• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Metode Tahlily - Tafsir (Urgensi dan Signifikansinya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "1. Metode Tahlily - Tafsir (Urgensi dan Signifikansinya)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Tafsir

(Urgensi dan Signifikansinya)

Alqur’an adalah firman Allah yang disampaikan kepada nabi Muhammad sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia di mana saja berada dan kapan saja, yang diriwayatkan secara mutawatir dan membacanya dinilai sebagai ibadah (berpahala). Oleh karena itulah, Alqur’an harus dipahami oleh setiap manusia, sehingga dapat menjadi pedoman hidup. Untuk memahami Alqur’an, perlu cara yang tepat sehingga menghasilkan pemahaman yang benar. Cara itu dikenal dengan nama Tafsir.

Pengertian Tafsir

Secara bahasa, kata Tafsir berasal dari bahasa Arab yang artinya penjelasan atau keterangan. Dalam kamus Lisan al-Arab karya Ibnu Manzhur, kata Tafsir artinya menyingkapkan sesuatu maksud lapaz/kata yang sulit dipahami.

Adapun secara istilah, terdapat beberapa pendapat para pakar Ulumul Qur’an. Menurut al-Kilabi, Tafsir adalah uraian yang menjelaskan ayat-ayat Alqur’an, menerangkan maknanya dan mengungkapkan apa yang dikehendaki oleh ayat Alqur’an, isyarat dan tujuannya. Sedangkan menurut al-Zarkasyi, Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad, menjelaskan makna-makna yang dikandungkannya, dan mengeluarkan hukum-hukum serta hikmah yang ada di dalamnya. (Al-Zarkasyi, t.th: 323).

Sementara itu menurut al-Zarqany, Tafsir adalah ilmu yang membahas tentang maksud dan petunjuk yang dikehendaki oleh Allah dari kandungan Alqur’an sesuai dengan kemampuan manusia. (Al-Zarqany, t.th: 3).

Dari pengertian diatas, dapat dipahami bahwa kata Tafsir dapat mengacu pada 2

pemahaman; pertama, tafsir dalam pengertian praktis, yaitu sebuah hasil penjelasan terhadap ayat Alqur'an yang dilakukan oleh seorang mufassir/penafsir; kedua, tafsir dalam pengertian teoritis, yaitu sebuah ilmu atau teori dalam melakukan penafsiran.

Dari penjelasan diatas ditemukan 3 ciri utama Tafsir; pertama, objeknya adalah Alqur'an; kedua, tujuannya adalah untuk mengungkapkan isi dan kandungan ayat Alqur'an; dan ketiga, kedudukannya adalah hasil ijtihad atau pemikiran seseorang mufassir/penafsir sesuai dengan kemampuan.

Pembagian Tafsir

Ditinjau dari segi Isi

Ditinjau dari segi isi, tafsir terbagi 3 macam, yaitu, tafsir bil-ma’tsur, tafsir bil-ra’yi, dan tafsir bil isyarah.

Tafsir bil-ma’tsur sering disebut dengan tafsir bil-riwayah atau tafsir bil-manqul, yaitu tafsir Alqur'an yang dalam menafsirkan ayat-ayat Alqur'an didasarkan atas sumber penafsiran dari Alqur’an dan/atau dari Hadis dan/atau dari riwayat para shahabat dan/atau dari riwayat para tabi’in. Diantara contoh buku Tafsir yang termasuk jenis ini adalah Tafsir Al-Thabary dan Tafsir Ibnu Katsir.

Sedangkan tafsir bil-ra’yi atau disebut juga dengan tafsir bil-dirayah atau tafsir bil-ma’qul

(2)

Adapun tafsir bil-isyarah, atau disebut juga dengan tafsir isyary adalah tafsir Alqur'an yang didasarkan atas sumber perasaan, instink, hati nurani, dan ilham mufassir/penafsir setelah dia melakukan perjalanan ma’rifatullah dan mujahadah sehingga Allah menganugerahkannya kemampuan memahami rahasia kitab Allah. Diantara contoh buku Tafsir yang termasuk jenis ini adalah Tafsir Ibnu Araby dan Tafsir Al-Alusy. Para pakar Ulumul Qur’an belum menyepakati jenis tafsir ini, ada yang membenarkan/membolehkannya, dan ada pula yang melarangnya.

