• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan

Bila ditinjau dari pihak yang mempersoalkan dan mencoba mencari solusi atas masalah kemiskinan, kemiskinan merupakan masalah pribadi, keluarga, masyarakat, Negara bahkan dunia. Masyarakat melalui berbagai lembaga telah memberikan perhatian sehubungan dengan penanggulangan masalah kemiskinan. Terlebih pribadi dan keluarga yang secara langsung merasakan pahitnya kemiskinan itu, tentu memiliki agenda tertentu dalam upaya mengakhiri penderitaan sebagai akibat dari kemiskinan.

Namun, masalah kemiskinan masih tetap eksis bahkan dalam periode tertentu justru menunjukkan peningkatan. Kemiskinan identik dengan suatu penyakit. Oleh karena itu langkah pertama penanggulangan masalah kemiskinan adalah memahami kemiskinan sebagai suatu masalah. Untuk memahami masalah kemiskinan, kita perlu memandang kemiskinan itu dari dua aspek, yakni kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu proses (Siagian, 2012:2).

(2)

hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia (Siagian, 2012:4).

2.1.1 Defenisi Kemiskinan

Secara umum istilah miskin atau kemiskinan dapat diartikan sebagai kondisi yang kurang atau minim. Mencher (dalam Kemiskinan dan Solusi 2012:5) mengemukakan bahwa kemiskinan merupakan gejala penurunan yang mempengaruhi kemampuan seseorang atau sekelompok orang, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak. Hal yang cukup menarik dari apa yang di kemukakan Mencher adalah bahwa dalam upaya mencapai taraf hidup yang layak, seseorang atau sekelompok orang membutuhkan dukungan, baik dari diri sendiri maupun dari luar diri.

Sedangkan Castell (dalam Kemiskinan dan Solusi 2012:10) menyatakan bahwa kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada di bawah standar kebutuhan hidup minimum agar manusia dapat bertahan hidup. Adapun standar kebutuhan minimum dimaksud pada umumnya ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok pangan. Cara ini ditempuh karena kebutuhan pokok pangan inilah yang mengakibatkan sekaligus merupakan sumber dari manusia untuk memiliki kemampuan yang cukup untuk melakukan pekerjaan atau aktivitas hidup dengan sehat.

Adapun definisi kemiskinan adalah:

(3)

barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan dalam upaya memenuhi standar hidup yang layak.

b. Jika ditinjau dari pendapatan, maka kemiskinan adalah kondisi kurangnya pendapatan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.

c. Jika ditinjau dari kesempatan, maka kemiskinan merupakan dampak dari

ketidaksamaan kesempatan memperoleh dan mengakumulasikan basis-basis kekuatan sosial, seperti keterampilan, informasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi kemajuan hidup, jaringan - jaringan sosial serta sumber-sumber modal sebagai upaya pengembangan hidup.

d. Jika ditinjau dari keadaan yang dialami, kemiskinan merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelaparan atau setidaknya kekurangan makanan, pakaian dan perumahan yang tidak memadai, tingkat pendidikan yang rendah, memiliki sedikit kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bersifat dasar.

e. Jika ditinjau dari penguasaan sumber-sumber, kemiskinan merupakan keterlantaran yang disebabkan oleh penyebaran yang tidak merata dari sumber-sumber termasuk didalamnya pendapatan (Siagian, 2012:25).

2.1.2 Ciri - Ciri Kemiskinan

Suatu studi menunjukkan adanya lima ciri-ciri kemiskinan, yakni:

a. Mereka yang hidup dibawah kemiskinan pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti tanah yang cukup luas, modal yang memadai, ataupun keterampilan yang memadai untuk melakukan suatu aktivitas ekonomi sesuai dengan mata pencaharian.

(4)

c. Tingkat pendidikan pada umumnya rendah, misalnya tidak tamat SD atau hanya tamat SD.

d. Pada umumnya mereka masuk ke dalam kelompok penduduk dengan kategori setengah menganggur. Pendidikan dan keterampilan yang sangat rendah mengakibatkan akses masyarakat miskin kedalam berbagai sektor formal bagaikan tertutup rapat, akibatnya mereka terpaksa memasuki sektor-sektor informal.

e. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda, tetapi tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai (Siagian, 2012:20).

2.1.3 Faktor Penyebab Kemiskinan

Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian, yaitu:

a) Faktor Internal

Faktor yang berasal dari dalam diri individu yang mengalami kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan, yang meliputi :

a. Fisik, misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.

b. Intelektual, seperti: kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi.

c. Mental emosional atau temperamental, seperti: malas, mudah menyerah dan putus asa.

d. Spiritual, seperti: tidak jujur, penipu, serakah dan tidak disiplin.

e. Sosial psikologis, seperti: kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi, stress, kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.

(5)

g. Asset, seperti: tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan dan modal kerja.

b) Faktor Eksternal

Faktor ini bersumber dari luar diri individu atau keluarga yang mengalami dan menghadapi kemiskinan, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya miskin, seperti:

a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.

b. Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat memenuhi kebutuhan hidup.

c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor informal.

d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro.

e. Belum terciptanya sistim ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak.

f. Sistim mobilasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal, seperti: zakat.

g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural. h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan. i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil atau daerah bencana. j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.

k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata.

