• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTUMBUHAN SINTASAN DAN PRODUKSI POLIKU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERTUMBUHAN SINTASAN DAN PRODUKSI POLIKU"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ISBN: 978-602-71759-2-1

Pertumbuhan, Sintasan dan Produksi Polikultur Udang

Windu (

Penaeus monodon

) dan

Udang Vaname

(

Litopenaeus vannamei)

dengan Komposisi Padat Tebar

dan Waktu Penebaran yang Berbeda

Growth, Survival and Production of Polyculture Tiger Shrimp (Penaeus monodon) and Vaname Shrimp (Litopenaeus vannamei)

with Various Stocking Density and Stocking Time

Muhammad Nur Syafaat* & Abdul Mansyur

Research institute for coastal aquaculture

Jl. Makmur Dg Sitakka 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan

Email : muhammad.nursyafaat@kkp.go.id atau muhammadnur.syafaat@yahoo.com ABSTRACT

The aim of this study was obtained data and information on the growth, survival and production of polyculture of tiger shrimp (P.monodon) and vaname shrimp (L.vannamei) with various stocking density and stocking time. The ponds size used were 4470 m2 for A treatment and 4550

m2 for B treatment. A treatment with a density of 12 ind/m2 for vaname shrimp and 10 ind/m2 for

tiger shrimp, while B treatment with a density of 8 ind/m2 for vaname shrimp and 10 ind/m2 for

tiger shrimp. In treatment A, PL vaname (PL 12) was spread first then PL tiger shrimp (PL 10) an interval of 12 days, whereas in treatment B tiger shrimp (PL 20) was spread first then PL vaname (PL 12) an interval of 14 days. Results of the research showed that average final weight, daily growth,and survival, of vaname shrimp in B treatment was better than in A, while production under treatment A was higher than B. Tiger shrimp on B treatment have a daily growth, survival, and production better than A treatment. Total production (tiger+vaname) and feed conversion ratio (FCR) were better in A treatment than B treatment. Production in A treatment was 303.49 kg and 280 kg for B treatment, while the FCR obtained for A and B were 2.7 and 3.3 respectively. In conclusion,it was recommended to spread of tiger shrimp lower than vaname shrimp in polyculture and if desired to spread the first one of them it was advisable to spread the tiger shrimp first. Keywords: polyculture, vaname shrimp, tiger shrimp, stocking density, stocking time

Pendahuluan

(2)

udang windu. Upaya polikutur udang vaname dan udang windu diharapkan menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi udang windu.

Polikultur antara udang windu dan vaname memungkinkan untuk dilakukan karena keduanya berbeda dalam hal pemanfaatan ruang pada media pemeliharaan. Udang vaname pada umumnya mengisi pada bagian kolom air sedangkan udang windu cenderung berada di dasar perairan. Taw et al., (2007) mengemukakan bahwa polikultur dengan menggunakan spesies yang berbeda terutama dimaksudkan untuk efisiensi dalam memanfaatkan ruang atau pakan dan hewan-hewan yang dipilih umumnya berbeda dalam habitat atau kebiasaan makan dan polikultur bisa dari genus yang sama atau berbeda tetapi tidak harus menjadi pesaing. Chamberlain et al. (1981), mengemukakan bahwa meskipun preferensi makanan spesies udang penaeid yang berbeda mungkin tidak berbeda sebagaimana spesies ikan mas Cina, namun perbedaan yang kuat diantara udang penaeid ditemukan dalam preferensi substrat dan pola aktivitas makan. Misalnya, Penaeus setiferus biasanya aktif pada siang hari dan lebih menyukai substrat berlumpur, sedangkan Penaeus duorarum aktif pada malam hari dan lebih menyukai substrat pasir (shelly). Tarsim (2004) mengemukakan bahwa udang windu mempunyai kebiasaan hidup di dasar perairan sehingga budidaya monokultur menyebabkan pemanfaatan ruang terbatas pada luas dasar tambak. Oleh sebab itu agar pemanfaatan wadah lebih efisien diperlukan upaya penambahan spesies yang mampu memanfaatkan kolom air sebagai habitatnya. Afero (2005) menyimpulkan bahwasanya pemeliharaan spesies dengan taksonomi yang mirip dengan performa kepadatan yang optimum memberikan keuntungan dan peningkatan efisiensi budidaya udang. Selanjutnya dikatakan bahwa polikultur windu dan vaname menjadi pendekatan alternatif untuk budidaya udang yang ekonomis dan berkelanjutan.

