PROSIDING
SEMINAR NASIONAL TAHUNAN VIII
HASIL PENELITIAN PERIKANAN DAN KELAUTAN TAHUN 2011
JILID II: MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
DEWAN REDAKSI
Diterbitkan oleh
: Jurusan Perikanan dan Kelautan - Fakultas Pertanian UGM
Penanggungjawab
: Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan-Fakultas Pertanian UGM
Penyunting
: Alim Isnansetyo, Dr.
Djumanto, Dr.
Suadi, Dr.
Redaksi Pelaksana
: Prihati Sih Nugraheni, MP.
Indah Istiqomah, M.Si.
Fuad Nursef Ghozali, M.Eng.
Alamat Redaksi
: Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian UGM
Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Seminar Nasional Tahunan VIII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan (2011:
Yogyakarta)
Prosiding Seminar Nasional Tahunan VII Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun
2011 Jilid II : Manajemen Sumberdaya Perikanan
Penyunting Isnansetyo, A. (et al.)
Yogyakarta
Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada,
2011
ISBN: 978-602-9221-06-0
1.
Isnansetyo, A.
@ Hak Cipta dilindungi Undang-undang
All rights reserved
Penyunting: Isnansetyo, A dkk.
Diterbitkan oleh:
Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselenggaranya
“SEMINAR NASIONAL TAHUNAN VIII HASIL PENELITIAN PERIKANAN DAN
KELAUTAN TAHUN 2011” di Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pengembangan IPTEK yang bersifat dasar, strategis,
terapan dan adaptif dalam bidang perikanan dan kelautan serta dukungan kelembagaan
yang kuat sangat diperlukan untuk menunjang pembangunan bangsa. Oleh karena itu,
kegiatan seminar nasional tahunan hasil penelitian perikanan dan kelautan dilaksanakan
dalam rangka inventarisasi penelitian-penelitian yang telah dilakukan dan mengetahui
teknologi yang telah dihasilkan.
Makalah yang dipresentasikan pada seminar ini berjumlah kurang lebih 350
makalah dari berbagai instansi pemerintah, lembaga penelitian dan pengembangan
baik pemerintah maupun swasta. Makalah yang dipresentasikan sebagian diterbitkan
dalam Jurnal Perikanan yang dikelola oleh Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas
Pertanian UGM serta Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Makalah-makalah yang diterbitkan dalam
prosiding ini sudah melalui penyuntingan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
1.
Rektor Universitas Gadjah Mada
2.
Dekan Fakultas Pertanian UGM
3.
Ketua Jurusan Perikanan dan Kelautan UGM
4.
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan,
Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan
5.
Pemakalah dan peserta dalam seminar ini
6.
Semua pihak yang turut serta dalam mensukseskan seminar dan membantu
penerbitan prosiding ini.
Akhirnya, kami mohon maaf apabila ada kekurangan dalam penyelenggaraan
seminar maupun penyajian prosiding ini. Harapan kami, semoga prosiding ini dapat
bermanfaat.
Yogyakarta, Agustus 2011
DAFTAR ISI
Halaman judul ... i
Dewan redaksi... ii
ISBN... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... v
BIDANG BIOLOGI PERIKANAN
KODE
HAL
ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI KERANG TOTOK (
Polymesoda erosa
) DARI PULAU
GOMBOL SEGARA ANAKAN : PERBANDINGAN HASIL PENELITIAN TAHUN 2003
DAN 2010
Bonifacius Arbanto, Ita Widowati
BP – 01
PERTUMBUHAN, MORTALITAS DAN PREFERENSI MAKANAN IKAN NILA
(
Oreochromis niloticus
) DI WADUK MALAHAYU
Kunto Purnomo
BP - 02
SEBARAN TEMPORAL KONDISI KEPITING BAKAU (
Scylla serrata
FORSSKAL) DI
PANTAI MAYANGAN, KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT
Agus Arifin Sentosa dan Amran Ronny Syam
BP - 03
KEBIASAAN MAKAN IKAN BAGRIDAE DI WADUK CIRATA, JAWA BARAT
Masayu Rahmia Anwar Putri dan Didik Wahju Hendro Tjahjo
BP – 04
STRUKTUR KOMUNITAS DAN BESARAN STOK IKAN DI DANAU SEMBULUH DAN
PEPUDAK, KALIMANTAN TENGAH
Endi Setiadi Kartamihardja, Kunto Purnomo dan Zulkarnaen Fahmi
BP – 05
BIODIVERSITAS DAN PRODUKTIVITAS PRIMER KAWASAN TERUMBU KARANG NON
PRODUKTIF PADA ZONASI YANG BERBEDA PRA RESTOCKING ANEMON LAUT
M. Ahsin Rifa’i
BP – 06
ASPEK BIOLOGI IKAN LAIS TAPA (
Kryptopterus Impok
) DI PERAIRAN SEKITAR
DESA MUARA RAWAS KABUPATEN MUSI RAWAS
Makri
BP – 07
PERTUMBUHAN DAN KUALITAS PERAIRAN HABITAT IKAN SUMPIT (
Toxotes
microlepis
) DI SUNGAI MUSI BAGIAN HILIR
Herlan dan Aroef Hukmanan Rais
BP – 08
PENDUGAAN MIGRASI LOKAL IKAN TEMBANG (
Sardinella fimbriata
) DI BAGIAN
TENGAH SELAT MADURA JAWA TIMUR
Gatut Bintoro, Fedi Sondita, Daniel Monintja, John Haluan, dan Ari Purbayanto
BP – 09
BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN PAYANGKA (
Ophiocara porocephala)
DI DANAU
LIMBOTO, GORONTALO
Astri Suryandari dan Krismono
PEMANGSAAN IKAN MADIDIHANG (
Thunnus albacares
Bonnatere 1788) DI
PERAIRAN TELUK TOMINI DAN SELATAN JAWA
Karsono Wagiyo
BP - 11
PANJANG BOBOT, KEBIASAAN MAKAN DAN FAKTOR KONDISI IKAN BAUNG
(
Mystus nemurus
) DI SUNGAI BATANGHARI JAMBI
Siti Nurul Aida
BP – 12
HUBUNGAN PERTUMBUHAN TUBUH DAN KOMPONEN MATA IKAN KEMBUNG
PEREMPUAN (
Rastrelliger brachysoma)
Abdul Razak
BP – 13
ASPEK BIOLOGI IKAN PARI MARGA HIMANTURA DI DAREAH ALIRAN SUNGAI MUSI
BAGIAN HILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN
Makri dan Siswanta Kaban
BP - 14
PENDUGAAN STOK IKAN MEGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK SECARA
HORIZONTAL DI PERAIRAN SUNGAI BATANGHARI JAMBI
Freddy Supriyadi, Zulkaranaen Fahmi, Wijopriono dan Taufiq Hidayah
BP - 15
ANALISIS MORFOLOGI SIDAT BICOLOR (
Anguilla bicolor bicolor
) CITANDUI CILACAP
DAN WAY SEMANGKA LAMPUNG
Marlina Ummas Genisa, Trijoko, Niken Satuti Nur Handayani
BP - 16
BIDANG MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
KODE
HAL
STUDI FLUKTUASI KUALITAS AIR DAN KOMUNITAS PLANKTON DI PERAIIRAN
TELUK PEGAMETAN, BALI
Bejo Slamet
MS - 01
PENENTUAN LEBAR JALUR HIJAU MANGROVE SECARA AKTUAL BERDASARKAN
KEMIRINGAN PANTAI DAN LEBAR PENANAMAN REHABILITASI DI PANTAI UTARA
JAWA TENGAH
Erny Poedjirahajoe
MS – 02
KAJIAN KUALITAS AIR DI WADUK MALAHAYU, KABUPATEN BREBES – JAWA
TENGAH BERDASARKAN PARAMETER FISIKA KIMIA
Andri Warsa
MS – 03
NISBAH KELAMIN, FEKUNDITAS DAN DIAMETER TELUR IKAN BETE (
Leiognathus
equulus
FORSSKAL, 1775) DI PERAIRAN DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO,
PROPINSI SULAWESI SELATAN
Syarifuddin Kune, Sharifuddin Bin Andy Omar, dan Yenda Hirasti Yusuf
MS – 04
KONDISI DAN KERAPATAN PADANG LAMUN DI PERAIRAN PANCURAN BELAKANG,
KARIMUNJAWA TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA JEPARA
Suryanti dan Ruswahyuni
MAKROZOOBENTOS OLIGOCHAETA, TEKSTUR DAN BAHAN ORGANIK SEDIMEN DI
SUNGAI SIAK BAGIAN HILIR
Siswanta Kaban dan Makri
MS - 06
DISTRIBUSI KANDUNGAN LOGAM BERAT (Pb, Cu, Zn, Sn, Cd) DI PERAIRAN KOTA
PEKALONGAN, JAWA TENGAH
