• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu Polimerisasi Terhadap Komp

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Suhu Polimerisasi Terhadap Komp"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Suhu Polimerisasi Terhadap Komposisi

Struktur Polibutadien Emulsi

Heri Budi Wibowo*)

ABSTRACT

The objective of this research was to study the influence of polymerization temperature to structure composition of emulsion polybutadiene. H202-Fe(ll) as initiator was used to produce HTPB (Hydroxy Terminated

Polybutadiene). The HTPB can be used as an elastomer and a solid binder propellant.

The polymerization was carried out in an autoclave, equipped with a manometer, a pyrometer, a sampling valve, and stirrer. The reaction was conducted at 5,5 atm, 28 - 40 °C, and oxygen free. The autoclave was filled with a certain amount of initiator (1,03 g), Aerosol OT (0,5 g), water (300 g), and liquid butadiene (6,81 g). Butadiene was condensed by ethanol refrigerator. The amount of polymer product was determined by Medalia total solid method. The structure of polymer was analyzed using FTIR. Vynil, cis, and trans structure were determined at the wave length of 910 cm'', 715 cm'', and 970 cm"'.

Within the range of the experimental conditions, the increase of temperature caused the raise of the cis and vynil structure numbers.

The influence of temperature to the polymerization reaction coefficient was determined from the mathematical model which was obtained in this research based on Arrhennius reaction kinetic formula.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh suhu polimerisasi terhadap komposisi struktur polibutadien emulsi. Inisiator H202-Fe(II) digunakan untuk mendapatkan HTPB (Hydroxy Terminated Polybutadiene). HTPB

dapat digunakan sebagai elastomer dan bahan pengikat propelan padat.

Polimerisasi dilakukan dalam sebuah autoklaf yang dilengkapi dengan manometer, pirometer, kran pengambil contoh, dan pengaduk. Reaksi beroperasi pada tekanan 5,5 atm, suhu 28 - 40 °C, dan bebas oksigen. Autoklaf diisi sejumlah tertentu inisiator (1,03 g), Aerosol OT (0,5 g), air (300 g), dan butadien cair (6,81 g). Pengembunan butadien dilakukan menggunakan refrigerator berisi etanol. Jumlah polimer yang terbentuk dianalisis dengan FTIR. Jumlah struktur vinil, cis, dan trans dalam polimer masing-masing ditentukan pada panjang gelombang 910 cm - 1 , 715 cm"' , dan 970 cm"'. Pada kisaran kondisi percobaan, kenaikan suhu mengakibatkan kenaikan kadar cis dan vinil.

Pengaruh suhu terhadap konstanta kecepatan reaksi polimerisasi ditentukan dari model matematis yang diperoleh dalam penelitian ini berdasarkan persamaan kinetika reaksi Arrhennius.

1. PENDAHULUAN

Polibutadien dengan dua gugus aktif seperti HTPB dapat dibuat dengan polimerisasi butadien menggunakan inisiator redoks H202-Fe(II). Sifat

fisik dan mekanik polibutadien dipengaruhi oleh distribusi berat molekul, derajat kristalinitas, dan komposisi struktur polimer. Struktur yang menyusun polibutadien adalah vinil, cis dan trans yang terikat pada ikatan rangkap yang terdapat pada polibuta-dien. Dominasi salah satu struktur akan menentukan sifat fisik polibutadien yang dibuat.

HO—CH2-CH=CH-CH2 — O H

Gambar 1-1 : Struktur polibutadien (HTPB)

*) Peneliti Bidang Propulsi Maju, Pusat Propulsi dan Energetik

Suhu polimerisasi akan mempengaruhi struktur polimer yang terbentuk. Terjadinya vibrasi radikal akan memberi kemungkinan terjadi struktur cis, trans, dan vinil tergantung stabilitas radikal yang terjadi. Stabilitas radikal akan tergantung suhu reaksi. Di dalam memperkirakan komposisi struktur polibutadien diperlukan suatu model matematis yang menghubungkan suhu polimerisasi dengan kompo-sisi struktur dalam polibutadien (Flory, 1969). Model matematis yang baik berguna di dalam mendapatkan polibutadien dengan sifat fisik dan mekanik yang dibutuhkan. Diharapkan dengan penelitian ini, struktur polibutadien dapat diprediksi sejak awal dengan variabel suhu polimerisasi sehingga sifat fisik dan mekanik polibutadien dapat diperkirakan.