(6)

Hakikat penyebab kemiskinan sesungguhnya adalah melekat dalam diri individu atau sosial yang bersangkutan. Masalah kemiskinan sangat terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu pengentasan kemiskinan adalah bagaimana meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga mereka mampu berdaya, berdiri di atas kakinya sendiri, memiliki daya tawar dan daya saing untuk mampu hidup mandiri (Oos, 2014:86).

2.1.4 Jenis - Jenis Kemiskinan

Menurut Oos (2014), secara umum kemiskinan dapat digolongkan dalam 4 jenis, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural.

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut merupakan tingkat ketidakberdayaan individu atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum mulai pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

2. Kemiskinan Relatif

(7)

3. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan. Kemiskinan struktural adalah kondisi miskin yang disebabkan kebijakan pemerintah dalam pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan kesenjangan pendapatan. 4. Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural terkait dengan faktor sikap individu atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti malas, boros, tidak kreatif sehingga menyebabkan miskin.

Kemiskinan sesungguhnya tidak hanya terkait dengan aspek ekonomi saja, tetapi banyak aspek lain yang mempengaruhinya. Kemiskinan juga disebabkan lemahnya aspek moral, sosial dan juga aspek budaya, serta kebijakan pembangunan yang belum merata. Kemiskinan memang sangat komplek, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia. Orang menjadi miskin bukan hanya karena dia tidak mempunyai modal usaha atau tidak mempunyai asset produksi, akan tetapi ia berpotensi tetap miskin karena dia tidak mempunyai penyangga ekonomi.

2.1.5 Indikator Kemiskinan

(8)

Jika dikaji secara lebih mendalam, indikator kemiskinan yang beraneka ragam dihasilkan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan pendapatan, pendekatan konsumsi dan pendekatan multi aspek.

1. Pendekatan Pendapatan

Sajogyo (dalam Kemiskinan dan Solusi 2012:69) mengemukakan bahwa indikator kemiskinan didasarkan pada ketidakmampuan memenuhi kebutuhan minimum yang dapat diukur dari pendapatan. Sajogyo mengemukakan bahwa sebaiknya pendapatan tidak diukur dengan mata uang melainkan dalam ukuran beras.

Sajogyo menambahkan tingkat kemiskinan untuk daerah pedesaan, yaitu: a. Miskin = < 320 kilogram setara beras per kapita per tahun

b. Sangat miskin = < 240 kilogram setara beras per kapita per tahun c. Melarat = < 180 kilogram setara beras per kapita per tahun

Sedangkan menurut BPS (dalam Marzali, 2013:316) indikator kemiskinan dalam bentuk pendapatan rata-rata secara nasional untuk tahun 2011 adalah sebesar Rp. 233.174 perbulan per orang. Sebagai perbandingan, indikator kemiskinan yang ditetapkan Pemerintah Vietnam untuk tahun 2010 jika disetarakan dengan rupiah adalah Rp. 450.000 perbulan per orang. Bank Dunia sendiri menetapkan indikator kemiskinan sebesar US$ 2 perhari per orang. Bank Dunia menegaskan, adalah benar-benar miskin jika pendapatan US$ 1 perhari per orang.

2. Pendekatan Konsumsi

(9)

minuman dengan kandungan minimal 2.100 kalori perkapita perhari. Dengan demikian seseorang dapat dikategorikan miskin bilamana jumlah uang yang dikeluarkan atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kurang dari 2.100 kalori perkapita perhari.

3. Pendekatan Multi Aspek

Pada awalnya banyak pihak meletakkan harapan pada penetapan indikator kemiskinan yang ditetapkan melalui pendekatan konsumsi. Namun setelah dilakukan, pendekatan tersebut dianggap masih sarat dengan kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah sulitnya dilakukan pengukuran yang akurat. Sebagai contoh, jumlah kandungan kalori pada makanan maupun minuman tidak selamanya signifikan dengan harga makanan dan minuman itu. Selain itu, tidak mudah untuk mengukur kandungan kalori pada setiap makanan dan minuman.

Disamping itu, banyak pihak yang berpandangan bahwa penetapan indikator kemiskinan melalui pendekatan konsumsi tidak selalu menggambarkan kondisi riil sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang. Bahkan, indikator kemiskinan yang dihasilkan pun belum mampu merepresentasikan kebutuhan hidup manusia secara menyeluruh. Berbagai pandangan ini kemudian menjadi alasan untuk mencari dan menggunakan pendekatan lain, yaitu pendekatan multi aspek.

Salah satu pihak yang berupaya menelaah dan menetapkan indikator kemiskinan melalui pendekatan multi aspek adalah PBB, dimana PBB menetapkan 12 jenis komponen yang harus digunakan sebagai dasar untuk memperkirakan kebutuhan manusia yang meliputi:

a. Kesehatan

(10)

c. Pendidikan

d. Kondisi pekerjaan e. Situasi kesempatan kerja f. Konsumsi

g. Pengangkutan

h. Perumahan, termasuk fasilitas-fasilitas perumahan i. Sandang

j. Rekreasi dan hiburan k. Jaminan sosial

l. Kebebasan manusia (Siagian, 2012:74). 2.2 Keluarga

2.2.1 Pengertian Keluarga

Menurut kamus istilah kesejahteraan sosial, keluarga merupakan bagian yang terkecil dari masyarakat yang terdiri dari sekelompok manusia yang hidup bersama dengan adanya ikatan perkawinan, hubungan darah dan adopsi. Hubungan itu terdiri dari suami, istri atau ayah ibu, anak-anak dan saudara (Suparlan, 1983).