Ditinjau dari segi Metode

Secara umum, cara mufassir/penafsir dalam melakukan penafsiran terhadap ayat Alqur’an ada 2 macam, yaitu Metode Tahlily dan Metode Mawdhuiy.

1. Metode

Tahlily

Metode Tahlily atau meminjam istilah Baqir al-Shadr Metode Tajzi’iy adalah salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat Alqur'an dari seluruh aspeknya. Seorang penafsir yang mengikuti metode ini menafsirkan ayat-ayat Alqur'an secara runtut dari awal hingga akhirnya, Surah demi Surah sesuai dengan urutan mushhaf ‘Utsmany. Untuk itu, dia menguraikan kosa kata dan lafaz, menjelaskan arti yang dikehendaki, juga unsur-unsur i’jaz dan

balaghah, serta kandungannya dalam berbagai aspek pengetahuan dan hukum. Penafsiran dengan Metode Tahlily juga tidak mengabaikan aspek asbab al-nuzul suatu ayat, munasabah (hubungan) ayat-ayat Alqur'an antara satu sama lain.

a. Kelebihan Metode Tahlily

1). Ruang lingkup yang luas

Metode Tahlily mempunyai ruang lingkup yang teramat luas. Metode ini dapat digunakan oleh mufassir dalam 2 bentuknya; bil-ma’tsur dan bil-ra’y. Bentuk al-ra’y dapat lagi dikembangkan dalam berbagai bentuk corak penafsiran sesuai dengan keahlian masing-masing mufassir. Ahli bahasa, misalnya, mendapat peluang yang luas untuk menafsirkan Alqur'an dari pemahaman kebahasaan, seperti tafsir al-Nasafi karangan Abu al-Su’ud. Ahli qiraat seperti Abu Hayyan, menjadikan qiraat sebagai titik tolak dalam penafsirannya. Demikian pula ahli filsafat, kitab tafsirnya di dominasi oleh pemikiran-pemikiran filosofis, seperti Kitab Tafsir al-Fakhr al-Razi. Demikianlah salah satu kelebihan Metode Tahlily, yakni ruang lingkup yang luas.

2). Memuat berbagai ide

Metode Tahlily relatif memberikan kesempatan yang luas kepada mufassir untuk mencurahkan ide-ide dan gagasannya dalam menafsirkan Alqur'an. Itu berarti, pola penafsiran metode ini dapat menampung berbagai ide yang terpendam di dalam benak mufassir.

b. Kekurangan Metode Tahlily

1). Menjadikan petunjuk Alqur’an parsial

Metode Tahlily dapat membuat petunjuk Alqur'an bersifat parsial atau terpecah-pecah, sehingga terasa seakan-akan Alqur'an memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada suatu ayat yang berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat lain yang sama dengannya. Sependapat dengan Baqir al-Shadr, Quraish Shihab menyatakan, selain parsial dan kontradiktif dalam kehidupan umat Islam, kekurangan lainnya adalah bahasan-bahasannya dirasakan sebagai “mengikat” generasi berikutnya. Hal ini mungkin karena sifat penafsirannya amat teoritis, tidak sepenuhnya mengacu kepada penafsiran persoalan-persoalan khusus yang mereka alami dalam masyarakat mereka, sehingga uraian yang bersifat teoritis dan umum itu mengesankan bahwa itulah pandangan Alqur'an untuk setiap waktu dan tempat.

2). Melahirkan penafsiran subyektif

(3)

menafsirkan Alqur'an secara subyektif, dan tidak mustahil pula ada di antara mereka yang menafsirkan Alqur'an sesuai dengan kemauan hawa nafsunya tanpa mengindahkan kaidah-kaidah atau norma-norma yang berlaku.