(2)

peroksida, benzoil peroksida, dan sebagainya (Flory, 1969). Pada penelitian ini dicari model matematis yang diturunkan berdasarkan persamaan kinetika reaksi Arrhennius yang menghubungkan pengaruh suhu terhadap konstanta kecepatan reaksi polimerisasi.

2. METODOLOGI

2.1. Model Matematis

Pada polimerisasi butadien, butadien akan mengalami proses polimerisasi dan dengan adanya ikatan rangkap yang terdapat pada butadien memungkinkan terjadi beberapa jenis struktur, yaitu cis-1,4, trans-1,4, dan vinil 1,2 seperti terlihat pada Gambar2-1.

Menurut Flory (1969), kecepatan reaksi polimerisasi emulsi butadien adalah tingkat satu terhadap konsentrasi monomer (butadien). Pada penyusunan ini diasumsikan banyaknya struktur cis, trans, dan vinil di dalam polibutadien sebanding dengan konstanta kecepatan reaksi pembentukan masing-masing struktur. Pengaruh suhu polimerisasi terhadap konstanta kecepatan reaksi dirumuskan oleh Arrhennius (Avery, 1970) :

(2-1)

dengan RT/Nh adalah suatu faktor frekuensi dan Ea energi aktifasi. R adalah tetapan gas ideal, T suhu polimerisasi, N jumlah tumbukan, dan h adalah tetapan Planck. Energi aktifasi adalah jumlah energi potensial yang harus dilampaui untuk terjadi tumbukan dan reaksi kimia (Prausnitz, dkk. 1986).

Berdasar teori termodinamika molekuler (Prausnitz, 1984), besar energi aktifasi (Ea) merupakan fungsi panas aktifasi, suhu polimerisasi, dan entropi aktifasi (H* dan S*).

Simbol 'Sc dan 'He pada persamaan (2-10) dan persamaan (2-11) digunakan untuk penyederhanaan persamaan. Misalkan Sa* adalah entropi aktifasi senyawa dengan struktur a dan Sb* adalah entropi aktifasi senyawa dengan struktur b maka didefmisikan "Sb=Sa*-Sb*. Apabila Ha* adalah panas aktifasi senyawa dengan struktur a dan Hb* adalah panas aktifasi senyawa dengan struktur b maka "Hb = Ha*-Hb*.

(3)

Majalah LAP AN Vol. 2, No. 2, April - Juni 2000

2.2. Batasan-Batasan

Pada penelitian ini dilakukan pengambilan data berupa suhu polimerisasi dan jumlah senyawa polimer dengan struktur cis, trans, dan vinil. Reaksi dilakukan di dalam suatu autoklaf dengan tekanan 5,5 arm dan suhu polimerisasi 28 sampai 39 °C. Pengambilan data suhu dilakukan berdasarkan suhu termostat yang telah diatur suhunya.

Pengambilan data banyak struktur yang terbentuk dilakukan dengan pengambilan cuplikan menggunakan stopcock (Medalia, 1946). Untuk menentukan berapa banyak struktur cis, trans, dan vinil yang terjadi digunakan metode spektroskopi infra merah dengan alat FTIR spektrofotometer. Struktur cis diamati pada serapan panjang ge lorn bang 715 cm ', struktur trans pada panjang gelombang 910 cm"1, dan struktur vinil pada panjang gelombang 970 cm"'.

Berdasarkan data suhu polimerisasi dan jumlah struktur yang terbentuk, maka nilai-nilai konstanta pada persamaan (2-15), (2-16), dan (2-17) dapat dihitung.

2.3. Prosedur Percobaan

Bahan utama yang digunakan : Butadien sebagai monomer dalam bentuk gas diperoleh dari ISRO, India. Hidrogen peroksida sebagai bahan oksidator dalam bentuk larutan 10 % (analisis permanganometri di Laboratorium Teknologi Polimer Tinggi, UGM, Yogyakarta) diperoleh dari Merck, Jakarta. Aerosol OT sebagai pengemulsi diperoleh dari Laboratorium Teknologi Polimer Tinggi, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Penelitian dilakukan di dalam sebuah autokalf kapasitas 2 L pada tekanan 5,5 atm. Tekanan operasi diambil 5,5 atm untuk memper-tahankan agar butadien sebagai monomer berupa cair karena bila butadien dalam bentuk gas, reaksi berjalan sangat lambat ( waktu 18 jam konversi yang diperoleh adalah 20 %). Untuk mempertahankan butadien cair, tekanan yang dibutuhkan adalah 5,5 atm untuk suhu 28 - 40 °C.