Keluarga adalah suatu kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah atau adopsi yang merupakan susunan rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, putra dan putri, saudara laki-laki dan perempuan dan merupakan pemelihara kebudayaan bersama.

2.2.2 Fungsi Keluarga

(11)

a. Keluarga berfungsi untuk mengatur penyaluran dorongan sex. Tidak ada masyarakat yang memperbolehkan hubungan sex sebebasbebasnya antara siapa saja dalam masyarakat. Keluarga sebagai wadah bagi individu untuk menyalurkan hasrat biologis dalam ikatan pernikahan.

b. Reproduksi berupa pengembangan keturunan. Dalam keluarga anakanak

dilahirkan dan dibesarkan dengan kasih sayang kedua orang tuanya.

c. Keluarga berfungsi untuk mensosialisasikan anggota baru masyarakat hingga dapat memerankan apa yang diharapkan darinya. Keluarga merupakan agen sosialisasi dalam pembentukan diri seorang individu.

d. Keluarga memiliki fungsi afeksi. Keluarga memberikan cinta kasih pada seorang anak.

e. Keluarga memberikan status pada seorang anak. Bukan hanya status yang diperoleh seperti jenis kelamin, hubungan kekerabatan, tapi juga termasuk status yang diperoleh orang tua yaitu status dalam suatu kelas sosial tertentu. f. Keluarga memberikan perlindungan kepada anggotanya. Baik perlindungan

fisik maupun yang bersifat kejiwaan.

g. Keluarga memiliki fungsi ekonomi. Misalnya produksi, distribusi, dan konsumsi.

2.2.3 Kriteria Keluarga a. Keluarga Pra Sejahtera

yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih dari 5 kebutuhan dasarnya (basic needs) sebagai keluarga Sejahtera I, seperti kebutuhan akan pengajaran agama, pangan, papan, sandang dan kesehatan.

(12)

yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal seperti: melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masing anggota keluarga, seluruh anggota keluarga makan 2 (dua) kali sehari atau lebih, seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja/sekolah dan bepergian, bagian yang terluas dari lantai rumah bukan dari tanah, bila anak sakit atau pasangan usia subur ingin ber-KB dibawa ke sarana / petugas kesehatan.

c. Keluarga Sejahtera tahap II

yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kriteria keluarga sejahtera I, harus pula memenuhi syarat sosial psikologis seperti: (1) Anggota Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur. (2) Paling kurang, sekali seminggu keluarga menyediakan daging/ikan/telur sebagai lauk pauk. (3) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru per tahun. (4) Luas lantai rumah paling kurang delapan meter persegi tiap penghuni rumah. (5) Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat. (6) Paling kurang 1 (satu) orang anggota keluarga yang berumur 15 tahun keatas mempunyai penghasilan tetap.

d. Keluarga Sejahtera Tahap III

(13)

masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. (5.) Mengadakan rekreasi bersama diluar rumah paling kurang 1 kali/6 bulan. (6.) Dapat memperoleh berita dari surat kabar/TV/majalah. (7.) Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.

e. Keluarga Sejahtera Tahap III Plus

keluarga yang dapat memenuhi kriteria seperti: secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan bagi kegiatan sosial masyarakat dalam bentuk materiil, kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat.

f. Keluarga Miskin

Yaitu keluarga pra sejahtera yang tidak dapat memenuhi salah satu indikator, seperti: paling kurang sekali seminggu keluarga makan daging/ikan/telur, setahun terakhir seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru, dan luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni.

g. Keluarga Miskin Sekali

(14)

2.2.4 Kebutuhan

Kebutuhan adalah sesuatu yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, baik yang terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu (makan, minum, perumahan, pakaian) maupun keperluan pelayanan sosial tertentu (transportasi, kesehatan dan pendidikan).

Sebagai upaya untuk memenuhi kondisi kehidupan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan hak asasi manusia, pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa kondisi kehidupan akan semakin sejahtera apabila semakin banyak kebutuhan dapat terpenuhi (Soetomo, 2010:314).

2.2.5 Jenis - Jenis Kebutuhan

Maslow membagi kebutuhan manusia dalam beberapa tingkatan yaitu: a. Kebutuhan fisiologis

merupakan kebutuhan dasar atau tingkat terendah yang diperlukan seorang manusia seperti: kebutuhan akan makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya. b. Kebutuhan rasa aman

Kebutuhan rasa aman merupakan kebutuhan yang diperlukan seseorang agar tetap merasa aman dari ancaman, bahaya, pertentangan dan sebagainya.

c. Kebutuhan untuk merasa memiliki

Kebutuhan untuk merasa memiliki merupakan kebutuhan yang diperlukan seseorang untuk diterima oleh kelompok seperti berinteraksi dan kebutuhan untuk mencintai dan dicintai.

d. Kebutuhan akan harga diri

(15)

e. Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri

Kebutuhan untuk mengaktualisasi diri merupakan kebutuhan untuk menggunakan potensi dan skill yang dimiliki, kebutuhan untuk berpendapat, menentukan penilaian terhadap sesuatu. (http://id.wikipedia.org/wiki/ Kebutuhan_primer diakses pada tanggal 1 April 2016).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kebutuhan keluarga adalah segala sesuatu yang dibutuhkan keluarga baik untuk tetap hidup maupun sebagai penunjang hidup.

