• Tidak ada hasil yang ditemukan

Transisi Aliran Air Udara Berlawanan Ar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Transisi Aliran Air Udara Berlawanan Ar"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Transisi Aliran Air - Udara Berlawanan Arah Vertikal

Pada Cairan Kecepatan Tinggi dengan

Inlet Porous

dan

Outlet Sharp

Rahmat Edhi Hariantoa, b), Indarto dan Deendarliantoa)

a)Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik – UGM, Jl. Grafika No. 2, Jogjakarta 55281

b)Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. Gajah Mada No. 8 Jakarta 10120

E-mail : r _eharianto@bapeten.go.id

Intisari

Kajian mengenai transisi aliran pada fenomena flooding aliran berlawanan arah di pipa vertikal telah dilakukan secara eksperimen. Penelitian dilakukan untuk mempelajari permulaan flooding, aliran air-udara berlawanan arah vertikal pada cairan kecepatan tinggi menggunakan inlet cairan dinding porous dan outlet sharp.

Penelitian ini dilakukan menggunakan pipa pleksiglass berdiameter dalam 32 mm, panjang seksi uji 3000 mm, dengan variasi debit cairan 7,47 – 17,87 lpm. Inlet cairan berdinding porous dengan lubang berdiameter 1 mm sejumlah 500 lubang.

Hasil penelitian menunjukkan permulaan flooding dengan kecepatan tinggi ini terjadi dekat outlet cairan untuk semua debit cairan, namun secara kualitatif, aliran kecepatan yang lebih tinggi memiliki mekanisme flooding yang berbeda dengan aliran pada kecepatan yang lebih rendah. Permulaan flooding ditandai dengan transisi dan perubahan pola aliran. Pada aliran kecepatan rendah, flooding diawali dengan timbulnya pembentukan aliran acak dekat outlet cairan, aliran acak merambat ke atas, diikuti aliran sumbat yang terdorong gas, dan diakhiri dengan flooding. Sementara, pada aliran cairan kecepatan tinggi, flooding dipicu dengan adanya sumbatan dekat dengan outlet cairan dan langsung terdorong gas, hingga terjadi flooding.

Hasil penelitian juga menunjukkan, terjadinya flooding pada cairan kecepatan tinggi lebih sulit daripada aliran cairan pada kecepatan rendah.

Kata kunci : flooding, inlet porous, kecepatan tinggi.

1. Pendahuluan

Dalam mempelajari sistem aliran dua fase cair-gas, topik yang menarik dari keselamatan dan termalhidrolik reaktor nuklir adalah fenomena flooding, yang berkenaan dengan batasan aliran cairan akibat aliran gas yang berlawanan arah. Fenomena ini berkaitan dengan kecelakaan kehilangan pendingin reaktor (Karimi & Kawaji, 1999),floodingdapat menghambat aliran pendingin yang masuk ke dalam teras sehingga pendinginan tidak akan terjadi (Vierrow, 2008).

Karimi dan Kawaji (1999) menyatakan, meskipun telah lebih dari 50 tahun penelitian tentang mekanisme inisiasi flooding, namun masih tidak jelas, bahkan untuk kasus yang paling sederhana. Lagi pula, hasil penelitian yang diharapkan untuk memberikan pengetahuan mendalam tentang mekanisme flooding masih terbatas. Vierrow (2008) menyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi awal terjadinya flooding, antara lain diameter pipa, konfigurasi masukan dan keluaran fluida, kemiringan pipa dan karakteristik fluida.

Salah satu faktor yang berpengaruh signifikan tersebut adalah kecepatan cairan. Diduga aliran kecepatan cairan tinggi memiliki transisi aliran berbeda dengan aliran pada kecepatan cairan rendah. Namun begitu, penelitian yang lebih mendalam tentang pengaruh kecepatan cairan tinggi terhadap mekanismefloodingbelum banyak dilakukan.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mekanisme permulaan flooding, aliran air-udara berlawanan arah vertikal pada kecepatan superfisial permukaan cairan tak berdimensi

(J

l*1/2

> 0,5)

.

