• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Waktu Reaksi Optimum Gliserolisis Minyak Inti Sawit Menggunakan Enzim Lipase Candida Rugosa Dalam Pelarut Tert-Butanol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Waktu Reaksi Optimum Gliserolisis Minyak Inti Sawit Menggunakan Enzim Lipase Candida Rugosa Dalam Pelarut Tert-Butanol"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Inti Sawit

Pemisahan inti sawit dari tempurungnya dilakukan menggunakan hydrocyclone separator, dimana inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang berputar dalam sebuah tabung sehingga inti sawit akan mengapung dan tempurungnya tenggelam. Selanjutnya inti sawit dan tempurung dicuci sampai bersih. Inti sawit harus segera dikeringkan dengan suhu 80oC kemudian diolah lebih lanjut dengan ekstraksi untuk menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil, PKO). Berikut ini adalah komposisi asam lemak dalam minyak inti sawit.

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Inti Sawit.

Asam Lemak Minyak Inti Sawit (%)

Asam oktanoat 2 - 4

Asam dekanoat 3 - 7

Asam laurat 41 - 55

Asam miristat 14 - 19

Asam palmitat 6 - 10

Asam stearat 1 - 4

Asam oleat 10 - 20

Asam linoleat 1 - 5

Asam linolenat 1 - 5

Sumber : Fauzi dkk, 2012

(2)

minyak asam laurat. Minyak inti sawit yang baik berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang serta mudah dipucatkan.

Sifat-sifat fisika dan kimia dari minyak inti sawit ialah meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair, titik didih, titik pelunakan, splitting point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik nyala, titik api. Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone. Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda (Ketaren, 1986).

2.2. Trigliserida

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol, kedua istilah ini berarti “triester (dari) gliserol.”. Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat dalam alam merupakan trigliserida campuran, artinya, ketiga bagian asam lemak dari gliserida itu tidaklah sama (Fessenden, 1986). Lipid (dari kata Yunani lipos, lemak) merupakan penyusun tumbuhan atau hewan yang dicirikan oleh sifat kelarutannya. Lipid dapat diekstraksi dari sel dan jaringan dengan pelarut organik. Sifat kelarutan ini membedakan lipid dari tiga golongan utama lain dari produk alam lainnyam yaitu karbohidrat, protein, dan asam nukleat yang pada umumnya tidak larut dalam pelarut organik.

(3)

tertentu bukanlah trigliserida tunggal, melainkan campuran rumit dari trigliserida. Beberapa lemak dan minyak terutama menghasilkan satu atau dua asam, dengan sedikit saja asam lainnya.

Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan lipid netral. Lipid sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas, yaitu: 1) lipid netral, 2) fosfatida, 3) spingolipid, dan 4) glikolipid. Semua jenis lipid ini terdapat di alam. Lemak dan minyak terdiri dari trigliserida campuran, yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah-buahan, kacang-kacangan, akar tanaman, dan sayur-sayuran. Dalam jaringan hewan, lemak terdapat di seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose dan tulang sumsum. Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, dan hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewan pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi (Ketaren, 1986).

(4)

Di samping itu lemak dan minyak juga merupakan sumber alamiah vitamin-vitamin yang terlarut dalam minyak yaitu vitamin A, D, E, dan K. (Sudarmadji, 1992). Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh (Winarno, 1995).

Trigliserida merupakan kelompok lipida yang terdapat paling banyak dalam jaringan hewan dan tanaman. Trigliserida dalam tubuh manusia bervariasi jumlahnya tergantung dari tingkat kegemukan seseorang dan dapat mencapai beberapa kilogram. Jaringan tanaman umumnya mengandung trigliserida sedikit, kecuali bagian-bagian tanaman tertentu yang menjadi tempat cadangan makanan misalnya buah dan biji yang dapat mengandung trigliserida cukup tinggi sampai mencapai puluhan persen (Sudarmadji, 1992).

2.3 Monogliserida dan Digliserida

Penggunaan monogliserida di formulasi bidang farmasi dan makanan terus meningkat. Di dalam bidang farmasi, monogliserida digunakan sebagai bahan pengikat pada tablet dan sebagai pelunak untuk obat dengan pelepasan lambat. Dalam industri makanan, monogliserida bertindak untuk menstabilkan emulsi didalam saus dan makanan panggang (Jackson and King, 1997) dan juga memberikan viskositas yang dibutuhkan oleh bahan tersebut (Fregolente et al, 2005).