2.3 Pemulung Secara Umum

2.3.1 Pengertian Pemulung

Pemulung menurut Shalih (dalam jurnal Suhendri: 2015) adalah orang yang memungut, mengambil, mengumpulkan dan mencari sampah baik perorangan maupun kelompok. Bekerja sebagai pemulung memiliki resiko bahaya yang cukup besar karena tempat kerja yang sangat berbahaya dan tidak adanya perlindungan kerja yang maksimal. Paling tidak mereka melindungi diri mereka secara sederhana, peralatan yang digunakan juga jauh dari kata aman.

Dalam bekerja, pemulung biasanya membawa alat yang berguna untuk mendukung pekerjaannya sebagai pengumpul barang bekas, antara lain:

a. Keranjang, yang dipanggul di pundak yang berguna untuk menampung barang hasil mulung.

b. Ganco, digunakan sebagai alat pengambil sampah untuk mempermudah

pemungutan sampah.

(16)

bidang produksi serta barang dan jasa, dan dalam usahanya menghadapi keterbatasan modal, keterampilan, dan pengetahuan.

Sektor informal terjadi karena adanya faktor pendorong dan faktor penarik yang membuat masyarakat melirik sektor ini. Faktor pendorong adalah hal-hal yang mendorong angkatan kerja untuk meninggalkan tempatnya mencari kemungkinan yang lebih untuk memperoleh pekerjaan dan pendapatan di kota. Sedangkan faktor penarik umumnya terpusat di kota.

Adapun faktor pendorong dan penarik masyarakat menjadi pemulung, antara

lain:

Gambar 2.1

Faktor Pendorong Menjadi Pemulung

Sumber Data : Penelitian Karjadi Mintaroem, penghasilan pemulung di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya pada tahun 1999

Pemulung

Kebutuhan Ekonomi

(17)

Gambar 2.2

Faktor Penarik Menjadi Pemulung

Sumber Data : Penelitian Karjadi Mintaroem, penghasilan pemulung di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya pada tahun 1999

2.3.2 Kondisi Pemulung

A. Kondisi Pemulung Ditinjau Dari Dimensi Sosial Ekonomi

Keberadaan pemulung berperan dalam pembangunan meskipun tampaknya remeh. Disamping perannya dalam menciptakan lapangan kerja untuk dirinya sendiri dalam memenuhi penghasilan untuk keluarga. Oleh karena itu, seharusnya para pemulung mendapatkan pembinaan yang tepat agar dapat menempatkan diri dalam masyarakat (www.penghasilan-pemulung diakses pada 23 Februari 2016).

Selain itu, pemulung turut serta dalam menghemat devisa Negara dalam kegiatan ekonominya, terutama dalam penyiapan bahan baku yang murah dari barang-barang bekas. Seperti, gelas, plastik, besi, kaleng, kertas, karton, dan sebagainya. Barang-barang itu akan diolah kembali oleh pabrik-pabrik dengan proses daur ulang untuk dijadikan barang-barang yang bermanfaat dan turut menggiatkan kegiatan ekonomi. Meskipun mereka tidak berdaya untuk mempertahankan haknya

Pemulung

Tidak Diperlukan Keterampilan dan

Dari Pada Menganggur

Pendapatan Lumayan dan Pekerjaan Yang

(18)

sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka lakukan. Ini dapat terlihat dari harga barang-barang bekas dari pemulung relatif murah jika dibandingkan dengan harga jual pengepul ke pabrik-pabrik.

B. Kondisi Pemulung Ditinjau Dari Dimensi Sosial Budaya

Ditinjau dari kondisi sosial budaya, para pemulung digolongkan ke dalam kelompok masyarakat yang memiliki sub kultur tersendiri, yaitu kultur yang memcerminkan budaya atau kebiasaan-kebiasaan hidup dari golongan masyarakat miskin. Tata nilai dan tata norma yang ada berbeda dengan tata nilai dan tata norma dalam masyarakat, dan biasanya cenderung dinilai negatif.

Namun dari sudut pandang mereka, apa yang ada itu tidak dianggap sebagai suatu yang kurang baik, walaupun oleh sebagian besar masyarakat cara hidup mereka dianggap kurang wajar, karena tampak menyimpang dari tujuan yang biasa diidam - idamkan oleh warga masyarakat pada umumnya. Pada dasarnya para pemulung ingin hidup bebas, tidak mau terikat dengan aturan dan norma, sehingga bila dibandingkan dengan kondisi yang ada dikalangan masyarakat lainnya timbul perbedaan yang mencolok, terutama pada segi estetika, etika dan idealisme hidup.

(19)

Sedangkan tentang idealisme hidup, mereka tidak terlalu berpikir ke depan. Mereka mengutamakan kebutuhan sesaat. Oleh karena itu, banyak diantara pemulung cenderung beristirahat mencari barang-barang bekas apabila merasa telah mendapatkan sejumlah uang untuk beberapa hari. Walaupun pemulung digolongkan ke sub kultur semacam ini, namun sebenarnya mereka masih memiliki kondisi sosial budaya yang lebih baik daripada gelandangan dan pengemis. Mereka memiliki etos kerja yang lebih tinggi. Hasrat untuk mandiri cukup besar, sehingga pemulung lebih bisa diarahkan dan dibina kepada kehidupan yang lebih baik (www.kegiatan.pemulungdiakses pada 23 Februari 2016).

