BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis Guineesis) diusahakan secara komersial di
Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara, Pasifik Selatan, serta beberapa daerah
lain dengan skala yang lebih kecil. Tanaman kelapa sawit berasal dari Afrika
dan Amerika Selatan, tepatnya Brazilia. Di Brazilia tanaman ini ditemukan
tumbuh secara liar atau setengah liar di sepanjang tepi sungai, kelapa sawit
termasuk pada subfamili yang merupakan tanaman asli Amerika termasuk
spesies Elaeis Oleifera dan Elaeis Odora. Zeven menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari daratan tersier yang merupakan daratan yang
menghubungkan antara Afrika dan Amerika. Namun tempat komoditas
tanaman ini tidak dipermasalahkan lagi.
Kelapa sawit saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya di
Indonesia dan Malaysia, justru bukan di Afrika Barat atau di Amerika yang
dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia
pada tahun 1884 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon
(Mauritus) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit tersebut
ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli, Sumatera
2.2 Varietas dan Bagian Tanaman Kelapa Sawit
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, kelapa sawit dibagi atas
4 varietas, yaitu :
1. Dura
Tebal tempurung antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada
bagian luar tempurung. Persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara
35 – 50 %. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang
rendah.
2. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging
buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan
daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat dapat diperbanyak tanpa
menyilangkan dengan jenis lain. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai
sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Pisifera dan Dura akan
menghasilkan varietas Tenera.
3. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu
Dura dan Pisifera. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5
– 4 mm dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah
terhadap buah tinggi, antara 60 – 95 %.
4. Macro Carya
2.3 Minyak Kelapa Sawit
Buah kelapa sawit menghasilkan 2 jenis minyak. Minyak yang berasal dari
daging buah (mesokarp) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai
minyak kelapa sawit kasar atau Crude Palm Olein (CPO). Sedangkan minyak
yang kedua adalah berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna, dikenal
sebagai minyak inti kelapa sawit atau Palm Kernel Oil (PKO).
Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) mengandung sekitar 500 –700 ppm β
– karoten dan merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh
karena itu CPO berwarna merah jingga. Di samping itu, jumlahnya juga cukup
tinggi. Minyak sawit ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui
ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning
sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang. Adanya serat halus
dan air pada sawit kasare tersebut menyebabkan minbyak sawit kasar tidak
dapat dikonsumsi langsung sebagai bahan pangan maunpun non
pangan.(Ketaren, 1986)
2.4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% petikarp dan 20% buah yang
dilapisi kulit yang tipis ; kadar minyak dalam perikarp sekitar 30 - 40 %.
Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi
yang tetap. (Ketaren, 1986)
Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak
yang berbeda-beda. Panjang rantai adalah antara 14 - 20 atom karbon. Dalam
molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak yang membentuk satu
molekul trigliserida dan tiga molekul air.(Mangoensoekarjo, 2003)
Minyak yang mula-mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang
mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan
buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak
jenuh. Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu
lemak atau minyak, yang umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang
dan tidak bercabang.
2.4.1 Asam Lemak Jenuh
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mengandung ikatan
rangkap antara atom-atom karbon pada rantainya, dan pada umumnya
mempunyai titik didih yang lebih tinggi.
Tabel 2.1 Asam-Asam Lemak Jenuh pada Minyak Kelapa Sawit
A.Asam Kaprilat dan Asam Kaprat
Asam Kaprilat dan Asam Kaprat merupakan 2 senyawa yang penting dalam
industri, karena merupakan zat kimia antara (intermediate) untuk mensintesis
berbagai zat-zat kimia fungsional dan produk pangan sehat yang disebut
trigliserida rantai sedang atau TSR (Medium Chain Trigliserid/Fat, MCT).
Sumber alami asam kaprilat dan kaprat adalah minyak kelapa dan minyak inti
sawit, keduanya banyak diproduksi di Indonesia.Asam Kaprilat dan Asam
Kaprat diperoleh dari kedua minyak tersebut melalui jalur hidrolisis dan
metanolisis. Jalur metanolisis ialah yang menghasilkan ester metal asam-asam
kaprilat dan kaprat).
B. Asam Laurat
Asam Laurat atau Asam Dodekanoat adalah asam lemak jenuh berantai
sedang (Middle – Chained Fatty Acid, MCFA) yang tersusun dari 12 atom C.