Alat uji yang digunakan pipa pleksiglass berdiameter dalam 32 mm, panjang seksi uji 3000 mm. Inlet

(2)

Chung dkk (1980) yang meneliti pengaruh ukuran pipa, kondisi masukan, tegangan permukaan dan viskositas aliran di pipa vertikal menyimpulkan ukuran pipa akan berpengaruh ketika kondisi inlet dan outlet cairan kurang halus. Flooding akan terjadi pada tempat yang memiliki gangguan terbesar. Jika floodingdisebabkan gangguan pada film cairan, pengaruh diameter pipa menjadi nyata. Semakin besar diameter pipa, perbandingan densitas gangguan pada film cairan dan di sekeliling masukan/keluaran cairan akan berkurang, sehingga aliran cairan pada pipa yang besar dapat menahan laju udara yang tinggi. Dua sifat fisis cairan, yaitu tegangan permukaan dan viskositas cairan mempengaruhi terjadinya flooding. Untuk aliran cairan yang diberikan, kecepatan kritis gas pada dasarnya bertambah dengan bertambahnya tegangan permukaan tetapi akan berkurang jika viskositasnya bertambah besar. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Zapke dan Kroeger (1996) serta Wibowo dan Indarto (2002) yang meneliti pengaruh kemiringan saluran dan viskositas cairan. Kedua penelitian tersebut menyimpulkan,semakin besar viskositas cairan, makafloodingdapat terjadi pada kecepatan udara yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya viskositas cairan menyebabkan film cairan makin tebal, sehingga memudahkan terjadi gangguan dan sumbatan pada permukaan cairan.

Govan, A.H., dkk (1990) menelitifloodingpada aliran air-udara di pipa vertikal berdiameter 32 mm dengan beragam bentuk outlet cairan, yaitu porous wall, tapered outlet dan square-edge outlet

menyimpulkan, seksi uji keluaran cairan berbentuk dinding berpori memiliki dua mekanismeflooding, yaitu pada laju cairan kecepatan tinggi,floodingdisebabkan pembentukan dan pergerakan gelombang tunggal dekat outlet cairan. Hal ini memicu terbentuknya aliran acak di atas injektor cairan. Pada cairan kecepatan rendah, cairan bergerak ke atas tetapi membentuk aliran film yang menggantung (hanging film). Seksi uji outlet cairan berbentuk segi empat memiliki kecepatan gas flooding yang lebih rendah daripada keluaran cairan berbentuk berpori. Hal ini menunjukkan proses flooding

ditentukan oleh geometri saluran yang berbentukvena contractapada inlet gas.

Indarto (1993) telah melakukan penelitian pengaruh panjang saluran terhadap kecepatan gas pada fenomenafloodingdi pipa vertikal berdiameter 40 mm. Pengamatanfloodingdilakukan untuk 5 panjang film (jarak antara injektor dan aspirator) berbeda, menemukan bahwa kondisiflooding selalu diawali oleh adanya gangguan aliran disekitar aspirator yang menyebabkan amplitudo gelombang permukaan yang menjalar dari atas ke bawah semakin besar. Saat kecepatan gas mendekati kecepatan

flooding maka gangguan juga bertambah besar. Panjang aliran sangat berpengaruh terhadapflooding, hal ini ditunjukkan dengan konstanta C yang semakin besar bila panjang seksi uji berkurang.

Studi eksperimental mengenai mekanisme terjadinyafloodingdi pipa vertikal dan pengaruhnya terhadap panjang saluran dan diameter saluran juga telah dilakukan oleh Jayanti, S. dkk (1996) dan Vijayan, M. dkk (2000). Keduanya menyimpulkan diameter pipa memiliki pengaruh signifikan terhadap mekanisme flooding dimana kecepatan gas saat flooding naik seiring dengan perbesaran diameter. Terdapat dua jenis mekanismeflooding, pada saluran berdiameter kecil, mekanismeflooding dimulai dengan menjalarnya gelombang permukaan dari arahoutletmenujuinlet. Sedang pada saluran berdiameter besar, mekanismefloodingberupa butiran – butiran cairan yang terbawa keatas di daerah inlet. Vijayan (2000) menambahkan, dengan menurunnya panjang seksi uji akan menunda awal tejadinyaflooding.

