• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Kecerdasan Emosional Terhadap Stres Kerja Karyawan Wanita Pada PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Tinjowan Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Kecerdasan Emosional Terhadap Stres Kerja Karyawan Wanita Pada PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Tinjowan Kabupaten Simalungun"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konflik Peran Ganda

2.1.1 Pengertian Konflik Peran Ganda

Anoraga (2009 : 102) mengatakan bahwa konflik merupakan bagian dari

dinamika kehidupan manusia. Konflik terjadi karena seseorang memiliki

kebutuhan keinginan dan kepentingan yang harus dipuaskan dan hal tersebut

terancam karena adanya tindakan, ucapan atau keputusan orang lain. Rivai (2009 :

1000) juga berpendapat konflik ialah suasana batin yang berisi kegelisahan dan

pertentangan antara dua motif atau lebih mendorong seseorang untuk melakukan

dua atau lebih kegiatan yang saling bertentangan.

Menurut Robbins dan Judge (2007 : 362) konflik peran (role conflict)

adalah sebuah situasi di mana seorang individu dihadapkan dengan

ekspektasi-ekspektasi peran yang berlainan. Konflik ini muncul ketika seorang individu

menemukan bahwa untuk memenuhi syarat satu peran dapat membuatnya lebih

sulit untuk memenuhi peran lain. Sedangkan menurut Luthans (2007 : 453)

terdapat 3 jenis konflik peran. Jenis yang pertama adalah konflik antara orang dan peran. Mungkin terdapat konflik antara kepribadian orang dan harapan peran. Jenis yang kedua adalah konflik antarperan yang dihasilkan oleh harapan yang berlawanan mengenai bagaimana memainkan peran. Terakhir adalah konflik

peran kerja dan tidak kerja.

Greenhaus dan Beutell (dalam Laksmi, 2012) yang mengatakan bahwa

(2)

konflik peran dalam diri seseorang yang muncul karena adanya tekanan peran dari

pekerjaan yang bertentangan dengan tekanan peran dari keluarganya. Konflik

peran ganda bisa terjadi akibat lamanya jam kerja seseorang, sehingga waktu

bersama keluarga menjadi kurang. Individu menjalankan dua peran secara

bersamaan, yakni dalam pekerjaan dan dalam keluarga sehingga faktor emosi

dalam satu wilayah mengganggu wilayah lainnya.

2.1.2 Jenis Konflik Peran Ganda

Konflik peran ganda muncul apabila wanita merasa ketegangan antara

peran pekerjaan dengan peran keluarga, parasuraman, Greenhaus, dan Granrose

(dalam Almasitoh, 2011) dan Voydanoff mengatakan bahwa konflik peran ganda

memiliki tiga macam konflik peran yaitu:

1. Konflik berdasarkan waktu (Time- based conflict). Waktu yang dibutuhkan untuk menjalankan salah satu tuntutan (keluarga atau pekerjaan) dapat

mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya

(pekerjaan-keluarga). Bentuk konflik ini secara positif berkaitan dengan :

a. Jumlah jam kerja

b. Lembur

c. Tingkat kehadiran

d. Ketidakteraturan shift

(3)

2. Konflik berdasarkan tekanan (Strain-based conflict). Terjadi tekanan dari salah satu peran mempengaruhi kinerja peran lainnya. Dimana gejala tekanan

seperti :

a. ketegangan

b. kecemasan

c. kelelahan

d. karakter peran kerja

e. kehadiran anak baru

f. ketersediaan sosial dari anggota keluarga

3. Konflik berdasarkan perilaku (Behavior-based conflict). Berhubungan dengan ketidaksesuaian antara pola prilaku dengan yang diinginkan oleh kedua bagian

(pekerjaan atau keluarga).

Bentuk konflik peran juga dikemukakan oleh Yavas dkk (2008 : 8) yaitu

konflik pekerjaan dan konflik keluarga.

1. Konflik pekerjaan

Konflik pekerjaan sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran

pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam

beberapa hal. Sementara Netemeyer (dalam Yavas dkk, 2008 : 10) mendefenisikan konflik pekerjaan dimana tuntutan umum, waktu serta

ketegangan yang berasal dari pekerjaan mengganggu tanggung jawab

karyawan terhadap keluarga.