Sumber utama asam lemak ini adalah minyak kelapa, yang dapat mengandung
50% Asam Laurat, serta minyak biji sawit (Palm Kernel Oil).Asam Laurat
memiliki titik lebur 44°C dan titik didih 225°C. Sehingga pada suhu ruang
berwujud padatan berwarna putih dan mudah mencair jika dipanaskan. Rumus
kimia CH3(CH2)10COOH, berat molekul 200,3 gr/mol, asam ini larut dalam
pelarut polar, misalnya air, juga larut dalam lemak karena gugus hidrokarbon
(metal) di satu ujung dan gugus karboksil di ujung lain.
C.Asam Miristat
Asam Miristat atau Asam Tetradekanoat merupakan asam lemak jenuh yang
(Myristica Fragrans). Meskipun demikian, aroma khas Pala tidak berasal dari
asam ini melainkan minyak atsiri yang juga dijumpai pada tanaman ini.
D.Asam Palmitat
Salah satu asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat
atau asam heksadekanoat. Tumbuh-tumbuhan dari family Palmaceae, seperti kelapa (cocoa nucifera) dan kelapa sawit (elaesis guenensis) merupakan sumber
asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan mengandung hamper semuanya
Palmitat (92%). Minyak sawit mengandung sekitar 50% Palmitat. Produk
hewani juga banyak mengandung asam lemak ini (dari mentega, keju, susu dan
juga daging).Asam Palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16
atom karbon, CH3(CH2)14COOH. Pada suhu ruang, Asam Plamitat berwujud
padat berwarna putih, titik lebur 63,1°C.
E. Asam Stearat
Asam Stearat atau Asam Oktadekanoat adalah asam lemak jenuh yang
mudah diperoleh dari lemak hewani serta minyak masak. Wujudnya padat pada
suhu ruang, dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH. Kata Stearat berasal dari
bahasa Yunani “Stear” yang berarti “lemak padat”.Asam Stearat diproses
dengan memperlakukan lemak hewan dengan air pada suhu dan tekanan tinggi.
Titik lebur asam Stearat 69,6°C dan titik didihnya 361°C. Reduksi asam Stearat
2.4.2Asam Lemak Tidak Jenuh
Asam lemak tidak jenuh adalah asam lemak yang memiliki satu atau lebih
ikatan rangkap di antara atom-atom karbonnya, dan pada umumnya mempunyai
titik lebur yang rendah.
Tabel 2.2 Asam-Asam Lemak Tidak Jenuh pada Minyak Kelapa Sawit
Asam lemak Jumlah
Asam Oleat 18 CH3(CH2)7CH=(CH2)7COOH 14 42,7
Asam Linoleat 18 CH3(CH2)7CH=CHCHCH2=(CH)2COOH -5 10,3
A.Asam Oleat
Asam Oleat atau asam Z-Δ9-oktadekanoat merupakan asam lemak tak jenuh
yang banyak terkandung dalam minyak zaitun. Asam ini tersusun dari 18 atom
C dengan satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10. Selain dalam
minyak zaitun (55-80%), asam lemak ini juga terkandung dalam minyak bunga
matahari kultivar tertentu, minyak raps, serta minyak biji anggur. Rumus
kimianya CH3(CH2)7CH=(CH2)7COOH.Asam lemak ini pada suhu ruang
berupa cairan kental dengan warna kuning pucat atau kuning kecoklatan. Asam
ini memiliki aroma yang khas, tidak larut dalam air dan tiitk leburnya 15,3°C.
B. Asam Linoleat
Asam Linoleat merupakan asam lemak tak jenuh mejemuk (Polyunsaturated
Asam Linoleat, Asam Alfa Linoleat (ALA), adalah asam lemak omega 3 yang
dikenal memiliki khasiat lebih dari asam Alfa Linooleat Nabati dan dapat
diperoleh dari minyak biji flax (linum usitatissinum)sekitar 55%.
