• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Variabel Moneter dan Utang Luar Negeri Terhadap Inflasi di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Variabel Moneter dan Utang Luar Negeri Terhadap Inflasi di Indonesia"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jumlah Uang Beredar

Di dalam membahas mengenai uang yang terdapat dalam perekonomian sangat penting untuk membedakan diantara mata uang dalam peredaran dan uang beredar. Mata uang dalam peredaran adalah seluruh jumlah uang yang telah dikeluarkan dan telah diedarkan oleh Bank Sentral,dimana mata uang tersebut terdiri dari dua jenis yaitu uang logam dan uang kertas. Dengan demikian mata uang dalam peredaran sama dengan uang kartal. Sedangkan uang beredar adalah semua jenis uang yang ada di dalam perekonomian yaitu jumlah dari mata uang dalam peredaran ditambah dengan uang giral dalam bank-bank umum. Uang beredar atau money supply dibedakan menjadi dua pengertian yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas.

a) Uang Beredar Dalam Arti Sempit (M1)

Uang beredar dalam arti sempit (M1) didefinisikan sebagai uang kartal ditambah dengan uang giral (currency plus demand deposits).

M1 =C + DD Dimana :

M1 = Jumlah uang beredar dalam arti sempit C = Currency (uang kartal)

DD = Demand Deposits (uang giral)

(2)

rekening koran milik pemerintah pada bank atau bank sentral tidak dimasukkan dalam definisi DD.

Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) bahwa uang beredar adalah daya beli yang langsung bisa digunakan untuk pembayaran, bisa diperluas dan mencakup alat-alat pembayaran yang mendekati uang, misalnya deposito berjangka (time deposits) dan simpanan tabungan (saving deposits) pada bank-bank. Uang yang disimpan dalam bentuk deposito berjangka dan tabungan ini sebenarnya adalah juga daya beli potensial bagi pemiliknya, meskipun tidak semudah uang tunai atau cek untuk menggunakannya. (Boediono, 1994 :3-5).

b) Uang Beredar Dalam Arti Luas (M2)

Berdasarkan sistem moneter Indonesia, uang beredar M2 sering disebut juga dengan likuiditas perekonomian. M2 diartikan sebagai M1 plus deposito berjangka dan saldo tabungan milik masyarakat pada bank-bank, karena perkembangan M2 ini juga bisa mempengaruhi perkembangan harga, produksi dan keadaan ekonomi pada umumnya.

M2 = M1 + TD +SD Dimana :

TD = time deposite (deposito berjangka) SD = savings deposits (saldo tabungan)

(3)

mencakup deposito berjangka dan saldo tabungan dalam mata uang asing (Boediono, 1994:5-6).

c) Jumlah Uang Beredar Dalam Arti Lebih Luas (M3)

Definisi jumlah uang beredar dalam arti lebih luas adalah M3, yang mencakup semua deposito berjangka (TD) dan saldo tabungan (SD), besar kecil, rupiah atau mata uang asing milik penduduk pada bank oleh lembaga keuangan non bank. Seluruh TD dan SD ini disebut uang kuasi atau quasi money.

M3 = M2 + QM Dimana :

QM = Quasi Money

Di negara yang menganut sistem devisa bebas (artinya setiap orang boleh memiliki dan memperjualbelikan devisa secara bebas), seperti Indonesia, memang sedikit sekali perbedaan antara TD dan TS dalam Rupiah serta TD dan TS dalam Dollar milik bukan penduduk tidak termasuk dalam defenisi uang kuasi (Boediono, 1994:6).

Teori - teori jumlah uang beredar oleh beberapa pakar ekonomi : a. Teori Cambridge (Marshall-Pigou)

(4)

Teori Cambridge lebih menekankan kepada faktor – faktor perilaku (pertimbangan untung atau rugi). Yang menghubungkan anatara permintaan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya.

Teori Cambridge, berpokok pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (mean of exchange). Karena itu, teori – teori klasik melihat kebutuhan uang (permintaan akan uang) dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat likuid untuk tujuan transaksi.

a) Teori Keynes

Teori uang Keynes adalah teori yang bersumber pada teori Cambridge, tetapi Keynes memang mengemukakan sesuatu yang betu – betul berbeda dengan teori moneter tradisi Klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini terletak pada penekanan oleh Keynes pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai store of value dan bukan hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian terkenal dengan nama teori Liquidity Preference (Boediono, 1994:7).