Menurut Boles (dalam Indriyani, 2009), indikator-indikator konflik

(4)

a. Tuntutan tugas

b. Sibuk dengan pekerjaan

c. Waktu untuk keluarga

d. Tanggung jawab terhadap keluarga

2. Konflik keluarga

Adapun konflik keluarga mengacu pada suatu bentuk konflik peran yang

pada umumnya tuntutan waktu untuk keluarga, dan ketegangan yang

diciptakan oleh keluarga mengganggu tanggung jawab karyawan terhadap

pekerjaan (Netemayer, dalam Yavas dkk., 2008 : 10).

Menurut Frone (dalam Indriyani, 2009) indikator-indikator konflik

keluarga-pekerjaan adalah :

a. Tekanan sebagai ibu

Tekanan sebagai ibu merupakan beban kerja sebagai orang tua dalam

keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban pekerjaan rumah

tangga karena anak tidak dapat membantu dan kenakalan anak.

b. Tekanan sebagai istri

Tekanan sebagai istri merupakan beban sebagai istri didalam keluarga.

Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah tangga Karena

suami tidak dapat membantu, tidak adanya dukungan suami dan sikap

suami yang mengambil keputusan tisak secara bersama-sama.

c. keterlibatan sebagai istri

Keterlibatan sebagai istri mengukur tingkat seseorang dalam memihak

(5)

Keterlibatan sebagai istri bisa berupa kesediaan sebagai istri untuk

menemani suami dan sewaktu dibutuhkan suami.

d. Keterlibatan pekerjaan

Keterlibatan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan seseorang

mencampuri kehidupan keluarganya. Keterlibatan pekerjaan dapat

berupa persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu hubungan

didalam keluarga.

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konflik Peran Ganda

Bellavia & Frone (2005:123) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi

mendefinisikanKonflik Peran Ganda (Work Family Conflict)menjadi tiga faktor, yaitu:

1. Dalam Diri Individu (General Intra Individual Predictors)

Ciri demografis (jenis kelamin, status keluarga, usia anak terkecil) dapat

menjadi faktor resiko; kepribadian (seperti negative affectivity, daya tahan, ketelitian) dapat membentengi dari potensi konflik peran. contohnya adalah

wanita lebih berpotensi mengalami konflik peran karena tugas-tugas dalam

rumah lebih dipandang sebagai tanggung jawab terbesar wanita dari pada

laki-laki.

2. Peran Keluarga (Family Role Predictors)

Pembagian waktu untuk pekerjaan di keluarga (pengasuhan dan tugas rumah

tangga), stresor dari keluarga (dikritik, terbebani oleh anggota keluarga,

(6)

3. Peran Pekerjaan (Work Role Predictors)

Pembagian waktu, terkena stressor kerja (tuntutan pekerjaan atau overload, konflik peran kerja, ambiguitas peran kerja, atau ketidakpuasan), karakteristik

pekerjaan (kerjasama, rasa aman dalam kerja), dukungan sosial dari atasan

dan rekan, karakteristik tempat kerja. Jumlah tugas yang terlalu banyak akan

membuat karyawan harus kerja lembur, atau banyaknya tugas keluar kota

membuat karyawan akan menghabiskan lebih banyak waktunya untuk

pekerjaan dan untuk berada di perjalanan.

2.1.4 Hubungan Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja

Secara umum diakui bahwa konflik peran mempunyai dampak besar

terhadap tingkat stres seseorang. Situasi keluarga-baik krisis singkat, seperti

pertengkaran atau sakit anggota keluarga, atau relasi buruk dengan orang tua,

pasangan atau anak-anak-dapat bertindak sebagai stressor yang signifikan pada

karyawan terutama pada wanita. Sehingga semakin mempersulit karyawan untuk

menyeimbangkan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Hal ini menjadi bukti

bahwa wanita lebih mengalami stres dari pada pria (Lunthans, 2006 : 443).

Pendapat lain menyatakan (Sutanto, 2008) bahwa Para wanita bekerja atau

wanita yang mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu sekaligus sebagai pekerja

sering mengalami stres. Dengan demikian semakin kompleks persoalan yang

dialami oleh para ibu rumah tangga yang bekerja diluar rumah. Ada yang bisa

menikmati peran gandanya, namun ada yang merasa kesulitan hingga akhirnya

(7)

Anoraga (2009 : 123) mengatakan dilema wanita karir timbul karena

peranan dan fungsi wanita. Dilema itu hanya timbul pada diri wanita, bukan pria.

