• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN D"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH

TANGGA SELAMA MENJALANI PROSES HUKUM

DISUSUN OLEH

ADLINA PUTRIANTI

1102011010

BLOK ELEKTIF

BIDANG KEPEMINATAN : DOMESTIC VIOLENCE

KELOMPOK : 4

TUTOR : dr. Yenni Zulhamidah M.Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

(2)

PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA SELAMA MENJALANI PROSES HUKUM

ABSTRACT

Objective : Domestic violence can be described as the power misused by one adult in a relationship to control another. It is the establishment of control and fear in a relationship through violence and other forms of abuse. The safety of the victims are often being the reason of the case to move forward. Government have to take a higher priorities to ensure the safety of the victims of domestic violences Method : The method used in this report is a case study utilizing data observation and exploration from several sources like articles and books. Design : A woman becomes a victim of domestic violence committed by her husband causing her to sustain some injuries on her parts of her body and also experienced shock that makes her needing a protection. Discussion and Conclusion : Violence experienced by women could become a traumatic event which is not easily surmountable, and if it is insurmountable healthily, the victim might suffer from psychological trauma. In order to overcome such an event, the victim – who, according to the discussion on the case report are women- need a safe place or facilities to whom they can file their complain and ask for protection. Giving the victim strength to keep going with her case so the perpetrator can be executed is needed as well as shelter for the victims to stay.

Keyword : domestic violence, victim, women, protection, safe house

LATAR BELAKANG

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dapat dideskripsikan sebagai kekuatan yang disalahgunakan seseorang untuk mengatur orang lain. Munculnya rasa takut dan rasa mengendalikan dalam suatu hubungan dengan kekerasan atau bentuk lainnya adalah tanda adanya KDRT. Bentuk dari KDRT bisa seperti kekerasan fisik, kekerasan psikologis, kekearasan social, kekerasan finansial, atau pelecehan sosial. ( Kaur & Garg, 2008 )

Menurut UU KDRT NOMOR 23 TAHUN 2004 Pasal 1 Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam Iingkup rumah tangga.

Kekerasan yang dialami oleh perempuan dapat menjadi peristiwa traumatik yang tidak dapat diatasi dengan mudah, bahkan jika hal tersebut tidak dapat teratasi secara sehat maka korban tersebut dapat mengalami gangguan trauma psikologis. Namun sebaliknya, apabila masalah tersebut dapat diatasi secara sehat dan efektif maka trauma psikologis dapat dipulihkan juga akan membuka kemungkinan untuk tumbuhnya kemampuan individu dalam meminimalisasi dan mengatasi dampak buruk suatu bencana (resiliensi). Oleh sebab itu penting bagi korban KDRT khususnya perempuan maupun anak untuk mendapat pendampingan dan perlindungan baik secara hukum, medis dan psikologis. ( Herdiana, 2012 )

(3)

DESKRIPSI KASUS

Senin, 18 Agustus 2014 pada pukul 14.00 siang, Ny. AM ( Pelapor ) saat itu berjanji bertemu dengan Tn. A ( Terlapor ), suami pelapor, di rumah tante terlapor di daerah Jl. Pinang II no. 32 Kel. Pondok Labu Jakarta Selatan. Saat itu pelapor ingin bertemu untuk menagih hutang terlapor karena telah merusak HP pelapor pada pertengkaran sebelumnya.

Pelapor baru menikah pada bulan Februari 2014, dan semenjak menikah, terlapor sudah mulai melakukan kekerasan terhadap pelapor. Pelapor mengaku tidak pernah mendapat nafkah selama menikah.

Lalu pada saat terjadi pertengkaran suami korban marah dan memukul korban dengan tangan kosong, Korbanpun segera keluar rumah tetapi kemudian tangan korban ditarik dan terlapor berkata “ mau apa kamu? Kembali ke mantan suamimu itu?” sambil memegang handphone Ny. AM, “Kau saja sana yang kembali pada mantan istrimu yang sudah mati!” balas Ny. AM. Seketika emosi pelapor meningkat dan membanting handphone korban.

Ketika bertemu di rumah tante Tn. A, korban meminta ganti handphonenya sejumlah 1.300.000 rupiah tetapi terlapor berkata ia tidak punya uang dan hanya bisa mengganti sejumlah 500.000 rupiah. Korban lalu meminta tv terlapor sebagai jaminan. Terlapor marah dan mulai berteriak “Lo pikir harga TV berapa?” lalu mencekik leher korban dan menampar kedua sisi pipi korban lalu mencengkram tangan korban. Tante terlapor yang saat itu sedang membuat minuman, kemudian dating karena suara teriakan terlapor dan melerai keduanya.