(3)

ISBN: 978-602-71759-2-1

(20 hari) setelah 20 hari masa pemeliharaan udang windu di tambak dengan komposisi padat tebar windu dan vaname yang berbeda.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai pertumbuhan dan produksi pada polikultur udang vaname (Litopenaeus vannamei) dan udang windu (Penaeus monodon) dengan komposisi padat tebar dan waktu penebaran yang berbeda.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi tambak percobaan (ITP), Balai penelitian dan pengembangan budidaya air payau di Punaga, Kab.Takalar. Wadah yang digunakan adalah tambak ukuran 4470 dan 4550 m2 untuk perlakuan A dan B secara berurutan. Perlakuan A ditebari benur udang windu sebanyak 10 ekor/m2 dan 12 ekor/m2 untuk udang vaname sedangkan perlakuan B ditebari udang windu sebanyak 10 ekor/m2 dan udang vaname sebanyak 8 ekor/m2. Pada petak A, benur vaname (PL 12) ditebar terlebih dahulu kemudian benur windu (PL 10) selang 12 hari, sedangkan petak B terlebih dahulu ditebari benur windu (PL 20) kemudian benur vaname (PL 12) selang 14 hari. Sebelum penebaran dilakukan tahapan persiapan tambak meliputi ; pengeringan, pengapuran (250 kg/ha), pengisian air, aplikasi kaporit (10 ppm) dan pemupukan. Teknik pemberian pakan mengacu penelitian Tahe et al (2010) yaitu dengan pola pemberian pakan protein tinggi diberikan selama umur pemeliharaan satu bulan (sampai hari ke-30) dan masuk pada bulan ke dua dilakukan pergiliran pakan protein rendah dan protein tinggi. Jenis pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan komersil dengan dosis mengacu pada Sutanto (2005) (Tabel 1). Frekuensi pemberian pakan sebanyak 2-4 kali dalam sehari. Masing-masing petakan di pasangi dua buah kincir dengan kekuatan 1 pk yang dioperasikan selama 24 jam/hari mulai awal pemeliharaan.

Tabel 1. Dosis pakan berdasarkan berat rata-rata udang (gr)

Berat (gr) Dosis pakan (%

(4)

dini hari. Pengambilan sampel air untuk pengamatan bakteri (total bakteri dan total bakteri Vibrio sp) dan plankton dilakukan setiap dua minggu.

Data pertumbuhan, sintasan, produksi dan kualitas air untuk kedua perlakuan dibahas dengan bantuan tabel dan grafik.

Hasil dan Pembahasan

Pertumbuhan dan Produksi

Pada penelitian ini didapatkan berat akhir rata-rata yang cukup baik untuk udang vaname sedangkan udang windu tergolong rendah untuk masing-masing perlakuan (Tabel 2). Berat akhir rata-rata udang vaname yang diperoleh yaitu 9.49 gr dan 11.60 gr untuk perlakuan A dan B secara berurutan. Adapun udang windu diperoleh berat akhir rata-rata sebesar 4,41 gr dan 6,96 gr untuk perlakuan A dan B secara berurutan. Pertumbuhan udang vaname yang lebih cepat dibanding udang windu menjadi salah satu faktor yang menarik minat petambak untuk membudidayakannya karena juga berpengaruh terhadap masa pemeliharaan untuk mencapai ukuran panen. Untuk penebaran awal dalam bentuk PL (8-15), vaname biasanya dipanen pada umur 90 hari sedangkan windu pada umur 120 hari. Windu yang dipelihara pada kedua petak dipanen sebelum 120 hari, sehingga ukurannya masih tergolong kecil dan belum masuk kategori ukuran ekspor. Sebagai solusi, penebaran udang windu bisa dilakukan lebih awal dari udang vaname (+ sebulan) atau menebar benur windu ukuran tokolan untuk mempersingkat masa pemeliharaan.

(5)

ISBN: 978-602-71759-2-1

dengan selisih 12 hari namun sintasan yang diperoleh untuk keduanya rendah. Rendahnya sintasan udang windu di petak A diduga ada hubungannya dengan penebaran vaname yang lebih awal dan sifat vaname yang aktif berenang di kolom air sehingga memudahkan baginya untuk menangkap benur windu yang baru ditebar. Sedangkan di petak B, windu yang ditebar lebih awal sudah cenderung hidup didasar sehingga tidak terlalu membahayakan benur vaname yang baru ditebar. Berdasarkan hal di atas, jika ingin menebar salah satu dari dua komoditas lebih awal maka disarankan untuk melakukan metode pertama. Selain menebar benih tokolan atau menebar windu terlebih dahulu, alternatif lain yang dapat ditempuh untuk mendapatkan ukuran windu yang lebih besar pada saat panen secara bersamaan adalah memaksimalkan pemeliharaan sampai dengan 4 bulan. Namun, hal ini juga harus mempertimbangkan beberapa hal diantaranya kepadatan populasi, kondisi kesehatan udang, faktor lingkungan, teknik panen, serta harga udang di pasaran.