Penelitian mekanismeflooding saluran vertikal dengan inletporousdan outletsharppada debit cairan rendah pernah diteliti oleh Bramantya (2005) dan Yuniarto (2008). Hasilnya, mekanisme

flooding selalu dimulai dari bawah di daerah dekat pemasukan udara. Air yang mulanya membentuk lapisan film cairan yang mengalir ke bawah secara halus terjadi ketidakstabilan aliran ketika udara diinjeksikan akibat interaksi antar muka fase gas - cair berlawanan arah. Apabila debit udara dinaikkan, interaksi antar fase menjadi semakin besar yang menyebabkanfilm cairan tidak stabil. Pada saat debit udara mencapai nilai kritisnya, terbentuk sumbatan pada saluran yang menjalar naik ke atas (dari

outlet cairan menuju inlet cairan) kemudian naik lagi melalui saluran floodingsehingga terbentuklah aliran air – udara searah ke atas. Fenomena ini ditunjukkan dengan kenaikan yang tajam gradien tekanan di atas inlet cairan. Yuniarto (2008) juga menambahkan akibat sumbatan, tekanan gas di bawah sumbatan semakin besar sehingga mendorong cairan terangkat ke atas saluran uji dan meluap hingga resevoir atas. Sebaliknya, Shoukri dkk (1991) pada penelitiannya menemukan aliran sumbat pada laju kecepatan tinggi (JL*(1/2) > 0,45). Hasil yang sama ditemui pada penelitian Hewitt dan

(3)

aliran sumbat dapat terjadi pada awal mulaflooding. Ditambahkan juga, Mahmudin dkk (2006) yang melakukan meneliti pengaruh diameter terhadap kecepatan gasfloodingpada bilangan Reynold cairan 6134≤ReL≤10116 menyebutkan, pola aliran yang terbentuk sebelum flooding antara lain aliran acak

dan aliran sumbat.

Floodingdapat dijelaskan seperti pada gambar 1. Jika debit udara kecil maka akan terjadi aliran annular berlawanan arah (gb. 1a). Bila debit udara dinaikkan sedikit demi sedikit, maka akan terbentuk gelombang pada permukaan film cairan dan timbuldropletsyang terbawa oleh aliran udara. Fenomena ini dinamakanpoint of floodingatau tepat saat dimulainyaflooding(gb. 1b). Dan jika debit udara dinaikkan terus, semua cairan akan terbawa oleh aliran udara ke atas. Fenomena ini disebutflow reversal(gb. 1d).

Gambar 1. Fenomenafloodingdanflow reversalpada pipa vertikal dengan sistem masukan dan keluaran berupa dinding berpori (porous wall).

Seperti yang disebutkan oleh Vijayan (2001), terdapat beberapa korelasi yang sering digunakan karena berlaku untuk kondisi yang cukup luas, yaitu korelasi tipe Wallis (Wallis, 1961; Hewitt dan Wallis, 1963) dan korelasi tipe Kutateladze (Sun, 1979) Bentuk korelasi Wallis tersebut adalah : 2.1 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini air sebagai cairan dan udara sebagai gas. Susunan alat-alat penelitian dapat dilihat pada gambar 2. Saluran uji menggunakan pipa plexiglass berdiameter dalam 32 mm sepanjang 3000 mm

.

Inletcairan menggunakan media saluran berpori, yaitu membuat lubang-lubang berdiameter 1 mm di dinding pipa tempat masuk cairan yang tersebar merata sebanyak 500 lubang.

2.2 Cara Penelitian

Pada setiap variasi debit air, udara dari kompresor di injeksikan ke bawah saluran uji melalui flowmeter udara. Debit udara dinaikkan perlahan-lahan, dimulai dari 0,277.10-3 m/s hingga terjadi flooding pada tekanan 1 atm. Setiap variasi debit udara, beda tekanan di atas dan di bawahinletcairan dicatat, fenomena aliran dalam saluran uji juga diamati. Jika terjadiflooding, maka debit air yang naik ke atas seksi uji juga diukur dan dicatat.