C. Kondisi Pemulung Ditinjau Dari Dimensi Lingkungan

Ditinjau dari dimensi lingkungan peran pemulung sangat besar. Mereka ikut andil dalam menciptakan kebersihan di lingkungan perkotaan. Dengan jalan mengurangi volume sampah dari jenis yang justru tidak dapat atau sukar hancur secara alamiah. Dalam kegiatannya mengumpulkan barang-barang bekas, para pemulung tidak atau kurang memikirkan kebersihan dan keindahan lingkungan. Rupanya mereka merasa tidak wajib untuk turut menjaga keindahan dan kebesihan lingkungan. Seperti, banyak diantara mereka dengan seenaknya mendirikan gubuk-gubuk luar di sembarang tempat dan menumpuk barang-barang bekas di depan gubuk mereka.

2.3.3 Landasan Hukum Tentang Pemulung

1) UU Dasar RI 1945 pasal 27 ayat 2 dan pasal 34

(20)

Pasal 34 ayat 2: “negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat

dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

2) UU RI Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial

“Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan

sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya”.

2.3.4 Pengertian Sampah

Sampah merupakan barang sisa yang dianggap tidak berguna lagi dan perlu dibuang (Sabarguna, 2008:42). Jenis sampah diantaranya adalah:

a. Organik, sisa makanan, daun, buah, dll. b. Plastik, botol plastik, kantong plastik, dll.

c. Kaleng atau besi, barang dari bahan kaleng, kaleng makanan, dll. d. Kertas, koran, buku, kardus, dll.

e. Karet, bahan dari karet seperti ban mobil, dll. f. Bahan bangunan seperti kaca, semen, dll. g. Pohon kayu, batang.

h. Besi, paku, dll.

2.3.5 Tempat Pembuangan Akhir Sampah

(21)

Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati, seperti:

a. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll).

b. Bukan daerah rawan hidrogeologis, yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air.

c. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak minimal 1,5 – 3 km) (dalam skripsi Arian. 2014).

2.4 Strategi

2.4.1 Konsep Strategi Bertahan Hidup

Manusia seperti makhluk lainnya, mempunyai naluri untuk mempertahankan hidupnya dan hidup lebih lama. Usaha ini dikendalikan oleh aturan pokok dari hidup yaitu, hidup dalam situasi apapun dengan lebih berkualitas daripada sebelumnya. Ini adalah ide dasar dari bertahan hidup. Bagaimanapun, untuk meraih tujuan ini seseorang harus menerapkan banyak taktik untuk hidup.

Strategi bertahan hidup sebenarnya dibangun pada level individu, akan tetapi pada tujuannya adalah untuk memperoleh ketahanan dan stabilitas bertahan hidup rumah tangga. Suatu kegiatan dapat dikatakan strategi bertahan hidup ketika kegiatan diarahkan pada kebutuhan-kebutuhan penting yang diperlukan sekali untuk mempertahankan dan melanjutkan eksistensi.

(22)

Jadi, bila strategi dihubungkan dengan kelangsungan hidup maka konsep ini berkaitan dengan bagaimana seseorang menghadapi keadaan sulit dengan berbagai tantangan dan bagaimana alternatif terhadap langkah-langkah pemecahannya untuk keluar dari tantangan yang dihadapi tersebut agar dapat bertahan hidup.

Kemudian yang dimaksud dengan strategi bertahan hidup disini adalah langkah-langkah berupa kemampuan atau ketahanan yang dilakukan oleh pemulung di lingkungan tempat akhir sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan dalam menghadapi keadaan sulit yang dialami oleh individu atau keluarga pemulung tersebut.

Ketidakmampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan minimal akan meletakkan mereka pada posisi yang sulit dalam masyarakat. Tidak mampu bersaing dengan yang lain dalam memanfaatkan peluang yang ada karena keterbatasan pendidikan, keterampilan dan rendahnya motivasi yang pada akhirnya lebih memperburuk kondisi mereka serta menyebabkan mereka akan terpinggirkan baik secara sosial maupun secara ekonomi. Strategi bertahan hidup yang dilakukan oleh keluarga miskin cenderung berbeda karena berbagai faktor, antara lain dilihat dari besarnya jumlah anggota keluarga, penghasilan, serta tempat tinggal, apakah di desa atau di kota.

(23)

Pada saat waktu yang baik, pendapatan keluarga pemulung biasanya relatif cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat pendapatan di waktu susah. Disatu sisi waktu atau masa susah harus dihadapi dan terjadi sepanjang tahun, sedangkan di sisi lain keluarga pemulung harus tetap dapat mempertahankan kelangsungan hidup, dengan segala sumber daya yang dimiliki, mereka mengatasi dan menghadapi masa yang susah dengan cara – cara mereka sendiri.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti Departemen Sosial RI (dalam jurnal Wahyudi. 2007). menunjukkan bahwa kapabilitas keluarga miskin dalam menanggapi goncangan dan tekanan (shock and stress) merupakan aspek penting dalam menunjukkan keberfungsian sosial. Secara konseptual aspek ini juga didasari teori coping strategies.