Menurut Keynes, ada tiga tujuan masyarakat memegang uang, yaitu : 1) Tujuan transaksi

(5)

memenuhi tujuan transaksi. Demikian pula Keynes berpendapat bahwa permintaan akan uang untuk tujuan transaksi inipun tidak merupakan suatu proporsi yang konstan, tetapi dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga.

2) Tujuan berjaga-jaga

Keynes juga membedakan permintaan akan uang untuk tujuan melakukan pembayaran – pembayaran yang tidak reguler atau yang diluar rencana transaksi normal, misalnya untuk pembayaran keadaan – keadaan darurat seperti kecelakaan, sakit dan pembayaran yang tak terduga. Permintaan uang seperti ini disebut dengan permintaan uang untuk tujuan berjaga – jaga (precautionary motive). Menurut Keynes permintaan akan uang untuk tujuan berjaga – jaga ini dipengaruhi oleh faktor – faktor yang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan akan uang untuk tujuan bertransaksi, yaitu terutama dipengaruhi oleh tingkat penghasilan dan tingkat bunga.

3) Tujuan spekulasi

(6)

2.2 Suku Bunga

Suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan untuk membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dnegan masa depan, sebagaimana harga lainnya, maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran.

Tingkat bunga merupakan suatu variabel penting yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih bentuk kekayaan yang ingin dimilikinya, apakah dalam bentuk uang, finnancial asset, atau benda – benda riil seperti tanah, rumah, mesin, barang dagangan dan lain sebagainya. Suku bunga dibedakan menjadi dua, suku bunga nominal dan suku bunga riil. Tingkat suku bunga nominal adalah penjumlahan dari unsur – unsur tingkat bunga, yaitu tingkat bunga “murni” (pure interest rate), premi risko (risk premium), biaya transaksi (transaction cost) dan premi untuk inflasi yang diharapkan. Tingkat bunga inilah yang harus dibayar debitur kepada kreditur di samping pengembalian pinjaman pokoknya pada saat jatuh tempo. Sedangkan suku bunga riil adalah tingkat bunga nominal minus laju inflasi yang terjadi selama periode yang sama (Boediono, 1994:86-89).

(7)

2.3 Giro Wajib Minimum

Giro wajib minimum adalah perbandingan antara saldo giro bank yang wajib ditempatkan terhadap Bank Indonesia terhadap dana pihak ketiga (DPK) yang dimiliki bank.

Kewajiban memelihara dan pemenuhan persentase GWM dihitung dengan membandingkan jumlah Saldo Rekening Giro Bank pada Bank Indonesia setiap hari dalam satu masa laporan terhadap rata-rata harian jumlah DPK dalam satu masa laporan pada masa dua laporan sebelumnya.

Giro wajib minimum memiliki dua tujuan, yaitu sebagai berikut :

1. Menyerap kelebihan cadangan yang besar atau mengimbangi adanya kehilangan cadangan dalam jumlah besar. Dalam contoh, dalam suatu krisis likuiditas penurunan cadangan wajib memberikan cara untuk memelihara solvabilitas dari sistem keuangan.

2. Mengumumkan keputusan kebijaksanaan penting baik kepada masyarakat maupun bank. Perusahaan cadangan wajib merupakan tindakan yang terbuka dan dipublikasikan dengan baik dan demikian memberikan jalan yang lebih baik untuk menjaga likuiditas setiap bank.

2.4 Operasi Pasar Terbuka (IHSG)

(8)

mengalami resesi, maka uang yang beredar perlu diadakan penambahan untuk mendorong kegiatan ekonomi yaitu dengan cara membeli surat-surat berharga. Sedangkan pada waktu inflasi, untuk mengurangi kegiatan ekonomi yang berlebihan, uang yang beredar harus dikurangi dengan cara menjual surat-surat berharga.Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2.5 Utang Luar Negeri

Sejarah Singkat Utang Pemerintah Indonesia eksploitasi sumber-sumber agraria perusahaan-perusahaan transnasional Amerika di Indonesia, telah berlangsung semenjak periode sejarah penjajahan hingga sekarang. Untuk kepentingan itulah, Amerika Serikat senantiasa melakukan intervensi politik terhadap perkembangan situasi di Indonesia semenjak masa Perang Revolusi Kemerdekaan Nasional Indonesia di tahun 1945 hingga sekarang.Dengan difasilitasi pemerintah kolonial Hindia-Belanda, terutama setelah diberlakukannya Agrarische Wet pada tanggal 9 April 1870, perusahaan-perusahaan transnasional seperti Caltex (California Texas Oil Corporation), pada tahun 1920-an telah meneguk laba di tengah kemelaratan rakyat Indonesia di bawah penindasan kolonialisme Belanda.

