• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI BELAJAR HUMANISME DAN PENERAPANNYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEORI BELAJAR HUMANISME DAN PENERAPANNYA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI BELAJAR HUMANISME DAN PENERAPANNYA DALAM MODEL PEMBELAJARAN

Disusun guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Teori Pembelajaran

Dosen Pengampu: Prof. Dr. C. Asri Budiningsih

oleh:

Ageng Satria Pamungkas Luthfi Riyadh Rahman

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN PROGRAM PASCA SARJANA

(2)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menurut Gagne dalam Heri Rahyubi (2012:3) , belajar merupakan aktivitas yang kompleks. Terjadinya perubahan keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai setelah memperoleh stimulus yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif oleh peserta didik. Menurut Morgan dalam Heri Rahyubi (2012:3), belajar adalah perubahan tingkah laku melalui latihan dan pengalaman. Perubahan tingkah laku dapat dikatakan sebagai hasil belajar yang diantaranya kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku karena adanya stimulus kognitif dan lingkungan yang mengakibatkan hasil belajar berupa keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai yang relatif berubah.

Menurut Arden N. Frandsen dalam Darsono (2001: 192), mengungkapkan bahwa hal-hal yang dapat mempengaruhi peserta didik melakukan apa yang disebut belajar antara lain adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas, adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju, adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, pendidik, dan teman-teman, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman, adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar. Dengan melihat hal tersebut, keinginan peserta didik untuk belajar sangat diperlukan dalam kesiapan ataupun dalam prosesnya.

Teori belajar berkaitan erat dengan ruang lingkup bidang psikologi atau dengan kata lain membicarakan tentang belajar tidak jauh dengan membicarakan manusia. Hal ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. Ranah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.

(3)

masalah-masalah kehidupan secara umum dan masalah-masalah pembelajaran pada khususnya. Teori belajar ini menyakini bahwa peserta didik sebenarnya memiliki jawaban atas permasalahan yang dihadapi peserta didik dan tugas pendidikmembimbing menemukan jawaban yang benar.

Deskripsi di atas menunjukkan bahwa teori belajar humanisme sangat penting untuk dikaji. Selain itu, tokoh-tokoh dan implikasinya dalam model pembelajaran tidak kalah penting untuk dikaji.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian yang dikemukakan pada latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan, sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan teori belajar humanisme?

2. Siapakah tokoh-tokoh dalam teori belajar humanisme dan bagaimana pendapat tokoh-tokoh tentang teori belajar humanisme?

3. Bagaimanapenerapan teori belajar humanisme dalam model pembelajaran?

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah: 1. Mengetahui tentang teori belajar humanisme.

2. Mengetahui pendapat tokoh-tokohnya tentang teori belajar humanisme. 3. Untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan teori belajar

(4)

PEMBAHASAN A. Pengertian Belajar Menurut Teori Humanisme

Teori humanisme merupakan teori pembelajaran yang sangat penting kita pelajari dan pahami selain teori-teori yang kita pelajari sebelumnya. Menurut teori humanisme, tujuan belajar adalah memanusiakan manusia. Manusia yang dianggap dimanusiakan apabila dapat mengaktualisasikan dirinya. Teori ini lebih menitik-beratkan pada proses belajar, dianggap berhasil apabila individu telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.Jadi, teori ini sifatnya lebih abstrak dan menuju pada bidang filsafat, kepribadian, dan psikologi belajar.

Dalam hal aktualisasi diri, Maslow mengansumsikan bahwa dalam diri manusia ada dua hal, yaitu (1) suatu usaha yang positif untuk berkembang, dan (2) kekuatan untuk melawan atau menolak hambatan untuk berkembang. Manusia mempunyai potensi untuk maju dan berkembang berarti manusia akan mengalami pematangan melalui lingkungan yang menunjang dan usaha aktif dari diri sendiri untuk merealisasikan potensinya. Manusia yang melakukan kekerasan pada dasarnya karena kodrat batinnya dibelokkan atau karena lingkungan yang salah.

(5)

Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhan manusia mempunyai berbagai perasaan takut dan memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan diri.

