• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPETENSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK ISRAEL DAN PAESTINA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL Hendro Hamdan Sulbadana Hilda Abstrak - KOMPETENSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK ISRAEL DAN PAESTINA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KOMPETENSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK ISRAEL DAN PAESTINA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL Hendro Hamdan Sulbadana Hilda Abstrak - KOMPETENSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK ISRAEL DAN PAESTINA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

494 KOMPETENSI DEWAN KEAMANAN PBB DALAM MENYELESAIKAN

KONFLIK ISRAEL DAN PAESTINA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

Hendro Hamdan Sulbadana

Hilda

Abstrak

Kompetensi Dewan Keamanan PBB memiliki hubungan kausal antara kewenangan, fungsi, serta tanggung jawab utama Dewan Keamanan PBB didalam memelihara perdamaian dan keamanan internasional, sebagaimana yang dikukuhkan dalam Piagam PBB 1945. Kompetensi tersebut meliputi Bab VI tentang penyelesaian sengketa secara damai, dan Bab VII tentang penyelesaian sengketa secara paksa. Kompetensi yang dimiliki oleh Dewan Keamanan tersebut telah memberikan jaminan bagi Dewan Keamanan PBB dalam menyelesaiakan sengketa yang berpotensi mengancam perdamaian dan keamanan internasional. Akan tetapi dalam peranannya menyelesaikan sengketa antara Israel dan Palestina dapat dikatakan bahwa Dewan Keamanan telah gagal menggunakan kompetensi yang dimilikinya. Konflik tersebut telah berlangsung lama sebelum Perserikatan Bangsa-bangsa resmi berdiri tahun 1945. Ironisnya konflik tersebut

telah banyak menelan korban jiwa, yang sebagian besar “penduduk sipil”, dan

masih terus bergejolak hingga saat ini.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang menekankan pada penelitian terhadap data sekuder, yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

Hasil penelitian adalah ; Kompetensi Dewan keamanan PBB belum sepenuhnya dapat dijalankan untuk mengakhiri konflik ini, khususnya kompetensi dibawah

kerangka Bab VII Piagam PBB tentang “pelanggaran terhadap perdamaian dan

tindakan Agresi”, disebabkan karena terhalang oleh hak veto Amerika Serikat

yang sering digunakan untuk melindungi Israel dari kewajiban-kewajibannya,

terutama“mematuhi resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB”. Hak veto Amerika

Serikat juga berdampak buruk bagi kekuatan mengikat Resolusi Dewan keamanan PBB dalam menyelesaikan konflik ini, karena telah menjadikan Israel

“kebal hukum”, hingga enggan mematuhi Resolusi-resolusi Dewan Keamanan

PBB yang substansinya dipandang dapat merugikan kepentingan negaranya.

(2)

494 I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Dalam penyelesaian sengketa internasional tidak lepas dari peranan Dewan keamanan yang memiliki kompetensi terkuat dibandingkan dengan organ-organ PBB yang lainnya. Dewan keamanan terdiri dari 15 negara anggota. lima diantaranya adalah anggota tetap berdasarkan Pasal 23 ayat 1 Piagam PBB. yakni ; Amerika serikat, Russia, Perancis, Inggris, dan Thiongkok. Sepuluh Negara lainnya merupakan anggota tidak tetap yang dipilih oleh Majelis umum atas rekomendasi Dewan Keamanan untuk masa jabatan yang lamanya dua tahun1.

Kredibilitas Dewan Keamanan dalam menjalankan kompetensi yang dimilikinya sudah tidak dapat diragukan lagi dan diakui oleh komunitas internasional, mengingat berbagai macam konflik; sengketa, terorisme, agresi, dan genosida, berdasarkan sejarah pasca perang dunia II Dewan Keamanan telah banyak memberikan sumbangsihnya bagi misi perdamaian dunia. Dewan keamanan ini dapat menganjurkan

1

Mizwar Djamily, et,al, Mengenal PBB Dan 170 Negara Didunia,PT.Kreasi Jaya Utama. Jakarta. 1994 hlm 13

langkah, termasuk militer, untuk diambil oleh para anggotanya. Dalam mengambil keputusan-keputusan Dewan Keamanan pada umumnya menjalankan aturan kebulatan suara

(rute of unanimity)2.