(5)

Kedua gliserida tersebut diproduksi dengan reaksi kimiawi atau enzimatis, secara umum diperoleh dari proses gliserolisis dari trigliserida, hidrolisis dari trigliserida, atau esterifikasi secara langsung antara gliserol dengan asam lemak (Fregolente et al, 2010). Dalam skala industri, monogliserida dan digliserida diproduksi dengan sintesis kimia menggunakan gliserol, lemak, dan suatu katalis

alkali yang dicampur dan dipanaskan pada suhu hampir 250˚C. Ca(OH)2

digunakan sebagai katalis dalam produksi monogliserida (Sonntag, 1982).

Selain itu, digliserida dapat disintesis dengan cara esterifikasi gliserol dengan asalm lemak oleh enzim lipase terimmobil spesifik-1,3 menggunakan Lipozyme. (Rosu et al, 1999) Cara lainnya adalah dengan menghidrolisis distilat asam lemak menggunakan enzim lipase Candida rugosa, diikuti dengan destilasi uap secara vakum, lalu diesterifikasi dengan Lipozyme (Nandi et al, 2004).

2.4 Gliserol

Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua, atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut monogliserida, digliserida, atau trigliserida. Gliserol larut baik dalam air dan tidak larut dalam eter (Poedjiadi, 2007). Gliserol berwujud seperti sirup, tak berwarna, cairan bertitik didih tinggi yang sangat larut air dengan rasa yang sangat manis. Kualitas melembutkan dari zat ini sangat berguna yang kemudian digunakan dalam sabun cukur dan sabun mandi serta obat batuk berwujud tetes dan sirup (Hart, 2003).

Dalam tanaman, terjadi serangkaian reaksi biokimia; pada reaksi ini fruktosa difosfat diuraikan oleh enzim aldosa menjadi dihidroksi aseton fosfat,

kemudian direduksi menjadi α-gliserofosfat. Gugus fosfat dihilangkan mealui

(6)

CH2OH CHOH

CH2OH

Gambar 2.2 Gliserol

Stoikiometri reaksi sintesis monogliserida memerlukan perbandingan molar gliserol terhadap metal ester asam lemak atau fatty acid methyl ester (FAME) adalah 1:1. Bagaimanapun, dari sudut termodinamika, hasil monogliserida dapat diraih dengan menaikkan rasio Gliserol:FAME dari rasio stoikiometris. Gliserol berlebih menggeser kesetimbangan ke kanan dan menaikkan perubahan metal ester asam lemak. Di lain sisi, efek gliserol berlebihan pada kinetika reaksi sulit diprediksi karena gliserol lebih padat daripada fase minyak dan lebih hidrofilik.

Oleh karena itu, gliserol kemungkinan diserap secara kuat di permukaan. Sebagai tambahan, gliserol harus ditansfer ke fase minyak dimana reaksi terjadi. Rasio Gliserol/ FAME mempengaruhi kelarutan gliserol (Ferretti et al, 2009)

2.5 Pelarut

Suatu medium pelarut sebenarnya merupakan jawaban yang penting untuk meningkatkan homogenitas daripada system reaksi. Pelarut tunggal yang dapat menahan minyak dan gliserol di dalam system homogeny sebenarnya sangat sulit untuk ditemukan, khususnya berhubungan dengan keamanan pelarut untuk aplikasi pada makanan. Pelarut hidrokarbon secara umum tidak mungkin digunakan untuk tujuan ini.

Setelah menyingkirkan pelarut yang berbahaya dan tidak biasa dari daftar, sangat sedikit pelarut yang tersisa, khususnya mengenai efek pada aktivitas enzim.

(7)

Pada beberapa pelarut yang tinggal, beberapa alkohol dengan karbon lebih dari lima dapat dianggap karena mereka mengandung gugus polar –OH dan rantai karbon yang bersifat nonpolar. Hal ini memberikan kemungkinan untuk menahan minyak dan gliserol dalam satu system. Alkohol secara alami merupakan lawan dalam reaksi terhadap gliserol, khususnya alcohol primer. Kegunaan alkohol tersier merupakan pilihan utama karena struktur tersier akan mempunyai aktivitas sterik yang kuat terhadap aktivitas enzim. Hal ini sebenarnya dikonfirmasi oleh penelitian sebelumnya dengan tert-butil alkohol. (Yang et al, 2005)

Ada beberapa keuntungan saat melakukan konversi enzimatik dalam pelarut organic selain air: kelarutan yang tinggi dari kebanyakan senyawa organik didalam media non aqueous, kemampuan untuk melakukan reaksi yang mustahil dalam air karena halangan kinetik atau termodinamik, stabilitas enzim yang lebih besar, kemudahan pemisahan produk dari pelarut organik dibanding air, ketidaklarutan enzim dalam pelarut organik sehingga mudah didapatkan kembali dan digunakan sehingga tidak perlu diimobilisasi. (Zaks and Klibanov, 1985)

2.6 Katalis

Pengetahuan tentang katalis telah dirintis oleh Berzelius pada tahun 1837. Ia mengusulkan nama katalis untuk zat-zat yang dapat mempercepat reaksi tetapi zat itu sendiri tidak ikut bereaksi (Poedjiadi, 2007). Faktor lain yang mempengaruhi laju reaksi ialah katalis. Katalis mempercepat reaksi dengan memberi lintasan alternatif atau mekanisme alternatif, yaitu yang energi aktivasinya lebih rendah. Enzim memainkan peran ini dalam reaksi biokimiawi (Hart, 2003).

