• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus PEMERIKSAAN IMUNOFLUORESENSI LANGSUNG UNTUK PENEGAKKAN DIAGNOSIS PEMFIGOID BULOSA JUVENILIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Laporan Kasus PEMERIKSAAN IMUNOFLUORESENSI LANGSUNG UNTUK PENEGAKKAN DIAGNOSIS PEMFIGOID BULOSA JUVENILIS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Kasus

PEMERIKSAAN IMUNOFLUORESENSI LANGSUNG

UNTUK PENEGAKKAN DIAGNOSIS

PEMFIGOID BULOSA JUVENILIS

Mira Rahmanita Rachman, Nisa Mayasari, Diah Ayu Mira Oktarina*, Suci Widhiati, Indah Julianto

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

FK Universitas Sebelas Maret/ RSUD Dr.Moewardi Surakarta, Solo *FK Universitas Gadjahmada, RSUP Dr.Sardjito, Yogyakarta

ABSTRAK

Pemfigoid bulosa merupakan penyakit berlepuh autoimun yang umumnya terjadi pada orang tua dan sangat jarang terjadi pada anak. Pemfigoid bulosa juvenilis merupakan penyakit yang jarang terjadi. Seorang anak usia 6 tahun datang dengan keluhan muncul lepuh di seluruh tubuh, sebagian sudah pecah dan terasa gatal, tidak ada riwayat demam, alergi, dan nyeri sebelumnya. Pada hampir seluruh tubuh tampak bula multipel, diskret, berdinding tegang, sebagian besar pecah membentuk erosi. Dilakukan pemeriksaan histopatologik dengan pewarnaan minan eosinofil dan neutrofil. Selain itu dilakukan pemeriksaan imunofluoresensi langsung dan didapatkan gambaran deposit IgG dan C3 pada zona membran basalis. Pasien mendapatkan terapi metilprednisolon dan eritromisin dan secara klinis mengalami perbaikan. Diagnosis sulit ditegakkan bila hanya berdasarkan pemeriksaan fisis dan anamnesis sehingga dilakukan pemeriksaan penunjang lain, yaitu imunofluoresensi langsung dan pemeriksaan histopatologik untuk menyingkirkan penyakit berlepuh lain pada anak.

Kata Kunci : imunofluoresensi langsung, pemfigoid bulosa juvenilis

ABSTRACT

Bullous pemphigoid is an autoimmune vesicobullous disease generally occurs in older people and is rare in children. Juvenile bullous pemphigoid is a rare disease. A 6 year old child complained itchy blisters appear all over the body, some have ruptuned, no history of fever, allergies, and pain before. Her body showed multiple tense bullae, most of them became erosions. Histopathologic examination with hematoxylin eosin staining obtained sub-epidermal cleft with predominant eosinophils and neutrophils. Direct immunofluorescence examination obtained deposit of IgG and C3 in the basal membarane zone. This patients received methylprednisolone and erythromycin with clinical improvemen. Juvenile bullous pemphigoid is difficult to diagnose if only based on physical examination and anamnesis. Therefore, other investigations carried out in the form of direct immunofluorescence and histopathology was needed to rule out other vesicobullous diseases in children.

Key Words : direct immunofluorescence, juvenile bullous pemphigoid Korespondensi:

Gedung Radiopoetro Lantai 3 Jl. Farmako, Sekip, Yogyakarta 55281 Telp/Fax: 0274-560700

(2)

137 PENDAHULUAN

Bullous pemphigoid (BP/Pemfigoid bulosa) adalah penyakit berlepuh autoimun kronik yang sering muncul pada orang lanjut usia dan jarang mengenai anak.1 Penyakit tersebut biasanya muncul pada usia lebih dari 60 tahun dengan insidensi terbanyak pada usia 70 tahun.2 Tidak ditemukan perbedaan predileksi ras atau etnis. 2

Telah dilaporkan beberapa kasus BP pada bayi dan anak-anak walaupun sangat jarang. Pemfigoid bulosa yang mengenai anak usia kurang dari 18 tahun disebut juvenile bullous pemphigoid (JBP/pemfigoid bulosa juvenilis).3,4 Penyakit ini sangat jarang ditemui. Sampai saat ini telah dilaporkan 81 kasus juvenile bullous pemphigoid (JBP) yang telah dipublikasikan.1 Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta sejak tahun Januari 2010 hingga Januari 2013 belum pernah dilaporkan kasus JBP.