Petrus R. Pong-Masak, A. Indra Jaya Asaad, Ahmad Mustafa, dan Rachman Syah
MS – 07
POTENSI EKOSISTEM PESISIR DI KAWASAN INTERTIDAL TELUK TERIMA, DESA
SUMBER KLAMPOK, TAMAN NASIONAL BALI BARAT
Anargha Setiadi dan Mulyani
MS – 08
DEGRADASI MANGROVE, EKO-EFISIENSI ALIH FUNGSI LAHAN DAN PERUBAHAN
POLA PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TELUK YOUTEFA KOTA
JAYAPURA PROVINSI PAPUA
Nurhani Widiastuti
MS – 09
KAJIAN PRODUKTIVITAS PRIMER PERAIRAN UNTUK PENGEMBANGAN
SILVOFISHERY DI KAWASAN REHABILITASI MANGROVE PANTAI UTARA REMBANG
Erny Poedjirahajoe
MS – 10
STATUS TROFIK SITU BEKAS GALIAN PASIR DI DESA CIKAHURIPAN KABUPATEN
CIANJUR
Pelita Octorina, Niken T.M.Pratiwi , dan Enan M. Adiwilaga
MS – 11
NISBAH KELAMIN DAN UKURAN PERTAMA KALI MATANG GONAD IKAN ENDEMIK
BONTI-BONTI (
Paratherina striata
AURICH, 1935) DI DANAU TOWUTI, SULAWESI
SELATAN
Sharifuddin Bin Andy Omar, Raodah Salam, dan Syarifuddin Kune
MS – 12
STUDI KLASIFIKASI SUNGAI MENGGUNAKAN KOMUNITAS MAKROINVERTEBRATA
BENTIK DI SUNGAI JANGKOK, MATARAM NTB
Nanda Diniarti, Dewi Nur’aeni Setyowati dan Alis Mukhlis
MS – 13
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN DALAM PENGELOLAAN
SUMBERDAYA KERANG TOTOK (
Polymesoda erosa
) DI KAWASAN SEGARA
ANAKAN KABUPATEN CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH
Bonifacius Arbanto, Jusup Suprijanto, dan Sutrisno Anggoro
MS – 14
KARAKTERISTIK ESTUARI SUNGAI MUSI DITINJAU DARI SIFAT FISIKA KIMIA DAN
BEBERAPA BIOLOGI PERAIRAN
Siswanta Kaban
MS – 15
PENDUGAAN DISTRIBUSI KELIMPAHAN IKAN DI ZONA LITORAL WADUK IR. H
DJUANDA DENGAN PENDEKATAN HIDROAKUSTIK
Chairulwan Umar dan Zulkarnaen Fahmi
KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI WADUK GAJAH MUNGKUR, WONOGIRI,
JAWA TENGAH
Danu Wijaya dan Agus Djoko Utomo
MS – 17
BIDANG PENANGKAPAN
KODE
HAL
PERTUMBUHAN, MORTALITAS DAN LAJU EKSPLOITASI IKAN SEPAT SIAM
(
Trichogaster pectoralis
) DI DANAU TEMPE SULAWESI SELATAN
Samuel
PK – 01
KOMPOSISI DAN KERAGAMAN IKAN HASIL TANGKAPAN GILL NET DI SITU
PANJALU, KABUPATEN CIAMIS – JAWA BARAT
Andri Warsa
PK – 02
RESPONS PENGLIHATAN IKAN BERONANG DAN KAKAP MERAH TERHADAP
PERBEDAAN WARNA JARING (SKALA LABORATORIUM)
Aristi Dian Purnama Fitri dan Asriyanto
PK – 03
KOMPOSISI DAN DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN EXPERIMENTAL GILLNET DI
WADUK IR.H.DJUANDA
Masayu Rahmia Anwar Putri dan Sri Endah Purnamaningtyas
PK – 04
KOMPOSISI JENIS DAN BIOMASA IKAN DAN UDANG HASIL TANGKAPAN
PERCOBAAN DI PERAIRAN ESTUARI SELAT PANJANG RIAU
Rupawan
PK – 05
MATERIAL-RANCANG BAGUN, METODA PENANGKAPAN DAN HASIL TANGKAPAN
BUBU BIDANG (
BARRIER TRAPS
) DI RAWA BANJIRAN DANAU LINDUNG
EMPANGAU KABUPATEN KAPUAS HULU KALIMANTAN BARAT
Rupawan
PK – 06
HUBUNGAN JARAK DAN TINGKAH LAKU POLA GERAK IKAN KARANG SEBAGAI
PENENTU ZONA PENGARUH ALAT TANGKAP BUBU YANG DIOPERASIKAN
BERSAMA RUMPON
Fonny J.L Risamasu
PK – 07
HASIL TANGKAP DAN AKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN RINGO (
Datnioides
microlepis
) DI BEBERAPA PERAIRAN DAS KAPUAS BAGIAN TENGAH DAN HULU
KALIMANTAN BARAT
Emmy Dharyati dan Niam Muflikhah
PK – 08
ANALISIS
INTRINSIC RATE
SEBAGAI INDIKATOR UNTUK MENDUGA BENTUK
EKSPLOITASI SEBUAH PERIKANAN TROPIS YANG BERSIFAT
MULTI-SPECIES
DAN
MULTI-GEAR
: STUDI KASUS DI DANAU MWERU, AFRIKA
Ledhyane Ika Harlyan
PK – 09
ANALISIS BENTUK LAYAR UNTUK APLIKASI KAPAL DENGAN KONSEP HEMAT
ENERGI DAN RAMAH LINGKUNGAN
Ahmad Nasirudin, Achmad Zubaydi, Murdijanto, Muhammad Nurul Misbah,
Setijoprajudo
BIDANG SOSIAL EKONOMI PERIKANAN
KODE
HAL
VALUASI EKONOMI HUTAN MANGROVE DI BALIKPAPAN
Suradi WijayaSaputra
SE - 01
ANALISIS PERAN WANITA PESISIR DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN
KELUARGA PADA USAHA KERANG KEPAH (
Polymesodaerosa
) DAN TINGKAT
KESEJAHTERAANNYA DI DESA PENITI LUAR KABUPATEN PONTIANAK KALIMANTAN
BARAT
Deliana R. Pridaningsih, AzisNurBambang, Asriyanto
SE - 02
DESTINASI PENGEMBANGAN POTENSI WISATA BAHARI DI TELUK PANGEMPANG
DITINJAU DARI ASPEK PERSEPSI MASYARAKAT SETEMPAT
Eko Sugiharto
SE - 03
ANALISIS BIO-EKONOMI UDANG LOBSTER DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL
Rendy Herdian, Supardjo S.D. danDjumantoSE - 04
KAJIAN GAMBARAN PERBANDINGAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PERAIRAN
RAWA DAN DANAU: Kasus Di DesaBerkat, Bangkau Dan Bambaler
Sastrawidjaja, ZahriNasution
SE - 05
KAJIAN NILAI TUKAR PELAKU USAHA SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN
Sonny Koeshendrajanadan SubechanisSaptanto
SE - 06
ANALISIS EFISIENSI EKONOMI DENGAN METODE
DATA ENVELOPMENT ANALYSIS
PADA PENDEDERAN GURAME DI KEC. SINGAPARNA, TASIKMALAYA
Ine Maulina
SE – 07
PARTISIPASI MASYARAKAT DI DALAM KEBERHASILAN REHABILITASI MANGROVE
DI DESA KALIWLINGI, BREBES, JAWA TENGAH
Aini ChairunnisaAmalia, Muhammad Zainuri dan Rudhi Pribadi
SE – 08
KAJIAN POTENSI HABITAT PENELURAN PENYU PANTAI SAMAS, BANTUL
YOGYAKARTA UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS PENYU
Intan Rahmawati, Agus Hartoko dan Baskoro Rochadi
SE - 09
ANALISIS PERUBAHAN NILAI EKONOMI SUMBER DAYA MANGROVE DI KAWASAN
SEGARA ANAKAN KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH
Rheza Mahardika, Johannes Hutabarat, Jusup Suprijanto
SE - 10
FAKTOR DETERMINAN YANG BERPENGARUH TERHADAP MEKANISME DISEMINASI
KINERJA IPTEKMAS PENGOLAHAN PRODUK PERIKANAN DI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA
Mei Dwi Erlinadan Nensyana Shafitri
SE – 11
PERUBAHAN SOSIAL PETAMBAK DI KELURAHAN KARANGANYAR KECAMATAN
TUGU KOTA SEMARANG
PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM KONSERVASI MANGROVE DI DESA PASAR
BANGGI KABUPATEN REMBANG
Cahyani Pratisti, Hery Saksono, Suadi
SE – 13
PERANAN KELEMBAGAAN NELAYAN DALAM MELESTARIKAN SUMBERDAYA IKAN
DI TELUK JAKARTA (Studi Kasus di Kelurahan Muara Kamal, Jakarta Utara)
Hendra Saepulloh, Amula Nurfiarini, dan Adriani Sri Nastiti
SE – 14
STRATEGI AKSELERASI DISEMINASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK
PERIKANAN MELALUI KINERJA IPTEKMAS DI DIY YOGYAKARTA
Mei Dwi Erlina dan Manadiyanto
SE – 15
BIDANG KELAUTAN
KODE
HAL
SEBARAN DAN KERAGAMAN IKAN KARANG DI PULAU BARRANGLOMPO:
KAITANNYA DENGAN KONDISI DAN KOMPLEKSITAS HABITAT
Chair Rani, A. Iqbal Burhanuddin dan Andi Arham Atjo
KL –01
KEANEKARAGAMAN JENIS-JENIS BIOTA PENEMPEL DI LOKASI TERUMBU KARANG
BUATAN DI TELUK SALEH, NUSA TENGGARA BARAT
Mujiyanto dan Hendra Satria
KL –02
DISTRIBUSI LARVA IKAN SECARA SPASIAL DI PANTAI MAYANGAN SUBANG JAWA
BARAT
Arip Rahman dan Amran Ronny Syam
KL – 03
STRUKTUR KOMUNITAS ALGA PERIPHYTON PADA DAUN LAMUN (Cymodocea
rotundata dan Thalassia hemprichii) DI PESISIR KECAMATAN BRONDONG
KABUPATEN LAMONGAN JAWA TIMUR
Endang Yuli H.