Korban lalu langsung melapor ke Polres Jakarta Selatan, dan saat ini tinggal bersama orang tua korban, karena takut untuk kembali ke rumah.

DISKUSI

Harus diakui, Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan terobosan progressif dalam sistem hukum pidana, tetapi dalam pelaksanaannya masih menitikberatkan pada penghukuman pelaku. Kalau ini terjadi pada suami maka pihak korban (isteri) akan berfikir panjang untuk meneruskan tuntutannya karena relasi suami isteri yang ada diantara mereka. Di samping itu, aparat penegak hukum masih memandang KDRT sebagai delik aduan sehingga selalu diarahkan untuk diselesaikan secara kekeluargaan.

Sikap nonreporting korban, khususnya perempuan sangat erat dengan posisi korban sebagai subordinasi dalam rumah tangga, yang tidak dengan segera mengambil keputusan meskipun hal tersebut untuk menolong dirinya sendiri. Dalam paktiknya penafsiran hakim terhadap bentuk kekerasan, sangat ditentukan oleh apa yang terlihat saja, sehingga kekerasan psikis juga diukur dengan kondisi fisik korban sehari-hari. Beberapa kendala dalam Penanganan Korban KDRT, meliputi:

(4)

Demikian halnya terhadap kasus yang telah diproses pihak Kepolisian pun acapkali ditarik kembali dengan berbagai macam alasan, misalnya karena korban merasa sudah memaafkan pelaku, ketergantungan ekonomi terhadap pelaku, KDRT masih dianggap sebagai aib keluarga; Kedua, beda pemahaman antar penegak hokum terhadap bentuk KDRT; tentang mekanisme pemberian perlindungan dan belum semua pihak mendukung upaya perlindungan terhadap korban KDRT; Ketiga, lamanya rentang waktu antara kejadian dan visum, sehingga hasil visum menjadi kurang mendukung terhadap proses hukum; Keempat, masalah penganggaran untuk sosialisasi ke daerah yang sulit dijangkau, sehingga frekuensi tidak memadai, dan pendanaan shelter baik untuk bangunan maupun operasionalnya; Kelima, penanganan kasus KDRT belum dianggap prioritas, sehingga pembentukan PPT masih tersendat; Keenam, substansi pemidanaan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 44 dan Pasal 49 UU PKDRT belum mengandung efek jera. Dalam beberapa kasus (khusunya KDRT psikis) hakim menjatuhkan pidana cukup ringan karena hanya melihat kondisi luar korban tanpa mencoba menggali penderitaan korban (di dalam). ( Abdurrahman, 2010 )

Data yang didapatkan dari LBH – APIK mengenai kasus KDRT sepanjang 2011 menunjukkan bahwa kecenderungan korban mengalami beberapa jenis kekerasan dalam waktu yang bersamaan adalah sangat besar.

Tabel 1. Data Kasus KDRT Tahun 2011

N o.

Jenis Kekerasan Jumah Presentase

1 Fisik, Psikis 30 20,4

2 Fisik, Psikis, Ekonomi 29 19,7

3 Fisik, Psikis, Ekonomi, seksual 5 3,4

4 Fisik, Psikis, Seksual 3 2,0

5 Psikis 35 23,8

6 Psikis, Ekonomi 37 25,2

7 Psikis, Ekonomi, Seksual 5 3,4

8 Psikis, Seksual 3 2,0

TOTAL 147 100

Sumber : website LBH – APIK (http://www.lbh-apik.or.id/Laporan%20Catahu %202011%20-%20LBH%20APIK%20Jkt%20-%20revisi.pdf)

Dengan adanya UU PKDRT, isu kekerasan di dalam rumah tangga menjadi isu publik. Hal ini juga dapat dilihat dengan peningkatan jumlah kasus KDRT yang dilaporkan. Catatan tahunan Komnas Perempuan sejak tahun 2001 s.d. 2007 menunjukkan peningkatan pelaporan adalah sebanyak 5 kali lipat. Sebelum UUPKDRT, yaitu dalam rentang 2001-2004, jumlah yang dilaporkan adalah atau sebanyak 9.662 kasus. Sejak diberlakukannya UUPKDRT,2005-2007, terhimpun sebanyak 53.704 kasus KDRT yang dilaporkan.