Sejak awal terbentuknya PBB tahun 1945, Kredibilitas Dewan Keamanan PBB selaku organ yang bertanggung jawab terhadap pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional dapat dikatakan gagal ketika dihadapkan dengan penyelesaian sengketa dua negara yakni Israel dan Palestina. Kegagalan tersebut tentunya tidak lepas dari penerapan kompetensi Dewan Keamanan itu sendiri dalam menyelesaikan sengketa yang berpotensi mengancam perdamaian dan keamanan internasional.

Tanah Palestina menurut sejarah sebelum pecahnya perang dunia ke II berada dibawah pemerintahan Turki Utsmani yang merupakan sekutu jerman. Keruntuhan pemerintahan Turki utsmani oleh inggris dan Perancis memberikan kesempatan bagi Israel untuk membentuk negara di

2

(3)

495 wilayah Palestina. Priode “mandat”

yang diberikan oleh Liga Bangsa-bangsa menjadi faktor pendukung berdirinya Negara Israel. Periode mandat atas tanah Palestina bermula pada saat keruntuhan Kerajaan “Ottoman turkey” yang merupakan sekutu Jerman pada perang dunia I (1914-1918). Sejak tahun 1517 hingga 1917 kerajaan Ottoman Turki menguasai Arab termasuk wilayah yang saat ini menjadi Lebanon, Syria dan Palestina.3

Kongres pertama gerakan zionis untuk kembali menduduki wilayah Palestina adalah gerakan yang didirikan oleh Theodore Herzl, pada tanggal 12 Juni 1895 secara tegas merekomendasikan berdirinya sebuah negara bagi kaum yahudi yang tercerai berai diberbagai belahan eropa. Dalam catatan hariannya Herzl menuliskan ;

“Secara bertahap dan perlahan kita harus menguasai tanah yang telah dijanjikan bagi kita. Kita harus berusaha menghalau penduduk yang ada, agar melewati batas negara, dengan cara menciptakan pekerjaan menarik diseberang perbatasan sana, seraya menghancurleburkan pekerjaan dinegara sendiri. Dengan demikian maka para pemilik tanah tersebut

3“History of Israel & Palestinian”

http://www.masada2000.org/historical.html diakses 19 February 2013.

akhirnya akan datang kepada kita. Dan kedua rencana tersebut, baik penguasaan tanah ataupun pengusiran jembel-jembel sialan itu, harus dilakukan secara terputus-putus dan hati-hati”4.

Pada tahun 1919-1923 komisi

king-Crane yang disponsori oleh

Amerika Serikat pada “Paris Peace Conference Of Arab” yang membahas tentang kemerdekaan bangsa Arab. Liga Bangsa-Bangsa yang baru

dibentuk menggunakan

kewenangannya dengan menolak King-Crane dan memberi mandat kepada inggris untuk kembali berkuasa penuh atas Palestina5.

Setelah kongres gerakan Israel gagal untuk merebut tanah Palestina yang dimulai semenjak munculnya organisasi Zionis Israel Dunia, yang diprakarsai oleh seorang wartawan dan penulis Yahudi dari Austria, “Theodor Herzl” dalam kongres Zionis pertama di Bassel, Swiss pada tahun 1897, dimana kongres ini menghasilkan resolusi tentang Palestina yang harus menjadi pemukiman bangsa Yahudi,

4

Adian Husaini., Mau Menang Sendiri: Israel Sang Teroris Yang Pragmatis. Pustaka Progresif. Jakarta. 2001, hlm 65.

5

WebsiteBBC . Dalam :

(4)

496 Maka usaha selanjutnya ialah melalui

Deklarasi Balfour 1917, Sekretaris urusan luar negeri pemerintah Inggris, “Arthur James Balfour” menjanjikan dukungan Inggris untuk mendirikan sebuah “rumah nasional Yahudi di Palestina” dibawah legitimasi perjanjian “Sykes-Picot”6 dan Deklarasi Balfour berbentuk surat tertanggal 2 November 1917 dari Arthur James Balfour kepada Lord Rothchild, seorang penyandang dana Zionis dunia yang membiayai perpindahan bangsa Yahudi dari Eropa ke Palestina.

Gagal mendapat konsesi dari pemerintah Turky Utsmani, bangsa Yahudi berhasil menggalang dukungan internasional untuk mengsukseskan misi Zionis; membentuk Negara yahudi dipalestina. Dukungan utama datang dari inggris, dengan dukungan Deklarasi Balfour tersebut pada 2 November 1917. 7

Deklarasi itu sebelumnya telah dibahas secara mendalam dan teks resminya yang diputuskan pada 31

6

The Sykes Picot agreement (1916), http://www.crethiplethi.com/the-sykes-picot-agreement- 1916/historical-documents/2009/ diakses 18 Maret 2013.