3).Masuk pemikiran Israiliyat

Dikarenakan Metode Tahlili tidak membatasi mufassir dalam mengemukakan pemikiran-pemikiran tafsirnya, maka berbagai pemikiran-pemikiran dapat masuk ke dalamnya, tidak terkecuali pemikiran-pemikiran

Israiliyat. Sepintas lalu, sebenarnya kisah-kisah Israiliyat tidak ada persoalan, selama tidak dikaitkan dengan pemahaman Alqur'an. Tetapi bila dihubungkan dengan pemahaman kitab suci, timbul problem karena akan terbentuk opini bahwa apa yang dikisahkan di dalam cerita itu merupakan maksud dari firman Allah, atau lebih tegas lagi, ia adalah petunjuk Allah, padahal belum tentu cocok dengan yang dimaksudkan Allah di dalam firman-Nya tersebut. Di sinilah terletak negatifnya kisah-kisah Israiliyat.

2. Metode

Mawdhu’i

Metode mawdhu’i juga disebut dengan metode tematik karena pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam Alqur'an. Ada 2 cara dalam tata kerja Metode Mawdhu’i.

Pertama, dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat Alqur'an yang berbicara tentang satu masalah (mawdhu’/tema) tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunya berbeda dan tersebar dalam pelbagai surah Alqur'an. Kedua, penafsiran yang dilakukan terhadap surah tertentu dalam Alqur'an.

Al-Farmawi --sebagaimana dikutip M. Quraish Shihab dan Nashiruddin Baidan--mengemukakan beberapa langkah yang mesti dilakukan apabila seseorang ingin menggunakan Metode Mawdhu’i. Langkah-langkah tersebut adalah:

1). Memilih atau menetapkan masalah Alqur'an yang akan dikaji secara mawdhu’i.

2). Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan. 3). Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologis masa turunnya, disertai

pengetahuan mengenal latar belakang turunnya atau asbab al-nuzul.

4). Mengetahui hubungan (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam masing-masing surahnya. 5). Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna dan sistimatis.

6). Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadis bila dipandang perlu, sehinga pembahasan semakin sempurna dan jelas.

a. Kelebihan Metode Mawdhu’i

1).Menjawab tantangan zaman

Untuk menghadapi permasalahan yang timbul semakin kompleks dan rumit, dilihat dari sudut tafsir Alqur'an, tidak dapat ditangani dengan metode-metode penafsiran selain tematik. Hal ini dikarenakan kajian metode tematik ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan. Itulah sebabnya metode ini mengkaji semua ayat Alqur'an yang berbicara tentang kasus yang sedang dibahas secara tuntas dari berbagai aspeknya.

2).Praktis dan sistematis

Tafsir dengan metode tematik disusun secara praktis dan sistematis dalam memecahkan permasalahan yang timbul. Kondisi semacam ini amat cocok dengan kehidupan umat yang semakin modern dengan mobilitas yang tinggi sehingga mereka seakan-akan tak punya waktu untuk membaca kitab-kitab tafsir yang besar, padahal untuk mendapatkan petunjuk Alqur'an mereka harus membacanya.

3).Dinamis

(4)

starata sosial. Dengan demikian, terasa sekali bahwa Alqur'an selalu aktual, tak pernah ketinggalan zaman.

4).Membuat pemahaman menjadi utuh

Dengan ditetapkan judul-judul yang akan dibahas, maka pemahaman ayat-ayat Alqur'an dapat diserap secara utuh.

b. Kekurangan Metode Mawdhu’i

1).Memenggal ayat Alqur'an

Memenggalkan ayat Alqur'an yang dimaksudkan ialah mengambil satu kasus yang terdapat di dalam satu ayat atau lebih yang mengandung banyak permasalahan yang berbeda. Misalnya, petunjuk tentang shalat dan zakat. Biasanya kedua ibadah itu diungkapkan bersamaan dalam satu ayat. Apabila ingin membahas kajian tentang zakat, misalnya, maka mau tidak mau ayat tentang shalat harus ditinggalkan ketika menukilkannya dari mushhaf agar tidak mengganggu pada waktu melakukan analisis.