2.4.3 Kandungan Minor dalam Minyak Kelapa Sawit
Kandungan minor dalam minyak kelapa sawit berjumlah kurang lebih 1%,
antara lain terdiri dari karoten, sterol, alcohol, triterpen, dan fosfalipida. Dua
unsur yang disebut pertama, yaitu karoten dan tokoferol mempunyai nilai lebih
dibandingkan unsur yang lain karena unsur tersebut diketahui meningkatkan
kemantapan minyak terhadap oksidasi. Dengan kata lain, keberadaan kedua
unsur tersebut dalam suatu jenis minyak menyebabkan minyak relatif tidak
mudah tengik. Selain itu, karoten mempunyai potensi untuk dikembangkan
sebagai obat anti kanker, sedangkan tokoferol dimanfaatkan sebagai sumber
vitamin E. (Tim Penulis, 1998)
2.5 Sifat Fisiko-Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisiko-kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,
kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik
pelunakan, slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api.
Beberapa sifat fisiko-kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada table
Tabel 2.3 Nilai Sifat Fisiko-Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit
Sifat Minyak sawit Minyak inti sawit
Bobot jenis pada suhu
kamar
- 0,900 -0,913
Indeks bias D 40°C 1,4565 -1,4585 1,495 -1,415
Bilangan Iod 48 -56 14 – 20
Bilangan Penyabunan 196 - 205 244 -254
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah
proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna.
Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen kaotene yang larut dalam
minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat
adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan
bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.
Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak
kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik
cair yang berbeda-beda. (Ketaren, 1986)
2.6 Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
Pengolahan minyak kelapa sawit dari tandan buah segar kelapasawit terdiri
dari beberapa tahap, yaitu :
A.Sterilisasi dan Perontokan
Sterilisasi bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzim dan
Terhentinya proses enzimatis akan mengurangi kerusakan bahan, antara lain
akibat penguraian minyak menjadi asam lemak bebas. Penggumpalan protein
bertujuan untuk tidak ikut terekstrak pada waktu pengepresan minyak
(ekstraksi). Sterilisasi juga bermanfaat untuk pengawetan dan memudahkan
perontokan buah. Tandan buah yang telah disortir, direbus dengan uap panas
selama 2 – 2,5 jam. Akhir perebusan ditandai dengan beberapa gejala, antara
lain bau buah yang gurih, empuk dan mudah rontok. Setelah direbus
selanjutnya dimasukkan ke dalam alat perontok.
B. Pengempaan
Buah dalam bak penumpukan dimasukkan ke dalam tangki penghancur.
Sebagai pembantu dalam proses ini dipakai uap air panas, dan hasil hancurnya
disebut jladren. Jladren dimasukkan ke dalam alat pengepres yang berbentuk silinder
tegak. Pengepresan dilakukan pada tekanan sebesar 200 – 300 kg/cm² dengan
penekanan 5 sampai 6 kali dalam 1 menit. Ampas yang dihasilkan diangkut dengan
pengangkut bergulir (auger) ke proses selanjutnya. Minyak sawit dari stasiun kempa
dialirkan ke dalam sebuah tangki yang disebut monteyues.
C.Perebusan
Minyak yang berada dalam monteyues dipanaskan dengan uap air supaya tidak membeku. Dari monteyues minyak dipompakan dalam bak tunggu dengan bantuan tekanan uap sebesar 2 kg/cm², dan dari bak tunggu dialirkan ke dalam tangki
pengendapan. Di dalam tangki pengendapan, minyak dipanaskan dengan uap air
selama kurang lebih 4 jam, kemudian didinginkan selama 3 jam. Perebusan bertujuan
air dari minyak. Pendinginan selama 3 jam, akan memisahkan minyak dari air dan
kotoran.
D.Penjernihan
Minyak sawit dipompakan dari bak tunggu ke dalam tangki penjernihan
(klarifikator). Di dalam tangki penjernihan ini minyak kelapa sawit dimasak lagi
dengan uap air panas selama lebih kurang 60 menit, kemudian didinginkan selama 60
menit.
E. Penyaringan
Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring di dalam alat
penyaring sentrifugal. Dari penyaringan sentrifugal minyak bersih dipompakan ke
dalam tangki penimbunan, sedangkan air dan kotoran dikembalikan ke dalam tangki
pengendapan.
F. Pemisahan Ampas dan Biji Sawit
Ampas yang keluar dari stasiun kempa diangkut oleh pengangkut berulir
(auger) kea lat pemisah ampas (luchschreider). Selama pengangkutan, ampas dipanasi dengan uap yang dicacah dengan pisau sehingga ampas yang dihasilkan
lebih halus. Alat pemisah ampas ini merupakan sebuah drum yang berputar
dilengkapi oleh sebuah kipas. Prinsip pemisahan berdasarkan atas perbedaan bobot
2.7 Pengolahan CPO Menjadi Minyak Goreng
2.7.1 Perlakuan Pendahuluan (Pre-treatment Refining)
A.Pemisahan Gum (De-Gumming)
Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir-lendir
yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa
mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Biasanya proses ini dilakukan
dengan cara dehidrasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah
terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemusingan (sentrifusi).