Perbedaan tersebut diperjelas dengan adanya Panca Dharma Wanita Indonesia

yang menuntut wanita dapat melakukan lima tugas, yaitu sebagai

istri/pendamping sumai, sebagai pengelola rumah tangga, sebagai penerus

keturunan, sebagai ibu dari anak-anak dan sebagai warga negara. Dengan

keadaan ini, memang berat peranan wanita. Tidak mungkin semuanya berjalan

baik dan sulit untuk mencapai hasil maksimal. Pasti ada tugas yang tercecer, ada

yang terselesaikan dengan baik sekali dan sebagainya. Dilema inilah yang

nantinya akan menciptakan rasa tidak nyaman dan berpotensi memicu stres.

Chopur (2011) dan Hennesey (2007) menjelaskan bahwa, Karyawan yang

mengalami depresi atau stres akan merasa sulit untuk menjadi orangtua yang baik,

yang mencintai anak-anaknya, atau meningkatkan perhatian pada

masalah-masalah keluarga dan tanggung jawab akan membuat sulit bagi mereka untuk

menyelesaikan pekerjaan mereka pada tepat waktu.

Tekanan untuk mengembangkan dua peran tersebut dapat menyebabkan

timbulnya stres. Konflik pekerjaan-keluarga merupakan salah satu bentuk konflik

antar peran dimana tekanan dari pekerjaan mengganggu pelaksanaan peran

keluarga. Thomas dan Ganster(dalam Agustina, 2006) menyatakan bahwa 38%

pria dan 43% wanita yang sudah menikah dan memiliki pekerjaanserta anak,

dilaporkan mengalami konflik pekerjaan-keluarga dan keluarga-pekerjaan

terhadap stres kerja tetapi juga ketidakpuasan kerja, depresi, kemangkiran, dan

(8)

2.2 Kecerdasan Emosional

2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman (2016 : 43) kecerdasan emosional merupakan ciri orang

yang menonjol dalam kehidupan nyata: mereka yang memiliki hubungan dekat

yang hangat dan menjadi bintang ditempat kerja. Sedangkan menurut Robbins

(2007 : 335) kecerdasan emosional (emotional intelegent-EI) adalah kemampuan seseorang untuk mendeteksi serta mengelola petunjuk-petunjuk dan informasi

emosional. Pendapat lain dinyatakan oleh Kreitner (2014 : 141) bahwa kecerdasan

emosional adalah kemampuan untuk diri sendiri dan hubungan seseorang dengan

cara yang dewasa dan kontruktif.

Menurut Goleman (2016 : 56) Kecerdasan emosional (emotional intelligence) terdiri atas lima dimensi dari model Solovey dan Meyer:

1. Mengenali emosi sendiri

Kesadarkan diri—mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan

dasar kecerdasan emosional. Ketidakmampuan mencermati perasaan kita yang

sesungguhnya membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan. Orang yang

memiliki keyakinan yang lebih tinggi akan perasaannya adalah pilot yang

andal bagi kehidupan mereka, karena mempunyai kepekaan lebih tinggi akan

perasaan mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan

masalah pribadi, mulai dari masalah siapa yang akan dinikahi sampai ke

pekerjaan apa yang akan diambil.

(9)

a. Merasakan emosi sendiri

b. Memahami penyebab perasaan yang timbul

c. Mengenal pengaruh perasaan terhadap tindakan

2. Mengelola emosi

Menangani perasaan agar dapat terungkap dengan pas adalah kecakapan yang

bergantung pada kesadaran diri. Orang-orang yang buruk dalam keterampilan

ini akan terus-menerus bertarung melawan perasaan murung, sementara

mereka yang pintar dan bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari

kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan.

Indikatornya adalah:

a. Mampu mengendalikan marah secara baik

b. Memilik perasaan positif terhadap diri sendiri dan orang lain

c. Mampu untuk mengatasi perasaan tertekan

3. Memotivasi diri sendiri

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat

penting dalam kaitan untuk member perhatian, untuk memotivasi diri sendiri

dan menguasai diri sendiri, dan untuk berkreasi. Kendali diri emosional—

menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah

landasan keberhasilan dalam berbagai bidang.

Indikatornya adalah:

a. Mengendalikan godaan negatif yang datang

b. Bersikap optimis

(10)

4. Mengenali emosi orang lain

Empati, kemampuan yang juga bergantung pada kesadaran diri emosional,

merupakan ―keterampilan bergaul‖ dasar. Orang yang empatik lebih mampu

menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan

apa-apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.

Indikatornya adalah:

a. Menerima pendapat orang lain

b. Memiliki sikap empati

c. Mampu mendengarkan orang lain

5. Membina hubungan

Seni membina hubungan, sebagian besar, merupakan keterampilan mengelola

emosi orang lain. Ini merupakan keterampilan yang menunjang popularitas,

kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi.