(9)

pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar.Pinjaman luar negeri adalah semua pinjaman yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam Rupiah. Termasuk dalam pengertian pinjaman luar negeri adalah pinjaman dalam negeri yang menimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak luar negeri. Pinjaman luar negeri yang diterima Pemerintah, dimaksudkan untuk pembiayaan pembangunan, disamping sumber pembiayaan yang berasal dari dalam negeri berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan tabungan, baik tabungan masyarakan dan sektor swasta. Salah satu masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri.

Todaro (1998) berpendapat bahwa akumulasi utang luar negeri (external debt) merupakan suatu gejala umum yang wajar. Rendahnya tabungan dalam negeri tidak memungkinkan dilakukannya investasi secara memadai, sehingga pemerintah negara-negara berkembang harus menarik dana pinjaman dan investasi dari luar negeri. Bantuan luar negeri dapat memainkan kendala utamanya yang berupa kekurangan devisa, serta untuk mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonominya.

(10)

tenaga kerja dan teknologi serta struktur masyarakat (termasuk aturan dan kebijakan). Dari lima faktor diatas, unsur kapital dan aturan (kebijakan) adalah komponen utama dalam tinjauan khusus atas kebijakan moneter.

Pada awalnya bantuan luar negeri sangat efektif sebagai injeksi untuk mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi agar tetap tinggi dengan rata-rata diatas 6% pertahun. Tetapi hal tersebut hanya membuat kecanduan untuk semakin tergantung pada bantuan luar negeri dari tahun ketahun dan sampai saat ini. Bahkan oleh beberapa pengamat ekonomi, dikatakan bahwa utang luar negeri Indonesia telah berada pada posisi rawan dan dapat mengganggu perekonomian Indonesia. Hal ini perlu diwaspadai oleh pemerintah dan swasta yang menerima modal sehingga diperlukan strategi dan kebijakan yang tepat.

Menurut Didik J. Rahbini hutang luar negeri sebenarnya tidak sesederhana bila ditinjau dalam jangka panjang. Khususnya menyangkut implementasi pemanfaatannya serta evaluasinya. Meskipun dalam jangka waktu pendek berperan sebagai injeksi, tetapi dalam jangka panjang akan menjadi beban ekonomi jika tidak digunakan secara tepat, inilah yang perlu dipertahankan seleksi pemanfaatannya yang lebih baik.

(11)

diluar negeri lebih rendah dan murah dari pada di dalam negeri, akan tetapi ditinjau secara makro hutang tersebut justru memberatkan pada neraca pembayaran dan pada cadangan devisa. Jadi pendapat tersebut tidak salah akan tetapi juga tidak benar. Tergantung bagaimana pemerintah memanfaaatkan hutang luar negeri tersebut dengan sebaliknya dan mengendalikan jumlah hutang luar negeri yang diciptakan oleh pihak swasta dengan berbagai strategi dan kebijakannya.

Bentuk pinjaman luar negeri dapat di lihat dari dua aspek yaitu : 1. Sumber Dananya

Bila di lihat dari sumber dananya, pinjaman luar negeri dapat di bedakan menjadi :

a) Pinjaman Multilateral

Yaitu pinjaman yang berasal dari badan-badan internasional, misalnya World Bank, Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB).

b) Pinjaman Bilateral

Yaitu pinjaman yang berasal dari negara-negara baik yang tergabung dalam CGI maupun anatar negara secara langsung (Intergovernment). c) Pinjaman Sindikasi

Yaitu pinjaman yang di peroleh dari beberapa bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) internasional. Pemberian pinjaman tersebut dikoordinir oleh satu bank /LKBB yang bertindak sebagai

(12)

komersial (commercial loan), misalnya dengan tingkat suku bunga yang mengambang (floating rate). Syarat-syarat pinjaman yang dituangkan dalam loan agreement merupakan konsensus dan kesepakatan diantara para pemberi pinjaman.