(5)

Sumber : dari http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2009/02/catatan-tahun-kekerasan-terhadap-perempuan-2007.pdf

Perlindungan Korban KDRT

Statistik Mitra Perempuan Women’s Crisis Centre tahun 2011 (hingga 10 Desember) mencatat jumlah layanan pengaduan dan bantuan diberikan kepada 209 orang perempuan dan anak-anak yang mengalami kasus kekerasan, terutama 90,43% merupakan kasus-kasus Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) di wilayah Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor dan wilayah lainnya – sebagaimana dilarang dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

Dalam UU PKDRT dikenal dua perlindungan: (1) Perlindungan Sementara,

(2) Perlindungan Pengadilan (PP)

Perlindungan sementara adalah perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya penetapan perlindungan dari pengadilan. Sementara itu PP adalah penetapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan untuk mem-berikan perlindungan kepada korban (Pasal 1 ayat 6).

Walaupun sudah tertulis dalam UUPKDRT, Korban KDRT atau bahkan lembaga pemberi perlindungan itu sendiri belum tentu memahami bagaimana perlindungan itu didapatkan dan bagaimana diberikan. Bagi korban yang status sosial ekonominya lebih tinggi atau institusi dan lembaga selaku penegak hukum, tentu persoalan mendapatkan atau memberikan perlindungan itu bukanlah masalah. Tetapi bagi institusi dan lembaga di luar itu, perlu mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang cukup serta akreditasi selaku institusi dan lembaga pemberi perlindungan terhadap korban KDRT.

(6)

Selain itu, UU PKDRT juga membagi perlindungan itu menjadi perlindungan yang bersifat sementara dan perlindungan dengan penetapan pengadilan serta pelayanan. Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga sesuai tugas dan fungsinya masing-masing (LBH APIK Jakarta) :

1. Perlindungan oleh kepolisian berupa perlindungan sementara yang diberikan paling lama 7 (tujuh) hari, dan dalam waktu 1 X 24 jam sejak memberikan perlindungan, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. Perlindungan sementara oleh kepolisian ini dapat dilakukan bekerja sama dengan tenaga kesehatan, sosial, relawan pendamping dan pembimbing rohani untuk mendampingi korban. Pelayanan terhadap korban KDRT ini harus menggunakan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian dengan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang mudah diakses oleh korban. Pemerintah dan masyarakat perlu segera membangun rumah aman (shelter) untuk menampung, melayani dan mengisolasi korban dari pelaku KDRT. Sejalan dengan itu, kepolisian sesuai tugas dan kewenangannya dapat melakukan penyelidikan, penangkapan dan penahanan dengan bukti permulaan yang cukup dan disertai dengan perintah penahanan terhadap pelaku KDRT. Bahkan kepolisian dapat melakukan penangkapan dan penahanan tanpa surat perintah terhadap pelanggaran perintah perlindungan, artinya surat penangkapan dan penahanan itu dapat diberikan setelah 1 X 24 jam.

2. Perlindungan oleh advokat diberikan dalam bentuk konsultasi hukum, melakukan mediasi dan negosiasi di antara pihak termasuk keluarga korban dan keluarga pelaku (mediasi), dan mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan (litigasi), melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial (kerja sama dan kemitraan).

3. Perlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk perintah perlindungan yang diberikan selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang. Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat perintah penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 (tiga puluh) hari apabila pelaku tersebut melakukan pelanggaran atas pernyataan yang ditandatanganinya mengenai kesanggupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari pengadilan. Pengadilan juga dapat memberikan perlindungan tambahan atas pertimbangan bahaya yang mungkin timbul terhadap korban.

4. Pelayanan tenaga kesehatan penting sekali terutama dalam upaya pemberian sanksi terhadap pelaku KDRT. Tenaga kesehatan sesuai profesinya wajib memberikan laporan tertulis hasil pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau membuat surat keterangan medis lainnya yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti.

5. Pelayanan pekerja sosial diberikan dalam bentuk konseling untuk menguatkan dan memberi rasa aman bagi korban, memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan, serta mengantarkan koordinasi dengan institusi dan lembaga terkait.

6. Pelayanan relawan pendamping diberikan kepada korban mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan seorang atau beberapa relawan pendamping, mendampingi korban memaparkan secara objektif tindak KDRT yang dialaminya pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan pengadilan, mendengarkan dan memberikan penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban.