Indikatornya adalah:

a. Memahami pentingnya membina hubungan dengan orang lain

b. Mampu menyelesaikan konflik dengan orang lain

c. Memiliki sikap mudah bergaul dengan teman

d. Memiliki sikap tenggang rasa

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional menurut Goleman,

(11)

1. Faktor Internal.

Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi

kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi

jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan

individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat

dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis

mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan

motivasi.

2. Faktor Eksternal.

Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi

berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: a). Stimulus itu sendiri, kejenuhan

stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan

seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan b).

Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan

emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang

sangat sulit dipisahkan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional menurut

Agustian (2007), yaitu:

1. Faktor psikologis

Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu.

(12)

mengendalikan, dan mengkoordinasikan keadaan emosi agar termanifestasi

dalam perilaku secara efektif.

2. Faktor pelatihan emosi

Kegiatan secara berulang-ulang akan menciptakan kebiasaan, dan kebiasaan

rutin akan menghasilkan pengalaman yang berujung pada pembentukan nilai.

Reaksi emosional apabila diulang-ulang pun akan berkembang menjadi suatu

kebiasaan. Pengendalian diri tidak muncul begitu saja tanpa dilatih.

3. Faktor pendidikan

Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk

mengembangkan kecerdasan emosi. Individu mulai dikenalkan dengan

berbagai bentuk emosi dan bagaimana mengelolanya melalui pendidikan.

Pendidikan tidak hanya berlangsung disekolah, tetapi juga dilingkungan

keluarga dan masyarakat.

2.2.3 Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Stres Kerja

Mereka yang memendam emosi akan mendapatkan sejumlah kerugian.

Mereka mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda yang kelihatan bahwa mereka

sedang mengalami pembajakan emosi, tetapi sebagai gantinya mereka menderita

kehancuran internal seperti; pusing-pusing, mudah tersinggung, terlalu banyak

merokok dan minum, sulit tidur dan sebagainya. Dan mereka mempunyai resiko

yang sama dengan mereka yang mudah meledak emosinya. Gejala tersebut

merupakan faktor-faktor yang akan menyebabkan terjadinya stres (Goleman,

(13)

Pendapat lain dikemukakan oleh Robbins (2009 : 322) bahwa dalam sebuah

penelitian baru menyatakan, ketika seseorang merasa lelah, mudah marah dan

sulit mengontrol emosi dapat berakibat kepada gejala prilaku stres yaitu waktu

tidur yang kurang dari tujuh jam per malam atau kualitas tidur yang buruk pada

hari kerja.

Menurut Goh (dalam Kazi dkk, 2013) seseorang yang memiliki kemampuan

yang baik untuk mengelola emosinya dan emosi rekan lainnya maka ia dapat

dengan mudah mengatasi stres pekerjaan baik fisiologis maupun psikologis, yang

akan membuat kinerjanya menjadi lebih baik.

Dalam menjalankan tugas seseorang tidak dapat tidak dapat terlepas dari

stres, Karena masalah stres tidak dapat dilepakan dari dunia kerja. dengan

bertambahnya tuntutan dalam pekerjaan, maka semakin besar kemungkinan

seseorang mengalami stres kerja, setiap jenis pekerjaan tidak terlepas dari

tekanan-tekanan baik dari dalam maupun dari luar yang dapat menimbulkan stress

bagi para pekerjanya, sehingga dibutuhkan penyesuaian diri. Sebenarnya semua

individu tidak dapat mengingkari stres dalam kehidupannya sehari-hari (Anoraga,

2009 : 109).

Mengelola emosi menjadi sangat penting untuk menekan tingkat stres. Stres

yang tidak terkelola dengan baik bisa menimbulkan masalah kesehatan yang

serius, seperti meningkatkan tekanan darah, menurunkan daya tahan tubuh,

mempercepat penuaan dan meningkatkan resiko stroke dan serangan jantung

(14)

2.3 Stres Kerja

2.3.1 Pengertian Stres Kerja

Dalam kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia akan

cenderung mengalami ―stres‖ apabila ia kurang mampu mengadaptasi

keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di

dalam maupun di luar dirinya. Secara sederhana ―stres‖ sebenarnya merupakan

suatu bentuk tanggapan suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan

mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Seorang ahli menyebut

tanggapan tersebut dengan istilah ―fight or flight response”. Jadi sebenarnya stres

kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang baik fisik maupun mental terhadap

suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan

mengakibatkan dirinya terancam. (Anoraga, 2009 : 107).