(8)

untuk mencapai komplek teraktifkan yang sama dengan bila tanpa adanya katalis (Cotton dan Wilkinson, 1989). Katalis dapat menurunkan energi pengaktifan reaksi (seringkali dengan menyediakan jalan lain, untuk menghindari tahap penentu laju yang lambat dari reaksi yang tidak dikatalisa), sehingga menghasilkan laju reaksi yang tinggi. Katalis dapat sangat efektif. (Atkins, 1997).

Dalam kondisi katalis heterogen, reaksi terjadi di permukaan katalis. Oleh karena itu, peningkatan luas permukaan diharapkan menaikkan konversi reaktan. Variasi temperatur reaksi akan mempengaruhi khususnya kinetika reaksi, tidak hanya kecepatan kinetik, akan tetapi juga kelarutan reaktan. Peningkatan temperatur reaksi diharapkan meningkatkan aktivitas katalis (Ferretti et al, 2009)

2.7 Enzim

Enzim dikenal untuk pertama kalinya sebagai protein oleh Sumner pada tahun 1926 yang telah berhasil mengisolasi urease dari kara pedang. Urease adalah enzim yang dapat menguraikan urea menjadi CO2 dan NH3. Selanjutnya makin banyak enzim yang telah dapat diisolasi dan telah dibuktikan bahwa enzim tersebut ialah suatu protein. Dari hasil penelitian para ahli biokimia ternyata bahwa banyak enzim mempunyai gugus bukan protein, jadi termasuk golongan protein majemuk.

(9)

I. Oksidoreduktase II. Transferase III. Hidrolase IV. Liase V. Isomerase

VI. Ligase (Poedjiadi, 2007)

2.7.1. Enzim lipase

Ada tiga jenis hidrolase, yaitu yang memecah ikatan ester, memecah glikosida dan yang memecah ikatan peptida. Beberapa enzim sebagai contoh adalah esterase, lipase, fosfatase, amylase, amino peptidase, karboksi peptidase, pepsin, tripsin, kimotripsin (Poedjiadi, 2007). Enzim lipase biasanya terdapat dalam biji-bijian yang dapat mengandung minyak, misalnya kacang kedele, biji jarak, biji bunga matahari, biji jagung dan juga terdapat dalam daging hewan dan dalam beberapa jenis bakteri (Ketaren, 1986).

Lipase ialah enzim yang memecah ikatan ester pada lemak, sehingga terjadi asam lemak dan gliserol. Enzim ini merupakan katalis pada reaksi pemecahan molekul lipid secara hidrolisis. Enzim lipase bekerja secara optimum pada pH 5,5 sampai 7,5. Namun lipase tahan terhadap lingkungan yang bersifat sangat asam dan dapat juga melangsungkan reaksi hidrolisis terhadap molekul triasil gliserol atau trigliserida yang mengandung asam lemak pendek atau sedang.

(10)

trigliserida terhidrolisis sempurna menjadi gliserol dan asam lemak, tetapi masih terdapat digliserida dan monogliserida sebagai hasil reaksi di samping gliserol dan asam lemak (Poedjiadi, 2007).

2.7.2 Enzim lipase Candida rugosa

Enzim lipase Candida rugosa bekerja optimum pada kisaran pH 6,5-7,5 dengan pH isoelektriknya sebesar 4,5 (Villenueve et al. ,2000). Sifat katalitiknya optimum pada rentang suhu 30-350 C (Fadiloglu & Soylemez, 1997). Enzim ini mempunyai aktivitas 800 U/mg (Fregolente et al, 2008). Struktur lipase Candida rugosa yang ditentukan pada resolusi 2.06 Å menghasilkan konformasi dengan sisi aktif yang dapat dilewati oleh pelarut. CRL merupakan molekul berbentuk tunggal dan berasal dari keluarga protein α/β hidrolase. Sisi aktif enzim ini dibentuk oleh Ser-209, His-449, dan Glu-341 (singkatan nama asam amino yang berperan untuk sisi aktif - urutan asam amino tersebut dalam protein enzim). Hanya terdapat dua permukaan residu polar di dalam visinitas Ser-209, Glu-208, dan Ser-450. Mereka mungkin berperan dalam mengikat hidrogen dari gugus karbonil pada gliserol sebagai substrat.(Grochulski et al, 1993)

O O

(11)

Sejumlah air dibutuhkan untuk menjaga enzim di dalam konformasi aktifnya, tetapi konsentrasi air yang tinggi akan membuat terjadinya hidrolisis terhadap ester yang terbentuk. Aktivitas tertinggi didapatkan pada sintesa ester dengan berat molekul rendah. Adanya ikatan rangkap pada molekul asam lemak meningkatkan aktivitas enzim. (Bezbradica et al, 2005).