KL –04
STUDI KONDISI TERUMBU KARANG KAWASAN PULAU-PULAU SEMBILAN
KABUPATEN SINJAI, SULAWESI SELATAN
Lodewyk S. Tandipayuk
KL –05
SEBARAN KELIMPAHAN PLANKTON DI LOKASI TERUMBU BUATAN DI PULAU RAKIT
DAN PULAU GANTENG, NTB
Mujiyanto dan Hendra Satria
KL – 06
SEBARAN DAN POTENSI JENIS RUMPUT LAUT DI PERAIRAN PULAU NUSALAUT
MALUKU TENGAH
Saleh Papalia
KL – 07
VARIASI DAN SEBARAN KUALITAS AIR DI PERAIRAN SEGARA ANAKAN, KABUPATEN
CILACAP
Riswanto dan Didik Wahju Hendro Tjahjo
STUDI PENDAHULUAN TENTANG KELIMPAHAN IKAN HIAS
ANGEL NAPOLEON
Pomacanthus xanthometapon
DI PERAIRAN KABUPATEN PANGKEP, SULAWESI
SELATAN
Mauli Kasmi, M. Natsir Nessa, Jamaluddin Jompa, dan Budimawan
ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI KERANG TOTOK (Polymesoda erosa)
DARI PULAU GOMBOL SEGARA ANAKAN : PERBANDINGAN HASIL
PENELITIAN TAHUN 2003 DAN 2010
Bonifacius Arbanto1), Ita Widowati2)
e-mail : bonifacius.arbanto@yahoo.fr1)ita_jusup@yahoo.co.id2)
1)Mahasiswa Beasiswa Unggulan DD Magister Manajemen Sumber Daya Pantai, Konsentrasi Perencanaan dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Universitas Diponegoro Semarang
2)Staff Pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Staff pengajar Beasiswa Unggulan DD Magister Manajemen Sumber Daya Pantai – Semarang
Abstrak
Segara Anakan adalah sebuah delta dengan potensi sumberdaya lingkungan dan ekonomi yang tinggi. Dalam kurun waktu tahun 2003 sampai 2010, Segara Anakan banyak mengalami tekanan
lingkungan dan Kerang Totok (Polymesoda erosa) yang hidup disana harus beradaptasi dengan
kondisi tersebut. Tujuan penelitian ini membandingkan hasil penelitian penulis tahun 2003 dengan 2010 pada beberapa aspek biologi reproduksi sebagai berikut 1. Diameter dan jumlah oosit tiap tingkat kematangan gonad (TKG), 2. Deskripsi morfologi oosit, 3. korelasi antara diameter oosit dengan TKG, jumlah oosit dengan TKG, panjang cangkang dengan berat daging basah, panjang cangkang dengan inflasi dan jumlah oosit dengan diameter oosit. Penelitian ini dilaksanakan pada November-Desember 2010. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan
pendekatan studi kasus. Metode pengambilan sampel purposive randome samplingdan analisis
data menggunakan alat bantu statistik. Hasil penelitian menunjukan peningkatan diameter dan jumlah oosit sejalan dengan peningkatan TKG. Ukuran diameter oosit sampel segar tahun 2010 lebih kecil dibanding 2003. Jumlah oosit per ml pada tiap TKG tahun 2010 lebih banyak dibanding
2003. Morfologi oositP.erosasecara umum antara penelitian tahun 2010 dan tahun 2003 adalah
sama dimana dapat dideskripsikan berwarna coklat-coklat tua; berbentuk seperti buah pir, bulat
atau elips; memiliki nukleus berwarna putih keruh dengan diameter 30-40 m. Korelasi antara
panjang cangkang dengan berat daging basah dan inflasi cangkang pada tahun 2003 dan 2010 menunjukan hasil yang sama yaitu memiliki derajat asosiasi tinggi. Sedangkan korelasi antara TKG dengan jumlah dan diameter oosit serta jumlah oosit dengan diameter menunjukan hasil yang berbeda.
Kata kunci : Polymesoda erosa; diameter oosit; jumlah oosist; morfologi oosit
Pengantar
Delta merupakan sebuah kawasan yang memiliki potensi sumberdaya lingkungan yang sangat kaya dan memiliki potensi ekonomi yang tinggi (Sopaheluwakan, 2010). Salah satu delta di Pulau Jawa yang menjadi pusat perhatian oleh para peneliti dan pemerhati lingkungan adalah Segara Anakan. Delta yang terletak di Cilacap, Jawa Tengah ini merupakan sebuah ekosistem estuari yang mendapat suplai air asin dari Samudra Indonesia melalui dua buah kanal yaitu kanal barat dan kanal timur. Sedangkan suplai air tawar berasal dari beberapa sungai besar yang bermuara di Segara Anakan seperti Citanduy, Cibeureum dan Ci Meneng, Ujungalang, Sapuregel dan Donan. Keberadaan banyak aliran sungai yang bermuara di Segara Anakan membawa banyak unsur hara yang berguna bagi mahluk hidup di didalamnya.
Unsur hara yang melimpah sangat mendukung untuk tumbuhnya Mangrove di kawasan ini. Tercatat 27 spesies tumbuhan mangrove terdiri dari 13 spesies mayor, 8 spesies minor dan 6
spesies tumbuhan asosiasi (setyawan et all, 2002). Pemda Cilacap (2003) mengungkapkan
mengenai perubahan luasan hutan mangrove dari waktu kewaktu, pada tahun 1997 luasan hutan mangrove hanya sebesar 8.958 ha selang 2 tahun pada tahun 1999 luasan hutan mangrove Segara anakan mengalami peningkatan 39% atau setara dengan 12.451 ha. Peningkatan luasan hutan mangrove terhenti dan secara bertahap mengalami penurunan sejak tahun 2000 hingga tinggal 12.343 hektar. Tahun 2003 dengan menggunakan citra satelit Landsat 7 ETM+ kondisi hutan mangrove Segara anakan terhitung hanya sebesar 9.211 ha (Hudaya, 2004) dan hasil penelitian Wicaksono pada tahun 2008, daerah Segara Anakan memiliki total area mangrove seluas 8.244 ha, yang terbagi menjadi kategori jarang seluas 1.843 ha, kategori sedang seluas
3.495 ha dan kategori rapat selu 2008 telah terjadi penurunan luas Salah satu fungsi hutan m mahluk hidup. Salah satu sumb
Segara Anakan adalah Polymes
Pemanfaatan Kerang Totok seba Asia, khususnya pada negara-ne Masyarakat yang tinggal di s memanfaatkan Kerang Totok seb Segara Anakan, kerang ini juga Totok cukup tinggi bahkan kada permintaan para pembeli. Saat d sekitar Segara Anakan seharga Rp cangkang.
Dalam kurun waktu 2003 s lingkungan. Tekanan lingkungan Segara Anakan. Tekanan alam diperparah lagi dengan adanya p Kenaikan suhu lingkungan men akan meningkatan pembentukan hujan yang tinggi menyebabkan dari hulu sungai dan terbawa sam masing-masing-masing mengang
260.000 m3 diantaranya diendap
menjoroknya daratan antara 17-dalam jangka panjang ekosistem dengan jenis komponen biotik
Winarnoet all, 2003).
Keterangan :
erosa. Perkembangan gonad te dipijahkan. Perkembangan gona Oosit yang terdapat didalam gona dalam proses reproduksi.
Tujuan dari penelitian ini ad
eluas 2.906 ha. Terhitung mulai tahun 1999 samp as hutan mangrove sebesar 34% atau setara deng
mangrove yaitu tempat hidup dan berkembang bi mber daya hayati kekerangan yang hidup di kawa
esoda erosa atau masyarakat lokal menyebutny bagai sumber pangan banyak dilakukan oleh mas negara tempat habitat kerang tersebut ditemukan
sekitar daerah Segara Anakan, Cilacap, Jawa ebagai sumber pangan. Selain dikonsumsi oleh m ga diperdagangkan sampai ke Jakarta. Perminta adang-kadang para pencari Kerang Totok tidak
t dilakukan penelitian ini (2010) harga kerang Toto a Rp 10.000,00 /kg tanpa cangkang dan Rp 5.000,0
3 sampai 2010 di Segara Anakan telah mengalam an yang disebabkan oleh manusia dan alam mem
m terutama disebakan oleh meningkatnya laju a pemanasan global yang mengakibatkan naiknya enyebabkan terjadinya peningkatan evaporasi da
an awan yang memungkinkan untuk turunnya cu an terjadinya erosi sehingga partikel-partikel sedim
ampai hilir. Setiap tahun sungai Citanduy dan Ci M
ngkut 5 juta m3 dan 770.000 m3 sedimen, dimana
apkan disegara anakan (ECI, 1994). Perlumpuran -30 m per tahun. Tanpa upaya yang berarti untu tem hutan mangrove akan berubah menjadi ek ik (flora dan fauna) yang berbeda (Tjitrosoepom
2. Kaki 3. Cangkang 4. Mantel
6. Otot Aduktor 7. Jaringan Pencernaan
. AnatomiPolymesoda erosa(Arbanto, 2003)
ng terjadi dapat menyebabkan terjadinya ganggu organ tubuh yang paling berperan dalam pros terjadi secara bertahap sampai menghasilkan nad dapat dilihat secara visual dari perubahan uk onad merupakan sel gamet betina yang memegang
i adalah 1) Membandingkan diameter oosit dari ma
mpai dengan tahun
an (Poutiers, 1998).
awa Tengah juga masyarakat sekitar ntaan akan Kerang k dapat memenuhi Totok yang dijual di 0,00/ember dengan i Meneng/ CI Konde
tahun 2010, 3) Membandingkan deskripsi morfologi oosit Polymesoda erosahasil penelitian tahun 2003 dengan tahun 2010, 4) Membandingkan korelasi antara diameter oosit dengan tingkat kematangan gonad (TKG), jumlah oosit dengan TKG, Panjang cangkang dengan berat daging basah, panjang cangkang dengan inflasi, jumlah oosit dengan diameter oosit dari hasil penelitian tahun 2003 dengan tahun 2010.
Bahan dan Metode
Penelitian dilaksanakan pada bulan November-Desember 2010 di Pulau Gombol, Segara
Anakan, Cilacap Jawa Tengah. Lokasi pengambilan sampel di Pulau Gombol yang terletak 108050
493’ BT dan 070 40 614’ LS. Analisa morfometri, penimbangan, pengamatan oosit, pengukuran
oosit, dan analisa sedimen dilakukan di laboratorium Ekologi Laut Marine Station Jurusan Ilmu Kelautan UNDIP Teluk Awur, Jepara.
Metode pengumpulan sampel dilakukan dengan metode survei yaitu metode pengumpulan data dengan mencatat sebagian kecil populasi, namun hasilnya diharapkan dapat menggambarkan
sifat populasinya secara keseluruhan. Pada proses pengambilan kerang Polymesoda erosayang
bersembunyi di dalam substrat dilakukan dengan secara manual menggunakan tangan. Kerang yang sudah diambil dikumpulkan di kantung plastik yang diberi sedikit air laut. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar suhu di dalam kantung plastik tidak terlalu panas. Semua sampel kerang yang telah diambil kemudian dibawa ke laboratorium Ekologi Marine Center Jurusan Ilmu Kelautan, Teluk Awur UNDIP untuk dilakukan pengukuran.
Pengukuran Morfometri dan Penimbangan Sampel
Pengukuran morfometri pada kerang Polymesoda erosa dengan jumlah sampel sebanyak
270 individu dilakukan dengan cara mengukur panjang, tinggi, inflasi cangkang tiap individu dengan menggunakan jangka sorong (Poutiers, 1998). Pengukuran panjang cangkang dilakukan dengan cara mengukur mulai dari sisi posterior sampai dengan sisi anterior. Pengukuran Tinggi dilakukan dengan cara mengukur mulai dari sisi dorsal sampai dengan sisi ventral, sedangkan pengukuran inflasi dilakukan dengan cara mengukur mulai dari sisi terluar cangkang kiri sampai dengan sisi terluar cangkang kanan (Gambar 2).