Menurut Robbin (2009 : 671) stres diartikan sebagai suatu kondisi yang

menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana

untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan

apabila pengertian stres dikaitkan dalam penelitian ini maka stres itu sendiri

adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang

karena adanya tekanan dari dalam maupun dari luar diri seseorang yang dapat

mengganggu pelaksanaan kerja seseorang.

Menurut Rivai (2009 : 1008) bahwa stres sebagai istilah payung yang

merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panic, perasaan

(15)

ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang

mempengaruhi emosi, proses berfikir, dan kondisi seorang karyawan.

2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja

Faktor-faktor penyebab setres karyawan dikemukakan oleh Fathoni (2006

: 130), yaitu:

1. Beban kerja yang sulit dan berlebihan

2. Tekanan dan sikap yang kurang adil dan wajar

3. Waktu dan peralatan kerja yang kurang adil dan wajar

4. Konflik antar pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja

5. Balas jasa yang terlalu rendah

6. Masalah-masalah keluarga seperti anak, istri, mertua, dan lain-lainnya

Dilain pihak, setres karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah

yang terjadi di luar organisasi. Penyebab-penyebab setres ‗off the job’ misalnya:

1. Kekhawatiran financial

2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak

3. Masalah-masalah fisik

4. Masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian)

5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara

Menurut Robbin (2009 : 676) ada tiga sumber utama yang mengakibatkan

(16)

1. Faktor Lingkungan

Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan pengaruh

pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap karyawan. Dalam

faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat menyebabkan stres bagi

karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi. Perubahan yang sangat cepat

karena adanya penyesuaian terhadap ketiga hal tersebut membuat seseorang

mengalami ancaman terkena stres.

2. Faktor Organisasi

Didalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres,

yaitu:

a. Role Demand

Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas dalam suatu

organisasi akan mempengaruhi peranan seorang karyawan untuk

memberikan hasil akhir yang ingin dicapai bersama dalam suatu

organisasi tersebut.

b. Interpersonal Demand

Mendefenisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan lainnya dalam

organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas antara karyawan satu

dengan karyawan lainnya akan dapat menyebabkan komunikasi yang

tidak sehat. Sehingga pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama

yang berkaitan dengan kehidupan sosial akan membuat akan menghambat

perkembangan sikap dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan

(17)

c. Organizational structure

Mendefenisikan tingkat perbedaan dalam organisasi dimana keputusan

tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak kejelasan dalam struktur

pembuatan keputusan atau peraturan maka akan dapat mempengaruhi

kinerja seorang karyawan dalam organisasi.

d. Organizational Leadership

Berkaitan dengan peran yang diakukan oleh seorang pimpinan dalam

suatu organisasi.

3. Faktor Individu

Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari dalam keluarga,

masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi keturunan. Hubungan

pribadi antara keluarga yang kurang baik akan menimbulkan akibat pada

pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat tersebut dapat terbawa dalam

pekerjaan seeorang. Sedangkan masalah ekonomi tergantung bagaimana

seseorang tersebut dapat menghasilkan penghasilan yang cukup bagi

kebutuhan keluarga serta dapat menjalankan keuangan tersebut dengan

seperlunya.

Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat

menimbulkan stres terletak pada watak dasar alami yang dimiliki seseorang

tersebut. Sehingga untuk itu gejala stres yang timbul pada tiap-tiap pekerjaan

(18)

2.3.3 Indikator Stres Kerja

Menurut Robbins (2007 : 375) indikator dari setres kerja adalah sebagai

berikut:

a. Gejala fisiologis Stres menciptakan penyakit-penyakit dalam tubuh yang

ditandai dengan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, jantung berdebar,

bahkan hingga sakit jantung.

b. Gejala psikologis. Gejala yang ditunjukkan adalah ketegangan, kecemasan,

mudah marah, kebosanan, suka menunda dan lain sebagainya. Keadaan stres

seperti ini dapat memacu ketidakpuasan.

c. Gejala perilaku Stres yang dikaitkan dengan perilaku dapat mencakup dalam

perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan.

