BAB II
HAK SUARA KREDITOR SEPARATIS DALAM PERSETUJUAN PENGAJUAN UPAYA PERDAMAIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004
TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG
A. Akibat Hukum Dikabulkannya Permohonan Kepailitan Terhadap Debitor Maupun Kreditor Serta Harta Pailit
1. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Debitor
Akibat hukum berarti mengandung makna pula sebagai akibat yuridis. Untuk
mengetahui akibat hukum, Munir Fuady mengatakan, dapat dilihat melalui dua cara yaitu:
berlaku demi hukum dan berlaku secara rule of reason. Berlaku secara hukum yaitu demi
hukum segera setelah pernyataan pailit dinyatakan seketika itu pula memiliki kekuatan
hukum tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Sedangkan berdasarkan rule of reason
yaitu akibat hukum tersebut tidak berlaku secara otomatis, tetapi baru berlaku jika
diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu setelah mempunyai alasan yang wajar untuk
diberlakukan.70
Sebelum pernyataan pailit, pada prinsipnya debitur masih memiliki hak-hak dan
kewajiban untuk melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan harta kekayaannya
yang dinyatakan berdasarkan hubungan kontraktual serta kewajiban debitur yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan.71
70
Munir Fuady, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 61.
Tetapi setelah pengadilan mengucapkan putusan
71
pailit terhadap debitur akan berakibat debitor pailit tersebut kehilangan hak-hak untuk
melakukan pengurusan dan penguasaan atas harta bendanya (persona standy inludicio) dan
hak kewajiban debitor pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai
boedel-nya.72
Banyak sekali akibat hukum yang timbul terhadap debitor, jika dilihat dari berbagai
aspek, antara lain: dilihat dari perjanjian-perjanjian debitor, dilihat dari gugatan yang sedang
berjalan dan atau belum diajukan, dilihat dari perjumpaan utang (kompensasi), hak retensi
(hak untuk menahan), dan yang lebih penting adalah akibat hukum terhadap harta debitor
pailit.
Semua perjanjian antara debitor dengan kreditor, dan terhadap pihak lain yang
berkepentingan bilamana perjanjian itu terbukti di persidangan merugikan bagi para kreditor,
secara umum semua perjanjian yang merugikan para kreditor tersebut akan batal atau
dibatalkan kecuali jika terdapat perjanjian-perjanjian yang dapat menguntungkan terhadap
pembagian harta pailit, seperti adanya penjaminan dari guarantor.73
Misalnya terhadap perjanjian sebagaimana dalam Pasal 43 UUK dan PKPU
menyebutkan, “Hibah yang dilakukan Debitor dapat dimintakan pembatalan kepada
Pengadilan, apabila Kurator dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan
Debitor mengetahui atau patut mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan
kerugian bagi Kreditor”. Kemudian ditentukan dalam Pasal 44 UUK dan PKPU, “Kecuali
dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa
72
Mulhadi, Hukum Perseroandan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), hal. 29.
73
hibah tersebut merugikan Kreditor, apabila hibah tersebut dilakukan dalam jangka waktu 1
(satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan”.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, perjanjian-perjanjian hibah yang dilakukan
oleh debitor dengan pihak lain, dan perjanjian-perjanjian hibah tersebut dapat merugikan
kreditor, maka terhadapnya dapat dimintakan pembatalan kepada pengadilan. Bahkan dalam
Pasal 45 UUK dan PKPU menentukan:
Pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih hanya dapat dibatalkan apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit Debitor sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut merupakan akibat dari persekongkolan antara Debitor dan Kreditor dengan maksud menguntungkan Kreditor tersebut melebihi Kreditor lainnya.