Gambar 2. Cara Pengukuran Panjang, Tinggi dan Inflasi Cangkang (Sumber: Poutiers ,1998 dimodifikasi Arbanto,2010)
2
1
Keterangan Gambar :
1. Panjang Cangkang 2. Tinggi Cangkang 3. Pengukuran Inflasi / Tebal Cangkang
Berat total dari individu kerang Polymesoda erosa diperoleh dengan melakukan penimbangan terhadap berat cangkang dan jaringan lunaknya. Berat total adalah gabungan dari berat seluruh jaringan lunak ditambah dengan berat cangkangnya (Imai, 1971). Setelah penimbangan berat total kemudian dilakukan pengeluaran dan pemisahan jaringan lunak dari cangkang. Jaringan lunak yang sudah dipisahkan kemudian diletakkan diatas aluminium foil (berat aluminium foil telah diketahui) kemudian ditimbang. Selisih antara berat jaringan lunak diatas aluminium foil dikurangi berat aluminium foil maka ditemukan berat daging basah.
Proses selanjutnya adalah pengeringan jaringan lunak dengan sampel sebanyak 270 individu. Dalam proses ini jaringan lunak yang diletakkan di atas aluminium foil dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu 1000 C sampai mencapai berat konstan selama kurang lebih 24 jam,
kemudian ditimbang. Berat hasil timbangan dikurangi dengan berat aluminium foil maka diperoleh berat kering. Guna mengetahui berat cangkang dilakukan proses penimbangan pada cangkang yang telah dikeringkan sebelumnya.
Penentuan Tingkat Kematangan Gonad dan Pengukuran diameter Oosit
Dalam penentuan tingkat kematangan gonad dilakukan dengan cara pengamatan secara makroskopis yaitu pengamatan dengan cara visual berdasarkan ciri-ciri tingkat kematangan gonad dan penentuan jenis kelaminnya dibantu dengan menggunakan mikroskop. Jumlah sampel yang
diamati sebanyak 270 individuPolymesoda erosa.
Pengamatan oosit dilakukan dengan melakukan pengambilan sampel sejumlah 9 individu betina. Pengamatan dan pengukuran yang dilakukan menghitung jumlah oosit, diameter, diamati morfologi oositnya, pengukuran diameter dan perhitungan jumlah oosit.
Metode pengukuran diameter oosit dan penghitungan jumlah oosit mengacu pada metode kuantitasi sel (Sardjono, 1988) yang telah dimodifikasi oleh Arbanto (2003). Metode tersebut dilakukan dengan cara mengeluarkan oosit dari dalam gonad dan meletakkannya di atas cawan petri. Oosit yang berada di atas cawan petri diambil 0,1 ml dengan bantuan pipet dan gelas ukur. Oosit 0,1 ml yang terdapat di dalam gelas ukur kemudian diencerkan menjadi 10 ml dengan menambahkan cairan yang terdapat didalam cangkang dengan tujuan agar oosit tidak mengalami
perubahan kondisi salinitas yang dapat mempengaruhi diameter oosit. Oosit yang sudah
mengalami pengenceran kemudian diambil 1 ml dan diletakkan pada sedgwik rafter yang
kemudian dihitung jumlah, diukur diameter dan diamati bentuk morfologinya. Sebelum proses pengambilan larutan yang berisi oosit, larutan tersebut diaduk terlebih dahulu agar oosit yang ada di dalamnya dapat tercampur rata.
Langkah berikutnya oosit yang terdapat dalam sedgwick rafter dihitung jumlah seluruhnya. Kemudian untuk pengukuran diameter oosit hanya diambil 30 sampel oosit secara acak dari semua oosit yang terdapat di dalam sedgwik rafter. Pengukuran diameter pada sebuah oosit
dilakukan dengan cara mengukur diameter terpanjang dari sebuah oosit dengan bantuan
micrometer yang dipasang pada lensa okuler pembesaran 10:100. Apabila oosit tidak persis bulat,
diameter oosit dihitung berdasarkan rumus Pangniet al.,(2008) sebagai berikut:
D =
2
D
D
1
2Keterangan : D = Diameter oosit
D1 = Diameter terpanjang
D2 = Diameter terpendek
Proses berikutnya adalah pengamatan morfologi oosit yang dilakukan dengan cara deskriptif melihat bentuk oosit yang dominan dan keberadaan nukleusnya.
Penghitungan Nilai Indeks Kondisi
Dalam proses penghitungan nilai indeks kondisi dilakukan pada masing-masing individu dengan cara membagi antara berat kering dengan berat cangkang dikalikan seratus. Hasil indeks kondisi yang diperoleh kemudian diklasifikasikan termasuk dalam kategori kurus, sedang dan gemuk (Davenport dan Chen,1987). Berdasarkan hasil klasifikasi indeks kondisi yang ada pada masing-masing individu maka dapat dilihat kategori indeks kondisi yang dominan.
masing-masing 100 gr sedimen pada setiap stasiun kemudian dilakukan proses pengeringan dilanjutkan dengan analisa. Data parameter lingkungan yang diukur akan didukung oleh data sekunder mengenai pasang surut dan curah hujan yang diperoleh dari PMO SACDP dan BMG Cilacap.
Hasil dan Pembahasan
Pada tiap sampel Kerang Totok dilakukan pengukuran Morfometri yang terdiri dari panjang, tebal, inflasi, berat total, berat daging basah dan berat daging kering. Rata-rata hasil pengukuran Morfometri Kerang Totok pada tiap Stasiun pengambilan sampel ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Ukuran Rata-rata MorfometriPolymesoda erosaTahun 2010
Ulangan Panjang(cm) Tinggi(cm) Inflasi(cm) Berat Total(gr)
Berat
1 64.3+7.9 60.0+7.7 33.7+4.5 70.72+23.52 9.66+3.33 34.98+11.94 1.37+0.45 90
2 63.6+5.2 59.9+4.9 34.5+3.3 73.03+16.54 9.84+2.38 35.40+8.51 1.23+0.27 90
3 63.3+5.7 59.2+5.2 33.8+3.5 68.54+16.90 9.86+2.59 33.85+8.55 1.24+0.30 90
Keterangan : + Standar Deviasi (SD) N = Jumlah Sampel
Berdasarkan hasil pengukuran Morfometri panjang maksimum yang ditemukan adalah 78,1 mm dan panjang cangkang minimum 37,4 mm. Tinggi maksimum adalah 74,5 mm dan tinggi minimum34,7 mm sedangkan inflasi tertinggi adalah 43,9 mm dan inflasi terkecil adalah 18,5 mm. Berat total terberat sebesar 132,30 gr dan teringan 11,40 gr. Berat cangkang terberat ditemukan adalah 7,22 gr dan teringan 3,22 gr. Berat kering jaringan lunak terberat sebesar 2,40 gr dan paling ringan 0,20 gr.
Tingkat Kematangan Gonad Berdasarkan Pengamatan Makroskopis
Pembagian TKG pada Kerang Totok merupakan modifikasi dari pembagian TKG menurut
Mason (1983) dan telah digunakan oleh beberapa pengeliti Arbanto (2003), Widowatiet al(2003),
Hartati et al., (2005) dan Suryanti (2010). Dalam penentuan TKG pada sampel Kerang Totok
dilakukan dengan cara pengamatan makroskopis. Berdasarkan hasil pengamatan makroskopis akan diketahui tingkatan kematangan gonad yaitu UND (belum bisa dibedakan antara jantan dan betina), TKG 1, TKG 2 dan TKG 3 dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4.
Gambar 3. Grafik Distribusi Individu Pada TKG Berbeda Penelitian 2003 (Arbanto, 2003)
0
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Gambar 4.Grafik Distribusi Individu Pada TKG Berbeda Penelitian 2010 Keterangan :
B1 = Betina TKG 1 B2 = Betina TKG2 B3 = Betina TKG 3 J1 = Jantan TKG 1
J2 = Jantan TKG 2 J3 = Jantan TKG 3 UND = Jenis Kelamin Belum Diketahui
Morfologi Oosit Polymesoda erosa
Berdasarkan hasil pengamatan morfologi oosit Polymesoda erosa menggunakan
mikroskop pembesaran 10x10 (Gambar 5 ) dan bantuan micrometer untuk melakukan pengukuran
oosit maka dapat dapat diketahui morfologi oosit Polymesoda erosa yang dideskripsikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi Morfologi OositPolymesoda erosa
No Keterangan 2003 2010
1 Warna Coklat Coklat - Coklat tua
2 Bentuk Seperti buah pir, bulat atau elips. Seperti pir, bulat atau elips
3 Diameter oosit Berkisar antara 45 –130m. Berkisar 65 – 130m
4
Diameter Membran
vitelin yang
mengelilingi oosit
Bening dan memiliki ukuran
berkisar antara 110 – 360m. Bening dan memiliki ukuranberkisar antara 120 – 300m.
5 Nukleus
Terdapat Nukleus pada oosit yang sudah matang berwarna
putih transparan dengan
diameter 30 – 40m.
Terdapat Nukleus pada oosit yang sudah matang berwarna
putih transparan dengan
diameter 30 – 40m.