Caranya ialah dengan memasukkan uap air panas ke dalam minyak disusul dengan
pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga bagian lendir terpisah dari air.
Pada saat proses sentrifusi berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang dapat
menyerap air misalnya asam mineral pekat atau garam dapur (NaCl). Suhu minyak
pada waktu proses sentrifusi berkisar antara 32 - 50°C, dan pada suhu tersebut
kekentalan minyak akan berkurang sehingga gum mudah terpisah dari minyak.
B. Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat
warna yang tidak disukiai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan
mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller
earth), lempung aktif (activated clay), arang aktif ataupun bahan kimia lainnya.
Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang
dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu
sekitar 105°C selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak
tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna
tersebut akan dihilangkan. Selanjutnya, minyak dapat dipisahkan dari adsorben
dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan
dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut ± 0,2 – 0,5 % dari
berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.
C.Penyaringan (Filtering)
Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring di dalam alat
penyaring. Setelah selesai penyaringan pada media penyaring, terlebih dahulu
diberikan steam pengering untuk menekan minyak yang masih ada pada spent earth lalu dilakukan blowing selama 10 – 15 menit. Kadar minyak yang diperoleh adalah ±
20% dari berat spent earth. Minyak yang telah disaring pada alat penyaring yang dialirkan ke filter bags yang dilengkapi dengan media penyaring berupa lempeng
besi, jaring kawat dan kertas saring yang terbuat dari nilon yang tahan terhadap
panas. Minyak yang keluar dari filter bags berupa DBPO ( Degumming Bleaching
Palm Oil ) yang ditampung dalam tangki sebelum menuju proses pemurnian,
sedangkan air dan kotoran dikembalikan ke dalam tangki pengendapan.
2.7.2 Proses Pemurnian ( Deodorization )
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan
untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak di dalam minyak.
Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam
tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Pada tahap ini minyak dari bleaching
lemak bebas (FFA), bau (odor), warna (colour). Proses pemurnian dilakukan
pada life steam dengan peningkatan suhu secara bertahap.
Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dan vertical.
Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak tersebut
dipanaskan pada suhu 200 - 250°C pada tekanan 1 atm dan selanjutnya pada
tekanan rendah (± 10 mmHg) sambil dialiri uap panas selama 4 – 6 jam untuk
mengangkut senyawa yang menguap. Jika masih ada uap air yang tertinggal
dalam minyak setelah pengaliran uap selesai maka minyak tersebut perlu
divakumkan pada tekanan yang turun lebih rendah.Pada suhu yang tinggi,
komponen yang menimbulkan bau pada minyak akan lebih mudah menguap,
sehingga komponen tersebut diangkut sari minyak bersama-sama dengan uap
panas. Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan mengurangi jumlah
uap yang digunakan dan mencegah hidrolisa minyak oleh uap air.Setelah proses
deodorisasi sempurna, maka minyak harus cepat didinginkan dengan
mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak turun
menjadi ± 84°C dan selanjutnya ketel dibuka dan dikeluarkan dari ketel.
(Ketaren, 1986)
2.7.3 Proses Pemisahan ( Fractination )
Untuk memisahkan fraksi padat dengan fraksi cair yang terdapat pada
RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) dilakukan proses fraksinasi.
Proses fraksinasi terdiri dari beberapa tahap, yaitu pemanasan, pendinginan dan
A.Pemanasan (Heating)
RBDPO yang telah ditampung dipompakan ke dalam crystalyzer, dimana crystalyzer terlebih dahulu dipanaskan pada suhu sekitar 68°C, pemanas digunakan berupa steam (kapasitas crystalyzer : 40 ton) dengan jarak pengisian 30 menit.
Crystalyzer dilengkapi dengan agitator. Di dalam tangki dihomogenkan selama ±30 menit agar minyak bercampur secara merata, sehingga dalam pembuatan kristal tidak
mengalami kesulitan dan suhunya dapat dipertahankan sekitar 68 - 70°C.