7

Adian Husaini, Op.Cit .,hlm 57.

(5)

497 Protes keras dari negara-negara

liga arab bermunculan, hingga memicu konflik Pasca Perang Dunia II, berbagai perang antara Israel dan negara-negara Arab yang ada di sekitarnya terus terjadi. Ironisnya setiap peperangan selalu dimenangkan oleh pihak Israel. Sebagai akibatnya, setiap peperangan yang terjadi rakyat Palestina yang menjadi korban. Tanpa mengenal batas kemanusiaan Israel terus meneror dan membantai rakyat Palestina. Untuk membebaskan diri dari penjajahan Israel, Palestina membentuk beberapa organisasi perlawanan. Salah satu dari organisasi yang paling besar adalah Palestine

Liberation Organization (PLO).

Berdirinya organisasi ini diharapkan mampu menghancurkan Israel, dan diaspora Palestina bisa menduduki kembali tanah yang sudah dicaplok oleh Israel. Namun, hal ini bertolak belakang dari yang diharapkan. Rakyat Palestina terus saja mengalami kekalahan dan menjadi korban dari agresi yang dilakukan oleh Israel.8

Pecahnya perang pada tahun 1967 antara Israel melawan

8

M.Riza Sihbudi, et.al. Konflik Dan Diplomasi Di Timur Tengah, PT. ERESCO: 1993,Bandung, hlm 28-29.

negara Arab menjadi awal mulanya penderitaan bangsa Palestina, dimana Palestina yang dibantu oleh negara-negara arab lainnya kalah berperang melawan Israel. Israel berhasil merebut yerusalem Timur, jalur gaza, dataran tinggi Golan, hingga Sinai, tepi barat. Negara Palestina secara sepihak dideklarasikan pada tahun 1988 pada pertemuan Dewan Nasional Palestina di Aljazair.9

Hingga saat ini konflik tersebut masih terus bergejolak, bahkan melibatkan negara-negara liga Arab lainnya seperti Syiria, Yaman, dan Mesir. Konflik ini memiliki potensi besar mengancam perdamaian dan keamanan internasional.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kompetensi Dewan Keamanan PBB dalam menyelesaikan konflik Israel dan Palestina.?

2. Bagaimanakah kekuatan mengikat dari resolusi Dewan Keamanan PBB terhadap penyelesaian konflik Israel dan Palestina.?

9

M. Riza Sihbudi. Menyandera Timur Tengah:

“Ketidakbijakan AS dan Israel atas

(6)

498 II. PEMBAHASAN

A. Kompetensi Dewan Keamanan

PBB Dalam Menyelesaikan Konflik Israel Dan Palestina.

Kompetensi Dewan Keamanan menurut Piagam PBB diatur dalam Bab VI tentang “prosedur penyelesaian sengketa secara damai”, dan Bab VII tentang “Pelanggaran-pelanggaran terhadap perdamaian dan keamanan internasional serta tindakan agresi” yang mengatur prosedur penyelesaian sengketa secara paksa tanpa kekerasan maupun dengan menggunakan kekerasan.

Dalam peranannya

menyelesaikan sengketa Israel dan Palestina secara damai, sesuai kompetensinya menurut Pasal 33 ayat 1 Bab VI Piagam PBB, Dewan Keamanan mengeluarkan Resolusi Nomor 242 tahun 1967 yang berisi : 1. Perintah penarikan mundur seluruh

pasukan Israel dari wilayah yang direbut setelah perang 1967, dan menegaskan bahwa kekuasaan terhadap wilayah yang ditaklukkan melalui cara bertempur adalah ilegal.

2. Kerangka usulan penyelesaian sengketa damai;

3. Permintaan kepada Sekretaris Jendral PBB untuk menunjuk seorang perwakilan khusus

(Special Representative).

Perwakilan ini ditugaskan ke Timur Tengah guna menciptakan dan memelihara hubungan (kontak) dengan negara-negara yang bersengketa. Tujuan dari permintaan Dewan Keamanan ini adalah untuk mencapai kesepakatan dan membantu upaya-upaya pencapaian penyelesaian yang damai dan dapat diterima para pihak atas dasar prinsip-prinsip yang tertuang dalam resolusi10.