Jika dalam perjanjian telah diperjanjikan penyerahan benda yang biasa
diperdagangkan dengan suatu jangka waktu dan pihak yang harus menyerahkan benda
tersebut sebelum penyerahan dilaksanakan dinyatakan pailit, maka perjanjian menjadi batal
dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit, dalam hal pihak lawan dirugikan karena
pembatalan maka yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk
mendapatkan ganti rugi.74
Terhadap perjanjian antara debitor pailit dan kreditor yang dibuat sebelumnya
bilamana prestasi sebahagian atau seluruhnya belum dipenuhi oleh kedua belah pihak, maka
kreditor dapat meminta kepastian dari kurator tentang kelanjutan perkara.75
74
Munir Fuady, Op. cit., hal. 63.
Jika perjanjian
75
dilanjutkan, maka kreditor dapat meminta kurator untuk memberlakukan jaminan atas
kesanggupannya.76
Terhadap perjanjian-perjanjian debitor pailit yang sedang berlangsung, di mana
terdapat satu atau lebih kewajiban yang belum dilaksanakan oleh debitor pailit, sedangkan
putusan pailit telah diucapkan, maka demi hukum perikatan tersebut menjadi batal, kecuali
menurut pertimbangan kurator masih dapat dipenuhi dari harta pailit.77
Ketentuan ini disebutkan dalam Pasal 29 UUK dan PKPU yang menentukan, “Suatu
tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap Debitor sejauh bertujuan untuk
memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur
demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap Debitor”.
UUK dan PKPU juga memberikan hak kepada para kreditor dan atau pihak lain yang
berkepentingan untuk memintakan permohonan pembatalan atas perbuatan-perbuatan hukum
debitor pailit, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, yang bersifat
merugikan, baik harta pailit secara keseluruhan maupun terhadap kreditor konkuren
tersentu.78
Ketentuan mengenai hal itu misalnya ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 30
UUK dan PKPU yang menentukan:
Dalam hal suatu perkara dilanjutkan oleh Kurator terhadap pihak lawan maka Kurator dapat mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh Debitor sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan
76
Munir Fuady, Loc. cit. 77
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hal. 33. 78
bahwa perbuatan Debitor tersebut dilakukan dengan maksud untuk merugikan Kreditor dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya.
Hal yang lebih penting ditegaskan dalam Pasal 30 UUK dan PKPU ini adalah bahwa
perjanjian atau perbuatan hukum debitor pailit tersebut bersifat dapat dibatalkan dan bukan
batal demi hukum. Hal ini dapat dikembalikan kepada prinsip dasar dari sahnya suatu
perjanjian sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata junto Pasal 1338 KUH Perdata, yang
berarti sepanjang perjanjian dan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitor pailit
dengan pihak lain tidak menyentuh aspek objektif dan syarat sahnya perjanjian, maka
perjanjian tersebut hanya dapat dimintakan pembatalannya atas dasar tidak dipenuhinya
syarat kecakapan dan atau ketiadaaan kesepakatan.79
Terhadap pembayaran suatu utang yang sudah dapat ditagih dapat dibatalkan jika
dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa permohonan pernyataan pailit
Debitor sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran tersebut merupakan akibat dari
persekongkolan antara Debitor dan Kreditor dengan maksud menguntungkan Kreditor
tersebut melebihi Kreditor lainnya.
80
Secara umum akibat kepailitan terhadap diri si debitor sendiri ditentukan dalam Pasal
24 ayat (1) UUK dan PKPU yaitu: “Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk
menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal
putusan pernyataan pailit diucapkan”. Berdasarkan ketentuan tersebut, diketahui bahwa
seorang debitor yang dinyatakan pailit kehilangan nama baiknya dalam masyarakat pada
umumnya dan khususnya bagi pengusaha rekan bisnisnya dalam kegiatan bisnis sedangkan
79 Ibid. 80
dari sisi materil debitor kehilangan kepercayaan untuk memperoleh fasilitas kredit dari pihak
lain.81
Dalam hal Debitor Pailit adalah Perseroan Terbatas, organ perseroan tersebut tetap
berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan
berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit, adalah
wewenang Kurator.82
Debitor dapat saja masih berwenang melakukan perbuatan-perbuatan hukum dalam
bidang harta kekayaannya, asalkan perbuatan itu menguntungkan boedel pailit. Sedangkan
perbuatan lain yang tidak membawa manfaat terhadap budel pailit tidak mengikat budel pailit
tersebut.