2).Membatasi pemahaman ayat

Dengan ditetapkannya judul penafsiran, maka pemahaman suatu ayat menjadi terbatas pada permasalahan yang dibahas tersebut. Akibatnya, mufassir terikat oleh judul itu. Padahal tidak mustahil satu ayat itu dapat ditinjau dari berbagai aspek, karena, seperti dinyatakan Darraz, ayat Alqur'an itu bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Jadi, dengan ditetapkannya judul pembahasan, berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari permata tersebut.

Ditinjau dari segi Pemaparan

Dalam memaparkan penafsirannya, mufassir/penafsir dapat menempuh beberapa cara, yaitu:

1. Metode

Ijmali

Maksudnya adalah menjelaskan ayat-ayat Alqur'an secara ringkas tapi mencakup, dengan bahasa yang popular, mudah dimengerti, dan enak dibaca. Sistematika penulisannya menuruti susunan ayat-ayat di dalam mushhaf. Tolak ukurnya adalah pola pembahasan. Selama mufassir hanya menafsirkan suatu ayat secara ringkas dan singkat, tanpa uraian yang detil, tanpa perbandingan dan tidak pula mengikuti suatu tema tertentu, maka penafsiran tersebut dapat dikategorikan ke dalam tafsir ijmali, sekalipun hanya satu atau dua ayat.

a. Kelebihan Metode Ijmali

1). Praktis dan mudah dipahami

Tafsir yang menggunakan metode ini terasa lebih praktis dan mudah dipahami. Tanpa berbelit-belit pemahaman Alqur'an segera dapat diserap oleh pembacanya.

2). Bebas dari penafsiran Israiliyat

Dikarenakan singkatnya penafsiran yang diberikan, tafsirdengan Metode Ijmali relatif lebih murni dan terbebas dari pemikiran-pemikiran Israiliyat. Dengan demikian, pemahaman Alqur'an akan dapat dijaga dari intervensi pemikiran-pemikiran Israiliyat yang kadang-kadang tidak sejalan dengan martabat Alqur'an sebagai kalam Allah yang suci.

3). Akrab dengan bahasa Alqur'an

Uraian yang dimuat di dalam tafsir dengan Metode Ijmali terasa amat singkat dan padat, sehingga pembaca tidak merasakan bahwa dia telah membaca kitab tafsir. Hal itu disebabkan karena tafsir dengan metode ijmali ini menggunakan bahasa yang singkat dan akrab dengan bahasa kitab suci tersebut.

b. Kekurangan Metode Ijmali

1). Menjadikan petunjuk Alqur'an bersifat parsial

(5)

pengelompokan ayat dua atau lebih untuk ditafsirkan. Karena dikelompokkan ayat yang mempunyai interrelasi yang kuat dengan ayat lain yang kelompok ayatnya berbeda, maka ini merupakan salah satu kelemahan metode ini.

2). Tidak ada ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai.

Tafsir yang memakai Metode Ijmali tidak menyediakan ruangan untuk memberikan uraian atau pembahasan yang memuaskan berkenaan dengan pemahaman suatu ayat.

2. Metode Komparatif (

Muqarin

)

Para ahli tidak berbeda pendapat mengenai definisi metode ini. Dari berbagai literatur yang ada, dapat dirangkum bahwa yang dimaksud dengan Metode Komparatif ialah: 1) membandingkan ayat-ayat Alqur'an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan/atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama; 2) membandingkan ayat Alqur'an dengan hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan; dan 3) membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan Alqur'an. Dari definisi itu terlihat jelas bahwa tafsir Alqur'an dengan menggunakan metode ini mempunyai cakupan yang teramat luas, tidak hanya membandingkan ayat dengan ayat melainkan juga memperbandingkan ayat dengan hadis serta membandingkan pendapat para mufassir dalam menafsirkan suatu ayat.

a. Kelebihan Metode Komparatif

1). Memberikan wawasan penafsiran relatif lebih luas kepada para pembaca bila dibandingkan dengan metode-metode lain.

2). Membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang kadang-kadang jauh berbeda dari pendapat kita dan tak mustahil ada yang kontradiktif. Dengan demikian, dapat mengurangi fanatisme yang berlebihan kepada suatu mazhab atau aliran tertentu, sehingga umat, terutama mereka yang membaca tafsir dengan Metode Komparatif, terhindar dari sikap ekstrimistis yang dapat merusak persatuan dan kesatuan umat. Hal itu dimungkinkan karena penafsiran tersebut memberikan berbagai pilihan. 3). Tafsir dengan Metode Komparatif ini amat berguna bagi mereka yang ingin

mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat. Oleh karena itu, penafsiran semacam ini cocok untuk mereka yang ingin memperluas dan mendalami penafsiran Alqur'an bukan bagi para pemula.

4). Dengan menggunakan Metode Komparatif, maka mufassir didorong untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis serta pendapat para mufassir yang lain. Dengan pola serupa ini akan membuatnya lebih berhati-hati dalam proses penafsiran suatu ayat. Dengan demikian penafsirannya yang diberikannya relatif lebih terjamin kebenarannya dan lebih dapat dipercaya.

b. Kekurangan Metode Komparatif

1). Penafsiran yang memakai Metode Komparatif tidak dapat diberikan kepada para pemula, seperti mereka yang sedang belajar pada tingkat sekolah menengah ke bawah. Hal ini disebabkan pembahasan yang dikemukakan di dalamnya terlalu luas dan kadang-kadang bisa ekstrim. Dalam kondisi serupa itu, jelas anak didik belum siap untuk menerima berbagai pemikiran, dan tidak mustahil mereka akan kebingungan menentukan pilihan. 2). Metode Komparatif kurang dapat diandalkan untuk menjawab persoalan sosial yang

tumbuh di tengah-tengah masyarakat. Hal ini disebabkan metode ini lebih mengutamakan

perbandingan daripada pemecahan masalah.

(6)

kondisi yang dihadapinya. Dengan demikian, dia akan menghasilkan sintesis-sintesis baru yang belum ada sebelumnya.

Ditinjau dari segi Corak

Corak atau aliran atau disebut juga dengan lawn (=warna) tafsir telah berkembang sedemikian rupa. Untuk mengetahuinya akan dipaparkan seperti apa corak-corak tersebut, di antaranya adalah:

1. Tafsir

Lughawi

Tafsir lughawi disebut juga tafsir adabi, yaitu tafsir Alqur'an yang dalam menjelaskan ayat-ayat suci Alqur'an lebih banyak difokuskan kepada bidang bahasa seperti dari segi i’rab dan harakat

bacaannya, pembentukan kata, kalimat dan kesusasteraan.

2. Tafsir

Sufi

Yaitu tafsir Alqur'an yang dalam kitab tafsirnya banyak difokuskan kepada bidang tasawuf kebatinan. Memahami ayat-ayat Alqur'an diperoleh dari makna-makna yang tersirat atau makna yang diisyaratkan.

3. Tafsir

Ilmi

Atau disebut juga tafsir ashri, yaitu tafsir Alqur'an yang beraliran ilmiah atau modern. Tafsir ini banyak difokuskan pada bidang ilmu pengetahuan umum.

4. Tafsir

Fiqh

Tafsir fiqh sering disebut tafsir ahkam atau tafsir ayat al-ahkam, yaitu tafsir Alqur'an yang beraliran fiqh atau hukum atau tafsir yang dalam penafsiranya banyak difokuskan pada bidang hukum.