Dampak lain yang ditimbulkan adalah perubahan dalam kebiasaan sehari-hari

seperti makan, konsumsi alkohol, gangguan tidur dan lainnya

2.3.4 Pendekatan Stres Kerja

Terdapat dua pendekatan stres kerja, yaitu pendekatan individu dan

perusahaan. Bagi individu penting dilakukan pendekatan karena stres dapat

mempengaruhi kehidupan, kesehatan, produktivitas, dan penghasilan. Bagi

perusahaan bukan saja karena alasan kemanusiaan, tetapi juga karena

pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek dan efektivitas dari perusahaan secara

keseluruhan. Perbedaan pendekatan individu dengan pendekatan organisasi tidak

dibedakan secara tegas, pengurangan stres dapat dilakukan pada tingkat individu,

(19)

a. Pendekatan individu meliputi:

1. Meningkatkan keimanan

2. Melakukan meditasi dan pernafasan

3. Melakukan kegiatan olahraga

4. Melakukan relaksasi

5. Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga

6. Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan

b. Pendekatan perusahaan meliputi:

1. Melakukan perbaikan iklim organisasi

2. Melakukan perbaikan terhadap lingkungan kerja

3. Menyediakan sarana olahraga

4. Melakukan analisis dan kejelasan tugas

5. Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan

6. Melakukan restrukturisasi tugas

7. Menerapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran

2.3.5 Cara Mengelola Stres Kerja

Seorang manajer yang arif tidak pernah mengabaikan masalah pergantian

karyawan dan keabsenan, penyelahgunaan obat-obatan di tempat kerja, penurunan

prestasi, penurunan kualitas produksi, atau setiap tanda yang menunjukkan bahwa

sasaran prestasi organisasi tidak dicapai. Manajer yang efektif memandang

kejadian ini sebagai gejala dan menganalisis di belakang gejala tersebut untuk

(20)

kebanyakan manajer masa kini masih mencari kemungkinan sebab-sebab

tradisional, seperti jeleknya pelatihan (training), peralatan yang rusak, atau dari semua kemungkinan tersebut, setres tidak termasuk dalam urutan daftar

kemungkinan masalah. Jadi, langkah paling pertama dari program

penanggulangan stres ialah mengakui bahwa stres itu ada, sehingga program

intervensi untuk mengatasi stres harus menentukan lebih dahulu ada tidaknya

stres dan penyebab keberadaanya.

Program penanggulangan stres dapat ditawarkan atas dasar yang luas pada

perusahaan. Beberapa program memusatkan perhatian pada masalah-masalah

tertentu : program penganggulangan masalah alkohol dan penyalahgunaan

obat-obatan, program relokasi pekerjaan, program penyuluhan karier, dan sebagainya.

Pada mulanya dipakai nama seperti kesehatan mental. Akan tetapi, untuk

menghindari pengertian penyekit psikiatrik yang serius, perusahaan telah

mengubah nama program mereka. nama yang popular sekarang ialah manajemen

stres. Dua program cikal bakal manajemen stres yang sering digunakan ialah

klinis dan keorganisasian. Yang pertama diprakarsai oleh perusahaan dan

memusatkan perhatian atas masalah-masalah kelompok atau organisasi secara

keseluruhan.

a. Program Klinis

Program ini penanggulangannya didasarkan atas pendekatan medis

(21)

1. Diagnosis. Orang yang mempunyai masalah meminta pertolongan. Orang

atau petugas pada unit kesehatan karyawan mencoba mendiagnosis

masalah.

2. Pengobatan (Treatment). Disediakan penyuluhan atau terapi dorongan. Jika staf dalam perusahaan tidak dapat menolong,

karyawan tersebut dianjurkan berkonsultasi kepada ahli di lingkungan

tersebut.

3. Penyaringan (Screening). Pemeriksaan individu secara berkala dalam pekerjaan yang penuh dengan ketegangan diadakan untuk mendeteksi

indikasi masalah secara dini.

4. Pencegahan (Prevention). Pendidikan dan bujukan dilakukan untuk meyakinkan karyawan yang mempunyai pekerjaan dengan resiko besar

bahwa sesuatu harus dilakukan untuk menolong mereka

menanggulangi stres.

Program klinis harus ditangani oleh karyawan yang berwenang jika

dimaksudkan untuk menghasilkan manfaat. Kepercayaan dan rasa hormat harus

ditanamkan jika ada staf yang memenuhi syarat untuk melakukan diagnosis,

pengobatan, penyaringan, dan pencegahan.

b. Program Keorganisasian

Program keorganisasian ditujukan lebih luas meliputi seluruh karyawan.