Akan tetapi Israel melanggar poin pertama dalam resolusi tersebut, dimasa pemerintahan Ehud barak melalui pernyataan yang menegaskan bahwa;

“Negara Israel tidak akan pernah kembali mengakui perbatasan sebelum pecahnya perang 1967, dam Yerusalem timur merupakan satu kesatuan wilayah dengan Yerusalem barat, dan kota Yerusalem tidak akan pernah terbagi lagi dan akan segera menjadi keutuhan ibu kota bagi negara Israel.11

Pada tanggal 22 oktober 1973, untuk mengakhiri pertikaian ini Dewan Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi Nomor 338 yang menegaskan kembali diadakannya negosiasi diantara pihak-pihak yang bertikai, berdasarkan Resolusi Dewan

10

Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hlm 102.

11

(7)

499 Keamanan PBB Nomor 242.12 Resolusi

Dewan Keamanan Nomor 338 tanggal 22 oktober tahun 1973, menyatakan 3 hal; Menyerukan kepada semua pihak yang terlibat pertempuran, untuk segera melakukan gencatan senjata dan menghentikan semua aktivitas militer segera, paling lambat 12 jam setelah diadopsinya keputusan ini, dan berlaku bagi seluruh wilayah di posisi manapun yang mereka tempati; dan juga menyerukan kepada pihak yang bersangkutan bahwa setelah gencatan senjata dilakukan, negara-negara yang bertikai bersedia untuk memulai segera pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan nomor 242 tahun 1967 dalam semua bagiannya;

Kompetensi Dewan Keamanan PBB mengenai penyelesaian sengketa damai terwujud dalam Resolusi Nomor 242 dan 338 yang kemudian terlaksana melalui Konferensi Tingkat Tinggi Camp David I dan Camp David II yang di mediasi oleh Amerika Serikat. Meskipun pada akhirnya kedua Konferensi tersebut tidak menemukan solusi damai dan berakhir dengan kegagalan.

12

Avi Shlaim, The Oslo Accord, Journal Of Palestine Studies, 23:3 , 1994, hlm 25.

Usaha Dewan Keamanan PBB mengenai penyelesaian sengketa secara damai selanjutnya dilakukan pada tahun 2002, Dewan Keamanan kembali menegaskan visi dua negara, Israel dan Palestina untuk dapat hidup berdampingan dalam batas aman yang diakui oleh Resolusi Dewan Keamanan Nomor 1397 tahun 2002, dan kemudian disahkan oleh Kuartet (PBB, Rusia, Amerika Serikat dan Uni Eropa) dibawah kerangka “Road Map” oleh Resolusi Dewan Keamanan Nomor 1515 tahun 2003.13

Perundingan damai dimasa pemerintahan Benjamin Netanyahu Perdana Menteri Israel. Solusi dua negara adalah inti dari perundingan langsung yang diusulkan oleh Barack Obama presiden Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton juga mendukung solusi dua Negara tersebut dan turut mendesak Netanyahu menerima konsep tersebut. Tetapi Netanyahu telah mencanangkan untuk menolak formulasi perdamaian tersebut. Sekalipun ide tersebut diterima, Palestina harus terlebih dulu mengakui

13

The Queston Of Palestine,

(8)

500 Israel sebagai negara Yahudi, yang

notabene ditolak oleh Mahmoud

Abbas. Rancangan-rancangan awal kebijakan Netanyahu sangat bertolak belakang dengan upaya perdamaian, seperti ekspansi pemukiman terutama di Tepi Barat.

Melihat situasi yang semakin sulit, Palestina menarik diri dari upaya perundingan damai karena sikap Israel yang mendominasi kepentingan secara sepihak dimeja perundingan. hingga akhirnya perundingan langsung (direct

negotiation) antara Israel dan Palestina

belum mencapai tahap resolusi konflik yang sempurna karena perbedaan persepsi mengenai kepentingan yang dipertahankan oleh masing-masing pihak. Berbagai faktor yang kontradiktif dengan tahapan resolusi konflik menjadi latar belakang tidak terwujudnya perdamaian, yaitu:

1. Secara faktual Israel dan Palestina masih berada dalam situasi konflik, baik konflik politik maupun konflik militer.

2. Peran Amerika Serikat sebagai mediator belum dapat dikatakan berhasil karena tidak mampu menjembatani Israel dan Palestina secara lebih realistis dan tegas;