Penegakan diagnosis JBP berdasarkan pemeriksaan klinis, histopatologis, serta pemeriksaan direct immunofluorescence (DIF/imunofluoresensi langsung).3,5 Penegakan diagnosis penyakit bulosa berdasarkan presentasi klinis dan pola histologis mempunyai keterbatasan karena adanya polimorfisme pada kelainan tersebut.1 Pemeriksaan DIF hingga saat ini merupakan pemeriksaan baku emas untuk penegakan diagnosis penyakit berlepuh autoimun.5-8

Penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai DIF untuk membantu penegakan diagnosa JBP.

KASUS

Seorang pasien perempuan anak usia 6 tahun datang pertama kali ke IGD RSUD dr. Moewardi pada

tanggal 14 Agustus 2013. Keluhan utama pasien ini adalah timbul lenting dan lepuh di seluruh tubuh.

Sejak 3 bulan sebelum datang ke rumah sakit pasien mengeluh muncul lenting berair di badan pasien yang terasa gatal, tidak ada batuk dan pilek sebelumnya. Pasien berobat ke dokter umum dan mendapat obat sirup amoksisilin dan sirup lain yang lupa namanya, sebagian lepuh berkurang. Sembilan hari sebelum masuk RS pasien mengeluh lepuh bertambah banyak, sebagian berisi darah, tidak ada mata belekan, semakin gatal, timbul sariawan, tidak demam, tidak batuk dan tidak pilek. Pasien dibawa ke RSUD Sragen, didiagnosa sebagai sindrom Steven-Johnson dan diberi terapi injeksi sefotaksim 500mg/12 jam dan somerole® 5mg/8jam, namun 3 hari sebelum masuk RS lepuh bertambah dan gatal. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD dr.Moewardi Surakarta.

Orang tua pasien mengeluhkan pasien pada usia 4 tahun pernah mengalami lenting berair yang gatal disertai demam dan sariawan, kemudian pasien dibawa berobat ke puskesmas dan dikatakan sakit cacar air; pasien diberi obat (tidak tahu namanya) dan pasien sembuh. Riwayat alergi obat dan atopi pada pasien disangkal. Riwayat sakit serupa pada keluarga disangkal.

(3)

Diagnosis banding pada kasus ini adalah JBP, dan chronic bullous disease of childhood (CBDC/penyakit bulosa kronis pada anak). Pada

hematoksilin eosin, didapatkan gambaran celah subepidermal, dengan sebukan radang dominan eosinofil diikuti neutrofil (gambar 2). Selain itu,

(4)
(5)

PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis penyakit bulosa berdasarkan presentasi klinis dan pola histologis mempunyai keterbatasan karena adanya polimorfisme pada kelainan tersebut.2 Pemfigoid bulosa secara histopatologis ditandai adanya autoantibodi imunoglobulin G (IgG) spesifik pada hemidesmosom yang berikatan dengan antigen BP 230 (BPAg1) dan BP 180 (BPAg2). Pemfigoid bulosa merupakan penyakit yang jarang terjadi. PB umumnya terjadi pada usia 60-80 tahun dan sangat jarang terjadi pada anak. PB pada anak biasanya memiliki prognosis yang baik. Kelainan kulit pada JBP menyerupai pemfigoid bulosa pada orang dewasa. 9,10 Pada JBP sering muncul lesi pada mukosa oral, hal tersebut sedikit berbeda dari BP pada dewasa. 11,12

Pada pasien didapatkan bula berdinding tegang, multipel, dengan dasar eritematosa dan sebagian erosi. Pada pasien BP didapatkan bula berdinding tegang yang terlokalisir atau generalisata, sedangkan pada CBDC lesi berupa papul, vesikel dan bula yang sangat gatal dan tersusun anular atau berkelompok, simetris dengan predileksi di ekstensor termasuk bokong, siku dan lutut.13

Pemeriksaan DIF merupakan pemeriksaan yang sangat penting dan menjadi baku emas pada JBP.14-16 Hal tersebut penting terutama untuk menyingkirkan penyakit berlepuh lain pada anak.