5. Tafsir

Falsafi

Tafsir falsafi sering disebut dengan tafsir rumazi atau tafsir aql, yaitu tafsir Alqur'an yang beraliran filsafat atau rasional. Tafsir jenis ini memfokuskan pada bidang filsafat atau rasio dengan menggunakan jalan pemikiran secara filsafat.

Itulah corak-corak yang ada dalam dunia tafsir. Corak ini mesti muncul dalam kitab tafsir seseorang karena bagaimanapun objektifnya usaha penafsiran yang dilakukan, hampir dipastikan warna dimana keahlian yang melekat pada penafsir dengan sendirinya tertuang dalam karya tafsirnya.

Urgensi Tafsir

Dari pengertian dan pembagian Tafsir di atas, dapat dinyatakan bahwa Tafsir itu sangat lah penting. Dengan adanya Tafsir seseorang sampai kepada derajat ibadah, sebab dalam kajian Tafsir sesorang menjadi giat membaca Alqur'an. Dan alangkah ironis, jika seseorang melakukan kajian Tafsir, namun dia tidak lancar dan fasih membaca Alqur'an. Dengan Tafsir seseorang mengetahui --sesuai dengan kemampuannya-- maksud Allah yang terdapat dalam Alqur'an. Dan dengan Tafsir seseorang mengetahui mengenai akidah, ibadah dan akhlak, agar dia dan masyarakat berhasil meraih kebahagian di dunia dan akhirat.

(7)

Rahasia orang-orang saleh terdahulu berhasil karena mereka giat mempelajari Alqur'an, dan dengan anugerah Allah berupa kemampuan yang luar biasa mereka berhasil menggali kandungan Alqur'an.

Demikianlah, kita saat ini sangat membutuhkan pemahaman terhadap Alqur'an sebagaimana orang-orang saleh dulu membutuhkannya. Bahkan kita justru lebih membutuhkan pemahaman dan hukum-hukum yang dulu belum diperlukan.

Referensi

Baidan, Nashiruddin, 1998. Metodologi Penafsiran Alqur'an, Yogyakarta, Pustaka Pelajar. al-Farmawi, Abd. Al-Hayy, 1996, Metede Tafsir Mawdhu'iy, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada. Syadali, Ahmad & Ahmad Rofi’i, 1997, Ulumul Qur’an II, Bandung, Pustaka Setia.

al-Shabuni, Muhammad Ali, 2003, At-Tibyan Fi ‘Ulumil-Qur’an, Beirut, Dar Kutub al-Islamiyyah.

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat pelayanan adalah kondisi suatu jalan dalam melayani pejalan yaitu tingkat pelayanan berdasarkan nilai kuantitatif seperti NVK ( nisbah antara volume dan kapasitas ),

Supplier Faktur Penjualan Sparepat Yang Dipesan C Cek Sparepart Input Data Sparepart Input Retur Sparepart Cetak retur Sparepart Faktur Penjualan Cek Sparerpart T Y

minimal, standar pelayanan publik, standar operasional dan prosedur penyelenggaraan perlindungan dan jaminan sosial bagi penerima program keluarga sejahtera, program

ah elusi berjalan kertas kromatograf dikeluarkan dan batas larutan ditandai dengan pensil ingkan pada suhu #$5 / #$$$) selama # menit. 0oda-noda

Untuk selanjutnya PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA disebut PARA PIHAK secara krsama-sama bersepakat menjalin keqiasama untuk pemberian layanan bantuan hukum pada

Dusun Kucur yang terletak di kaki Gunung Arjuno, tepatnya di Desa Sumberrejo Purwosari Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, hal

Sebagai inovasi baru, buah bit merah digunakan sebagai bahan dasar pembuat lip tint agar sel-sel pada kulit bibir kita tidak banyak menggunakan produk pewarna

Eklamsia adalah kondisi kelainan akut pada wanita hamil, persalinan, atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang, dan sebelumnya sudah. menunjukkan gejala-gejala