3. Pada kenyataannya, sebelum dan sesudah dijalankannya perundingan langsung, Israel dan Palestina masih mengalami perbedaan persepsi mengenai konsep kepentingan nasional sehingga berakibat fatal bagi berlangsungnya maupun diimplementasikannya upaya damai. 4. Tidak terwujudnya komitmen dari pihak Israel maupun Palestina untuk mencapai kesepakatan damai, dalam hal ini akibat hasil dari perbedaan persepsi di mana klaim wilayah seperti Yerusalem, Tepi Barat maupun Jalur Gaza (wilayah okupasi Israel tahun 1967) maupun masalah pemukiman Yahudi menjadi poin krusial terhambatnya upaya menuju keberhasilan suatu resolusi konflik damai.

5. Berkuasanya Partai Likud di pemerintahan Israel. Sangat tidak memungkinkan untuk mencapai sebuah perdamaian, karena partai Likud sendiri adalah partai yang terkenal dengan penolakannya terhadap berdirinya negara Palestina.14

Pelanggaran yang telah dilakukan Israel tidak hanya dalam lingkup

14

(9)

501 Piagam PBB dan Resolusi-resolusi

Dewan keamanan, tetapi juga melanggar prinsip-prinsip humaniter internasional. Konflik berkepanjangan yang terjadi membuat hampir diseluruh wilayah yang diduduki tentara Israel menyebabkan kehancuran, baik sarana maupun prasarana, serta banyaknya korban jiwa baik yang tewas ataupun luka-luka, laki-laki, maupun perempuan dan anak-anak.15

Dewan Keamanan PBB tidak dapat berbuat banyak, Resolusi Nomor 259 tanggal 2 September 1968; Mengungkapkan keprihatinan untuk keselamatan, kesejahteraan dan keamanan di Palestina di bawah pendudukan militer Israel.

Pada tanggal 7 September 1969, merupakan tragedi pembakaran masjid Al-Aqsa, di Yerusalem Timur yang hingga saat ini menjadi wilayah sengketa Israel dan Palestina. Mesjid tersebut adalah salah satu tempat suci Umat Islam pertama yang dibangun saat pemerintahan kerajaan Nabi Sulaiman.As.“Solomon”, sekaligus menjadi kiblat pertama umat Islam sebelum pindah ke kota Mekkah.

15Ibnu Burdah, “Konflik Timur Tengah”, Tiara

Wacana, Jakarta, 2008, hlm 6.

Menanggapi hal tersebut Dewan Keamanan mengeluarkan Resolusi Nomor 271 tanggal 15 September 1969, Menegaskan kembali didirikan prinsip bahwa akuisisi wilayah dengan penaklukan militer tidak dapat diterima, dan menyesalkan pengerusakan tempat suci “Masjid Al Aqsa”, Dewan Keamanan mengecam Israel untuk mengamati Konvensi Jenewa 1949 mengenai pekerjaan militer, dan untuk menghormati tempat-tempat keagamaan, dan mengutuk Israel karena melanggar Resolusi PBB Nomor 259, dan memperingatkan Israel bahwa jika tidak berhenti, maka Dewan Keamanan akan kemudian mengambil langkah-langkah berikutnya untuk mencapai penegakan hukum.

Pelanggaran prinsip-prinsip humaniter masih terus berlangsung hingga pada tahun 2009, dunia internasional dikejutkan dengan adanya serangan melalui pemboman lewat udara maupun darat yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina di Jalur Gaza. Serangan ini ditujukan untuk melumpuhkan pejuang Hamas

(Harakat Al Muwaqawwamatul

(10)

502 sebagai gerakan perlawanan islam agar

menghentikan serangan roket ke Israel serta menghentikan suplai senjata Hamas yang dikirim melalui terowongan-terowongan bawah tanah.

Akibat serangan yang berlangsung selama 22 hari tersebut talah menewaskan 1434 penduduk Palestina. Korban penduduk sipil berjumlah 960, 239 aparat kepolisian dan 235 pejuang Hamas. Dari 960 penduduk sipil yang tewas terdiri dari 288 anak-anak, 121 wanita dan 409 penduduk sipil selain wanita dan anak-anak. Menurut data dari departemen kesehatan Palestina, korban luka-luka mencapai 5303 yang terdiri dari 1606 anak-anak dan 828 wanita. Sebagian besar penduduk sipil menjadi korban atas serangan yang membabi buta.