B. Pendingin (Cooling)
Setelah minyak dihomogenisasikan dari suhu tetap antara 68 - 70°C,
kemudian dilakukan pendinginan dengan air (cooling water)dengan suhu 30 - 33°C
dan pompa air akan bekerja secara otomatis. Bila suhu minyak pada tangki
crystalyzer sudah mencapai 38 - 40°C maka cooling water akan dihentikan, dilanjutkan dengan pendinginan chilled water yang bersuhu 14°C. Pertukaran ini disebut dengan komutasi yang dilakukan secara otomatis. Pembentukan kristal mulai
terjadi pada saat suhu chilling mencapai 28 - 29°C, dengan temperatur oil 30 - 32°C.
Pada suhu ini stearin sudah mengkristal menjadi faksi padat, sedangkan olein tetap
tinggal sebagai fraksi cair. Kemudian dilakukan pendinginan sampai suhu minyak
mencapai ± 26°C. Apabila sudah tercapai temperatur tersebut, maka RBDPO
yangada pada crystalyzer tank sudah dapat ditransfer ke filter melalui pompa untuk disaring.
C.Filtrasi (Filtration)
Proses ini bertujuan untuk memisahkan fraksi padat dan fraksi cair yang
dilakukan dengan metode penyaringan pada membrane filter press
system hidrolik. Alat ini tersusun dari plat yang berjumlah 85 buah, media yang
digunakan untuk penyaringan adalah filter cloth yang tahan terhadap tekanan tinggi dengan ukuran air permeability 500 – 600. RBDPO dari crystalyzer dipompakan oleh pompa pada suhu 26°C dengan kapasitas 20.000 kg/batch
memasuki filter, setelah mengalami proses penyaringan, olein akan lolos dan
ditampung pada tangki (Olein Storage). Biasanya bila sudah mencapai tekanan
3 barr, filtrasi sudah dapat dihentikan dan dilakukan squeeze (±25menit). Setelah squeeze dilakukan, sisa RBD Olein dengan menggunakan tenaga angin
dengan tekanan 3 – 4 barr selama 5 menit, kemudian filter dibuka, dan cake RBD stearin jatuh, dan ditampung dengan melting tank, kemudian dipanaskan
sampai dengan suhu 70°C dengan media pemanas berupa pipa yang dialiri
dengan air panas secara sirkulasi dalam pipa, akibat pemanasan ini stearin
dapat mencair dan mudah dialirkan ke tangki timbun (Stearin Storage).
(Ketaren, 1986)
2.8 Standar Mutu
Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk
kmenentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang
menentukan standar mutu, yaitu kandungan air dan kotoran dalam minyak,
kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.
Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan
kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan
persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak
bebas serendah mungkin ( lebih kurang 2 persen atau kurang ), bilangan
peroksida dibawah 2, bebas dari warna merah dan kuning ( harus berwarna
pucat ) tidak berwarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah
mungkin atau bebas dari ion logam.
Tabel 2.4 Spesifikasi Kualitas RBD Olein Menurut PORAM
(THEPALM OILREFINERS ASSOCIATIONOFMALAYSIA)
Kandungan Mutubiasa Mutukhusus
Asamlemakbebas (%) 2,7 2,2
Air(%) 0,1 0,08
Kotoran(%) 0,01 0,05
BilanganPeroksidam.e/kg - 0,5
Besi(ppm) - 5
2.9 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit
Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak
faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya selama
penanganan pascapanen, ataupun selama proses pemrosesan dan
pengangkutannya. Berikut faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mutu
minyak kelapa sawit:
1. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikat dalam
minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas akan
hidrolisa pada minyak dan menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas.
Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor panas, air, keasaman, dan
katalis (enzim). Semakin lama reaksi berlangsung,maka semakin banyak asam
lemak bebas yang terbentuk.
2. Kadar Zat Menguap dan Kotoran
Kotoran yang terdapat dalam minya kterdiri dari tiga golongan, yaitu
kotoran yang tidak larut dalam minyak (Fat Insoluble) dan kotoran yang
terdispersi dalam minyak. Kotoran yang terdiri dari biji atau partikel jaringan,
lender dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang
terdiri dari Mg, Cu, Fe, dan Ca, serta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini
dapat dipisahkan dengan beberapa cara mekanis, yaitu dengan cara
pengendapan, penyaringan dan sentrifusi.
