KARYA TULIS ILMIAH
BAHASA JAWA 1
TINGKAT TUTUR BAHASA JAWA
(MADYA)
NOVIAN DIKA WAHYUDI
150110201033
KELAS A
SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Bahasa jawa (Madya)” dengan tepat waktu.
Karya Tulis Ilmiah ini berisikan uraian secara tuntas tentang tingkat tutur bahasa Jawa (Madya). Semoga Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca agar dapat memahami tingkat tutur dibahasa jawa yaitu Basa Madya.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI) selanjutnya.
Terima kasih.
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...2 DAFTAR
ISI...3 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan dan Manfaat BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian
2.2 Tingkat Madya BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran-saran
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tuturan sebagai salah satu represententasi bahasa merupakan salah satu kajian budayanya dengan penutur sebagai anggota dari suatu komunitas. Dimensi tuturan hanya dapat ditangkap dengan mempelajari apa yang dilakukan penutur terhadap bahasanya, dengan cara menghubungkan kata dan
gesture sesuai Majalah Ilmiah INFORMATiKA Vol. 2 No.1 Januari 2011 -86- konteks dimana tanda tersebut dihasilkan; yang menunjukan bahwa tuturan dapat menghasilkan tindak sosial.
Jika seseorang memiliki bahasa yang sama namun berbeda komunitas, maka dikatakan bahwa keduanya berada pada komunitas bahasa yang berbeda. Sebagai contoh adalah komunitas bahasa Jawa kraton (Solo dan Yogyakarta) dan komunitas bahasa Jawa pesisir yang memiliki komunitas bahasa yang berbeda. Keduanya menggunakan dialek bahasa Jawa yang sama namun berbeda penerapannya pada situasi sosial. Masyarakat bahasa Jawa kraton menggunakan bahasa ngoko jika itu mengacu pada dirinya sendiri. Misalnya ketika ia berkomunikasi dengan orang lain, maka performasinya adalah ‘Tenggo sekedhap nggih kula badhe adus. Mangga panjenengan pinarak
rumiyin’. Dalam hal ini penutur menggunakan bahasa ngoko untuk dirinya sendiri (adus), dan menggunakan bahasa krama untuk mitra tuturnya (pinarak). Sedangkan bagi masyarakat bahasa pesisir, mereka cenderung menggunakan bahasa Jawa krama untuk dirinya sendiri seperti contoh : ‘Kula badhe siram rumiyin monggo mang entosi sekedhap ngih’ (Suryadi, 2010 : 205). Pada data di atas menunjukkan bahwa penutur menggunakan bahasa Jawa krama untuk dirinya sendiri. Bagi mereka hal itu merupakan hal yang santun dan menghormati mitra tuturnya. Namun hal ini bertentangan dengan ideologi dari masyarakat Jawa kraton dan ini dianggap sesuatu yang tidak santun. Penggunanan kata ‘siram’ yang berbeda (walaupun sama-sama dialek bahasa Jawa) menunjukkan bahwa masyarakat Jawa kraton dan masyarakat Jawa pesisir merupakan komunitas bahasa yang berbeda atau dengan kata lain dikatakan bahwa keduanya tidak berada dalam satu komunitas bahasa.
1.2
Rumusan Masalah
Secara umum, rumusan masalah pada makalah “Tingkat tutur bahasa jawa (madya)” ini dapat dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut :
1. Bagaimana cara berbicara dengan teman?
2. Bagaimana bicara dengan orang yang lebih tua atau orang tua?
3. Bagaimana berbahasa dengan baik kepada seseorang menggunakan bahasa jawa (madya)?
1.3
Tujuan dan Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Bahasa Jawa adalah bahasa ibu orang-orang Jawa yang tinggal terutama di daerah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain itu, bahasa Jawa juga digunakan oleh
masyarakat Banten sebelah Utara, di Lampung, di dekat Medan dan di daerah-daerah transmigrasi yang menjadi kantong-kantong bahasa Jawa sebagai akibat masyarakat Jawa yang beremigrasi ke daerah tersebut dan masih mempergunakan bahasa Jawa sebagai bahasa minoritas. Bahasa Jawa memiliki berbagai dialek geografis seperti dialek Banyumas, Tegal, Yogya-solo, Surabaya, Samin, Osing, dan sebagainya yang masing-masing memiliki subdialek sendiri. Disamping dialek,
masyarakat Jawa juga mengenal ragam bahasa seperti formal, informal, dan ragam indah, yang masing-masing memiliki bentuk fonologi, morfologi, sintaksis, maupun leksikon yang berbeda. Ragam tersebut tercermin dalam tingkat tutur (undha usuk) yang sangat kompleks penggunaanya. Menurut Soepomo (1975), tingkat tutur adalah variasi bahasa yang perbedaan antar tingkat satu dengan yang lain ditentukan oleh perbedaan kesopanan penutur terhadap mitra tutur
(Poedjasoedarma, 1979:3).