Hirarki Kebutuhan manusia yang tersusun bertingkat itu di rinci ke dalam 5 tingkat kebutuhan, yaitu:

1. Kebutuhan-kebutuhan dasar fisiologis

Kebutuhan manusia yang paling mendesak untuk dipenuhi karena berkaitan dengan kelangsungan hidup. Kebutuhan ini berupa makan, minum, oksigen, istirahat dan keseimbangan teratur. Bila kebutuhan individu tidak terpenuhi maka individu tidak akan bergerak untuk meraih kebutuhan yang lebih tinggi.

2. Kebutuhan akan rasa aman

Kebutuhan psikologis yang fundamental, apabila pemenuhan kebutuhan akan rasa aman terhambat pemenuhannya, akan menimbulkan gangguan kepribadian. Kebutuhan rasa aman dibedakan menjadi dua yaitu aman secara fisik dan aman secara psikis. Aman secara fisik dilihat dari keadaan bebas rasa sakit, bebas dari gangguan dan kekacauan, sedangkan aman secara psikis dilihat dari tidak adanya rasa takut, cemas.

(6)

Merupakan kebutuhan yang mendorong seseorang berinteraksi secara efektif dan emosional dengan orang lain. Kebutuhan ini tumbuh dilingkungan keluarga, berkembang ke lingkungan kelompok sebaya dan akhirnya menuju pada kelompok sosial yang lebih luas. Kurangnya kasih sayang menyebabkan perkembangan seseorang terhambat.

4. Kebutuhan akan rasa harga diri

Kebutuhan ini mengandung dua konsep yaitu rasa harga diri oleh diri sendiri serta penghargaan yang diberikan orang lain terhadap diri seseorang. Harga diri meliputi kebutuhan akan kepercayaan diri, kompetisi, penguasaan, prestasi, kebebasan dan ketidaktergantungan. Sementara kebutuhan penghargaan dari orang lain meliputi pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan, nama baik dan penghargaan. Terpenuhinya self esteem pada diri seseorang akan merangsang timbulnya sikap percaya diri, rasa kuat, rasa mampu, rasa berguna. Sementara self esteem rendah menghasilkan sikap rendah diri, rasa tak pantas, rasa lemah, rasa tak mampu, rasa tak berguna menyebabkan yang bersangkutan dihantui kehampaan, keraguan dan keputusasaan menghadapi hidup. 5. Kebutuhan akan aktualisasi diri

Kebutuhan tertinggi dari semua kebutuhan yang dikemukakan Maslow. Kebutuhan ini akan muncul dan terpuaskan bila kebutuhan lain dibawahnya sudah terpenuhi. Aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang ada dalam diri manusia untuk mengekspresikan, mengenbangkan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki. Juga merupakan dorongan dalam diri untuk menjadi diri sendiri seperti apa yang dikehendaki. Bisa juga dikatakan sebagai pengungkapan hasrat untuk menyempurnakan keberadaannya.

(7)

kemampuannya. Teori humanisme percaya bahwa setiap individu mampu membuat pilihan yang cerdas untuk bertanggungjawab atas perbuatannya. Jadi, teori ini merupakan suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan cara untuk memanusiakan manusia agar individu mampu mengembangkan potensi dan keunikan pada masing-masing individu.

Dalam pelaksanaannya teori humanismeini berkaitan pula dengan pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Ausubel mengemukakakan tentang belajar bermakna atau “Meaningful Learning” yaitu belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya, dimana ketika seorang peserta didik sedang belajar, materi yang dipelajarinya diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam belajar, faktor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motivasi dan keinginan maka tidak akan akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang dimiliki pendidik.

(8)

Teori Humanisme dengan pandangan eklektik yang digunakan bertujuan agar perbedaan-perbedaan sudut pandang yang selama ini terjadi dapat diartikan hal yang satu atau sama apabila dipandang dengan cara berlainan. Sehingga teori ini memanfaatkan atau merangkum berbagai teori belajar yang ada dengan tujuan untuk memanusiakan manusia, hal ini bukan saja mungkin untuk dilakukan tetapi justru harus dilakukan.

B. Pandangan Tokoh-tokoh Humanisme Terhadap Belajar

Banyak tokoh yang menganut humanisme, di antaranya, David Kolb dengan Belajar Empat Tahap pengalaman belajar, Bloom dan Krathwohl dengan Taksonomi Bloom, Roger dengan Teori Pertumbuhan Personal. 1. David A. Kolb

Dalam teori belajar, David Kolb lebih melihat pada sudut pandang perkembangan manusia dengan melihat kejadian-kejadian, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan yang bersifat positif ini yang disebut sebagai potensi manusia.