Pertumbuhan udang windu yang lambat pada petak A dibanding udang windu pada petak B selain disebabkan oleh perbedaan umur PL juga ada kemungkinan disebabkan oleh kualitas benur yang rendah. Jika dilihat dari laju pertumbuhan harian, kelihatan udang windu di petak A lebih tinggi dari udang windu di petak B namun perhitungan laju pertumbuhan harian dihitung pada hari yang berbeda (Gambar 1). Jika LPH dihitung pada waktu pemeliharaan yang sama (masing-masing pada hari ke-72) maka LPH pada udang windu petak B lebih tinggi dibanding udang windu di petak A. Perbedaan pertumbuhan antara udang windu petak A dan B dapat dilihat dari pertumbuhan harian yang lebih tinggi pada petak B yaitu 0.07 g/hari sedangkan A 0.06 g/hari. Data di atas mengindikasikan kualitas benur yang ada di petak B lebih baik sehingga pertumbuhannya juga lebih baik.

(6)

Pertumbuhan udang windu dan udang vaname yang lebih baik pada perlakuan B. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kepadatan udang vaname yang lebih rendah pada petak B yang memungkinkannya untuk bisa tumbuh lebih baik dibanding petak A dan juga memberikan sintasan yang lebih tinggi meskipun tingkat produksinya masih lebih rendah dibanding petak A (Tabel 2). Kepadatan vaname yang lebih rendah dari windu juga berpeluang mengurangi tingkat persaingan diantara keduanya dalam hal makanan. Afero (2007) mengemukakan bahwa vaname memiliki kebiasaan makan yang lebih cepat dari windu dan tingkat digestibilitinya lebih cepat. Berdasarkan hal tersebut, jika vaname yang ditebar lebih banyak maka dikhawatirkan peluang bagi udang windu untuk mendapatkan makanan akan lebih rendah.

Pada penelitian ini diperoleh nilai FCR yang tinggi pada kedua perlakuan yaitu 2,7 untuk perlakuan A dan 3,3 untuk perlakuan B sehingga berdampak pada biaya produksi yang cukup tinggi. Nilai FCR yang tinggi ini disebabkan oleh estimasi biomassa yang jauh dari realita sehingga menyebabkan terjadinya over feeding.

Kualitas air

Parameter fisika kimia air yang diamati selama penelitian menunjukkan nilai yang cukup layak untuk kegiatan pemeliharaan udang windu dan udang vaname dan nilainya relatif sama antara kedua perlakuan. Dari beberapa parameter yang diamati (Tabel 3) terdapat beberapa parameter yang nilainya melebihi nilai optimum yang disarankan yaitu salinitas, BOT dan TAN namun nilainya belum masuk kategori ekstrim.

Tabel 3. Kisaran kualitas air untuk parameter fisika-kimia air

Kesimpulan dan Saran

Berat akhir rata-rata, pertumbuhan harian dan sintasan untuk udang vaname pada petak B lebih baik dibanding pada petak A sedangkan produksi pada petak A lebih tinggi dibanding petak B. Pada petak B diperoleh berat akhir rata-rata 11,6 g/ek, pertumbuhan harian 0,13 g/hr, sintasan 70,26 %, dan produksi 300.3 kg sedangkan petak A diperoleh 9,5 g/ek, 0,11 g/hr, 40,13 % dan 267 kg secara berurutan. Udang windu pada petak B memiliki pertumbuhan harian, sintasan dan

Parameter Perlakuan

A (+ SD) B (+ SD)

Suhu (oC) 26.5 30 (+ 1.009) 26.5 29.5 (+ 1.001)

Salinitas (ppt) 15 – 38 (+ 8.232) 15 – 40 (+ 8.711)

pH 7 – 8.5 (+ 0.571) 7 – 9 (+ 0.695)

DO (mg/L) (ppm) >4 >4

Nitrit (NO2) (ppm) 0.003-0.023 (+ 0.009) 0.006-0.069 (+ 0.009)

Nitrat (NO4) (ppm) 0.07-0.34 (+ 0.109) 0.08-0.24 (+ 0.109)

TAN (Total ammonia nitrogen) (ppm) 0.070-1.642 (+ 0.640) 0.085-0.671 (+ 0.640) Posfat (PO4) 0.002-0.155 (+ 0.067) 0.002-0.198 (+ 0.067)

(7)

ISBN: 978-602-71759-2-1

produksi yang lebih baik dibanding petak A dimana petak B memiliki nilai 0.07 gr/hari, 3.74 % dan 13 kg secara berurutan sedangkan di petak A yaitu 0.06 gr/hr, 1.45 % dan 3.19 kg secara berurutan. Produksi total (windu+vaname) dan rasio konversi pakan (FCR) lebih baik pada petak A dibanding petak B dimana petak A diperoleh produksi total sebanyak 303,49 kg dan B 280 kg, sedangkan FCR yang diperoleh untuk A dan B yaitu 2,7 dan 3,3 secara berurutan.

