Chika? Kalau sampai besok kamu tidak traktir kami, maka kami tidak akan berteman lagi denganmu.”

“Jangan dong, aku janji kok pasti aku traktir.”

“Asik, sampai ketemu besok Chika”

Teman-teman Chika pun langsung meninggalkan kelas Chika. Dinda yang saat itu mendengar percakapan Chika dengan temannya langsung menghampiri Chika.

“Sampai kapan kamu mau membohongi mereka semua?” Tanya Dinda.

“Itu bukan urusanmu.”

“Jelas ini urusanku, karena kamu adalah sahabatku.”

“Kalau memang kamu sahabatku, maka jangan sekali-kali kamu mencampuri urusanku.”

Usaha Dinda menasihati Chika tidak dihiraukan oleh Chika. Ia langsung pergi meninggalkan Dinda. Ia pergi ke belakang sekolah membawa kotak bekal yang telah ibunya siapkan tadi pagi. Ia tidak mau teman-temannya melihat ia sedang memakan kotak bekalnya, karena selama ini Chika tidak pernah memakan kotak bekal yang dibuatkan ibunya. Ia selalu makan di kantin dengan

teman-temannya. Kotak bekal yang disiapkan ibunya selalu ia buang di tempat sampah.

Waktu pulang sekolah pun tiba. Chika membereskan barang bawaannya, bersiap untuk melakukan aksi mencopetnya. Disaat bersamaan, Dinda menghampiri Chika yang terlihat terburu-buru merapihkan barang-barangnya.

“Chika, sehabis ini kamu langsung pulang ke rumah kan? Yuk, kita pulang bareng saja” Ajak Dinda.

“Tidak, aku sedang ada urusan dulu sebentar.”

“Kamu mau mencopet lagi ya Chika? Lebih baik kamu berhenti melakukan perbuatan itu. Kamu masih bisa mencari pekerjaan lain yang lebih halal dan berkah.”

“Diam saja kamu, tidak usah sok menasihatiku, memangnya kamu siapa? Jangan pikir dengan kamu menasihatiku, kamu bisa menjadi pahlawan atau menjadi malaikat bagiku.”

“Bukannya seperti itu Chika, tetapi aku peduli denganmu, aku ini sahabatmu. Apakah kamu tidak kasihan dengan ibu dan adik-adikmu di rumah?

“Apa? Kamu peduli denganku? Kalau memang kamu peduli seharusnya kau mendukung usaha sahabatmu ini, bukannya malah menasihati dan menganggap bahwa yang kulakukan ini tidak baik.”

“Aku hanya ingin yang terbaik untukmu Chika.”

“Yang terbaik untukmu belum tentu yang terbaik untukku, kalau kamu memang masih ingin menjadi sahabatku, tolong dukung aku dan jangan banyak menasihatiku seolah kamu paling benar.”

(3)

remaja lelaki yang seusia dengannya kebetulan sedang menumpang bus kota dan melihat aksi kejahatannya tersebut. Chika telah mendapatkan dompet ibu tua tersebut, dan kemudian langsung turun dari bus kota yang ia tumpangi.

Tanpa disadari, remaja lelaki yang berada di bus kota yang ia tumpangi itu membuntutinya dari belakang, mencoba menghampiri Chika yang sedang menghitung dompet hasil rampasannya. Ia memata-matai Chika dari jarak yang cukup dekat. Saat Chika sedang duduk di halte membuka dompet itu, tiba-tiba lelaki itu mengambil dompet dari Chika dan berusaha menginterogasi Chika.

“Kamu dapatkan ini saat di bus tadi kan? Apakah kamu tidak kasihan dengan ibu tua tadi? Apakah kamu tidak sadar, perbuatan yang kamu lakukan itu tidak baik? Kamu bisa saya laporkan ke polisi!” Tegas lelaki itu.

“Balikin dompetku, itu bukan urusanmu, sekarang dompet ini telah menjadi milikku!”

“Milikmu? Jahat sekali kamu padahal wajahmu cantik tetapi kelakuanmu buruk sekali.”

“Tidak usah banyak bicara! Mendingan sekarang kamu balikin dompet itu atau saya teriak maling!”

Chika berusaha mencoba merebut dompet yang diambil oleh lelaki itu. Tiba-tiba Chika melihat dasi lelaki tersebut terdapat tulisan nama sekolahnya. Ia menyimpulkan kalau lelaki itu bersekolah di tempat yang sama dengan dia.

“Tunggu! Kamu ini siapa? Sepertinya aku kenal denganmu!” Tanya Chika.

“Kamu tidak perlu tahu, yang terpenting sekarang kamu ikut aku ke kantor polisi untuk mengembalikan dompet ini!”