(4)

1. kompresor

Gambar 2. Susunan alat penelitian

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Mekanismeflooding

Pengamatan langsung terhadap mekanisme terjadinya flooding pada cairan kecepatan tinggi menunjukkan, ketidakstabilan aliran selalu di mulai dari bawah dekat pengeluaran cairan. Pada kecepatan udara rendah aliran film yang menempel pada dinding pipa belum mengalami gangguan. Bila kecepatan udara dinaikkan maka amplitudo gelombang permukaan mulai membesar. Pada kecepatan udara tertentu puncak gelombang permukaan film hampir bersatu sehingga cukup menimbulkan sumbatan yang akan menghalangi udara. Pada kecepatan cairan rendah (debit 7,47 lpm; 9 lpm; 11,07 lpm), sumbat cairan ini akan terbawa oleh udara dengan kecepatan yang lebih besar dalam bentuk aliran acak, dan akhirnya pada kecepatan tertentu sumbat cairan ini mencapai injektor caran dan terlempar ke atas injektor cairan yang menandakan telah terjadi flooding. Pada kecepatan cairan tinggi (12,38 lpm-17,87 lpm), sumbat cairan yang terbentuk di sekitar outlet cairan langsung terdorong gas dan terjadiflooding

3.2 Visualisasi dan transisi aliran a. kecepatan cairan rendah

(5)

dan cenderung membentuk aliran sumbat yang bergerak ke atas akibat dorongan gas di sepanjang seksi uji hingga terjadi flooding. Indikasi terjadinya flooding ditandai dengan gradien tekanan di bawah dan di atas inlet cairan yang naik signifikan serta berkurangnya cairan yang keluar dalam seksi uji. Fenomena yang sama juga dijumpai pada debit cairan 9 lpm, dimana formasi aliran acak dan sumbat terjadi ketika kecepatan gas 1,510 m/s – 1,579 m/s (gambar 3h-l).

Gambar 3. Pembentukan formasi aliran acak, aliran acak yang merambat dan sumbat pada debit cairan 7,47 lpm (a-g, Jl= 0,154 m/s) dan 9 lpm (h-l, Jl= 0,186 m/s): (a) – (e), Jg= 1,722 m/s; (f)-(g), Jg = 1,791 m/s); (h)-(j), Jg=1,516 m/s, dan (k) – (l), Jg= 1,585 m/s.

b. Kecepatan cairan tinggi

Transisi aliran acak tidak dijumpai pada cairan kecepatan tinggi. Pengamatan visual menunjukkan ketika kecepatan gas mendekati kecepatan kritis, timbul gelombang film cairan yang besar di sekitar keluaran cairan, menutupi saluran pipa dan langsung terdorong gas hingga menjalar ke atas dan terbentuk flooding. Dari rekaman kamera digital yang diperlambat, terlihat adanya aliran sumbat yang terdorong gas secara cepat.

Gambar 4. Fenomena aliran sumbat debit cairan 12,38 lpm (Jl = 0,256 m/s ) dan 17,87 lpm (Jl = 0,370 m/s) : (a) – (d), Jg= 1,309 m/s; (e) – (j), Jg= 0,827 m/s.

Dengan bertambahnya kecepatan gas pada debit cairan yang sama menyebabkan gesekan dinding berkurang secara perlahan-lahan sementara tebal film makin bertambah besar. Hal ini disebabkan karena adanya aliran gas ke atas akan memperlambat aliran cairan ke bawah (Indarto, 1995). Dampak dari bertambahnya ketebalan film cairan mengakibatkan berkurangnya luas penampang pipa yang ditempati fluida gas. Akibatnya terjadi gangguan/ketidakstabilan pada permukaan aliran film danaliran sumbat dapat terjadi lebih awal serta pembalikan aliran cairan akan lebih cepat dibandingkan pada debit aliran cairan yang lebih rendah. Saat terjadi flooding, gesekan dinding dan tebal film berkurang drastis sementara gesekan antar muka bertambah sedikit demi sedikit dan membesar saat mendekatiflooding(Indarto, 1995).

e f g h i j

a b c d

(6)

Shoukri, M., dkk (1991) yang melakukan kajian efek hysteresis batasan flooding pada pipa vertikal menyimpulkan pada laju kecepatan tinggi (JL*(1/2)> 0,45), ketebalan film cairan yang mengalir

ke bawah sangat besar. Gelombang antar muka yang terbentuk di bagian bawah pipa, cukup mampu untuk menutup saluran pipa dan membentuk aliran sumbat yang menjalar di sekitar pipa akibat peningkatan tekanan udara di sisi bawah pipa. Dalam penelitiannya juga disebutkan memiliki hasil yang sama ditemui pada penelitian Hewitt dan Whalley (1980), dimana pada laju cairan kecepatan tinggi, penutupan saluran uji dan pembentukan aliran sumbat dapat terjadi di awal mula flooding. Fenomena yang sama juga dijumpai pada penelitian Mahmudin dkk (2006) yang melakukan meneliti pengaruh diameter terhadap kecepatan gasfloodingpada bilangan Reynold cairan 6134≤ReL≤10116 di

3 diameter pipa seksi uji berbentuk vertikal (21, 24 dan 32 mm). Hasil penelitian menyimpulkan, pola aliran yang terbentuk sebelumflooding, antara lain aliran acak dan aliran sumbat.