2.2
Tingkat Madya
Tingkat Madya, pada dasarnya adalah tingkat tutur krama yang telah mengalami proses penurunan, proses informalisasi dan ruralisasi (Soepomo, 1979:12).
Dalam diagram juga tampak bahwa, tingkat Madya dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yakni :
2.2.1. Tingkat tutur Madya Ngoko
Dipergunakan oleh sesama teman, pembicara dan mitra bicara memperlakukan pembicara sederajat, misalnya antar pedagang (bakul). Tingkat tutur ini juga dipakai antara atasan kepada bawahan, priyayi kepada bawahan dalam suasana akrab, tidak resmi dan santai. Bentuk tingkat tutur ini: madya, ngoko, kowe diganti ”ndiko”.
Contoh:
• Ndiko wayah ngeten kok lungo teng pasar. • Kulo ajeng mantuk riyin.
2.2.2. Tingkat Madyatara
Dipakai oleh pembicara kepada mitra bicara yang lebih muda atau yang mempunyai derajat yang lebih rendah. Seorang priyayi, bila berbicara dengan saudara yang lebih muda, atau seorang priyayi bila berbicara dengan priyayi lain yang sederajat dan telah akrab memilih tingkat tutur ini. Bentuknya ialah: madya, ngoko, ’kowe’ (kamu) diganti ’kang sliro’ atau ’sampeyan’. Contoh:
2.2.3. Tingkat tutur Madya krama
Dipergunakan untuk menghormati orang lain, tetapi sifatnya sementara, dalam suasana yang akrab. Dalam tingkat tutur ini tidak ada kosa kata ngoko, kecuali akhiran –e, dan –ake. Bentuk tingkat tutur ini ialah madya, krama, dan krama inggil. Kosa kata ’kowe’ diganti sampeyan.
Contoh:
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini, saya dapat menyimpulkan bahwa cara penuturan bahasa jawa (madya), Madya Ngoko Dipergunakan oleh sesama teman, pembicara dan mitra bicara memperlakukan pembicara sederajat, misalnya antar pedagang (bakul). Madyatara dipakai oleh pembicara kepada mitra bicara yang lebih muda atau yang mempunyai derajat yang lebih rendah. Madya krama dipergunakan untuk menghormati orang lain, tetapi sifatnya sementara, dalam suasana yang akrab.
3.2 Saran-saran
Daftar Pustaka
http://ki-demang.com/kbj5/index.php/makalah-kunci/1132-09-tingkat-tutur-bahasa-jawa-wujud-kesantunan-manusia-jawa
Holmes, Janet. 2001. Introduction to Sociolinguistics. Edinburgh Gate: Pearson Education ♦ Magniz-Suseno, Franz. 1984. Etika Jawa Sebuah Analisis Filsafat tentang Kebijasanaan Hidup Jawa. Jakarta: Penerbit Gramedia.
♦ Ngadiman, Agustinus. 2006. Sikap Generasi Muda Masyarakat Jawa terhadap Bahasa Jawa dan Implikasinya bagi Penguatan Bheneka Tunggal ♦ Ika. Kongres Bahasa Jawa IV. Semarang: Kumpulan Makalah. Komisi Pendidikan Infomal dan Nonformal
♦ Ngadiman, Agustinus. 2008. Patterns of Javanese Rhetoric in Various Settings. Surabaya: Penerbit Larus.
♦ Poedjosoedarmo, Soepomo. 1979. Tingkat Tutur Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Purwadadi, 2008. Etika Jawa. Yogyakarta
♦ Sudaryanto (Ed) .1991. Tata Bahasa Baku Bahasa Jawa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
♦ Wolf, John U. dan Soepomo Poedjo Soedarmo. 1982. Communicative Codes in Central Java. Linguistic Series VIII. New York: Cornel University.
Duranty, Alessandro. 1997. Linguistic Anthropology. Cambridge: Cambridge University Press. Ekowardono B. Karno, Soenardji, Hardyanto, dan M.A. Sudi Yatmana. 1991. Kaidah Penggunaan
Ragam Krama Bahasa Jawa. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. http://id.wikipedia.org/wiki/Gaplek
Poedjasoedarma, Soepomo, Th. Kundjana, Gloria Soepomo, dan Alip Soeharso. 1979. Tingkat
Tutur Bahasa Jawa. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
-103-Saville-Troike, Murriel. 2003. The Ethnography of Communication. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.
Samsuri. 1988. Berbagai Aliran linguistik Abad XX. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
Sudaryanto. 1990. Aneka Konsep Kedataan Lingual dalam Linguistik. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
--- 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta : Duta Wacana University Press.
Suryadi, M. 2010. Konstruksi Leksikal Tuturan Jawa Pesisir yang Bertautan dengan Nilai