2. Segi Persyaratannya

Bila di lihat dari segi persyaratannya, pinjaman luar negeri dapat di bedakan menjadi :

a) Pinjaman Lunak (Consessional Loan)

Yaitu pinjaman luar negeri Pemerintah dalam rangka pembiayaan proyek-proyek pembangunan. Pinjaman lunak biasanya di peroleh dari negara-negara yang tergabung dalam rangka CGI maupun non CGI. Pengertian dengan dana sendiri atau dana pendampingan oleh Pemerintah RI. Fasilitas Kredit Ekspor dapat dalam bentuk Suppliers Credit ataun Buyers Credit. b) Purchase Installment Sale Agreement (PISA)

Yaitu pinjaman yang diberikan oleh perusahaan leasing untuk pembiayaan proyek pembangunan tertentu yang dituangkan dalam bentuk persetujuan jual beli dengan pembayaran angsuran. Besarnya pinjaman PISA adalah 100% dari nilai proyek.

c) Pinjaman Komersial (Commercial Loan)

(13)

2.6 Inflasi

Inflasi yaitu suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus menerus (Nanga, 2001). Sedangkan menurut Turvey (1997), inflasi adalah variabel yang melambung yaitu tingkat harga ataupun upah umum (Wage Spiral Inflation). Menurut F.W. Paish, (1997), inflasi adalah pendapatan nominal meningkat jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan peningkatan arus barang dan jasa yang dibeli (pendapatan nasional riil).

Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terhadinya inflasi, yaitu:

• Inflasi karena kenaikan permintaan (Demand Pull Inflation)

Inflasi seperti ini terjadi karena adanya kenaikan permintaan untuk beberapa jenis barang. Peningkatan permintaan ini dapat terjadi karena peningkatan belanja pada pemerintah, peningkatan permintaan akan barang untuk diekspor, dan peningkatan permintaan barang bagi kebutuhan swasta. Kenaikan permintaan masyarakat (aggregate demand) ini mengakibatkan harga-harga naik karena penawaran tetap.

• Inflasi karena biaya produksi (Cost Pull Inflation)

(14)

atau karena kenaikan harga bahan bakar minyak. Kenaikan biaya produksi mengakibatkan harga naik dan terjadilah inflasi.

• Inflasi karena jumlah uang yang beredar bertambah

Teori ini diajukan oleh kaum klasik yang mengatakan bahwa ada hubungan antara jumlah uang yang beredar dan harga-harga. Bila jumlah barang itu tetap, sedangkan uang beredar bertambah dua kali lipat maka harga akan naik dua kali lipat. Penambahan jumlah uang yang beredar dapat terjadi misalnya kalau pemerintah memakai sistem anggaran defisit. Kekurangan anggaran ditutup dengan melakukan pencetakan uang baru yang mengakibatkan harga-harga naik.

(15)

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang di konsumsi masyarakat. Dimana sejak Juli 2008, paket barang dan jasa dalam keranjang IHK telah dilakukan atas dasar Survey Biaya Hidup (SBH) tahun 2007 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).Kemudian, BPS akan memonitor perkembangan harga dari barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa kota, di pasar tradisional dan modern terhadap beberapa jenis barang/jasa di setiap kota.

Indikator inflasi lainnya berdasarkan international best practice antara lain:

a. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB)

Harga PerdaganganBesardari suatu komoditas ialah harga transaksi yang terjadi antara penjual/pedagang besar pertama dengan pembeli/pedagang besar berikutnya dalam jumlah besar pada pasar pertama atas suatu komoditas.

b. Deflator Produk Domestik Bruto (PDB) menggambarkan pengukuranlevel harga barang akhir (final goods) dan ajsa yang diproduksi di dalam suatu ekonomi (negeri). Deflator PDB dihasilkan dengan membagi PDB atas dasar harga nominal dengan PDB atas dasar harga konstan.

Pengelompokan Inflasi :

(16)

1) Kelompok Bahan Makanan

2) Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau 3) Kelompok Perumahan

4) Kelompok Sandang 5) Kelompok Kesehatan

6) Kelompok Pendidikan dan Olah Raga 7) Kelompok Transportasi dan Komunikasi. 2.7 Hubungan Jumlah Uang Beredar dan Inflasi

(17)

Nilai tukar akan memperlancar kegiatan ekonomi antar negara. Karena fungsinya sangat vital dalam perdagangan antar negara maka perubahan nilai tukar akan berpengaruh langsung pada stabilitas harga barang-barang hasil impor. Kenaikan nilai tukar disebut depresiasi atas mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih mahal, ini berarti nilai mata uang dalam negeri merosot turun. Sedangkan turunnya nilai tukar disebut apresiasi mata uang dalam negeri. Mata uang asing menjadi lebih murah, hal ini berarti nilai relatif mata uang dalam negeri meningkat. Depresiasi mata uang rupiah terhadap dollar Amerika mengakibatkan para pemegang dollar AS menjual dollarnya dan membeli rupiah lalu ditabung dalam bentuk rupiah, yang menyebabkan jumlah uang beredar M2 mengalami peningkatan.