Kadang-kadang program ini merupakan perluasan program klinis. Program

tersebut sering didorong oleh masalah-masalah yang ditemukan dalam

(22)

pabrik, penutuoan pabrik, atau pemasangan peralatan baru. Berbagai program

dapat digunakan untuk mengatasi stres. Termasuk dalam daftar program

semacam itu ialah manajemen berdasarkan sasaran (management by objective), program pengembangan organisasi, pengayaan pekerjaan, perancangan kembali struktur organisasi, pembentukan jadwal kerja

variabel, penyediaan fasilitas kesehatan karyawan.

c. Penanggulangan Secara Pribadi

1. Tenang, ambil nafas panjang dan cobalah untuk santai dan tenangkan diri

2. Kenali permasalahan, coba kenali akar permasalahannya, apa yang

membuat diri resah

3. Tetapi, ikutilah kegiatan sosial sehingga dapat menghindari permasalahan

sejenak

4. Hadapilah sebaiknya hadapi dan selesaikan agar tidak menganggu lagi

5. Atur jadwal, buat jadwal yang harus diprioritaskan lebih dahulu dan

tentukan mana yang dapat ditunda. Perkecil peluang untuk timbulnya stres

dengan mempersibuk diri sendiri

6. Diskusi, diskusikanlah masalah yang menyebabkan timbulnya stres

dengan atasan atau psikolog

7. Curhat, ceritakanlah masalah yang dihadapi pada keluarga atau pasangan

8. Buat keseimbangan, stres muncul karena terlalu focus pada pekerjaan,

bagilah waktu antara pekerjaan dan keluarga. Melakukan hal-hal bersama

(23)

9. Pahami tugas dan kewajiban sebagai karyawan, mungkin inilah yang

jelas-jelas akan mengurangi stres yang dialami di tempat kerja. Dengan

mengetahui kewajiban akan mampu mengatur waktu dan rutinitas

sehingga peluang stres akan mengecil

10.Selain itu dapat pula di atasi dengan kekuatan yang bersumber dari dalam

diri sendiri/kekuatan yang datang dari dalam diri, berupa: keberanian

menerima cobaan dengan berdoa; ikhlas menerima akan membantu

menyelesaikan masalah; mampu mengendalikan persaan; lebih

mementingkan kesehatan badan; mampu sebagai pendengar yang baik;

mendengar keluhan orang; mampu menempatkan diri sebagai sahabat bagi

orang yang sedang menghadapi musibah; mengupayakan mendapat

dukungan dari keluarga dalam menghadapi berbagai masalah sulit;

mampu bereaksi cepat dalam menghadapi masalah-masalah; mampu

menyelesaikan setiap masalah selangkah demi selangkah; bilamana perlu

mengubah filosofi kehidupan, selalu positif thingking; selalu bersyukur bilamana menghadapi masalah; selalu senyum dalam menghadapi

berbagai masalah.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat

(24)

Tabel 2.1

Daftar Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel

Penelitian Intelligence in Managing Stress and Anxiety at and the variable of stress and anxiety

Muchti Yuda Pratama (2010)

Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita positif antara konflik peran ganda dengan

The Relationship Between Emotional Intelligence skill and job stress. there is not

(2013) Hubungan antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada perawat wanita yang sudah menikah antara konflik peran ganda dengan stres

Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Dukungan Sosial terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya

(25)

Nama Peneliti

Judul Penelitian Variabel

Penelitian

Stress Duo to Dual Role of Working Women managed their stress by watching

Pengaruh Konflik Peran Ganda Terhadap Stres Kerja Pada Karyawan Wanita Di Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara

variabel work family conflict berpengaruh positif dan signifikan terhadap stres kerja

Delia (2015)

Pengaruh Komponen

Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Setres Kerja Auditor pada Kantor Akuntan Publik (KAP) Di

2.5.1 Pengaruh Konflik Peran Ganda Terhadap Stres Kerja

Pengaruh konflik peran ganda terhadap stres kerja pada karyawan wanita

PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Tinjowan Kabupaten Simalungun yaitu

terlihat ketika selain berperan untuk memenuhi tanggung jawab keluarga, ia juga

berperan dalam pekerjaannya. Dengan keadaan ini, tidak luput mereka mengalami

(26)

keluarga. Selain itu, tuntutan pekerjaan yang berasal dari beban kerja yang berat

sering kali mempengaruhi kesehatan karyawan seperti rasa pegal, kelelahan,

pusing kepala, dan kurang tidur.

Benyamin (2013) juga menunjukan dalam penelitiannya bahwa konflik

peran ganda mempengaruhi stress kerja sebesar 28,3% dengan stres kerja

dipengaruhi oleh konflik peran ganda sebesar 28,3% dan sisanya variabel lain

yang mempengaruhi stres kerja.