Kerusakan rumah diderita oleh 6000 kepala keluarga yang mengalami rusak ringan dan 10.000 kepala keluarga yang mengalami rusak parah. Kerugian diperkirakan mencapai 2,2 milyar dollar AS. Disamping itu penduduk juga mengalami kesulitan untuk mengungsi dan menerima bantuan kemanusiaan karena adanya

blockade diperbatasan Palestina dan

Mesir. Serangan Israel juga telah

menghancurkan kantor lembaga bantuan PBB dan infrastruktur lain.16

Dewan Keamanan PBB telah banyak berusaha menciptakan jalur perdamaian bagi kedua negara dengan membuat berbagai Resolusi-resolusi. Namun semua Resolusi tersebut tetap saja dilanggar oleh Israel sehingga penyelesaian konflik timur tengah sampai sekarang belum pernah menemukan solusi yang tepat.17 Apa bila penyelesaian berdasarkan kompetensi Bab VI sudah tidak efektif untuk dijadikan acuan mengakhiri konflik secara damai, maka Dewan keamanan selaku satu-satunya organ PBB dengan tanggung jawab utamanya dapat mengunakan kompetensinya dibawah kerangka Bab VII Piagam PBB.

B. Kekuatan Mengikat Resolusi Dewan Keamanan PBB Dalam Penyelesaian Konflik Israel Dan Palestina.

Keistimewaan Dewan Keamanan PBB didalam menyelesaikan konflik yang dianggap dapat menimbulkan

16

Aryuni Yuliantiningsih, “Agresi Israel

Terhadap Palestina Perspektif Hukum

Humaniter Internasional”. Jurnal Dinamika

Hukum Vol. 9, No. 2 Mei 2009.

17

(11)

503 ancaman terhadap perdamaian dan

keamanan internasional terletak pada Resolusi Dewan Keamanan itu sendiri yang memiliki kekuatan mengikat seluruh anggota PBB.

Letak kekuatan mengikat dari resolusi Dewan Keamanan PBB terdapat pada Piagam PBB yaitu pasal 25 ; yang menyatakan “ The Members of the United Nations agree to accept

carry out the decisions of the Security

Council in accordance with present Charter “..18

Resolusi Dewan Keamanan ialah atas nama seluruh anggota PBB19. Dewan keamanan telah gagal menyelesaikan konflik Israel dan Palestina, disebabkan Veto Amerika Serikat terlampau sering digunakan untuk melindungi Israel.

Dalam keanggotaan Dewan Keamanan PBB, Amerika Serikat merupakan negara ke-dua setelah Rusia yang paling sering menggunakan hak vetonya, sejak PBB didirikan pada tahun 1945. Penggunaan hak veto sejak 1945 sampai 2014, sebanyak 77 kali Amerika Serikat menggunakannya untuk mementingkan kepentingan

18

Suwardi Sri Setianingsih, Op.Cit., hlm 137.

19

Pasal 25 Piagam PBB.

negaranya, maupun aliansinya, salah satunya Israel. Dari 77 kali veto yang pernah digunakan, sebanyak 30 kali digunakan untuk melindungi Israel dari draft resolusi yang bertujuan untuk mengakhiri okupasi Israel di Palestina. 20

Penggunaan-penggunaan veto seperti itu menimbulkan pertanyaan bagi kredibilitas Dewan Keamanan dan sinkronisasi tujuan diberikannya veto oleh pendiri PBB dengan kenyataan yang terjadi saat ini. Masalah veto ini membawa reaksi oposisi dari dalam organisasi itu sendiri. Dalam Majelis Umum, banyak sekali debat dan resolusi digelar mengenai penggunaan veto yang terlampau sering. Satu-satunya aturan yang membatasi penggunaan hak veto, yaitu hanya jika ada negara anggota tetap Dewan Keamanan yang menjadi pihak dalam sengketa yang dibicarakan, maka negara anggota tersebut tidak mempunyai hak suara. Jadi anggota

20

Savira Dhanika Hardianti, et.al., “Akibat Penggunaan Hak Veto Oleh Amerika Serikat

(12)

504 permanen itu tidak bisa menggunakan

vetonya karena ia diwajibkan abstain.21 Hubungan antara Hak veto dengan kekuatan mengikat resolusi Dewan Keamanan jika diamati secara detail keduanya saling memiliki keterkaitan dan dapat memberikan dampak negatif, yakni; “kepentingan politik”, yang telah menjadikan Dewan keamanan kehilangan “Credibility”, khususnya dalam hal mencapai penegakkan hukum.:22