2.8 Hubungan Suku Bunga dan Inflasi

Dalam menanggapi hubungan sebab-akibat antara jumlah uang beredar dan laju inflasi, awam cenderung berpendapat bahwa tambahan jumlah uang beredar menyebabkan kenaikan harga-harga secara umum. Dengan perkataan lain, jumlah uang beredar merupakan penyebab inflasi, bukan sebaliknya inflasi menyebabkan penambahan jumlah uang beredar.

(18)

2.9 Hubungan Utang Luar Negeri dan Inflasi

Hutang luar negeri diartikan sebagai penerimaan negara dalam bentuk devisa ataupun dalam bentuk devisa yang di rupiahkan maupun dalam bentuk barang dan atau jasa yang diterima dari Pemberi/Pinjaman Hibah Luar Negeri (PPHLN) yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu atau hutang luar negeri adalah sumber penerimaan negara yang berasal dari negara asing, badan/lembaga keuangan internasional atau dari pasar uang internasional yang berbentuk devisa, barang, dan atau jasa termasuk pinjaman yang mengakibatkan pembayaran dimasa yang akan datang yang harus dibayar kembali sesuai kesepakatan bersama.

(19)

2.10 Penelitian Terdahulu

1. Heru Perlambang (2012), yang berjudul “Analisis Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Suku Bunga SBI, Nilai Tukar Terhadap Tingkat Inflasi”.

Penelitian ini menganalisis pengaruh jumlah uang beredar,suku bunga SBI, nilai tukar terhadaptingkat inflasi dengan menggunakan metode regresi linier berganda. Kesimpulan dari penelitian ini adalah nilai tukar dan jumlah uang beredar tidak berpengaruh signifikan terhadap inflasi, sedangkan suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap inflasi.

(20)

3. Hafsyah Aprillia (2011) yang berjudul “Analisis Inflasi di Sumatera Utara: Suatu Model Error Correction Model”. Penelitian ini menganalisis pengaruh suku bunga dan nilai tukar terhadap inflasi menggunakan metode ECM. Hasil penelitian ini adalah suku bunga berpengaruh signifikan tehadap inflasi, nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap inflasi dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang tidakberpengaruh signifikan.

2.11 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.12 Hipotesis

a) Jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap inflasi di Indonesia. b) Suku bunga berpengaruh negatif terhadap inflasi di Indonesia.

c) Giro wajib minimum berpengaruh positif terhadap inflasi Indonesia.

d) Operasi pasar terbuka (IHSG) berpengaruh negatif terhadap inflasi Indonesia.

e) Utang luar negeri berpengaruh negatif terhadap inflasi di Indonesia. Jumlah Uang Beredar

Giro Wajib Minimum Operasi Pasar Terbuka (IHSG)

Inflasi Suku Bunga

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan akumulasi hutang luar negeri mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, yang menunjukan bahwa setiap pertambahan US $ 1 juta hutang luar negeri

Hasil uji-F menunjukkan bahwa variabel hutang luar negeri, investasi dan inflasi berpengaruh secara bersama-sama terhadap tabungan domestik di Indonesia dengan tingkat kepercayaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah trend perkembangan hutang luar negeri pemerintah tahun anggaran 1996/1997-2005, trend perkembangan hutang luar negeri

Berdasarkan uji koefisien determinasi (R 2 ) adalah sebesar 0.972346 yaitu berarti 97,23%. Variasi variabel dependen utang luar negeri di Indonesia dapat dijelaskan

Berdasarkan hasil analisis data diatas pada penelitian pengaruh inflasi, nilai tukar, dan suku bunga terhadap utang luar negeri pemerintah Indonesia periode Januari 2014 sampai

Sekitar 37 persen dari hutang luar negeri Indonesia dalam mata uang Yen Jepang, sementara sekitar 90 persen penerimaan ekspor dalam mata uang dollar Amerika ( Cassard, 1997 )..

Temuan hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi dan GDP secara parsial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN, sedangkan utang luar negeri

KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Variabel ekspor dan utang luar negeri