3.3 Kecepatan gas saatflooding

Perhitungan kecepatan gas dan kecepatan cairan tak berdimensi menggunakan persamaan (1) dan persamaan (2, dan hasilnya diperoleh korelasi kecepatan gas dan cairan saat flooding yang dinyatakan dengan parameter tidak berdimensi untuk berbagai debit cairan. Pada pipa berdiameter 32 mm ini dengan menggunakan korelasi Wallis diperoleh harga C = 0,951 ; (m=1). Sedangkan, pada penelitian sebelumnya tentang studi flooding berlawanan arah dengan debit cairan 1-7 lpm yang dilakukan oleh Yuniarto (2008) dan debit cairan 13,37x10-5m3/s – 20,13x10-5 m3/s oleh Mahmudin (2006) di pipa berdiameter sama diperoleh masing-masing diperoleh harga C = 0,8858 dan C = 0,717 ; m = 1 dan m = 0,515. Perbandingan hasil penelitian dengan peneliti-peneliti lain diberikan dalam gambar 5a.

Gambar 5. (a).Grafik hubungan korelasi kecepatan gas dan cairan saatfloodingdan perbandingan dengan penelitian lain serta (b). Grafik hubungan kecepatan gas hasil eksperimen saat flooding dengan bilangan Reynold cairan

Hasil penelitian yang diperoleh jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuniarto (2008) dan Mahmudin (2006) diperoleh nilai konstanta C yang lebih besar (korelasi persamaan 3). Dengan kata lain, semakin besar debit cairan yang digunakan, kecepatan udara yang dibutuhkan untuk memicu floodingdan pembalikan arah cenderung meningkat. Fenomena terjadinya

(a) (b)

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

(7)

flooding pada cairan kecepatan tinggi cenderung lebih sulit daripada cairan pada kecepatan rendah. Hal ini disebabkan karena perbedaan gaya inersia dan gaya gravitasi yang diperlukan untuk mengangkat dan membalikkan cairan yang mengalir secara berlawanan arah harus lebih tinggi daripada gaya gravitasi. Namun, hasil penelitian ini masih memenuhi korelasi Wallis, dimana kecepatan gas kritis saat flooding menurun dengan bertambahnya debit cairan seperti yang diperlihatkan dalam gambar 5b.

4. Kesimpulan

Aliran kecepatan cairan tinggi memiliki mekanisme floodingyang berbeda dengan aliran cairan pada kecepatan rendah. Pada kecepatan cairan tinggi,flooding dipicu dengan adanya sumbatan dekat dengan outlet cairan dan langsung terdorong gas, hingga terjadi flooding. Sementara pada kecepatan cairan rendah, didahului dengan pembentukan awal aliran acak, aliran acak merambat ke atas, diikuti aliran sumbat yang terdorong gas, dan diakhiri denganflooding.

Hasil penelitian juga menunjukkan, terjadinya flooding pada cairan kecepatan tinggi cenderung lebih sulit daripada aliran cairan pada kecepatan rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Bramantya, M.A., 2005, Studi Pengaruh Geometri dan Jumlah Pengganggu Terhadap Permulaan FloodingAliran Air – Udara Berlawanan Arah pada Saluran Vertikal dengan Inlet Porous dan Outlet Sharp, Thesis, Program Pascasarjana UGM Yogyakarta.

Chung, K.S., Liu, C.P., Tien, C.L., 1980, Flooding in Two Phase Counter Current Flow II, Physico Chemical Hydrodynamics, vol. 1 hal. 209 – 220.

Govan, A.H., Hewitt, G.F., Richter, H.J., dan Scott, A., 1990, Flooding and Churn Flow in Vertical Pipe, International Journal of Multipase flow, Vol. 17, No.1, pp.27-44.

Indarto, 1993, Pengaruh panjang saluran terhadap kecepatan gas pada fenomena flooding, Media Teknik No. 1 tahun XV, April 1993.