Veto yang dilakukan bermuatan kepentingan politik Amerika terhadap Israel. Oleh karenanya, setiap draft resolusi yang di usulkan oleh negara anggota Dewan Keamanan PBB terkait konflik Israel-Palestina, terutama di jalur Gaza, hanya berakhir menjadi lembaran kertas biasa yang tidak bisa dijalankan oleh Dewan Keamanan mengingat veto yang dilakukan oleh Amerika Serikat.Maka hal tersebut menunjukkan bahwa Amerika Serikat tidak kooperatif untuk menuntaskan konflik Israel danPalestina ini.

Veto yang dilakukan oleh Amerika Serikat secara tidak langsung telah menjadikan konflik kemanusiaan

21

Suwardi Sri setia ningsih.,Op. Cit, hlm. 292.

22

Savira Dhanika Hardianti, et.al., Op.Cit.,hlm 14.

di Palestina (Jerusalem) menjadi sebuah konflik yang bersifat “permanent”,Veto yang di lakukan oleh Amerika Serikat justru memperparah serta memberikan dampak yang cukup siginifikan baik bagi Palestina, Israel, maupun kompetensi Dewan Keamanan itu sendiri yang hanya mampu mengeluarkan kumpulan Resolusi-resolusi yang tidak lagi mengikat karena kemampuan pencapaian penegakkan hukum dibawah kerangka Bab VII “Pelanggaran Terhadap Perdamaian Dan Keamanan Internasional Serta Tindakan Agresi” telah terhalang oleh adanya Hak Veto23.

Dewan Keamanan tidak dapat mengeluarkan Resolusi yang memiliki kekuatan mengikat secara hukum maupun Resolusi yang bersifat memaksa untuk mencapai penegakkan hukum sesuai kompetensinya dibawah kerangka Bab VII, hal tersebut telah membuat Dewan Keamanan menjadi lemah dan kehilangan fungsi utamanya. Secara tidak langsung hal tersebut juga telah memberikan dampak negatif yang membuka

23

(13)

505 peluang bagi Agresor24 untuk semakin

agresif memperluas pengaruh, serta kepentingannya tanpa perlu memperhatikan dan merasa terhalangi oleh Resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB.

Terselesaikannya konflik Israel dan Palestina tidak lagi bergantung pada Perserikatan Bangsa-bangsa, melainkan secara tidak langsung sebenarnya telah lama terletak ditangan Amerika Serikat yang memberi pengaruh besar bagi masa depan Bangsa Israel dan Palestina.

Semua upaya penyelesaian sengketa damai berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan PBB dalam resolusi 242 dan 338, mengarah pada perjanjian Camp David I dan Camp David II yang dimediasi oleh Amerika Serikat belum memberikan sumbangsih yang dominan untuk mencapai kata damai. Sejauh ini Dewan Keamanan hanya mampu mengimbangi bertambah buruknya konflik, Semua keputusan Dewan Keamanan PBB pada intinya menuntut kedua belah pihak untuk menghentikan

24

Sebutan bagi Negara Yang Melanggar Perdamaian dan Keamanan Internasional.

kekerasan, dan melaksanakan gencatan senjata.

III PENUTUP A. Kesimpulan

1. Dewan Keamanan PBB telah menjalankan kompetensinya sebagaimana yang diatur dalam pasal 33 ayat 1 melalui resolusi 242 dan 338, implementasi dari penyelesaian sengketa damai tersebut terwujud dalam Konferensi Tingkat Tinggi “Camp David I” dan “Camp David II” yang di mediasi oleh Amerika Serikat. Meskipun resolusi penyelesaian damai tersebut dilasanakan, akan tetapi

perintah mengenai

(14)

506 dan keamanan Internsional,

khususnya mengenai

perlindungan dan jaminan keselamatan Penduduk sipil, tawanan perang, tempat-tempat suci, dan pengungsi Palestina. 2. Kekuatan mengikat Resolusi

Dewan Keamanan PBB dalam konflik Israel dan Palestina tidak konsisten, karena terhalang oleh hak Veto, terutama Amerika Serikat yang selalu melindungi Israel, telah menjadikan Israel “kebal hukum”, dan selalu lolos dari kewajibannya selaku Negara anggota PBB untuk “mematuhi Resolusi-resolusi Dewan Keamanan PBB”. Selain itu Veto Amerika Serikat juga memberikan dampak negatif, Dewan Keamanan PBB tidak akan pernah dapat menggunakan kompetensinya untuk menyelesaikan sengketa secara paksa, seperti yang termuat dalam Bab VII Piagam PBB, kompetensi yang hanya akan di jalankan ketika ada negara yang melanggar resolusi Dewan Keamanan tersebut,belum dapat tercapai sebagaimana mestinya

karena adanya hak veto yang mencegah langkah Dewan Keamanan untuk segera mengakhiri konflik.