“Tidak, aku tidak mau, aku ingin pulang.”

Chika melepas tangannya dari lelaki itu dan berlari meninggalkan lelaki itu. Satu yang bisa ia ingat dari kejadian itu ialah, lelaki itu memiliki tahi lalat di hidungnya dan ia juga memiliki

perawakan yang tinggi.

Keesokan harinya di sekolah, Chika mendatangi Dinda yang sedang membaca buku di kelas. Ia menceritakan kejadian kemarin kepada Dinda. Tak lupa ia bertanya kepada Dinda tentang siapa lelaki yang kemarin mengusiknya di halte. Chika memberikan ciri-ciri yang ia lihat dari lelaki itu kemarin. Sepertinya Dinda kenal dengan lelaki itu.

“Mungkin ia adalah Bobby, lelaki tampan dan berprestasi di sekolah ini. Ia digilai oleh hampir setiap perempuan di sekolah ini.” Tegas Dinda.

“Tampan? Menurutku dia biasa saja dan dia sangat menjengekelkan!”

“Hahaha. Mungkin kamu belum kenal dengan dia. Sebenarnya dia baik dan ramah.”

Chika menjadi penasaran dengan sosok Bobby yang katanya digilai setiap perempuan di sekolahnya. Tapi Chika tidak terlalu peduli dengan hal itu. Sepulang sekolah nanti ia berniat ingin mencopet lagi namun tidak di bus kota, tetapi di pasar dekat sekolahnya.

(4)

dan memakai gelang emas di pergelangan tangannya. Sudah pasti ia kaya raya. Saat ibu tua itu sedang mencari-cari barang yang ingin ia beli, tanpa berpikir panjang, Dinda langsung mengambil dompet dari tas ibu tersebut. Namun, Chika tertangkap basah oleh ibu tua itu sendiri. Secepat kemudian, Satpam di pasar tersebut mengamakan Chika.

Saat sedang di interogasi di ruangan oleh Satpam dan ibu tua itu, tiba-tiba lelaki datang ke dalam ruangan itu, ternyata ia adalah Bobby. Ibu tua itu langsung menyambut Bobby dengan

mengulurkan tangannya memberikan salam pada Bobby. Chika kaget mengetahui ibu tua itu ternyata adalah ibu dari Bobby.

“Kamu sedang apa disini?” Tanya Bobby pada Chika.

“Loh, kamu kenal dengannya?” Balas Ibu Bobby.

“Dia ini temanku bu”

“Teman kamu kok kelakuannya seperti ini sih, memalukan sekali.”

“Maaf bu, memang dia orangnya seperti itu. Ya sudah bu, lebih baik bebaskan saja, lagipula barang ibu tidak ada yang hilang kan?”

Chika pun dibebaskan dan dibawa ke rumah Bobby. Chika menceritakan semua tentang dirinya, termasuk alasan mengapa dirinya mencopet. Ibu Bobby pun merasa iba dan kasihan dengannya dan memberi bantuan kepadanya, namun ditolak oleh Chika.

“Ya sudah kalau kamu menolak, tapi tolong kamu jangan ulangi perbuatan itu.”

“Baik bu, sekali lagi maafkan saya.”

Kemudian Chika diantar pulang oleh Bobby. Chika berterima kasih kepada Booby untuk tidak memperpanjang masalah dan telah mengantarnya pulang. Chika tersadar dan mulai tertarik dengan Bobby yang ia nilai baik dan bijak dalam menghadapi permasalahan. Menurutnya, Bobby merupakan sosok yang dewasa, seperti ayahnya dahulu.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Kirmizi (2011: 400) untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan asuransi menggunakan variabel pertumbuhan asset dan modal

Bank sentral Eropa (ECB) sudah melakukan pembelian surat berharga (obligasi) sebesar EUR60miliar per bulan sejak Maret 2015 dan mempertahankan suku bunga deposito

Pada penelitian ini juga membahas tentang bentuk alamkara atau gaya bahasa dalam kaitan tentu saja mengacu pada pemakaian atau penggunaan bahasa dalam karya

- Tim konsultan memberikan petunjuk teknis dan perintah kepada kontraktor pelaksana dan senantiasa memberikan informasi kepada Pengguna Jasa tentang rencana

Nilai tingkat kolaborasi yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sebesar 0.5075, hasil ini dihasilkan dari perhitungan tingkat kolaborasi menggunakan rumus Subramanyan

Pejabat/Pegawai USU yang tidak dapat menolak karena memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat I wajib melaporkan Gratifikasi tersebut kepada KPK atau melalui

Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program pendidikan secara keseluruhan. Dalam lingkup pendidikan, pelayanan bimbingan