6 Lain-lain Padaditemukanmasing-masingoosit denganTKG
berbagai macam ukuran
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Diameter OositPolymesoda e
Proses pengukuran d menggunakan sampel. Denga Berdasarkan hasil pe diketahui bahwa rata-rata dia diameter oosit betina TKG 2 (B
Gambar 6. Gra Pada Betin
Gambar 7. Gra Pa
Jumlah Oosit Polymesoda ero Sampel yang diguna diambil 3 biota untuk
masing-erosadari TKG B1 sampai den
Polymesoda erosaper-ml pad
2 (B2).
diameter oosit Kerang Totok (Polymesoda erosa
gan Sampel 30 oosit pada masing-masing TKG. pengukuran diameter oosit Kerang Totok sampe diameter oosit betina TKG 3 (B3) selalu lebih b
(B2) dan betina TKG 1 (B1).
rafik Distribusi Rata-rata Diameter Oosit Sampel S tina TKG 1-3 (B1 – B3) Tahun 2003 (Arbanto, 2003
rafik Distribusi Rata-rata Diameter Oosit Sampel S Pada Betina TKG 1-3 (B1 – B3) Tahun 2010
rosa
nakan untuk menghitung jumlah Oosit adalah -masing TKG. Hasil penghitungan rata-rata jumla dengan B3 (Gambar 9.). Secara umum dapat diliha
ada TKG 3 B3 selalu lebih banyak dibandingkan T
langan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Periode Pengambilan Sampel
langan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Periode Pengambilan Sampel
osa) dilakukan dengan
pel segar (Gambar 7) besar diikuti dengan
l Segar 003)
l Segar
h sampel segar yang
mlah oosit Polymesoda
Gambar 8. Grafik Distribusi
Gambar 9. Grafik Distribusi
Indeks Kondisi
Berdasarkan hasil penim
kondisi Polymesoda erosa (Ta
pengambilan sampel berkisaran klasifikasi indeks kondisi yang dip
Tabel 3. Rata-rata Indeks Kondis Ulangan 1 3.52 + 0.85 Keterangan :
Tabel 4. Rata-rata Indeks Kondis Ulangan 1
3.98+0.66 Keterangan :
Hasil Pengukuran Parameter Ling Pengukuran parameter l
si Rata-rata Jumlah Oosit Per-ml Pada Betina TKG Tahun 2003 (Arbanto, 2003)
Rata-rata Jumlah Oosit Per-ml Pada Betina TKG Tahun 2010
imbangan berat cangkang, berat kering dan peng Tabel 4) diketahui bahwa rata-rata indeks ko an 3.73+0.64– 3.98+0.66. Menurut Davenport d diperoleh termasuk dalama kategori sedang (2,5 –
disiPolymesoda erosaTahun 2003 (Arbanto, 2003
1 Ulangan 2 Ulangan 3
.85 5.04 + 1.15 4.43 + 0.58
: + Standar Deviasi (SD), N=90 individu/sampling
disiPolymesoda erosaTahun 2010
1 Ulangan 2 Ulangan 3
66 3.81+3.28 3.73+0.64
: + Standar Deviasi (SD), N=90 individu/sampling
ingkungan
r lingkungan daerah penelitian dilakukan dengan
gan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
ngan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
G 1-3 (B1 – B3)
G 1-3 (B1 – B3)
enghitungan Indeks kondisi pada saat t dan Chen (1987),
4,5 ).
03)
an mengukur 1 titik
Tabel 5. Parameter Lingkungan Lokasi Penelitian Tahun 2003 (Arbanto, 2003)
Ulangan Suhu
(0C) Kandungan BahanOrganik (%) Jenis Substrat
1 28,2 33.18 Lanau
2 28,3 35.33 Lanau
3 28,0 35.23 Lanau
Tabel 6. Parameter Lingkungan Lokasi Penelitian Tahun 2010
Ulangan Suhu
(0C) Kandungan BahanOrganik (%) Jenis Substrat
1 29.6 37.43 Lanau
2 30.2 36.71 Lanau
3 30.0 37.02 Lanau
Korelasi
Berdasarkan dari data-data pengukuran yang diperoleh dapat dibuat korelasi antar parameter-parameter yang diukur (Tabel 9). Berdasarkan nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh dapat diketahui hubungan antara kedua parameter yang diukur.
Tabel 8. Korelasi (r) dan Interpretasi Koefisien Korelasi (Young, 1982) Tahun 2003 (Arbanto, 2003)
No. Hubungan Korelasi Nilai r Interpretasi Nilai r
Parameter 1 Parameter 2
1 Panjang Cangkang Berat Daging basah 0.8868 Derajat Asosiasi Tinggi (r = + 0,7 – 1)
2 Panjang Cangkang Inflasi cangkang 0.9604 Derajat Asosiasi Tinggi (r = + 0,7 – 1)
3 TKG Jumlah Oosit 0.6553 Hubungan Substansial (r = + 0,4 – 0,7)
4 TKG Diameter Oosit 0.5037 Hubungan Substansial (r = + 0,4 – 0,7)
5 Jumlah Oosit Diameter Oosit 0.5869 Hubungan Substansial (r = + 0,4 – 0,7)
Tabel 9. Korelasi (r) dan Interpretasi Koefisien Korelasi (Young, 1982) Tahun 2010
No. Hubungan Korelasi Nilai r Interpretasi Nilai r
Parameter 1 Parameter 2
1 Panjang Cangkang Berat Daging basah 0.8585 Derajat Asosiasi Tinggi (r = + 0,7 – 1)
2 Panjang Cangkang Inflasi cangkang 0.9349 Derajat Asosiasi Tinggi (r = + 0,7 – 1)
3 TKG Jumlah Oosit 0.9961 Derajat Asosiasi Tinggi (r = + 0,7 – 1)
4 TKG Diameter Oosit 0.9953 Derajat Asosiasi Tinggi (r = + 0,7 – 1)
5 Jumlah Oosit Diameter Oosit 0.9954 Derajat Asosiasi Tinggi (r = + 0,7 – 1)
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengukuran dan analisa Morfometri terhadap 270 individuPolyemesoda
erosadiketahui panjang cangkang berkisar antara 37,4 mm – 78,1 mm. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian oleh penulis dilokasi yang sama tahun 2003 diperoleh kisaran panjang 32,20 mm – 86,15 mm maka ukuran panjang cangkang yang diperoleh tahun 2010 memiliki kisaran lebih kecil
dibanding tahun 2003. Hasil penelitian 2010 menunjukan bahwa P. erosaberukuran kurang dari
37,4 mm tidak ditemukan. Hal ini diduga karena ada beberapa hal antara lain : 1) Tingkat kecepatan pertumbuhan dari kerang yang relatif cepat 2) Metode mengambilan sampel
menggunakan tangan tanpa melakukan pengayakan sedimen 3) Ketidakmampuan biota
berukuran kecil dalam beradaptasi terhadap ekosistem mangrove (Kresnasari, 2010). Ukuran panjang cangkang terpanjang hasil penelitian 2010 lebih pendek dibandingkan tahun 2003. Hal ini dimungkinkan karena 1) Kerang-kerang ukuran besar telah diambil oleh para nelayan pencari
kerang 2) Mortalitas akibat predasi alami seperti kepiting (Morton, 1988) 3) Menurut Widowati et
al.,(2005), kerang dengan kelas ukuran cangkang 65 - 75 mm mempunyai daya tahan hidup yang
lebih tinggi.
tahun 2010 yang menunjukan adanya derajat asosiasi yang tinggi antara masing-masing variabel. Hal ini diduga karena kandungan bahan organik sebagai bahan pangan yang sangat tinggi dan kondisi lingkungan yang mendukung sehingga menyebabkan masing-masing variabel berkembang secara normal.
Berdasarkan hasil pengamatan tingkat kematangan gonad secara makroskopis diketahui bahwa rasio perbandingan antara betina dibanding jantan adalah 1 : 0,73 atau dengan kata lain jumlah kerang betina yang dijumpai lebih banyak dibandingkan jumlah kerang jantan. Jika ditinjau dari tingkat kematangan gonad (TKG) maka diketahui betina TKG 3 (B3) paling banyak ditemukan diikuti oleh Jantan TKG 2 (J2).
Arbanto (2003) mengungkapkan kerang jantanPolymesoda erosamengalami pematangan
gonad lebih cepat dari pada kerang betina. Hal ini disebabkan karena ukuran gamet betina lebih besar dari pada gamet jantan sehingga dalam proses pembentukan gamet betina memerlukan energi yang lebih banyak.
Dalam penelitian tahun 2003 dan 2010 stadia UND jarang ditemukan, hal ini
dimungkinkan karena kerang yang berukuran kecil (< 35 mm) sulit ditemukan pada waktu proses pengambilan kerang. Dimana menurut penelitian Morton (1984) di Hongkong bahwa individu
dewasaPolymesoda erosayang siap bereproduksi memiliki panjang kurang lebih 35 mm dan akan
bereproduksi sekali dalam satu tahun, akhir siklus reproduksi pada musim panas.
Morfologi oosit Polymesoda erosa yang dapat diamati hasil penelitian tahun 2010 secara
umum sama dengan penelitian penulis tahun 2003 dimana dapat dideskripsikan berwarna coklat – coklat tua; berbentuk seperti buah pir, bulat atau elips ; memiliki nukleus berwarna putih keruh
dengan diameter 30-40 m dan masing-masing TKG ditemukan oosit dengan berbagai macam
ukuran.
Terdapat perbedaan diameter oosit dan diameter membrane vitelin yang mengelilingi oosit hasil penelitian tahun 2010 dengan penelitian penulis tahun 2003. Ukuran diameter oosit terkecil
tahun 2010 lebih besar dibanding dengan tahun 2003 dengan selisih 20 m, hal ini disebabkan
individu yang diambil sampelnya tahun 2010 lebih didominan dalam tahap perkembangan. Membran vitelin hasil penelitian 2010 juga memiliki kisaran diameter yang lebih pendek yaitu 120
– 300m sedangkan hasil penelitian penulis tahun 2003 memiliki diameter 110 – 360m. Hal ini
sejalan dengan ukuran diameter oosit yang memiliki kisaran diameter yang lebih pendek. Fungsi membran vitelin adalah melindungi oosit dari kerusakan mekanik dan melindungi dari fertilisasi eksternal pada beberapa spesies (Fretter & Graham, 1964). Mackie (1984) dan Fretter & Graham (1964) menyatakan bahwa membran vitelin sengaja dibentuk oleh oosit itu sendiri pada saat masih berada di ovarium dan pada Ostrea, Mytilus, Dreissena membran vitelin akan hilang ketika oosit masuk kedalam air pada waktu dipijahkan.