(9)

David Kolb mengemukakan adanya empat kutub kecenderungan seseorang dalam proses belajar atau peristiwa belajar, kutub-kutub tersebut merupakan tahap-tahap belajar, yaitu:

a. Kutub Perasaan/FEELING (Concrete Experience/Tahap pengalaman Konkret)

Tahap ini adalah tahap awal dalam peristiwa belajar. Peserta didik belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, peristiwa sebagaimana adanya. Peserta didik dapat melihat, merasakan, dan dapat menceritakan sesuai yang dialami. Tetapi peserta didik belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa, belum dapat memahami bagaimana dan mengapa peristiwa tersebut.

b. Kutub Pengamatan/WATCHING (Reflective Observation/Tahap pengamatan aktif dan reflektif)

(10)

perasaannya untuk membentuk opini/pendapat. Pendapatnya berupa pertanyaan-pertanyaan bagaimana dan bagaimana peristiwa itu terjad. c. Kutub Pemikiran/THINKING (Abstract Conceptualization/Tahap

konseptualisasi)

Tahap ketiga dalam peristiwa belajar peserta didik belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari kejadian. Peserta didik mulai berupaya mengkonsep terhadap objek perhatiannya.

d. Kutub Tindakan/DOING (Active Experimentation/Eksperimentasi aktif)

Tahap terakhir dalam peristiwa belajar peserta didik belajar melalui tindakan, peserta didik mampu mengapikasikan konsep-konsep ke dalam situasi nyata. Mulai cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain melalui perbuatannya. Dalam proses belajar, peserta didik akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, mampu menggunakan konsep dan teori untuk memecahkan masalahnya

Tahap-tahap belajar pengalaman Kolb merupakan siklus yang berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran si belajar. Dalam teorinya dapat dipisahkan garis tegas antara tahap satu dengan tahap lainnya, namun dalam praktiknya proses peralihan dari tahap satu ke tahap selanjutnya terjadi begitu saja tanpa disadari, sehingga sulit untuk ditentukan waktu terjadinya tahap-tahap tersebut.

(11)

Empat kutub Pengalaman belajar Kolb berkembang menjadi terbentuknya empat kombinasi gaya belajar, kombinasi dari beberapa kutub pengalaman belajar. Kombinasi gaya belajar tersebut adalah:

1. Gaya Diverger konsep. Segala sesuatu kejadian dikembalikan ke ide, teori, ataupun konsep untuk menyelesaikannya.

2. Gaya Assimillator

Kombinasi dari thinking and watching. Peserta didik dengan tipe Assimilator memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian informasi serta merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas. Dalam melakukan sesuatu atau memutuskan sesuatu sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan.

3. Gaya Converger

(12)

2. Bloom dan Krathwohl

Bloom dan Krathwohl adalah penganut aliran humanis yang lebih menekankan perhatiannya pada apa yang mesti dikuasai oleh peserta didik setelah melakukan peristiwa belajar. Hal yang mesti dikuasai peserta didik adalah tujuan belajar. Bloom dan Krathwohl merangkum tujuan belajar menjadi tiga kawasan yang dikenal dengan sebutan Taksonomi Bloom. Kawasan Taksonomi Bloom adalah kawasan kognitif, afektif, dan psikomotor.

a. Kawasan kognitif

Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak, seperti pengetahuan dan keterampilan berpikir adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam kawasan kognitif itu terdapat enam tingkatan proses berpikir peserta didik, mulai dari tingkat terendah sampai tingkat yang tertinggi, meliputi:

Ev al ua tio n Synthesis

Analysis

Application

Comprehension (Pemahaman)

(13)

Gambar di atas menunjukkan tingkatan kognitif pada individu, tingkat paling bawah (knowledge) sampai tingkat paling atas (evaluation). Tingkatan bukan menjelaskan tentang pentingnya kognitif, tetapi menjelaskan tahap yang dilalui. Tingkat paling bawah harus dilalui apabila ingin menuju ke tingkat diatasnya.