1. Teori Coping Strategies

Coping strategies dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi terdapat

berbagai cara yang ditempuh oleh keluarga yang diteliti. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:

a. Strategi Aktif

Yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk melakukan aktivitas sendiri, melibatkan anggota keluarga untuk ikut bekerja agar dapat membantu kehidupan sehari-hari mereka, seperti melibatkan istri, anak-anak dan adik, asalkan tidak mengganggu aktivitas wajibnya (seperti sekolah), memperpanjang jam kerja, melakukan kerja sampingan, memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sekitar dan sebagainya.

(24)

untuk ikut bekerja untuk menambah pengahasilan keluarga sehingga kebutuhan dapat terpenuhi.

b. Strategi Pasif

Yaitu mengurangi pengeluaran keluarga (misalnya pengeluaran biaya untuk sandang, pangan, pendidikan dan sebagainya). Dalam hal ini, pemulung mempertahankan hidup dengan cara berhemat yaitu menghemat konsumsi, hal ini disebabkan karena pemulung sudah terbiasa makan seadanya sehingga mereka berhemat dalam memenuhi konsumsi (sembako) disamping itu mereka juga berhemat dengan cara menabung sebahagian kecil dari pendapatan mereka.

c. Strategi Jaringan

Yaitu menjalin relasi, baik secara informal maupun formal dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan (misalnya meminjam uang tetangga, hutang ke warung, memanfaatkan program anti kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank dan sebagainya.

Jaringan sosial terjadi dalam masyarakat karena manusia pada hakekatnya tidak dapat berhubungan dengan semua manusia yang ada. Hubungan yang terjadi terbatas pada beberapa orang tertentu, setiap orang akan memilih dan mengembangkan hubungan sosial yang terbatas, hubungan ini dapat berupa hubungan darah, keturunan, persahabatan, pekerjaan, atau bertetangga (http://repository.unri.ac.id diakses pada 23 Februari 2016).

(25)

mereka. Pemanfaatan dalam peminjaman merupakan alternatif usaha yang dipilih keluarga pemulung dalam mengatasi masalah keuangan mereka .

Dalam hal ini, strategi jaringan menyatakan bahwa strategi bertahan hidup yang dilakukan pemulung adalah memanfaatkan jaringan sosial, seperti kerabat, teman, tetangga ataupun orang yang dikenal dan dianggap dekat untuk membantu pemulung ketika dalam kondisi sulit, contoh meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Pada penelitian ini, teori digunakan sebagai acuan atau jawaban awal dari pertanyaan penelitian. Hal ini menuntun penelitian dengan terlebih dahulu menggunakan teori sebagai alat atau ukuran untuk membangun hipotesis (pernyataan sementara), sehingga peneliti secara tidak langsung dapat melihat masalah penelitian.

2.4.2 Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Untuk mendukung penelitian ini, maka peneliti mencantumkan penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan masalah penelitian yang akan diteliti yaitu tentang strategi bertahan hidup keluarga pemulung.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Bedriati Ibrahim & Murni Baheram

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau dengan judul penelitian Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Desa Salo Kabupaten Kampar. Pada saat waktu yang baik, pendapatan keluarga pemulung di bangkinang yang diperoleh relatif cukup tinggi dibandingkan dengan tingkat pendapatan di waktu susah. Di satu sisi waktu/masa susah harus dihadapi dan terjadi sepanjang tahun, sedangkan di sisi lain keluarga pemulung harus tetap dapat mempertahankan kelansungan hidup, dengan segala sumber daya yang dimiliki, mereka mengatasi dan menghadapi masa yang susah dengan cara – cara mereka senidiri.

(26)

a. Mempertahankan hidup dalam bentuk berhemat, seperti menabung, menghemat konsumsi dan mengikuti arisan / jula - jula.

b. Mempertahankan hidup dalam bentuk meminjam kepada tetangga, famili / kerabat dan induk semang.

Hal ini disebabkan karena dengan menghemat konsumsi mereka menjaga harga diri sebab mereka tidak mau disepelekan orang lain. Sedangkan cara bertahan hidup pemulung dengan meminjam kepada tetangga adalah karena mereka merasa mempunyai hubungan sosial yang dekat sehingga mereka berani dan percaya diri untuk meminjam.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Cici Citra Dwi Jaya dengan judul penelitian Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan TPA Pakusari Desa Kertosari, Kecamatan Pakusari, Kabupaten Jember. Strategi pemenuhan kebutuhan hidup dalam keluarga pemulung adalah sebagai berikut:

a. pengelolaan penghasilan yaitu, pemulung menekan biaya pengeluaran dan menghindari resiko pengeluaran berlebihan

b. diversifikasi yaitu, pekerjaan sampingan diluar jam kerja sebagai pemulung dan adanya anggota keluarga yang ikut bekerja agar dapat membantu pendapatan keluarga

c. pemanfaatan jaringan sosial yaitu, merupakan suatu bentuk hubungan kekerabatan antara pemulung, tetangga, pengepul, dan pihak TPA Pakusari sehingga terdapat hubungan timbal balik seperti halnya tolong menolong, pinjam meminjam uang dan saling ketergantungan antar satu dengan yang lain dalam kehidupannya.