B. Saran

1. Dewan Keamanan PBB dapat mengeluarkan resolusi yang mengukuhkan pembagian wilayah kedaulatan bagi Israel dan Palestina, yang bersifat tetap dan diakui oleh seluruh Negara-negara anggota PBB. Dewan Keamanan juga dapat mengusulkan segera diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi, dimana seluruh

anggota PBB melalui

perwakilannya berperan aktif didalamnya, menegakkan Resolusi 242 “penyelesaian sengketa damai”.

(15)

494

Daftar Pustaka

A. Buku-buku

Adian Husaini. Mau Menang Sendiri: Israel Sang Teroris Yang Pragmatis. Pustaka Progresif. Jakarta. 2001

Huala adolf. Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional. Sinar Grafika. Jakarta. 2004

Ibnu Burdah, “Konflik Timur Tengah”, Tiara Wacana, Jakarta, 2008

James Barros, PBB Dulu Kini Dan Esok, Diterjemahkan Oleh DH. Gulo, Radar jaya Offset, Jakarta, 1990

Mizwar Djamily, et,al, Mengenal PBB Dan 170 Negara Didunia,PT.Kreasi Jaya Utama. Jakarta. 1994

M. Riza Sihbudi, et.al. Konflik Dan Diplomasi Di Timur Tengah. PT. ERESCO: Bandung 1993.

M. Riza Sihbudi. Menyandera Timur Tengah: “Ketidakbijakan AS dan Israel atas Negara‐Negara Muslim”. Mizan. Jakarta, 2007.

Suwardi Sri Setia Ningsih, Intisari Hukum Internasional Publik, Alumni, Bandung.1986.

B. Jurnal

Aryuni Yuliantiningsih, “Agresi Israel Terhadap Palestina Perspektif Hukum Humaniter Internasional”. Jurnal Dinamika Hukum Vol. 9, No. 2 Mei 2009.

Savira Dhanika Hardianti, et.al., “Akibat Penggunaan Hak Veto Oleh Amerika Serikat Terhadap Kasus Agresi Israel Di Gaza”, Vol 6, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

C. Peraturan Hukum Internasional Piagam PBB Tahun 1945.

(16)

495 RES/SC/1397 Tahun 2002.

RES/SC/1515 Tahun 2003. D. Internet

WebsiteBBC . Dalam :

http://news.bbc.co.uk/hi/english/static/in_depth/world/2001/israel_and_palestinian/key_

maps/7.stm, 7 April, 2014.

The Queston Of Palestine, http://unispal.un.org/unispal.nsf/sc.htm, Di akses pada; 11

juni, 2015.

History of Israel & Palestinian, http://www.masada2000.org/historical.html,diakses 19

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan analisis matrik SWOT pada tabel 4.15, maka dapat diajukan beberapa strategi untuk mengembangkan sektor perikanan di Morodemak, yaitu dengan adanya OTODA pemerintah

Adapun judul yang penulis ajukan adalah : “ PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SPEED BUMP SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF ” Penyusunan tugas akhir ini penulis mendapatkan

Budaya Indonesia merupakan topik yang sangat luas untuk dibahas, mencakup segala aspek kehidupan dan mampu menginspirasi pola pikir dan cara hidup masyarakatnya. Kebudayaan

Penurunan rugi-rugi tersebut disebabkan arus netral yang juga berkurang, dapat dilihat dari hasil simulasi dengan aplikasi ETAP 12.6.0 sebelum dilakukan pemerataan

Hasil pelaksanaan penelitian menunjukkan bahwa permainan tradisional gamang yang dilakukan pada upaya meningkatkan kemampuan Mengenal Angka terbukti dengan data sebagai berikut

pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi

saluran pernapasan akut (ISPA) pada bulan Mei 2015 di Puskesmas Dinoyo Kota Malang.Sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling yaitu sebanyak 30

[r]