(7)

dan pelayanan ini masih besifat normatif, belum implementatif dan teknis oparasional yang mudah dipahami, mampu dijalankan dan diakses oleh korban KDRT. Adalah tugas pemerintah untuk merumuskan kembali pola dan strategi pelaksanaan perlindungan dan pelayanan dan mensosialisasikan kebijakan itu di lapangan. Tanpa upaya sungguh-sungguh dari pemerintah dan semua pihak, maka akan sangat sulit dan mustahil dapat mencegah apalagi menghapus tindak KDRT di muka bumi Indonesia ini, karena berbagai faktor pemicu terjadinya KDRT di negeri ini amatlah subur.

Pemulihan korban berdasarkan kepada Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga :

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 39

Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari: a. Tenaga kesehatan;

b. Pekerja sosial;

c. Relawan pendamping; dan/atau d. Pembimbing rohani.

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 40

1. Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya

2. Dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.

UU Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 42

Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja sama.

Yang dimaksud dengan upaya pemulihan korban Peraturan Pemerintah RI No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga pada Pasal 1 ayat 1 ialah :

Segala upaya untuk penguatan korban kekerasan dalam rumah tangga agar lebih berdaya baik secara fisik maupun psikis.

PP PKPKKDRT Pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa Penyelenggaraan pemulihan ialah: Segala tindakan yang meliputi pelayanan dan pendampingan korban KDRT.

PP PKPKKDRT Pasal 2 ayat 1 menyebutkan :

Bahwa penyelenggaraan pemulihan terhadap korban dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah serta lembaga sosial sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pemulihan korban.

Hal yang sama disebutkan dalam PP RI Pasal 19 yang menyebutkan :

(8)

d) Bimbingan rohani e) Resosialisasi

Lembaga sosial

Lembaga sosial dalam hal ini ialah lembaga atau organisasi sosial yang peduli terhadap masalah kekerasan dalam rumah tangga misalnya lembaga-lembaga bantuan hukum (penjelasan pasal 10 huruf a UUPKDRT). Pada dasarnya lembaga sosial ini bukanlah lembaga sosial yang langsung memiliki fokus kegiatan kepada masalah kekerasan dalam rumah tangga tetapi umumnya lembaga sosial ini terlebih dahulu memfokuskan kegiatannya kepada perempuan atau dari aspek kehidupan lainnya.

Misalnya LBH-APIK (asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan), salah satu lembaga sosial yang memiliki fokus perhatian dalam bidang hukum. LBH-APIK memiliki kegiatan seperti bantuan hukum, pendidikan dan penyadaran hukum yang semua kegiatan itu berfokus kepada perempuan.

Dalam hal ini perlindungan korban yang dilakukan oleh lembaga sosial berfungsi :

1. Untuk membantu korban KDRT menuntut yang menjadi haknya yaitu kompensasi (ganti rugi bersifat keperdataan yang timbul karena permintaan korban, dibayar masyarakat yang merupakan pertanggungjawaban masyakat/negara) dan restitusi (ganti rugi bersifat pidana, timbul dari putusan pengadilan pidana dan dibayar terpidana yang merupakan wujud pertanggungjawaban terpidana).

2. Untuk memandirikan korban KDRT memenuhi kebutuhan ekonominya dan pemberian skill/kemampuan yang dapat dimilikinya.

3. Untuk mengembalikan rasa percaya diri yang dialami korban KDRT agar mampu bersosialisasi dengan masyakat.

4. Untuk membantu memulihkan keadaan korban KDRT.

5. Untuk mempersiapkan perempuan korban KDRT agar menjadi penolong bagi korban KDRT lainnya.

Tujuan utama perlindungan korban dalam hal ini adalah menguatkan korban kekerasan dalam rumah tangga agar lebih berdaya baik secara fisik maupun secara psikis dan kemampuan ekonomi dan bersosialisasi serta mendapatkan ganti kerugian yang dialami korban kekerasan dalam rumah tangga.

Manfaat yang diperoleh dalam perlindungan korban ini ialah:

1. Korban mendapat haknya sebagai ganti rugi yang dialaminya.

2. Korban KDRT mampu memenuhi kebutuhannya tanpa bergantung penuh kepada suami.

3. Korban KDRT dapat menjadi penolong bagi korban KDRT lainnya dan dapat mengurangi serta melakukan upaya pencegahan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.