3. Pemucatan
Minyak sawi tmempunyai warna kuning oranye sehingga jika
digunakan sebagai bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan
dengan adsorben. Salah satu adsorben yang digunakan adalah tanah liat
(bleaching earth). Aktivitas tanah liat dengan asam mineral (missal : HCl) akan
mempertinggi daya pemucat karena asam mineral akan larut dan bereaksi
dengan komponen seperti tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori -pori
adsorben. Namun pemakaian asam mineral akan menimbulkan bau lapuk pada
minyak. Disamping itu, tanah liat juga akan menaikkan kadar asam lemak
bebas dan mengurangi daya tahan kain saring yang digunakan untuk
4. Kadar Logam
Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit
antara lain adalah besi, tembaga dan kuningan. Logam-logam tersebut
biasanya berasal dari alat-alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif
pertama yang harus dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang
berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa adalah mengusahakan alat-alat
dari stainless steel.
Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam
tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam tersebut
dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit.
Reaksi ini dapat diamati dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang
semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan.
5. Angka Oksidasi
Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan
intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi
semakin gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak
kelapa sawit menjadi menurun.
Konsumen atau pabrik yang menggunakan minyak sawit sebagai
bahan baku dapat menilai mutu dan kualitasnya dengan melihat angka oksidasi.
Dari angka inilah dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi
berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak kelapa sawit
untuk menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan
2.9.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidasi
Trigliserida minyak sawit hanya mengandung sedikit ikatan asam
lemak tak jenuh majemuk (poly-unsaturated), juga mengandung tokoferol,
sehingga agak tahan terhadap oksidasi. Oksidasi ikatan rangkap tersebut, sama
seperti hidrolisis, juga akan berlangsung secara otokatalitik. Penambahan
molekul oksigen terjadi pada gugusan metilen dari ikatan rangkap. Ini
menghasilkan hidroperoksida yang segera terbagi menghasilkan radikal bebas.
Dalam proses oksidasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan
oksidasi, yaitu :
1. Pengaruh suhu
Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan (expose) diudaraakan
bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan
penurunan suhu. Kecepatan akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak
pada suhu 100 - 115oC adalah kedua kali lebih besar dibandingkan pada suhu
10oC. Untuk mengurangi kerusakan bahan pangan berlemak dan agar tahan
dalam waktu yang lebih lama, dapat dilakukan dengan cara menyimpan lemak
dalam ruang dingin.
2. Pengaruh Cahaya
Cahaya merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan.
Kombinasi dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi.
Sebagai contoh, lemak yang disimpan tanpa udara (O2), tetapi dikenai cahaya
sehingga menjadi tengik. Hal ini dikarenakan dekomposisi peroksida yang
3. Bahan Pengoksidasi
Salah satu bahan pengoksidasi yang mempercepat proses oksidasi
adalah peroksida. Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat
periode induktif dalam lemak segar, serta dapat merusak zat inhibitor.
Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak, berupa peroksida lemak atau
penambahan peroksida selain yang dihasilkan pada proses oksidasi lemak,
misalnya hidrogen peroksida dan dapat mempercepat proses oksidasi.
4. Pemanasan
Pemanasan mengakibatkan tiga macam perubahan kimia dalam lemak
yaitu terbentuknya peroksida dalam asam lemak tidak jenuh, peroksida
berdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil, polimerisasi oksidasi
sebagian. Hasil oksidasi sebagian (partially oxidation) asam lemak dapat
dipisahkan dari lemak sebagai fraksi nonureaadduct. Dekomposisi minyak
dengan adanya udara terjadi pada suhu lebih rendah (190oC) daripada tanpa
udara (pada suhu 240-260oC). Reaksi yang terjadi berbeda pada bagian
permukaan dan bagian tengah minyak yang digoreng dan bentuk ketel
berpengaruh besar terhadap kecepatan penguraian minyak.
2.9.2 Faktor-faktor yang Dapat Menaikkan Bilangan Peroksida
Perubahan kimia yang terjadi dalam molekul minyak akibat
pemanasan, tergantung dari empat factor yaitu :
1. Lamanya Pemanasan
Pemanasan selama 10 – 12 jam pertama, bilangan iod akan berkurang
dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam kedua. Kandungan
persenyawaan karbonil bertambah dalam minyak selama proses pemanasan
kemudian berkurang sesuai dengan berkurangnya jumlah oksigen.