Diagnosis banding pada kasus ini adalah JBP dan CBDC. Dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan histopatologik dengan pewarnaan HE serta pemeriksaan DIF.

Pemeriksaan histopatologik dengan mikroskop cahaya dapat membantu menegakkan diagnosis, namun bukan merupakan baku emas untuk penegakan diagnosa JBP. Pada kasus ini didapatkan gambaran hiperkeratotik dengan gambaran basket wave, celah subepidermal, infiltrat sel radang dengan dominasi eosinofil dan neutrofil pada celah dan dermis bagian atas. Pada pemeriksaan histopatologis pasien JBP dan CBDC dapat ditemukan celah subepdermal serta sebukan sel radang. Pada BP terdapat sebukan sel radang dengan dominasi eosinofil dan terkadang neutrofil.17,18 Untuk menyingkirkan diagnosis banding maka perlu dilakukan pemeriksaan DIF.

Penyakit CBDC merupakan penyakit kulit berlepuh autoimun yang jarang terjadi. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa prevalensi pada wanita sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Pasien dapat menunjukkan gambaran kombinasi papul,

sangat gatal, yang mengakibatkan terbentuknya banyak papul berkrusta. Lesi oral dapat ditemukan pada 70% pasien. Pemeriksaan histopatologik rutin pada lesi awal menunjukkan bula subepidermal dengan kumpulan neutrofil sepanjang membran basal, sering berakumulasi pada papillary tips. Tampak adanya sedikit infiltrat limfosit pada sekitar pembuluh darah tanpa adanya vaskulitis neutrofilik. Kadang dapat ditemukan atas infiltrat peradangan terdiri atas eosinofil, tetapi lebih sering neutrofil sebagai komponen utama di sub-epidermal.19,20

Dilakukan pemeriksaan DIF pada kasus ini didapatkan adanya deposit IgG dan C3 pada membran basalis, dan tidak ditemukan deposit IgA. Berdasarkan hasil pemeriksaan DIF diagnosis pasien ini adalah JBP. Hasil pemeriksaan DIF yang diharapkan pada JBP basalis. Hal tersebut ditemukan pada 80 – 90 % pasien, serta deposit C3 dan IgG pada membran basalis dapat ditemukan meskipun jarang.21,22

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan indirect immunofluorescence (IIF/imunofluoresensi tidak langsung), karena DIF cukup untuk menegakkan diagnosis pada kasus ini.

Penyakit JBP dapat remisi dengan sendirinya. Sebuah penelitian di Serbia pada tahun 2008 menguraikan bahwa remisi paling lama pada JBP adalah 23 tahun dan yang paling cepat 6 bulan.1 Terapi dengan kortikosteroid sistemik merupakan terapi pilihan pertama. Tujuan utama dari terapi JBP ini adalah untuk mengontrol penyakit, tidak sepenuhnya menghilangkan lepuh, plakat urtika dan gatal. Penyakit ini bersifat swasirna, sehingga pasien sebaiknya tidak diobati berlebihan.

PENUTUP

(6)

141

DAFTAR PUSTAKA

1. Gajic-Veljic M, Nicolic M, Medenica L. Juvenile bullous pemphigoid: The presentation and follow-up on six cases. JEADV. 2010; 24: 69 – 72

2. Stanley R. Bullous pemphigoid. Dalam: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill; 2008. h. 475 – 80

3. Marcus KA, Halbertsma FJJ, Van Steensel MAM. A case of juvenile bullous pemphigoid-successdul treatment with diaminodiphenylsulfone and prednison. Pediatric Dermatol. 2009; 26: 55 – 8

4. Aakhus AE, McIntee TJ, Stratman EJ. Trauma-associates juvenile bullous pemphigoid in teenager with crohn’s disease. Pediatric Dermatol. 2012; 29: 625 – 8

5. Saenz AM, Gonzalez F, Cirocco A, Tacaronte IM, Fajardo JE, Calebotta A. Childhood bullous pemphigoid: A case report adn 10-year follow up. IJD. 2007; 46: 508 - 10