Pada usaha polikultur udang windu dan udang vaname disarankan untuk menebar udang windu dengan komposisi kepadatan yang lebih rendah dari udang vaname dan jika ingin menebar lebih dahulu salah satu dari keduanya maka disarankan untuk menebar udang windu terlebih dahulu.

Daftar Pustaka

Afero,F. 2005. Feasibility study on black tiger shrimp (penaeus monodon) and pacific white shrimp (litopenaeus vannamei) polyculture (Thesis). Graduate school – Kasetsart University, Thailand.73 pp

Anonim, 2003. Litopenaeus vannamei sebagai alternative budidaya udang saat ini. PT.Central Proteinaprima (Charoen Pokphand Group) Surabaya. 16 hal.

Mansyur,A dan Suwoyo,H.S. 2011. Pengaruh pergiliran pakan kandungan protein berbeda terhadap pertumbuhan, sintasan dan produksi udang vaname semiintensif. Laporan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau,Maros. 23 hal.

Padda,H. dan Mangampa,M. 1993. Analisis ekonomi percobaan pergantian air dan lama aerasi dalam budidaya udang windu secara intensif di tambak marana, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros, 16-19 Juli 1993. No.11:161-168.

Palinggi,N.N. dan Atmomarsono,M. 1988. Pengaruh beberapa jenis bahan baku pakan terhadap pertumbuhan udang windu (Penaeus monodon). Jurnal Penelitian Budidaya Pantai. Vol 1 (4):21-28.

Poernomo,A. 2004. Teknologi probiotik untuk mengatasi permasalahan tambak udang dan lingkungan budidaya. Makalah disampaikan pada symposium nasional pengembangan ilmu dan inovasi teknologi dalam budidaya. Semarang. 24 hal

Sedgwick,R.W. 1979. Influence of dietary protein and energy on growth, food consumption an food convertion efficiency in Penaeus merguiensis de man. Aquaculture,16:7-30.

Steel,R.G.D and J.H. Torrie. 1991. Principles and procedures of statistics. McGraw-Hill,Book Company,INC. London. 487 pp

Sutanto,I. 2005. Petunjuk praktis budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) ala lampung (file ppt). CV.Biotirta. Bandar Lampung.

Tahe,S. dan Mansyur,A. 2010. Pengaruh pergiliran pakan terhadap pertumbuhan, sintasan dan produksi udang vaname (L.vannamei) pada bak terkontrol. Laporan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau,Maros. 12 hal.

(8)

Tarsim. 2004. Pengaruh penambahan udang putih (Penaeus vannamei) terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang windu (Penaeus monodon) pada budidaya intensif. Jurnal Akuakultur Indonesia,3(3):41-45.

Gambar

Tabel 1. Dosis pakan berdasarkan berat rata-rata udang (gr)
Tabel 2.  Produksi, sintasan dan FCR pada polikultur udang windu dan udang vaname dengan komposisi padat tebar yang berbeda
Gambar 1.  Grafik pertumbuhan udang windu dan udang vaname pada petak A dan B
Tabel 3. Kisaran kualitas air untuk parameter  fisika-kimia air

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini relevan dengan tekanan anggaran waktu sangat besar akan menyebabkan tingkat stres yang tinggi yang berpengaruh terhadap karakteristik personal auditor

resentasi Menampilkan sli'e presentasi !erisi >i'eo tentan" lan"ka%-lan"ka% 'an perinta% 'alam instalasi sistem operasi. RPP - Teknik Komputer

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola penyebaran, besaran serta klasifikasi resiko terhadap bahaya eutrofikasi Danau Tondano; Mengetahui daya dukung

itu pasien ini hanya memenuhi kriteria diagnostik untuk Gangguan Bipolar I tipe manik dengan ciri psikotik, sekalipun pasien sudah pernah didiagnosis dengan gangguan

Pembiayaan MMQ yang digunakan disini adalah kerjasama antara nasabah dengan bank untuk membeli rumah, kemudian nasabah harus membayar uang sewa secara angsuran

ilmu yang mempelajari efek-efek merugikan dari suatu zat. Ilmu yang m Ilmu yang m empelajari tentang efek empelajari tentang efek negative atau negative atau efek racun dari

JALAN PANGLIMA BUKIT GANTANG WAHAB, 30590 IPOH.. TELEFON, FAX DAN LAMAN PORTAL HOSPITAL

Kayong Utara (Dusun Satai Lestari dan Dusun Pintau Desa Tanjung Satai Kec.. Mempawah