Mula-mula autoklaf diisi dengan air, inisiator, pengemulsi dan fruktosa. Oksigen di dalam autoklaf diusir dengan mengalirkan gas nitrogen kemudian dibuat hampa udara dengan sebuah pompa hisap. Butadien diembunkan menggunakan refrigerator berisi etanol (suhu bisa mencapai -20 °C) sampai diperoleh butadien cair 10 mL, kemudian dialirkan ke dalam autoklaf yang telah diatur suhu dan kecepatan pengadukan (500 rpm). Polimerisasi dilakukan untuk variasi suhu 28, 32, dan 39 "C. Analisis struktur dilakukan dengan FTIR pada panjang gelombang 715, 970, dan 910 cm"1 untuk kadar cis, vinil, dan trans polibutadien.

Secara lengkap rangkaian alat yang digunakan dalam polimerisasi butadiene dapat dilihat pada Gambar 2-2.

3. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Data struktur polibutadien yang terjadi ditunjukkan pada Tabel 3-1. Struktur polibutadien yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 3-3 sampai dengan Gambar 3-5. Untuk menentukan persentasi struktur penyusun polibutadien dilakukan dengan mengamati perbandingan besar atau luasan serapan pada panjang gelombang spesifik masing-masing dari spektra infra merah. Struktur cis, vinil, dan trans menyerap pada panjang gelombang 715, 970, dan 910 cm"1.

Polibutadien berdasarkan struktumya (Gambar 2-1) memiliki serapan spesifik dari ikatan C=C yang memberikan isomer cis, trans, dan vinil tergantung pada atom H yang terikat pada ikatan rangkap C=C. Spektrum 1R untuk ikatan rangkap C=C adalah pada panjang gelombang 1600-1650 cm ', tetapi serapan ikatan C-H yang mengikat pada C=C bervariasi tergantung isomer yang terbentuk (cis, trans, dan vinil) sehingga ikatan konformasi (penataan ruang ikatan dan kuat ikatan berlainan). Pada struktur cis, serapan C-H pada panjang gelombang 715 cm"1 (lebih pendek dari pada struktur trans karena tolakan antar atom H yang kuat). Pada struktur vinil, penataan ruang lebih efisien sehingga serapannya pada panjang gelombang yang lebih panjang daripada cis dan trans. Semakin besar panjang gelombang serapan berarti semakin rendah energi vibrasi yang dibutuhkan (Cresswell, d kk. 1982).

Nilai H dan S dapat diperoleh dari linearisasi grafik hubungan In (c/v), In (c/t) dan ln(t/v) dengan (1/T) dimana slope grafik adalah H/R dan intersep grafik adalah S/R. Gambar 3-1 dan 3-2 menunjukkan grafik hubungan ln(t/c) dan ln(t/v) dengan 1/t.

Tabel 3-1 : KOMPOSISI STRUKTUR POLIBUTADIEN PADA BERBAGAI VARIASI SUHU POLIMERISASI DARI HASIL FTIR

(4)

reaksi terminasi :

(5)

Gambar 2-2 : Rangkaian alat yang digunakan dalam polimerisasi butadien

Gambar 3-3 : Spektra infra merah polimerisasi butadiene pada suhu 301 K (28 °C)

(6)

Gambar 3-5 : Spektra infra merah polimerisasi butadiene pada suhu 311 K (39 °C)

(7)

Pada Gambar 3-1 dan Gambar 3-2 dianggap lurus dengan tingkat kelurusan 0,999 dan 0,996 (tingkat kelurusan atau kebenaran yang menyatakan lurus sempurna bila nilai tingkat kelurusan adalah 1 dan dihitung dengan program grafik MS-EXCELL). Berdasarkan linearisasi grafik Gambar 3-1 dan 3-2 dapat diperoleh nilai S dan R. Hasil perhitungan untuk daerah suhu percobaan 28 - 39 °C diperoleh :

'Hv = 1490 kal/mol 'Sv = 2,2 kal/mol

v

Hc =5464 kal/mol

v

Sc =16,8 kal/mol 'He =6954 kal/mol

'Sc =18,9 kal/mol

Berdasarkan nilai-nilai H dan S tersebut, maka model matematis c, t, dan v terhadap T dapat diperoleh/dihitung.