4. Korban KDRT mendapat kepercayaan diri dan tidak merasa malu untuk hidup dalam masyarakat.

Rumah aman untuk korban KDRT

(9)

memberikan lebih lama, mengingat kurangnya perumahan dan sumber daya lain yang tersedia di masyarakat. Selama mereka tinggal, wanita disediakan dengan jauh lebih dari tempat tidur , makanan, dan fasilitas laundry. Penasihat advokat bekerja dengan korban untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Termasuk didalamnya, membuat pengaturan dengan sekolah anak-anak mereka, mempertimbangkan masa cuti kerja, mencari kesempatan kerja atau pelatihan, atau memperoleh layanan kesehatan. Warga penampungan yang juga diberi informasi tentang hak-hak hukum mereka dan dibantu dalam memperoleh perintah perlindungan dan bantuan hukum. Kebanyakan tempat penampungan juga mengadakan kelompok edukasi serta kelompok-kelompok pendukung, di mana perempuan menerima baik informasi tentang layanan yang tersedia dan kerangka konseptual untuk membantu mereka memahami apa yang telah mereka lalui. Layanan formal ini dilengkapi dengan kesempatan untuk berbicara dengan perempuan lain yang dapat bangkit dalam kegiatan normal sehari. Perencanaan keselamatan juga merupakan inti layanan yang ditawarkan kepada perempuan dan anak-anak mereka di tempat penampungan. Sebagian besar dari rumah aman ini gratis atau dipungut biaya yang sangat minim.

SUDUT PANDANG AGAMA

Hak atas keamanan dan kemerdekaan pribadi terdapat dalam surat An Nisa ayat 58 dan surat Al-Hujurat : 6 yang berbunyi :

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS 4;58)

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang yang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS 49;6)10

Perihal suami tidak boleh membenci istrinya dan tetap harus berlaku baik terhadap istrinya walaupun dalam keadaan tidak menyukainya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

(10)

“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa`: 19)

Dalam tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an (5/65), Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah

berkata: “Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ننكههومهتههيرثكك نيإثفك

(“Kemudian bila kalian tidak menyukai mereka”), dikarenakan parasnya yang buruk atau perangainya yang jelek, bukan karena si istri berbuat keji dan nusyuz, maka disenangi (dianjurkan) (bagi si suami) untuk bersabar menanggung kekurangan tersebut. Mudah-mudahan hal itu mendatangkan rizki berupa anak-anak yang shalih yang diperoleh dari istri tersebut.”

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Yakni mudah-mudahan kesabaran kalian dengan tetap menahan mereka (para istri dalam ikatan pernikahan), sementara kalian tidak menyukai mereka, akan menjadi kebaikan yang banyak bagi kalian di dunia dan di akhirat. Sebagaimana perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang ayat ini: ‘Si suami mengasihani (menaruh iba) istri (yang tidak disukainya) hingga Allah Subhanahu wa Ta’ala

berikan rizki kepadanya berupa anak dari istri tersebut dan pada anak itu ada kebaikan yang banyak’.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/173)

Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ركخكآ اهكنيمث يكضثرك اقرلهخه اهكنيمث هكرثكك نيإث ةرنكمثؤيمه ننمثؤيمه كيركفييك لك

“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah, jika ia tidak suka satu tabiat/perangainya maka (bisa jadi) ia ridha (senang) dengan tabiat/perangainya yang lain.”

(HR. Muslim no. 1469)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini menunjukkan larangan (untuk membenci), yakni sepantasnya seorang suami tidak membenci istrinya. Karena bila ia menemukan pada istrinya satu perangai yang tidak ia sukai, namun di sisi lain ia bisa dapatkan perangai yang disenanginya pada si istri. Misalnya istrinya tidak baik perilakunya, tetapi ia seorang yang beragama, atau berparas cantik, atau menjaga kehormatan diri, atau bersikap lemah lembut dan halus padanya, atau yang semisalnya.” (Al-Minhaj, 10/58) (6)

Perihal suami diperintah untuk berlaku baik pada istrinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala

berfirman:

فثورهعيمكليابث ننكههورهشثاعكوك

“Dan bergaullah kalian (para suami) dengan mereka (para istri) secara patut.” (An-Nisa`: 19)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap mereka (para istri) dan perbagus perbuatan serta penampilan kalian sesuai kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia (istri) berbuat demikian, maka engkau (semestinya) juga berbuat yang sama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam hal ini:

فثورهعيمكليابث ننكهثييلكعك يذثلنكا لهثيمث ننكههلكوك

“Dan para istri memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.”