Indarto, 1995, Interaksi antar muka fase gas-cair pada aliran film,Media Teknik UGM No. 3 tahun XVII, Desember 1995

Jayanti, S, Tokarz, A dan Hewitt, G.F., 1996,Theoritical Investigation of Diameter Effect on Flooding in Countercurrent Annular flow, International Journal of Multiphase Flows, Vol. 22, No. 2, pp. 307-324

Jayanti, S dan Maharudrayya, S, 2002, Investigation of Postflooding Conditions in Countercurrent gas-Liquid Flow,AIChE Journal Vol. 48, No.2, February 2002

Karimi, G., dan Kawaji, M., 1999, Flooding in vertical counter current annular flow, Journal of Nuclear Engineering and Design 200, (2000), pp 95-105.

Mahmudin, Kamal, S., Indarto dan Purnomo, 2006, Effect of Diameter on Flooding Velocity in Vertical Counter Current Annular Flow, Seminar Nasional Gabungan Perkembangan Riset dan Teknologi Di Bidang Industri ke 12, Juni 2006, UGM - Jogjakarta.

Mirmanto dan Indarto, 2000,Flooding pada Pipa Vertikal dengan Sistem Sharp Entrance : Pengaruh Panjang Pipa dan Geometri Outlet,Media Teknik UGM No. 2 Tahun XXII.

Shoukri, M., Razzak, A.A., dan Yan, C.Q., 1991, Hysteresis Effects in Countercurrent Gas-Liquid Flow Limitations in a Vertical Tube, Procceeding of The International Conference on Multiphase Flows, Tsukuba – Japan.

Vierrow, K., Hogan, K.J., dan Solmos,M., 2008,

Flooding

Experiments

and

Modeling

for

Improved

Reactor Safety

, US Japan Two Phase Flow Seminar, Texas A&M University, 2008

Vijayan, M., Jayanti, S., Balakrishnan, A.R., 2001,Effect of Tube Diameter on Flooding, International Journal of Multiphase Flow, Vol. 27, pp. 797 – 816.

Wibowo dan Indarto, 2002, Studi eksperimen flooding pada pipa miring dengan variasi kemiringan dan viskositas cairan, Thesis, Program Pascasarjana - UGM

Gambar

Gambar 1. Fenomena flooding dan flow reversal pada pipa vertikal dengan sistem masukan dankeluaran berupa dinding berpori (porous wall).
Gambar 2. Susunan alat penelitian
Gambar 3. Pembentukan formasi aliran acak, aliran acak yang merambat dan sumbat pada debit cairan7,47 lpm (a-g, J1,791 m/s); (h)-(j), Jl = 0,154 m/s) dan 9 lpm (h-l, Jl = 0,186 m/s): (a) – (e), Jg = 1,722 m/s; (f)-(g), Jg =g =1,516 m/s, dan (k) – (l), Jg = 1,585 m/s.
gambar 5a.J*1

Referensi

Dokumen terkait

keterlaksanaan/kepraktisan cukup tinggi (87,5%). Sebagai produk rancangan dan perangkat pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan kondisi siswa dan lingkungan

produk dapat digunakan atau diimplementasikan secara optimal, serta keunggulan atau keterbatasannya. Studi literatur juga diperlukan untuk mengetahui langkah- langkah

Perlakuan penempatan serasah kakao secara biopori (M1) nilai N-total tanah menjadi lebih besar yaitu 0,69%, begitu pula dengan penempatan serasah secara mulsa vertikal (M2)

Setelah data mengenai kecemasan dalam berhubungan sosial dan prokrastinasi akademik peserta didik diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah pembuktian hipotesis

Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana guru dalam melaksanakan tugasnya, yang terkait dalam indikator kinerja guru, yaitu kualitas kerja, kemampuan guru dalam

Pada pemeriksaan dalam pada kehamilan letak sungsang apabila didiagnosis dengan  pemeriks aan luar tidak dapat dibuat oleh karena dinding perut tebal, u1?aterus

Pelayanan gizi institusi industri atau tenaga kerja adalah suatu bentuk penyelenggaraan makanan banyak yang sasarannya di pabrik, perusahaan atau

Dugaan ini semakin kuat karena pada saat pemeriksaan sebagai tersangka, Ikhsan Darmawan Lubis yang disangkakan oleh pihak kepolisian melakukan tindak pidana pembunuhan