(27)

TPA Kelurahan Balai Gadang Kecamatan Koto Tangah Padang. Menurut penuturan bapak Yonedi selaku pengawas di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Balai Gadang dan juga termasuk penampung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Balai Gadang pendapatan keluarga pemulung berkisar antara Rp 30.000 – Rp 70.000 per hari itu pun tergantung dari banyak atau sedikitnya pemasukan barang-barang bekas yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Balai Gadang.

Ini hanya cukup buat makan sehari-hari, jika dirata-ratakan perbulannya maka penghasilan keluarga pemulung berkisar antara Rp 900.000 – Rp 1.500.000 perbulan, paling tidak satu kepala keluarga pemulung memiliki anak antara 3-6 orang anak, sedangkan mereka juga mampu menyekolahkan anak mereka sampai ke Perguruan Tinggi dan memenuhi biaya – biaya kebutuhan hidup sehari-hari seperti beras, bahan masak, jajan anak, tabungan dan biaya kesehatan apabila ada keluarga yang sakit dan keperluan mendadak yang dibutuhkan, apalagi dalam mengkonsumsi makanan mereka lebih bersifat konsumtif dan menghabiskan uang di kedai atau warung di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Balai Gadang setelah menjual hasil pulungan atau pada malam hari sambil beristirahat di kedai.

Strategi yang dilakukan agar keluarga pemulung bisa bertahan hidup dalam menghadapi masalah ekonomi antara lain :

a. Memanfaatkan pekarangan rumah b. Melakukan pekerjaan tambahan c. Melibatkan anggota rumah tangga d. Meminjam

(28)

f. Menabung

Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Nisaul Fadillah dan Wenny Dastina dengan judul penelitian Keluarga Pemulung di Kelurahan Legok, Kecamatan Telanaipura Kota Jambi. Umumnya alasan utama memilih profesi sebagai pemulung dilatarbelakangi rendahnya tingkat pendidikan dan minimnya keterampilan. Disamping itu, profesi pemulung bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja, tanpa terikat aturan dan modal uang.

Penghasilan yang mereka peroleh setiap hari umumnya tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan minimum (dasar) karena tingkat pendapatan yang kecil menyebabkan mereka berada pada standar tingkat hidup yang rendah dibandingkan dengan standar tingkat kehidupan yang umum.

Ketidakmampuan dari sisi ekonomi dan rendahnya tingkat pendapatan mereka berakibat seringnya keluarga pemulung ini meminjam uang kepada tetangga atau bos lapak. Ketika penghasilan keluarga pemulung saat ini tidak bisa membiayai kebutuhan anak-anak seperti pendidikan, generasi penerus dari keluarga pemulung ini akan putus sekolah. Minimnya pendidikan akan membawa mereka tidak bisa berkompetisi untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik, sehingga mereka pun tetap dalam lingkaran kemiskinan seperti orangtuanya.

2.5 Kesejahteraan Sosial

2.5.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial

(29)

batin. Sedangkan sosial berasal dari kata “socius” yang berarti kawan, teman dan kerja sama. Orang yang sosial adalah orang yang dapat berelasi dengan orang lain dan lingkungannya dengan baik. Jadi kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana orang dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat berelasi dengan lingkungannya secara baik (Fahrudin,2012:8).

Banyak pengertian kesejahteraan sosial yang dirumuskan, baik oleh para pakar pekerjaan sosial maupun PBB dan badan-badan di bawahnya, yaitu:

1) Friedlander (dalam Fahrudin. 2012)

Menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari pelayanan - pelayanan sosial dan institusi - institusi yang dirancang untuk membantu individu-individu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup dan kesehatan yang memadai dan relasi-relasi personal dan sosial sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat.

2) Perserikatan Bangsa Bangsa

Kesejahteraan sosial merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu - individu dengan lingkungan sosial mereka.

3) UU No.6 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat 1

(30)

4) UU No.11 Tahun 2009

UU No 6 Tahun 1974 kemudian diganti dengan UU No 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

2.5.2 Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan Sosial

Kesejahteraan sosial mempunyai tujuan, yaitu:

1. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya.

2. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat di lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber, meningkatkan dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan (Fahrudin, 2012:10).

Adapun fungsi-fungsi kesejahteraan sosial diantaranya adalah:

a. Fungsi Pencegahan (Preventive)

Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu, keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah sosial baru.

b. Fungsi Penyembuhan (Curative)

Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-kondisi ketidakmampuan fisik, emosional dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara wajar dalam masyarakat.

(31)

Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan langsung ataupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam masyarakat.

d. Fungsi Penunjang (Supportive)

Fungsi ini mencakup kegiatan - kegiatan untuk membantu mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial yang lain, misalnya dalam membantu pencapaian tujuan kebijaksanaan pemerintah dalam menunjang program kependudukan dan keluarga berencana dengan jalan mempengaruhi sikap-sikap atau memotivasi orang untuk iku serta mensukseskan keluarga berencana dan kesejahteraan keluarganya dan mengikutsertakan orang-orang yang berpenghasilan rendah dalam perbaikan rumah sehat (Fahrudin, 2012:12).