c(T) = 100/(1 + exp[-8,4 + 2750/T]

+ exp [-9,45 + 3500/T]) (3-1)

t(T) = 100/(1 +exp[9,45 -3500/T]

+ exp[l,09-750/T]) (3-2)

v(T) = 100/(1 + exp[-l,09 + 750/T]

+exp[8,4 - 2750/T]) (3-3)

Hasil percobaan analisis konversi menun-jukkan bahwa pada 3 jam reaksi, konversi yang diperoleh adalah 50-70 %. Jika dibandingkan dengan konversi yang dihasilkan bila proses dilakukan pada tekanan atmosferis (konversi yang diperoleh 20 % pada reaksi 18 jam). Hal ini disebabkan tahan difusi gas cair dapat direduksi bila digunakan butadien cair.

Pada reaksi dua fasa (gas-cair), maka reaksi berlangsung setelah terjadi difusi gas ke dalam cairan, untuk tahanan difusi gas yang besar maka reaksi berlangsung lebih lambat. Salah satu cara untuk mengatasi atau mengurangi tahanan difusi adalah dengan menaikkan tekanan. Pada tekanan 5,5 atm, maka gas butadien akan terjadi kesetimbangan gas-cair sehingga tahanan difusi dapat direduksi.

Gambar 3-2 : Grafik hubungan ln(t/v) dengan (1/T)

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan dan pembahasan, diperoleh untuk polimerisasi emulsi butadien, nilai komposisi struktur hanya dipengaruhi oleh suhu polimerisasi. Model matematis yang ditawarkan cukup baik untuk kisaran kondisi percobaan. Model ini dapat dipakai sebagai salah satu faktor di dalam memperkirakan polibutadien yang diinginkan.

DAFTAR RUJUKAN

Avery, H.E., 1974, Basic Reaction Kinetics and Mechanisms., Is ed., p.51, The Macmilaan Press Ltd., Hongkong.

Creswell, C.J., Runguist, O.A., and Campbell, M.M., 1982, Spectrum Analysis of Organic Compound., Burgess Publishing Co., London.

Flory, P.J., 1969, Principles of Polymer Chemistry., p.p. 203 - 230, Cornell University Press, London.

Medalia, A.I., 1946, Use of Stopcock Device for Sampling Latex., J. Polymer Sci., 1, 1-4.

Prausnitz, J.M., Lichtenthler, R.N., and deAzevedo, G.E., 1986, Moleculer Thermodynamics of Fluid-Phase Equilibrium, p.p. 302-317, Prentice Hall, New York.

Gambar

Gambar 2-1 : Proses reaksi pembentukan polibutadien emulsi
Gambar 2-2 : Rangkaian alat yang digunakan dalam polimerisasi butadien
Gambar 3-5 : Spektra infra merah polimerisasi butadiene pada suhu 311 K (39 °C)
Gambar 3-1 : Grafik hubungan ln(t/c) dengan (1/T)

Referensi

Dokumen terkait

Kenaikan temperatur menyebabkan terjadinya pemuaian sehingga ikatan antar atom-atom partikel penyusun pegas meregang dan terjadi pertambahan panjang, akibatnya selisih

Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan atom H untuk berikatan dengan atom Si dari pada atom Ge, sehingga ikatan lepas (dangling bond) pada atom Ge lebih besar dari

a) Variabel terikat (Y), yaitu variabel yang nilainya tergantung pada variabel lain. Adapun yang menjadi variabel terikat adalah jumlah pembiayaan yaitu sejumlah

Asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang memiliki satu atau lebih.. ikatan rangkap di antara atom-atom karbonnya, dan pada

Kapasitansi spesifik (Csp) untuk masing-masing variasi elektroda sel superkapasitor dari karbon aktif TKKS disajikan dalam kurva siklus voltamogram seperti pada

Hal ini disebabkan karena pengaruh suhu tinggi pada ikatan hidrogen yang mungkin lepas sehingga konsentrasi molekul eugenol semakin berkurang akibat

Pada suhu 800°C, 900°C dengan waktu tahan 3 jam sudah terlihat unsur-unsur saling berikatan dan membentuk BaTiO3 Suhu sintering berkaitan dengan proses difusi atom pada sampel semakin

Spektrum FTIR senyawa flavonol Spektrum FTIR senyawa flavonol memperlihatkan serapan pada bilangan gelombang 3200-3300 cm-1 yang menunjukkan vibrasi dari ikatan O-H yang terikat pada