Seperti pendapat yang dinyatakan oleh Sutanto (2008), bahwa Para wanita

bekerja atau wanita yang mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu sekaligus

sebagai pekerja sering mengalami setres. Dengan demikian semakin kompleks

persoalan yang dialami oleh para ibu rumah tangga yang bekerja diluar rumah.

Ada yang bisa menikmati peran gandanya, namun ada yang merasa kesulitan

hingga akhirnya persoalan-persoalan rumit kian berkembang dalam kehidupan

sehari-hari.

2.5.2 Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Stres Kerja

Permasalahan yang terjadi pada kecerdasan emosional adalah terdapat

beberapa karyawan wanita sedang mengalami emosi dan tidak dapat

mengungkapkan kekesalannya secara tepat. Selain itu, rendahnya mengenali

kekuatan dan kelemahan pada diri karyawan wanita yang tetap bekerja meskipun

dengan kondisinya yang lemah. karena hal tersebut, membuat mereka tidak dapat

bekerja secara optimal. Akan tetapi, pimpinan hanya bisa memarahi dan hanya

(27)

dengan kemampuan manajemen emosi dan manajemen diri atau kecerdasan

emosi. Seorang karyawan dengan kemampuan baik untuk mengelola emosinya

maka ia akan dapat dengan mudah mengatasi stres pekerjaan atau sebaliknya.

Hasil penelitian Delia (2011) menunjukkan bahwa variabel kecerdasan

emosional yaitu pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan

keterampilan sosial hanya menjelaskan 54,5% terhadap tingkat stress kerja

auditor dan sisanya 22% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak

teramati dalam penelitian.

Mereka yang memendam emosi akan mendapatkan sejumlah kerugian.

Mereka mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda yang kelihatan bahwa mereka

sedang mengalami pembajakan emosi, tetapi sebagai gantinya mereka menderita

kehancuran internal seperti; pusing-pusing, mudah tersinggung, terlalu banyak

merokok dan minum, sulit tidur dan sebagainya. Dan mereka mempunyai resiko

yang sama dengan mereka yang mudah meledak emosinya. Gejala tersebut

merupakan faktor-faktor yang akan menyebabkan terjadinya stres (Goleman,

2016 : 238).

Berdasarkan landasan teori maka dapat digabungkan menjadi suatu

pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan

(28)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan kerangka konseptual yang

telah diuraikan, maka hipotesis penelitian ini adalah:

1. Konflik Peran Ganda berpengaruh secara signifikan terhadap Stres Kerja

karyawan wanita pada PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Tinjowan

Kabupaten Simalungun.

2. Kecerdasan Emosional berpengaruh secara signifikan terhadap Stres Kerja

karyawan wanita pada PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Tinjowan

Kabupaten Simalungun.

3. Konflik Peran Ganda dan Kecerdasan Emosional berpengaruh secara

signifikan terhadap Stres Kerja karyawan wanita pada PT. Perkebunan

Nusantara IV Unit Usaha Tinjowan Kabupaten Simalungun. Konflik Peran

Ganda (X1)

Kecerdasan Emosional (X2)

Gambar

Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Terdapat kubus ABCDEFGH dimana titik P adalah titik tengah garis FG, dan Jika terdapat Bola yang didalamnya kubus tersebut sehingga semua titik sudutnya

Berdasarkan analisa multiple regression diketahui bahwa idealized influence, intellectual stimulation, dan laissez-faire berpengaruh signifikian pada cognitive dan relational

Ubah field status pada table keuangan menjadi status_keu dgn type data varchar size 15 Ini juga gampang ….. alter table keuangan change status

NOMOR : MTs. Madiun Tahun Anggaran 2012 yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala MTsN Kembangsawit Kab. Madiun Nomor : MTs.13.19.25/KS.0L.\/192^/2012, tanggal B Mei 2012 telah

Dibawah ini merupakan perintah-perintah untuk management file, seperti untuk membuat folder, mengcopy folder atau file, mengganti nama dan

[r]

Madiun dengan dokumen pengadaan Nomor : MTs.13.19.23/K5.01.1/01/PPBI/vilI/2012 tanggal 20 Juli 20L2 pada Satuan Kerja MTsN Kembangsawit Kabupaten Madiun yang bersumber dana

Meskipun tidak semua aspek mendapat nilai yang sempurna namun secara keseluruhan nilai rata-rata yang diperoleh dari ketiga penelaah terhadap semua aspek untuk