(12)

2.8 Gliserolisis

Gliserol dan lemak ditransesterifikasi di dalam reactor yang distirer dengan katalis basa, secara umum KOH atau Ca(OH)2. Temperatur berkisar 250oC untuk mencapai kelarutan yang sesuai dari gliserol dalam fase lemak dan reaksi yang cepat. Nitrogen digunakan sebagai gas inert untuk mencegah terjadinya oksidasi dan didalam kasus katalis asam adalah pembentukan akrolein. Setelah mencapai kesetimbangan, katalis dinetralisasi dengan asam fosfat dan dengan cepat didinginkan untuk mencegah reaksi terbalik. Produk netralisasi diserap dengan tanah liat. Produk lalu dimurnikan dengan memisahkan gliserol berlebih dan mencucinya dengan air (Kimmel, 2004).

Kelemahan reaksi gliserolisis dengan menggunakan katalis logam adalah suhu reaksi yang cukup tinggi yaitu 220-250oC. Hal ini menyebabkan produk yang dihasilkan berwarna gelap dan bau yang tidak diinginkan (McNeill, 1991). Sintesis monogliserida secara enzimatik oleh berbagai katalis lipase telah mengundang banyak perhatian dalam beberapa tahun belakangan karena memerlukan energy yang lebih rendah dan selektivitas dari katalis.

Kesetimbangan rasio molar untuk reaksi yang ideal antara gliserol dan trigliserida adalah 2:1 dimana akan terbentuk 3 mol monogliserida. Akan tetapi, reaksi ini bersifat reversibel dan diyakini mengandung tiga jalur reaksi secara berkelanjutan. Monogliserida diketahui sebagai produk utama dari reaksi, akan tetapi digliserida juga akan terbentuk dan beberapa trigliserida yang tidak ikut bereaksi juga akan ditemukan pada akhir reaksi (Nouredinni et al, 2004).

(13)

yang cukup tinggi diperlukan untuk meningkatkan kelarutan gliserol dalam minyak (fase trigliserida). Semakin banyak gliserol yang larut dan bereaksi dengan CPO, makin besar pula konversi yang diperoleh (Corma et al, 1997). Menurunnya kelarutan CPO dalam gliserol menyebabkan tumbukan antar molekul minyak dengan gliserol akan berkurang sehingga konversi reaksi akan menurun. Kelarutan minyak dalam gliserol sangat rendah pada suhu yang rendah sehingga untuk meningkatkan kelarutan minyak dalam gliserol dapat dilakukan dengan menaikkan suhu reaksi atau dengan menggunakan pelarut.

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak  Minyak Inti Sawit.
Gambar 2.3 Struktur enzim lipase Candida rugosa (Monecke et al, 1998)
Gambar 2.4  Wilayah untuk mengikat substrat dari enzim lipase Candida rugosa (Akoh, 2004)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Hasil Evaluasi Dokumen Penawaran yang tertuang dalam Berita Acara Hasil Pelelangan Nomor : 14/PBJ-KEMENAG-KATINGAN /VII/2012 tanggal 30 Juli 2012 dan Surat

Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pasal 7 ayat (7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun

Kecamatan Kota Besi yang diumumkan pada tanggal 17 Juli 2012, Panitia Lelang Kantor. Kementerian Agama Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur TA 2012

[r]

yang dilaksanakan minggu lalu , dan schedul pelelangan telah menyesuaikan dari schedue pelaksanaan pemenang yang disampaikan dari pelelangan rehab pada waktu

Dibuat oleh : Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen tanpa ijin tertulis dari Fakultas Ilmu PendidikanA. Universitas

Berdasarkan hasil penelitian dan rumsan masalah tentang gambaran hasil belajar mata pelajaran keilmuan pencak silat Tapak Suci, dengan hasil jumlah nilai akhir rata-rata (

The Effect of Using Mind Mapping Technique on the Eleventh Grade Students’ Writing Achievement at SMAN 1 Glenmore in the 2012/2013 Academic Year; Yanita Ika Forsiana,