Rata-rata bivalvia yang termasuk kategori memiliki diameter oosit yang kecil (< 150 m)
dimana pada umumnya memiliki rata-rata diameter oosit + 50 m (Mackie, 1984). Arbanto (2003)
mengungkapkan Polymesoda erosa termasuk spesies yang memiliki rata-rata ukuran diameter
oosit yang kecil yaitu 90.31 m (<150 m). Hasil penelitian 2010 juga menunjukan rata-rata
diameter oosit termasuk dalam kategori kecil yaitu 87,22 m. Perbedaan diameter oosit antara
spesies dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang terjadi selama proses gametogenesis sampai dengan pemijahan (Mackie, 1984)
Hasil pengukuran diameter oosit tahun 2010 menunjukan ukuran diameter oosit dari
sampel segar berkisar antara 65–130m dengan kisaran pada Betina TKG 1 adalah antara 65–90
m; 80-100 m (Betina TKG 2) dan 80-130 m (Betina TKG 3) dengan kata lain bahwa
peningkatan diameter oosit sejalan dengan peningkatan TKG. Hal ini sama dengan penelitian penulis tahun 2003 dimana diameter oosit juga meningkat sejalan dengan peningaktan TKG. Pada
penelitian 2003 diperoleh pada TKG 1 berkisar antara 45 –100 m dengan rata-rata 83,02 m,
TKG B2 berkisar antara 70 – 120 m dengan rata-rata 88,40m dan TKG B3 berkisar antara 70 –
130 m dengan rata-rata 94,60 m. Hasil penelitian tahun 2010 sejalan dengan apa yang
diungkapkan Mason (1983) pada Pecten maximus menunjukan bahwa peningkatan TKG diikuti
Hasil penghitungan tahun 2010 terhadap jumlah oosit Polymesoda erosa menunjukan jumlah oosit meningkat sejalan dengan meningkatnya TKG. Hal ini didukung dari uji korelasi antara pada Tabel 12 yang menunjukan nilai koefisien korelasi (r) yaitu 0,9961 atau dapat dintepretasikan memiliki derajat asosiasi tinggi (r = + 0,7 – 1). Dengan kata lain antara TKG dan diameter oosit
memiliki hubungan yang erat. Hal ini dikarenakan semakin tinggi TKG pada Polymesoda erosa
akan menghasilkan jumlah oosit yang lebih banyak. Berdasarkan uji T-test dari hasil penelitian tahun 2010 dibandingkan dengan rata-rata jumlah oosit tahun 2003 diketahui tidak berbeda.
Proses reproduksi dan perkembangan gamet dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal (Mackie, 1984). Suhu dan lintang merupakan salah satu faktor yang penting yang mempengaruhi strategi kerang dalam memijah. Pada daerah 4 musim kebanyakan kerang memijah 2 kali dalam satu tahun dan pada daerah 2 musim jenis kerang tertentu dapat memijah sepanjang tahun (Mackie, 1984). Pada beberapa species pemijahan dapat terjadi pada temperatur kritis contoh : 10
– 120C untukMythilus edulisdanMya arenaria; 15-160C untukOstrea edulis, Ostrea lurida, Pecten
irradiansdan Teredo navalis; 200C untuk Crassostrea virginica, 24-250C untuk Venus mercenaria
dan Mytilus recurvus (Mackie, 1984). Hasil penelitian ini menunjukan pada saat pengambilan
sampel 29.930C. Menurut Kastoro (1988) menyatakan bahwa kisaran suhu normal untuk kerang
daerah tropis agar dapat hidup dengan baik adalah 20-350C. Jadi kondisi perairan Pulau Gombol
termasuk dalam kategori memiliki suhu yang baik untuk hidup Kerang Totok (Polymesoda erosa).
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan , maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Ukuran diameter oosit dari sampel segar berkisar antara 65–130 m dengan kisaran pada
Betina TKG 1 adalah antara 65–90 m; 80-100 m (Betina TKG 2) dan 80-130 m (Betina
TKG 3). Peningkatan diameter oosit sejalan dengan peningkatan TKG. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian penulis tahun 2003 diameter oosit tahun 2010 memiliki kisaran ukuran lebih pendek selain itu diameter oosit tahun 2010 lebih pendek dari rata-rata diameter oosit tahun 2003.
2. Rata-rata jumlah oosit sampel segar pada Betina TKG 1 adalah 35.957 per ml; 82.110 per ml (betina TKG 1) dan 126.385 per mil (Betina TKG 3). Peningkatan jumalh oosit sejalan dengan peningkatan TKG. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian penulis tahun 2003 maka jumlah oosit per ml pada tiap TKG tahun 2010 lebih banyak.
3. Morfologi oosit Kerang Totok (Polymesoda erosa) secara umum antara penelitian tahun 2010
dan tahun 2003 adalah sama dimana dapat dideskripsikan berwarna coklat-coklat tua; berbentuk seperti buah pir, bulat atau elips ; memiliki nukleus berwarna putih keruh dengan
diameter 30-40m.
4. Korelasi antara panjang cangkang dengan berat daging basah dan inflasi cangkang pada tahun 2003 dan 2010 menunjukan hasil yang sama yaitu memiliki derajat asosiasi tinggi (hubungan sangat erat). Sedangkan korelasi antara TKG dengan jumlah dan diameter oosit serta jumlah oosit dengan diameter menunjukan hasil yang berbeda antara tahun 2003 dengan 2010.
Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam lagi menganai penyebab perbedaan-perbedaan yang terjadi antara penelitian tahun 2003 dengan saat ini. Terutama terkait dengan perubahan kondisi lingkungan dan pengaruh perubahan iklim.
Ucapan Terima Kasih
Daftar Pustaka
Arbanto, B. 2003.Aspek Biologi Reproduksi Kerang Totok (Polymesoda erosa) dari Pulau Gombol
Segara Anakan, Cilacap Jawa Tengah. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan
dan Kelautan. Universitas Diponegoro. Semarang. 78p.
BCEOM. 2003. The Ecology of Mangroves and of The Common Asiatic Clam (Polymesoda erosa)
in Segara Anakan. PT. Ardes Perdana dan PT. Bhawana Prasasta.Republic of Indonesia
Ministry of Home Affairs. Directorate General of Regional Development 39. 37 hlm.
Davenport, J and Chen, X. 1987. A Comparison of Methods for The Assesment of Condition in The
Muscel (Mytilus edulis L).J.Moll.Stud. pp 293-297.
Dwiono, S.A.P. 2003. Pengenalan Kerang Mangrove, Geloina erosa dan Geloina expansa.
Balitbang Sumberdaya Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI, Jakarta. Oceana, Vol. XXVIII (2) : 31-38. ISSN 0216-1877.
ECI, 1994. Segara Anakan Conservation and Development Project.Jakarta: ASIAN Development
Bank
Fretter, V and Graham, A. 1964. Reproduction. In : Eilbur, KM & Yonge, L.M ,Physiology of
Mollusc, Academic press inc, London. pp 127 –157.
Freeport. 2007. Kajian Dampak Tailing PT. Freeport Terhadap Perairan Muara Ajkwa dan
Sekitarnya.PT. Ecostar Engineering. 500 hlm.
Hadi, S. 1989. Metodologi Riset. Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta. Hlm 37 – 50.
Hartati, R,; Widowati, I dan Wibowo, N.A. 2003. Studi Indeks Kondisi Kerang Totok (Polymesoda
erosa) dari Pulau Gombol Segara Anakan, Cilacap Jawa Tengah.(Inpress) .
Hartati, R., I. Widowati dan R. Yoki. 2005. Histologi Gonad Kerang Totok Polymesoda erosa
(Bivalvia: Corbiculidae) dari Laguna Segara Anakan Cilacap.Jurnal Ilmu Kelautan UNDIP.
1(3): 119-125.
Hudaya, A. 2004. Pemanfaatan Citra Landsat 7 ETM+ Untuk Pemetaan Hutan Mangrove di
Kawasan Hutan Segara Anakan Kabupaten Cilacap.Skripsi Fakultas Geografi. Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta. (Tidak dipublikasikan). 110 hlm.
Imai, T. 1971. Aquaculture in Shallow Seas, Oxford and IBH Publ. Co. New Delhi, pp 25 –27.
Kastoro, W. 1988. Beberapa Asapek Biologi Kerang HijauPerna viridisdi Perairan Binaria, Ancol,
Teluk jakarta.Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Vol. 45 L: 21-32.
Kresnasari, Dewi. 2010. interaksi parameter biologi kerang totok (P. erosa) dengan kondisi
lingkungannya di segara anakan, cilacap. SEMNASKAN HASIL-HASIL PERIKANAN UGM.
Lakitan, B. 1997. Dasar-Dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm 128-134.
Mackie, G.L.1984. Bivalves. In : Wilbur,K.M et al(Eds.), The Mollusca Volume 7 : Reproduction,
Academic press, Inc.pp 351-418.
Mason, J. 1983. Scallop and Queen Fisheries in The British Isles. Fishing News Books Ltd.143 pp.
Morton, B. 1988. The Population Structure and Age of Polymesoda (Geloina) erosa (Bivalvia: Corbiculacea) from A Hongkong Mangrove. Asian Marine Biology 5. pp 107 –113.
Pangni, K., B.C. Atse. Dan N. G. J. Kouassi. 2008. Influence of Brodstock Age on Reproductive
Success in the African Catfish Chrysichthys nigrodigitatus (Claroteidae Lacepede,1803).
Research Journal of Animal Sciences. Medwell Journals.2 (5): 139-143.
Pemda Cilacap. 2003.Usaha dan Kendala Penyelamatan Degradasi Lingkungan Segara Anakan.
Makalah Lokakarya : Status, Problem dan Potensi Suberdaya Perairan dengan Acuan Segara Anakan dan DAS Serayu. Lustrum VII Universitas Jenderal Sudirman dan Dies
Natalis ke-1 Program Sarjana Perikanan dan Kelautan. Purwokerto. (Tidak
dipublikasikan).
Poutiers, J.M. 1998.Bivalves. in Carpenter, K.E and Niem, Volker H (Eds), The Living Marine
Resources Of the Western Central Pacific. FAO UN, Rome.pp 124-328.
Sardjono, B. 1988. Biakan Sel Hewan. Pusat Antar Universitas Biotek UGM., Jogjakarta. hlm 47 – 59.
Setyawan, A.D, A. Susilowati dan Wiryanto. 2002. Habitat reliks vegetasi mangrove di pantai selatan jawa. Biodiversitas 3 (2) : 242-256
Sopaheluwakan, Jan, Delta issues and Adaptation : Framing the Integrated Solution, Indonesian
delta forum, 2010, 13.
Suryanti, Ani. 2010. Bioakumulasi Logam Berat Pb Dan Cd Serta Reproduksi KerangTotok (Polymesoda Erosa) Di Segara Anakan Cilacap Tesis. Magister Manajemen Sumber Daya Pantai. Universitas Diponegoro. Semarang. 166 hlm
Wicaksono, G. 2009.Analisa Kerapatan Kanopi dan Luas Area Mangrove Menggunakan Metode
NDVI Data Citra Satelit SPOT-5 di Daerah Tritih dan Segara Anakan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.Skripsi. FPIK.UNDIP. 109 hlm.
Widowati, I; Hartati, R; dan Ristiadi, Y. 2003. Studi Histologi Tingkat Kematangan Gonad Kerang
Totok (Polymesoda erosa) Di Pulau Gombol, Segara Anakan, Cilacap (Inpress).