1) Pengetahuan/knowledge (mengingat, menghafal) 2) Pemahaman/comprehension (menginterpretasikan)

3) Aplikasi/application (menggunakan konsep untuk memecahkan masalah)

4) Sintesis/synthesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh)

5) Evaluasi/evaluation (membandingkan nilai-nilai, ide, dan metode)

Pada tahun 2001 kawasan kognitif diperbaiki dengan hasil perubahan sebagai berikut:

Perubahan tersebut merupakan hasil pemikrian dari Krathwohl yang meliputi enam tingkatan, yaitu (1) remembering, (2) understanding, (3) applying, (4) analyzing, (5) evaluating, (6) creating.

C

re

at

in

g

Evaluatin

g

Analyzing

Applying

Understanding

(14)

b. Kawasan afektif

Kawasan ini mencakup segala sesuatu yang terkait dengan emosi, misalnya perasaan, nilai, penghargaan, semangat, minat, motivasi, dan sikap. Tingkatan kawasan afektif, sebagai berikut:

1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu) 2) Merespon (aktif berpartisipasi)

3) Penghargaan (menerima nilai-nilai)

4) Pengorganisasian (menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercayainya)

5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagian dari pola hidupnya)

c. Kawasan psikomotor

Kawasan ini meliputi gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik. Tingkatan kawasan psikomotor adalah sebagai berikut:

1) Peniruan (menirukan gerak)

2) Manipulasi (menggunakan konsep untuk melakukan gerak) 3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)

4) Perangkaian (melakukan gerak sekaligus dengan benar) 5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)

3. Carl R. Rogers

(15)

belajar, tetapi lebih menekankan pada bagaimana peserta didik menghadapi masalah. Belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung apabila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Belajar dan pembelajaran lebih bersifat manusiawi, pribadi, dan penuh menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.

Belajar menurut Carl R. Rogers adalah untuk membimbing anak kearah kebebasan, mengetahui apa yang baik dan yang buruk, dapat melakukan pilihan tentang apa yang dilakukannya dengan penuh tanggungjawab sebagai hasil belajar. Kebebasan itu hanya dapat di pelajari dengan memberikan anak didik kebebasan sejak mulanya sejauh ia dapat memikulnya sendiri, hal ini dilakukan dalam konteks belajar.

Menurut Roger, dalam teori humanisme pendidik berperan sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam: (1) membantu menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif terhadap belajar, (2) membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3) membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari berbagai peserta didik sebagaimana adanya.

(16)

1. Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami

2. Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter dirasakan peserta didik mempunyai relevansi dengan maksud-maksudnya sendiri

3. Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri, diangggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya

4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri adalah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil

5. Apabila ancaman terhadap diri peserta didik rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar

6. Belajar yang bermakna diperoleh peserta didik dengan melakukannya 7. Belajar diperlancar bilamana peserta didik dilibatkan dalam proses

belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.

Carl R. Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanis, yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan. Gagasan Rogers mengenai prinsip-prinsip belajar yang humanisme itu meliputi :

1. Hasrat untuk belajar

Menurut Rogers manusia itu mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini dibuktikan dengan rasa keingin tahuan anak mengeksplorasi lingkungannya. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan asumsi dasar pendidikan yang humanis. Di dalam kelas yang humanis peserta didik diberi kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti tentang dunia disekitarnya. 2. Belajar yang berarti

(17)

kebutuhan dan maksud anak. Anak akan belajar dengan cepat apabila yang dipelajari itu mempunyai arti baginya.

3. Belajar tanpa ancaman

Menurut Rogers, belajar itu mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar berjalan dengan lancar apabila peserta didik dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat kecaman yang biasanya menyinggung perasaan. 4. Belajar atas inisiatif sendiri

Menurut Rogers, peserta didik mampu memilih arah belajarnya sendiri agar dapat belajar bagaimana caranya belajar (to learn how to learn). Mencari dan menemukan sumber, merumuskan masalah, menguji praduga dan menilai hasil dianggap lebih penting daripada sekedar menguasai materi pelajaran. Belajar atas inisiatif sendiri itu memusatkan perhatian peserta didik baik pada proses maupun terhadap hasil belajar.

5. Belajar dan perubahan

Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling bermanfaat itu ialah belajar tentang proses belajar. Peserta didik yang mampu belajar sesuai dengan perubahan jaman, sesuai dengan lingkungan yang sedang berubah maka peserta didik mampu membekali diri dan lingkungan untuk tujuan belajar.