(Al-Baqarah: 228)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah bersabda:

(11)

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga (istri)nya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian terhadap keluarga (istri)ku.”2 (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 2/173)

KESIMPULAN

Peranan pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga sangat besar.Kerjasama antara segala pihak yang terkait dalam memberikan perlindungan dan bantuan terhadap korban sangatlah penting. Peranan lembaga sosial dalam memberikan perlindungan hukum terhadap korban KDRT sangat besar. Untuk itu lembaga membutuhkan kerjasama yang baik dari semua pihak yang terkait, termasuklah keluarga korban dan masyarakat luas. Lembaga perlindungan korban KDRT yang masih minim jumlahnya seharusnya diperbanyak, begitu juga dengan halnya rumah aman yang kedepannya akan sangat membantu memulihkan psikis dan mental korban untuk dapat meneruskan hidupnya dengan baik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada bagian ini, penulis ingin berterima kasih kepada Polres Jakarta Selatan yang telah memberikan kesempatan untuk berkunjung dan mengumpulkan data untuk laporan ini. Terima kasih juga kepada dr.Yenni Zulhamidah M.Sc yang telah memberikan bimbingan dan waktunya untuk menyelesaikan laporan kasus ini. Tak lupa terima kasih saya haturkan kepada dr.Hj.RW.Susilowati, Mkes dan DR.Drh.Hj Titiek Djannatun sebagai koordinator blok elektif, serta dr.Ferryal Basbeth, SpF sebagai dosen pengampu. Kepada semua anggota kelompok

Domestic Violence IV terima kasih atas dukungan dan kerja samanya.

(12)

1. Abdurrachman, Hamidah. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Putusan Pengadilan Negeri Sebagai Implementasi Hak-Hak Korban, 2010, Jurnal Hukum No. 3 Vol. 17 Juli: 475 – 491

2. Anonim. Saling Mengasihi Sesama Muslim , Akses 14 November 2014, Dari

Http://Muslimin-Indonesia.Blogspot.Com/2010/10/Saling-Mengasihi-Sesama Muslim.Html

3. Anonim. Undang-Undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga, Akses 14 November 2014, Dari

Http://Www.Djpp.Depkumham.Go.Id/Hukum-Pidana/

4. Assegaf, Salim. Islam Memuliakan Wanita, Akses 14 November 2014, Dari

Http://Akhwat.Web.Id/Muslimah-Salafiyah/Muslimah/Surat-An-Nisa-Satu-Bukti-Islam-Memuliakan-Wanita/

5. Herdiana,Ike. Gambaran Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Indonesia, Akses 14 November 2014, Dari Http://Ike Herdiana-Fpsi.Web.Unair.Ac.Id/

6. Kaur, Ravneet dan Garg, Suneela. Addressing Domestic Violence Against Women: An Unfinished Agenda, 2008, Indian J Community Med. Apr 2008; 33(2): 73–76

7. Laporan tahun 2011 LBH APIK, Akses 14 november 2014 Dari http://www.lbh-apik.or.id/Laporan%20Catahu%202011%20-%20LBH%20APIK%20Jkt%20-%20revisi.pdf

8. Peraturan Pemerintah RI No. 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan Dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Gambar

Tabel 1. Data Kasus KDRT Tahun 2011

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara dua variabel, yaitu variabel banyaknya jumlah cacat jenis upper dengan sol kurang merekat selama periode

Aspek terpenting untuk mengetahui dampak suatu komunikasi pemasaran adalah pemahaman terhadap proses respon ( response process ) dari penerima yang mungkin mengarah pada

Pada Gambar 4.13 - 4.16 bisa dilihat perbedaan hasil simulasi dan pengukuran pola radiasi antena dengan AGS pada saat elevasi dan azimuth. Pada saat simulasi elevasi,

Jika Penumpang memiliki Tiket seperti dijelaskan dalam Pasal 3.1 (d) di atas, yang belum digunakan sebagian atau seluruhnya karena Kejadian Luar Biasa, Pengangkut akan memberi

Nilai thitung faktor jumlah penduduk adalah sebesar 1,718 sedangkan dengan menggunakan tingkat kesalahan ( α =0,05) diperoleh nilai ttabel sebesar 1,721 artinya thitung

Pemulihan selepas bersenam atau bersukan boleh dipercepatkan dengan pengambilan karbohidrat dan protein dalam masa sejam selepas tamat bersenam atau bersukan5. Selesema yang

Pada langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan yaitu bukan hanya asuhan kunjungan prenatal saja tetapi juga selama wanita tersebut bersama

Agar pelaksanaan perkuliahan dapat mencapai tujuan mata kuliah yang sudah direncanakan, dosen pengampu mata kuliah fisika sekolah II akan mencoba menyusun lembar