__________.; Suprijanto, J.; Dwiono, S.A.P.; dan Hartati, R. 2005.Hubungan., J. Suprijanto dan R.
Pribadi. 2007. Kajian dampak tailing PT. Freeport terhadap Perairan Muara Ajkwa dan
Sekitarnya. PT. Ecostar Engenering.
Winarno, K dan Ahmad D.S. 2003. Penyudetan Sungai Citanduy, Buah Simalakama Konservasi Ekosistem hutan mangrove Segar Anakan. BIODIVERSITAS Volume 4, Nomor 1. Halaman : 63 -72
Tanya Jawab
Penanya : Krismono
Pertanyaan : Data kondisi mangrove, kenapa bisa naik dan turun?
Jawaban : Perubahan disebabkan:
- Mangrove tidak terkena air laut
- Beberapa hal yang harus dilakukan
a. Peyudetan
PERTUMBUHAN, MORTALITAS DAN PREFERENSI MAKANAN IKAN NILA
(Oreochromis niloticus) DI WADUK MALAHAYU
Kunto Purnomo
Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, KKP Jalan Cilalawi No. 1, Jatiluhur, Purwakarta-41125
E-mail:kuntopurnomo@yahoo.com
Abstrak
Waduk Malahayu secara administratif termasuk wilayah Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Waduk yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1930 tersebut fungsi utamanya adalah untuk mengairi irigasi pertanian di daerah pantai utara (pantura). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola pertumbuhan, tingkat eksploitasi sumberdaya dan
preferensi makanan ikan nila (Oreochromis niloticus). Penelitian dilakukan antara bulan Agustus
2009 sampai Agustus 2010 menggunakan metoda survei. Contoh ikan diperoleh dari hasil percobaan penangkapan ikan memakai gillnet eksperimental berukuran mata jaring antara antara 0,5 3,5 inci. Populasi ikan nila di waduk ini didominasi oleh ukuran panjang individu antara 11,0
-23,0 cm (90,3%). Pola pertumbuhannya isometrik (y = 0.018x3.023). Hasil analisis parameter
populasi ikan nila memakai paket program FiSAT menunjukkan bahwa panjang asimtotik (L∞)
mencapai 38,9 cm dan koefisien pertumbuhan k = 1,7 per tahun. Laju mortalitas karena penangkapan (F) sebesar 2,37 per tahun dan mortalitas total (Z) sebesar 4,80 per tahun (kisaran: 2,60 - 7,01) sehingga tingkat eksploitasi (E) diperkirakan sebesar 0,49. Makanan ikan nila di Waduk Malahayu ialah berupa fitoplankton (74,1 79,6%), detritus (12,2 21,3%), tumbuhan (2,1 -11,1%) dan zooplankton (0,7 - 2,7%). Berdasarkan jenis makanan yang dikonsumsi maka ikan nila di waduk ini tergolong bersifat ikan omnivora.
Kata kunci: Malahayu, nila, isometrik, pertumbuhan, mortalitas, omnivora
Pengantar
Waduk Malahayu luasnya kini tinggal 620 ha (awalnya mencapai sekitar 750 ha) dan kedalaman rata-rata sekitar 10 m. Secara administratif waduk ini termasuk wilayah Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Waduk yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1930 pada awalnya adalah sebagai penyedia air untuk keperluan irigasi pertanian di daerah pantai utara (Pantura). Kini fungsi tersebut telah bertambah selain untuk pariwisata, juga untuk
pengembangan kegiatan perikanan tangkap berbasis budidaya (culture-based fisheries), artinya
pengembangan kegiatan perikanan tangkap yang mengandalkan input benih hasil dari instalasi
perbenihan (restoking) (De Silva, 2001; De Silva & Funge-Smith, 2005; De Silva et al., 2006).
Intensitas penangkapan ikan di waduk ini sudah cukup tinggi sehingga hampir setiap tahun di
waduk yang tidak terlalu luas ini selalu dilakukan restoking, terutama ikan nila (Oreochromis
niloticus), yang jumlahnya mencapai ratusan ribu setiap tahunnya.
Ikan nila (famili Cichlidae) adalah sejenis ikan konsumsi air tawar.yang sangat populer saat ini, diintroduksikan pertama kali dari Afrika oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Departemen Pertanian pada tahun 1969. Beberapa ciri umum yang mudah dikenal/dilihat antara lain:
panjangnya bisa mencapai 30 cm; sirip punggung (dorsal) memiliki 16-17 duri (tajam), 11-15
jari-jari (duri lunak), sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari; tubuh berwarna kehitaman atau
keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan
dewasa; ekorbergaris-garis tegak, 7-12 buah; tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor dan
ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak (Gambar 1).
Gambar 1. Ikan nila (Oreochromis niloticus).
Tujuan penelitian adalah ingin mengetahui pola pertumbuhan, tingkat eksploitasi sumberdaya dan preferensi makanan ikan nila di Waduk Malahayu. Diharapkan hasil penelitian bermanfaat sebagai bahan pertimbangan bagi para pembuat kebijakan di daerah maupun di pusat dalam menyusun rencana pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, khususnya ikan nila.
Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan di Waduk Malahayu (Gambar 1) menggunakan metoda survei yang dilakukan dari bulan Agustus 2009 sampai Agustus 2010. Sampel ikan nila yang dipakai dalam penelitian ini adalah berasal dari hasil tangkapan nelayan maupun dari hasil percobaan
penangkapan ikan memakai gillnet eksperimental (experimental gillnet) berukuran mata jaring
antara 0,5 - 3,5 inci. Lokasi pengambilan sampel tersebut maupun pemasangan gillnet eksperimental adalah di beberapa desa yang merupakan daerah konsentrasi nelayan di waduk tersebut, yaitu Desa Karacak, Malahayu, Cawiri dan Pananggapan (Gambar 2).
Gambar 2. Lokasi daerah penelitian di Waduk Malahayu.
Data hasil pengukuran panjang dan berat ikan dianalisis untuk mengetahui sifat
pertumbuhan ikan, apakah isometrik (b = 3) atau alometrik (b≠ 3), yaitu dihitung menggunakan
rumus hubungan antara panjang dan berat ikan (Pauly, 1983; Pauly, 1984) sebagai berikut:
W = a * Lb
dimana: W adalah berat ikan (gram); L adalah panjang total (cm); a dan b adalah konstanta.
Nilai konstanta “b” yang diperoleh dari persamaan tersebut diatas selanjutnya diuji ketepatannya terhadap nilai b = 3 menggunakan “uji t”.
Model pertumbuhan ikan nila dinyatakan memakai model pertumbuhan dari von Bertalanffy (Sparre & Venema, 1999) sebagai berikut:
Lt =L{1 – e
(–K (t-to))
}
dimana: Lt = prediksi panjang pada umur t; L= panjang asimptotik; K = konstanta pertumbuhan;
to = umur ikan pada panjang nol
Penghitungan parameter pertumbuhan dari von Bertalanffy tersebut, yaitu panjang asimtotik (L∞)
dan koefisien pertumbuhan (k) dilakukan dengan bantuan program ELEFAN I yang sudah
terintegrasi di dalam paket program komputer FISAT (Gayanilloet al., 2005)
Laju mortalitas alami (M) diduga memakai model empiris dari Pauly (1983) sebagai berikut:
log10M = -0.0066-0.279 log10L∞+ 0.6543 log10K + 0.4634 log10T
dimana: T = rataan suhu lingkungan perairan Waduk Wonogiri, yaitu 280C
Pendugaan parameter t0 (umur teoritis) yaitu umur ketika panjang ikan = 0 dilakukan
menggunakan rumus empiris dari Pauly (1983) sebagai berikut:
log10(-to) = -0.3922 -0.2752 log10L∞-1.038 log10K
Koefisien mortalitas total (Z) diperoleh dari kurva hasil tangkapan berdasarkan panjang (length-converted catch curve) (Pauly, 1983; Pauly 1983a) yang penghitungannya dilakukan
secara komputerisasi memakai paket program FiSAT (Gayaniloet al., 2005). Koefisien mortalitas
Analisis data untuk men menggunakan metode indek bag
dalamEffendie (1979) sebagai be
dimana: Ii = indeks prepoderan j
persentase kejadian pak
Hasil dan Pembahasan
Dari 1.140 ekor ikan nila didominasi oleh individu-individu 3). Ukuran tersebut sulit sekali di hasil restoking dalam rangka pro dikaitkan dengan lingkungannya baik. Secara umum pola pertumb 3,023 (kisaran: 2,991 - 3,056), a beratnya.
engetahui preferensi dan kebiasaan makanan
agian terbesar (index of preponderance) dari Nata
i berikut:
Ii= {(Vi* Oi) /Σ(Vi* Oi)} * 100%
n jenis makanan ke i, Vi = persentase volume pak
pakan kei.
ila yang diperoleh selama penelitian ternyata p u yang berukuran relatif kecil, yaitu antara 11,0 -i d-iduga, apakah berasal dar-i has-il rekrutmen secar
rogram pengembangan perikanan tangkap berbas ya, tampaknya perkembangan ikan ini di waduk mbuhannya bersifat isometrik (Gambar 4) dimana n
, artinya pertumbuhan panjang badan sebanding/s
tribusi ukuran panjang ikan nila di Waduk Malahayu
7-Kelas ukuran panjang total (cm)
y = 0.018x3.023 R² = 0.966
10.0 15.0 20.0 25.0
Panjang (cm) cara alami atau dari asis budidaya. Bila k Malahayu cukup a nilai konstanta b = g/seimbang dengan
yu.
Hasil analisis terhadap FiSAT (Gambar 5) memperli mengikuti persamaan von Bert
waduk ini mampu tumbuh (L
per tahun. Nilai K merupakan tumbuh hingga mencapai pan 1999).
Gambar 5.