C. Penerapan Teori Belajar Humanisme dalam Model Pembelajaran

(18)

humanisme mampu memberikan arah terhadap semua komponen pembelajaran untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut.

Semua komponen pendidikan termasuk tujuan pendidikan diarahkan pada terbentuknya manusia yang ideal, manusia yang dicita-citakan, yaitu manusia yang mampu mencapai aktualisasi diri. Untuk itu, sangat perlu diperhatikan bagaimana perkembangan peserta didik dalam mengaktualisasikan dirinya, pemahaman terhadap dirinya, serta realisasi diri. Pengalaman emosional dan karakteristik khusus individu dalam belajar perlu diperhatikan oleh pendidik dalam merencanakan pembelajaran. Karena seorang akan dapat belajar dengan baik jika mempunyai pengertian tentang dirinya sendiri dan dapat membuat pilihan-pilihan secara bebas ke arah mana ia akan berkembang. Dengan demikian teori humanisme mampu menjelaskan bagaimana tujuan yang ideal tersebut dapat dicapai.

Dalam teori ini peserta didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Ketika peserta didik memahami potensi diri, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya dari pada hasil belajar. Sedangkan, proses umumnya dilalui adalah sebagai berikut :

1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas

2. Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan positif.

3. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk belajar atas inisiatif sendiri.

4. Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara aktif.

(19)

6. Pendidik menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif, tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggung jawab atas segala risiko proses proses belajarnya.

7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya. 8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi

peserta didik.

Pada teori Humanistik peran guru sebagai fasilitator yaitu mempunyai peran yang sangat penting yaitu:

1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas

2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum

3. Guru mengatur dan menyediakan sumber-sumber belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk mencapai tujuan.

4. Guru menempatkan dirinya sendiri sebagai sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan kelompok

5. Didalam menanggapi ungkapan-ungkapan didalam kelompok kelas, guru menerima dengan baik isi yang bersifat intelektual dan sikap serta perasaan dengan cara tanggapan yang sesuai

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2007. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Ali, Nashir. 1987. Jalan Memintas dalam Mendidik. Jakarta: Balai Pustaka.

Asri Budiningsih, 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Dimyati, Mahmud. M. 1989. Psikologi Pendidikan. Houston: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Jakarta

Eka Izzaty, Eka, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.

Heri Rahyubi, 2012. Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik Deskripsi dan Tinjauan Kritis, Majalengka: Nusa Media.

Nasution, S., 2009. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Muhammad Thabroni & Arif Mustofa. 2011.Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Pribadi, Benny A. 2009. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Dian Karya.

Sadulloh, Uyo. 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Slavin, R.E., 1991. Educational Psychology. Third edition. New York : Allyn & Bacon.

Soemanto, Westy. 2006. Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Gambar

Gambar di atas menunjukkan tingkatan kognitif pada individu,

Referensi

Dokumen terkait

Apabila dikemudian hari diketahui bahwa pelamar memberikan keterangan/data/ dokumen pelamar atau pendaftar atau peserta yang tidak benar atau tidak sesuai dengan surat

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari pemeriksaan agregasi trombosit pada darah sitrat yang disimpan pada suhu refrigerator

Salah satu keuntungan untuk menggunakan regresi probit adalah bahwa nilainilai yang diperoleh dari pencocokan model (fitting) langsung dapat diubah menjadi probabilitas

Terdapat delapan permasalahan utama terkait jalan pertanian di Provinsi Jambi yang menyangkut aspek pendanaan dan aspek teknis lainnya, seperti konektivitas,

Berdasarkan uji t tersebut kontribusi minat belajar terhadap hasil belajar matematika siswa diperoleh hasil perhitungan

Deskripsi profil umum narsisme remaja di siswa SMP Negeri 29 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016 akan dipaparkan dengan menampilkan jumlah siswa berdasarkan kategori serta

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian terdapat pengaruh pendidikan seks terhadap tingkat pengetahuan dan sikap remaja dalam pencegahan seks pranikah

Secara umum bisa dikatakan bahwa periklanan mempunyai potensi besar untuk mengipas-ngipas kecemburuan sosial dalam masyarakat dengan memamerkan sikap konsumerisme dan