2.6 Kerangka Pemikiran

Kemiskinan merupakan suatu masalah yang tidak diharapkan oleh setiap manusia. Untuk menghindari kemiskinan setiap manusia pasti akan berusaha keras untuk mencukupi kebutuhan hidup demi mempertahankan kelangsungan hidup. Terkhusus rakyat kecil seperti keluarga pemulung yang harus ekstra keras dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

(32)

Pemulung bekerja mencari sampah-sampah yang dibuang atau barang-barang bekas yang masih bisa dijual atau di daur ulang. Sampah-sampah begitu mudah dijumpai seluruh pelosok, terkhusus di daerah perkotaan. Dimana ada sampah disitu ada rejeki bagi pemulung, salah satunya di tempat pembuangan akhir. TPA yang menjadi tempat berkumpulnya semua sampah satu kota.

Bagi masyarakat yang ekonomi menengah, bagi mereka TPA adalah masalah, namun bagi pemulung TPA adalah sumber kehidupan mereka. Disana mereka bisa mendapatkan uang. Dengan adanya hal itu membuat pemulung sangat bergantung dengan TPA.

Meskipun para pemulung sangat bergantung dengan TPA dan tidak perlu pergi jauh untuk memulung tetapi hal itu tidak menjadikan mereka berpuas hati. Mereka harus tetap ekstra keras dalam bekerja untuk mempertahankan kelangsungan hidup karena melihat dari penghasilan yang diperoleh belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan keluarga.

Dalam menghadapi kondisi tersebut, apa pun akan dilakukan para pemulung demi mempertahankan kelangsungan hidupnya, seperti melibatkan anggota keluarga untuk ikut bekerja, menabung, berhemat dalam bentuk konsumsi, menambah jam kerja atau meminjam uang kepada orang yang dikenal dan dianggap dekat.

(33)

Gambar 2.3

Bagan Alur Pikir

Pemulung

Sampah Tempat Pembuangan Akhir

Strategi Bertahan Hidup:

1. Melibatkan anggota keluarga untuk ikut bekerja agar dapat membantu kehidupan sehari-hari.

2. Berhemat dalam bentuk konsumsi. 3. Menabung.

4. Menambah jam kerja atau melakukan pekerjaan tambahan.

5. Meminjam uang kepada orang yang dikenal dan dianggap dekat.

Kesejahteraan

(34)

2.7 Definisi Konsep

Definisi konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian. Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep yang akan diteliti. Dengan kata lain, peneliti berupaya menggiring para pembaca hasil penelitian untuk memaknai konsep sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh peneliti. Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138).

Untuk lebih memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:

1. Kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.

Jadi yang dikatakan miskin dalam penelitian ini adalah apabila individu, keluarga atau kelompok pemulung tersebut pada suatu titik waktu tidak mampu mencapai kehidupan yang layak (memenuhi kebutuhan dasar).

2. Keluarga adalah bagian yang terkecil dari masyarakat yang terdiri dari sekelompok manusia yang hidup bersama dengan adanya ikatan perkawinan, hubungan darah dan adopsi. Hubungan itu terdiri dari suami, istri atau ayah ibu, anak-anak dan saudara. 3. Pemulung dalam penelitian ini adalah orang yang memungut, mengambil,

(35)

5. Tempat Pembuangan Akhir Sampah adalah tempat terkumpulnya semua sampah-sampah kota yang di bawa oleh truk-truk sampah-sampah, yang kemudian para pemulung memungutnya sesuai dengan jenis-jenis sampah yang bisa di jual dan dapat di daur ulang.

6. Strategi adalah prosedur yang mempunyai alternatif-alternatif pada berbagai tahapan

atau langkah. Jadi, bila strategi dihubungkan dengan kelangsungan hidup maka konsep ini berkaitan dengan bagaimana seseorang menghadapi keadaan sulit dengan berbagai tantangan dan bagaimana alternatif terhadap langkah-langkah pemecahannya untuk keluar dari tantangan yang dihadapi tersebut agar dapat bertahan hidup.

Jadi strategi bertahan hidup dalam penelitian ini ialah suatu cara atau langkah yang diambil dan dilakukan oleh sekelompok pemulung untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Seperti:

1. Melibatkan anggota keluarga untuk ikut bekerja agar dapat membantu kehidupan sehari-hari.

2. Berhemat dalam bentuk konsumsi. 3. Menabung.

4. Menambah jam kerja atau melakukan pekerjaan tambahan. 5. Meminjam uang kepada orang yang dikenal dan dianggap dekat.

7. Kesejahteraan adalah suatu kondisi dimana orang dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat berelasi dengan lingkungannya secara baik.

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.2 Faktor Penarik Menjadi Pemulung
Gambar 2.3 Bagan Alur Pikir

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Daili SF, dkk, Pedoman Tata Laksana Sifilis Untuk Pengendalian Sifilis Di Layanan Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian

Perhatikan

7) Pada wanita hamil dengan sifilis lanjut atau tahap sifilis yang tidak. diketahui, pedoman WHO STI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCA SARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI.. (IAIN) TULUNGAGUNG

Figure 4. Percentage distribution of 15-year-old students in the United States and OECD jurisdictions on combined science literacy scale, by profi ciency level: 2006.. exhibit 1

Untuk mengetahui Prevalensi HIV dan Sifilis, serta hubungan antara penyebaranSifilis dengan penularan HIV pada WBP/Tahanan di Lapas/Rutan Lubuk Pakam pada periode16-24