Berdasarkan model p sebesar 2,43 per tahun, kons eksploitasi stok (E) ikan nila s
dieksploitasi (Fopt) adalah se
optimum (Eopt) yang diharap
Gulland tersebut berarti seb mencapai batas optimum, arti alat tangkap yang boleh berop menjadi masalah untuk kasus setiap tahun selalu dilakukan dan tawes). Data Dinas Kelau tahun 2001 - 2009 jumlah masyarakat yang tergabung 325.000 ekor per tahunnya ( cukup mapan dalam hal pen
enforcement), dan karena kon
dengan tuntutan anggota-ang benih yang ditebarkan pun se itu maka tidak mustahil kalau pada tahun 2003 menjadi 1.0 tidak perlu selalu ditebari ik perairannya masih mampu m berupa plankton cukup mel mengkawatirkan (Purnomo, 20
Hasil analisis program seperti tersaji dalam Gambar memijah dua kali dalam setahu
dap sebaran frekuensi hasil tangkapan bulanan mem erlihatkan bahwa model pertumbuhan ikan nila d
ertalaffy sebagai berikut: Lt = 38,9 ( 1 - e-1,7 (t – to)
) hingga mencapai 38,9 cm dengan laju pertumbu
n suatu kurvatur yang menggambarkan seberapa c
anjang infinitinya (length infinity, L) (Pauly, 1983;
5. Kurva pertumbuhan ikan nila di Waduk Malahayu
l pertumbuhan tadi maka diperoleh nilai konstanta onstanta mortalitas penangkapan (F) sebesar 2,37
a sebesar 0.49. Bila diasumsikan nilai optimum F sebanding dengan mortalitas alaminya (M) ma apkan adalah sebesar 0.5 (Gulland, 1983). Ber ebenarnya laju eksploitasi stok ikan nila di Wad artinya harus ada upaya pengurangan jumlah nela
roperasi. Sebenarnya besaran laju eksploitasi stok us seperti di Waduk Malahayu. Populasi jenis ikan
n penebaran benih ikan, terurutama nila (lainnya ia lautan dan Perikanan Kabupaten Brebes menyeb h benih ikan nila yang ditebarkan baik oleh P
g dalam Kelompok Nelayan NILA JAYA adalah a (Kustanto, 2008). Nila Jaya adalah kelompok n pengelolaan anggotanya dan dalam hal penegak kondisi keuangannya sudah cukup kuat maka seti nggotanya pasti melakukan penebaran (restoking selalu lebih tinggi dari kemampuan anggaran pem au produksi tangkapan ikan di waduk ini terus me 1.025 ton pada tahun 2007 (Purnomo, 2010). Se ikan nila secara rutin setiap tahunnya, sebab p
mendukung rekrutmen secara alami (sumberda elimpah) sehingga intensitas penangkapan saa
2010; Purnomoet al., 2009; Sugianti & Purnomo, 2
am FiSAT lebih lanjut untuk mengetahui pola rekru ar 6. Gambar ini mengindikasikan bahwa ikan nila hun. Puncak-puncak pemijahan tersebut tidak terlalu
emakai paket program di Waduk Malahayu
to)). Artinya ikan nila di
buhan (K) sebesar 1,7 a cepat suatu jenis ikan 3; Sparre & Venema,
ayu.
ta mortalitas alami, (M) ,37 per tahun dan laju F dari stok ikan yang maka laju eksploitasi ertolak dari pendapat aduk Malahayu telah layan atau jumlah unit k ikan nila tidak terlalu an ini cukup melimpah, ialah sedikit ikan mas ebutkan bahwa antara Pemerintah maupun lah sekitar 150.000 -k nelayan yang sudah
akkan peraturan (law
etiap tahunnya sesuai ing) ikan nila. Jumlah merintah. Oleh karena eningkat dari 348 ton Sebenarnya waduk ini b potensi sumberdaya rdaya makanan alami saat ini belum terlalu
, 2009).
pemijahannya di alam tidak dil induk/individu ikan yang lainnya d tertentu selalu ada saja induk ikan
pola pemijahan ikan bilih (Mys
(Purnomo & Sunarno, 2010).
Gambar 6. P
Selama penelitian berlangs ukuran panjang untuk dibedah. Ha Gambar 7. Dari Gambar 7 tam sebagai makanan utamanya ( sedangkan makanan pelengkapn Analisis lebih lanjut juga menun ikan nila ialah dari Kelas Dinop Bertolak dari komposisi dan p digolongkan sebagai ikan omnivo
0
dilakukan sekali secara serentak, melainkan be a dan pada waktu yang berbeda juga. Artinya seti an nila yang memijah. Pola pemijahan tersebut agak
ystacoleucus padangensis) di Danau Singkarak,
. Pola rekrutmen ikan nila di Waduk Malahayu.
gsung, secara sampling telah dipilih 54 ekor ikan . Hasil analisis isi perut ikan tersebut adalah sep tampak bahwa ikan nila lebih banyak memanfaa (76,51%), makanan tambahannya berupa d pnya ialah berupa tumbuhan air (4,40%) dan zoop unjukkan bahwa fitoplankton yang paling banyak
ophyceae (25,42%) dan Bacillariophyceae (21,77 preferensi makanannya maka ikan nila seca ivora.
Gambar 7. Ko
Gambar 8. Komposis
Kesimpulan
Ikan nila di Waduk laju pertumbuhan 1,7 per batas optimum sehingga
Komposisi makanan ikan nila (%) di Waduk Malaha
sisi fitoplankton yang dikonsumsi ikan nila di Waduk
duk Malahayu dapat tumbuh hingga mencapai panj er tahun. Tingkat eksploitasi stok saat ini (E = 0,4 ga perlu ada pengendalian upaya penangkapan itan surat ijin penangkapan ikan secara selektif.
nivora, makanannya berupa fitoplankton (te lariophyceae), detritus dan sediit tumbuhan air.
an bagian dari hasil kegiatan penelitian yang dilaku an, Badan Penelitian dan Pengembangan Kelauta
kton,
Tumbuhan,
4.40
Kelas Fitoplankton
ahayu.
uk Malahayu.
njang 38,9 cm dengan 0,49) sudah mendekati an, misalnya dengan tif. Ikan nila di Waduk (terutama dari kelas
kukan oleh Balai Riset utan dan Perikanan
KKP pada tahun anggaran 2009 dan 2010 yang berjudul "Penelitian Perikanan Berbasis Budidaya (Culture-Based Fisheries. CBF) di Waduk Malahayu (Kabupaten Brebes) dan Situ Panjalu (Kabupaten Ciamis)". Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Kepala Balai atas perhatian dan dukungan alokasi dana yang cukup sehingga penelitian tersebut bisa berlangsung dengan lancar.
Daftar Pustaka
De Silva,S.S. 2001. Reservoir and culture-based fisheries: biology and management. Proceedings of an International Workshop held in Bangkok, Thailand from 15–18 February 2000. ACIAR Proceedings No. 98. 384pp
De Silva, S.S. & S.J. Funge-Smith. 2005. A review of stock enhancement practices in the inland water fisheries of Asia. Asia-Pacific Fishery Commission, Bangkok, Thailand. RAP Publication No. 2005/12, 93 p.
De Silva, S.S., U.S. Amarasinghe & T.T.T. Nguyen (eds), 2006. Better-practice approaches for
culture-based fisheries development in Asia. ACIAR Monograph No. 120, 96p.
Edmonson, W.T. 1978. Freshwater Biology.second edition. University of Washington. Seattle
Gayanilo, F. C. Jr., P. Sparre & D. Pauly. 2005. FAO-ICLARM Stock Assessment Tools II (FiSAT II). Revised version. User's guide. FAO Computerized Information Series (Fisheries). No. 8, Revised version. FAO Rome. 168p.
Gulland, J.A. 1983. Fish stock assessment: a manual of basic methods. Chichester, U.K., Wiley Interscience, FAO/Wiley series on food and agriculture, Vol. 1:223 pp.
Effendie, M.I. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Cetakan pertama . Yayasan Dewi Sri. Bogor.
Kustanto. H. 2008. Sukses story pemacuan sumberdaya ikan di Waduk Malahayu. Kabupaten Brebes. Dinas Kelautan dan Perikanan. Kabupaten Brebes. Disampaikan pada Lokakarya Pemacuan sumber daya Ikan di Perairan Umum. Dit. SDI. DJPT-KKP. Hotel Saphir Yogyakarta 4 – 7 November 2008.
Lorenzen, K., Amarasinghe, U.S., Bartley, D.M., Bell, J.D., Bilio, M., de Silva, S.S., Garaway, C.J., Hartmann, W.D., Kapetsky, J.M., Laleye, P., Moreau, J., Sugunan, V.V. & Swar, D.B. 2001. Strategic Review of enhancements and culture-based fisheries. In R.P. Subasinghe, P. Bueno, M.J. Phillips, C. Hough, & S.E. McGladdery (Eds). Aquaculture in the Third Millennium. Technical Proceedings of the Conference on Aquaculture in the Third Millennium, Bangkok, Thailand, 20-25 February 2000. pp.221-237.
Needham. J. G. & P. R. Needham. 1962. A guide to the study of freshwater biology. Constable & Co. Ltd.. London
Pauly, D. 1983. Some Simple Methods for the Assessment of Tropical Fish Stocks. FAO Fisheries Technical Paper (254): 52p.
Pauly, D. 1983a. Length-converted catch curves: a powerful tool for fisheries research in the tropics (Part I). ICLARM Fishbyte 2, 9-13.
Pauly, D., 1984. Some simple methods for the assessment of tropical fish stocks. FAO Fish. Tech. Pap. (234): 52 p.
Purnomo, K., E.S. Kartamihardja & A. Suryandari. 2009. Struktur komunitas ikan dan implikasinya untuk pengembangan perikanan berbasis budidaya (culture-based fisheries) di Jawa barat dan Jawa Tengah. Prosiding Forum Nasional Pemacuan Sumberdaya Ikan II, Purwakarta 24 Oktober 2009. Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan - KKP.
Purnomo, K. & M.T.D. Sunarno. 2009. Beberapa aspek biologi ikan bilih (Mystacoleucus
padangensis) di Danau Singkarak. Bawal. Widya Riset Perikanan Tangkap. Vol. 2 No. 6.
Quigley. M. 1977. Invertebrates of Stream and Rivers . A key to identification
Sachlan. M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Diponegoro
Semarang. 156 pp.
Sparre, P. & S.C. Venema. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis. Buku i. Manual, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta. 438 p.
Sugianti, Y & K. Purnomo. 2009. Inventarisasi jenis plankton di Waduk Malahayu, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Tahunan VI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan Tahun 2009. Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Tanya Jawab
Penanya : Siti Nurul Aida
Pertanyaan : Apakah karena berkompetisi sehingga ikan nila ( pada relung yang sama )
bisa survive?
Jawaban : Perbedaan makanan jauh, yaitu plankton. Meskipun makanannya sama tidak
mungkin terbunuh. Ibaratnya sama-sama mahasiswa ada S1 dan S2 berbeda materinya
Penanya : Charles
Pertanyaan : Apakah keberadaan ikan-ikan ( Oscar, dll) memengaruhi pada pertumbuhan
ikan nila?