6. Pablo MI, Enscnat MA, Viccntc A, Gilaberct M, Mascaro JM. Childhood bullous pemphigoid clinical and immunological finding in a series of 4 cases. Arch Dermatol. 2007; 143: 215 – 20

7. Aoki V, Fukumori LMI, Freitas EL, Sousa Jr JX, Perigo AM, Oliveira ZNP. Direct and indirect immunofluorescence. An Bras Dermatol. 2010; 85: 490 - 500

8. Lara-Corrales I, Pope E. Autoimmune blistering disease in children. Semin Cutan Med Surg. 2010; 29: 85 – 91 vesicular pemphigoid mimicking severe atopic dermatitis: A case report. Pediatric Dermatol. 2008; 83: 182 – 4 pemphigoid in infancy: Case report and literature review. Pediatric Dermatol. 1998; 15: 108 – 11

13. Bickle KM, Roark TM, Hsu S. Autoimmune bullous

dermatosis. AFP. 2002; 65: 1861 – 70.

14. Fishler RE, Saeb M, Liang MG, Howard RM, McKee

PH. Childhood bullous pemphigoid a clinicopathologic study and review af the literature. Am J Dermatopathol. 2003; 25: 183 – 9

15. Prachyapruit W, Tahtubtiang P. Clinical

manifestation of bullous pemphigoid, its varian and treatment (Part II). 2004: 67 - 78

16. Farrant P, Darley C, Charmicael A. Is eritromycin an effective treatment for chronic bullous disease of childhood? A national survey of member of the British Society for Pediatric Dermatology. Pediatric Dermatol. 2008; 25: 479 – 82

17. Odel ID, Cook D. Immunofluorescence tehnicques. JID. 2013; 133: 1 – 4

18. Florea F, Sitaru C. Relevance of immunofluorescence methods in clinical dermatology. CML Dermatology. 2010; 15: 29 – 45

19. Caroline LR, Russel PH. Linear immunoglobulin A dermatosis and chronic bullous disease of childhood. Dalam: Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill; 2008.h. 485 – 9

20. Horvard B, Niedermier A, Podstawa E, Muller R, Hunzelmann N, Karpati S, dkk. IgA autoantibodies in the pemphigoid and linear IgA bullous dermatosis. Exper Dermatol. 2010; 19: 648 – 53

21. Haragi F, Varszegi D, Schneider G, Zombai E. Complete recovery from juvenile bullous pemphigoid. Pedriatic Dermatol. 2001; 18: 51 – 3

Gambar

Gambar 1                    . A. Tampak makula hipopigmentasi dan eritematosa multipel di wajah, E.F.C.D

Referensi

Dokumen terkait

melakukan penelitian singkat di Negeri Sembilan. Sama dengan masa Jurusan Antropologi dan Sosiologi bergabung dengan Fakultas Sastra FISIP tetap melakukan kerjasama

K'l'n;ar tiroi& %)lai 5'r,'%5an.. Department of Pediatrics : Division of Pediatric Endocrinolo!. Dia)ses dari:

Hal tersebut dapat dibuktikan dengan melihat tujuan dari dilakukannya analisis pekerjaan adalah untuk menganalisis pekerjaan yang efektif agar dapat diterapkan

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Manajemen Aset adalah kegiatan pengelolaan suatu barang yang memiliki nilai dan manfaat yang bisa digunakan

Beberapa studi kasus optimasi pelapisan material viskoelastik pada struktur pelat elastik akan dicoba diselesaikan dengan menggunakan metode yang telah dikembangkan dalam

Dengan demikian, jika membicarakan relasi antara NU, Pancasila dan civil religion, maka sesungguhnya kita berbicara tentang bagaimana pandangan atau konsep NU tentang Pancasila

Maka, tugas kita ke depan adalah bagaimana meletakkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada titik pendulum yang moderat demi terwujudnya tujuan dari keberadaan Pancasila itu

There is no doubt that combining issues such as energy sources, producing raw material and natural resources, forecasting and coping with earth quakes and volcanic eruptions, water