2. Suhu
Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselidiki dimana
minyak yang dipanaskan pada suhu 160oC dan 200oC, menghasilkan bilangan
peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan 120oC. Hal ini
merupakan suatu indikasi bahwa persenyawaan peroksida bersifat tidak stabil
terhadap panas.
3. Akselerator oksidasi
Kecepatan aerasi juga memegang peranan penting dalam menentukan
perubahan - perubahan selama oksidasi thermal, dimana bilangan iod
semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan aerasi. Senyawa karbonil
dalam lemak- lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai prooksidan
atau akselerator pada proses oksidasi.
2.9.3 Proses Oksidasi
Oksidasi spontan lemak tidak jenuh didasarkan pada serangan
oksigen pada ikatan rangkap (ikatan tak jenuh ) sehingga membentuk
hidroperoksida tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam
molekul trigliserida terdiri dari asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
Asam-asam tidak jenuh ini jika dioksidasi, masing-masing akan membentuk
Peroksida yang dihasilkan bersifat tidak stabil dan akan mudah
mengalami dekomposisi. Senyawa peroksida mampu mengoksidasi molekul
asam lemak yang masihutuh, dengan cara melepaskan dua atom hydrogen
sehingga membentuk ikatan rangkap baru dan selanjutnya direduksi sampai
membentuk oksida. Terbentuknya peroksida, disusul dengan terbentuknya
ikatan rangkap baru, akan menghasilkan deretan persenyawaan aldehida dan
asam jenuh dengan berat mokelul lebih rendah (terutama dengan jumlah C1
-C9).
2.9.4 Dampak Oksidasi Terhadap Kualitas Minyak
Adapun dampak dari tingginya bilangan oksidasi (peroksida) yang
dihasilkan adalah kerusakan pada kualitas minyak, yang mana pada bahan
pangan berlemak ini akan menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak
(ketengikan), sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi minyak. Tipe
penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu :
1. Ketengikan oleh Oksidasi (Oxidative Rancidity)
Ketengikan ini terjadi pada proses oksidasi oleh oksigen udara
terhadap asam lemak tak jenuh dalam lemak. Proses ini dapat terjadi pada
suhu kamar, dan selama proses pengolahan menggunakan suhutinggi. Hasil
oksidasi ini tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak tetapi juga
dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin (karoten dan tokoferol)
dan asam lemak esensial dalam lemak.
Oksidasi terjadi pada ikatan tak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu
kamar sampai suhu 100oC, setiap 1 ikatan tak jenuh dapat mengabsorbsi 2
Peroksida ini dapat menguraikan radikal tidak jenuh yang masih
utuh, sehingga terbentuk 2 molekul persenyawaan oksida dengan reaksi
sebagai berikut:
Proses pembentukan peroksida dipercepat oleh adanya cahaya,
suasana asam, kelembaban udara dan katalis.
2. Ketengikan oleh enzim (EnzymaticRancidity)
Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembapan udara
tertentu, merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur
tersebut mengeluarkan enzim, misalnya enzim lipoelastic dapat
menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol . Enzim
peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tak jenuh sehingga terbentuk
peroksida. Disamping itu, enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak
3. Ketengikan Oleh Hidrolisa (Hydrolitic Rancidity)
Komponen zat berbau tengik dalam minyak selain dihasilkan dari
proses oksidasi dari enzimatis, juga disebabkan oleh hasil hidrolisa lemak
yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut
mudah menguap dan berbau misalnya asam butirat, asam valerat, dan asam
kaproat.
2.10 Dampak Peroksida Dalam Tubuh
Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh
panas, sehingga lemka yang telah dipanaskan mengandungsejumlah kecil
peroksida.Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat
mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan
berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K) dan sejumlah kecil vitamin B.
Peroksida juga dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan
flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida
dalam bahan pangan (lebih besar dari 100) akan bersifat sangat beracun dan
tidak enak.
Bergabungnya peroksida dalam system peredaran darah
mengakibatkan kebutuhan vitamin E yang lebih besar. Peroksida akan
membentuk persenyawaan lipoperoksida secara nonenzimatis. Lipoperoksida
dalam aliran darah mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai
kerapatan rendah. Lipoprotein dalam keadaan normal mempunyai fungsi aktif
sebagai alat transportasi trigliserida, dan jika lipoprotein mengalami denaturasi
akan mengakibatkan deposisi lemak dalam pembuluh darah (aorta) sehingga