Debitor pailit kehilangan haknya untuk berbuat bebas terhadap harta
kekayaannya kecuali perbuatan debitor pailit tersebut mendatangkan keuntungan bagi boedel
pailit.
83
Dengan arti lain bahwa debitor pailit tidak kehilangan kecakapan untuk melakukan
perbuatan hukum (volkomen handelingsbevoegd), namun perbuatan-perbuatannya itu tidak
mempunyai akibat hukum terhadap harta kekayaannya yang tercakup dalam kepailitan.84
Tidak berwenangnya debitor pailit misalnya dalam hal membuat perjanjian
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 25 UUK dan PKPU yaitu, “Semua perikatan Debitor
yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit, kecuali
perikatan tersebut menguntungkan harta pailit”. Hal ini juga telah disebutkan dalam Pasal 45
UUK dan PKPU sebagaimana di atas, yang pada intinya semua perikatan-perikatan ataupun
perjanjian yang dibuat oleh debitor pailit setelah dinyatakan pailit, tidak dibenarkan secara
81
Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Op. Cit., hal. 64. 82
Penjelasan Pasal 24 ayat (1) UUK dan PKPU. 83
Ibid., hal. 65. 84
hukum kecuali perbuatan-perbuatan itu dapat menguntungkan terhadap budel pailit dalam
pembagian harta pailit terhadap para kreditornya.
Debitor pailit tidak kehilangan hak dan kecakapannya untuk melakukan perbuatan
hukum dalam bidang hukum keluarga. Debitor pailit tidak kehilangan kemampuannya untuk
bertindak dalam bidang keluarga karena dalam keluarga debitor pailit dianggap seolah-olah
tidak ada kepailitan dan debitor pailit bukan dalam keadaan pengampuan. Kepailitan tidak
mempengaruhi pula kedudukannya dalam masyarakat, tetapi ekses kepailitan membawa
dampak negatif tersendiri terhadap debitor pailit dalam masyarakat.85
Pada prinsipnya ketentuan dalam hukum kepailitan tidak menyebabkan debitor pailit
kehilangan kecakapannya bertindak secara hukum untuk melakukan perbuatan-perbuatan di
dalam lingkungan masyarakat dan keluarga, kepailitan tidak mempengaruhi martabat debitor
pailit sebagai manusia, akan tetapi dampaknya akan terasa jika debitor pailit tersebut ingin
memperoleh pinjaman misalnya pinjaman dalam bentuk kredit dari bank. Pihak bank
tentunya akan membuat pertimbangan atas permohonan kredit dari debitor pailit, bahkan
bank sama sekali tidak percaya dengan debitor pailit karena ia sudah pernah dipailitkan
melalui putusan pengadilan.86
2. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Kreditor
Akibat hukum putusan pailit terhadap para kreditor dijelaskan dalam sub bab ini,
tetapi sebelumnya perlu diketahui bahwa kreditor adalah pemegang hak atas jaminan.
85
Victor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, Loc. Cit. 86
Jaminan-jaminan itu dapat berupa hipotek87, gadai88, hak tanggungan89, dan jaminan fidusia90. Pihak-pihak yang memegang hak atas jaminan hipotek, gadai, hak tanggungan, dan fidusia tersebut berkedudukan sebagai kreditor separatis, kreditor konkuren, dan kreditor
preferen.91
Jika debitor tidak diajukan permohonan pailit kepadanya misalnya diajukan oleh
kreditor sendiri, maka sudah tentu pelunasan atas utang-utang debitor sulit untuk diminta atau
diperoleh oleh kreditor. Oleh sebab itulah, maka UUK dan PKPU hadir membawa paradigma
kepastian hukum kepada para kreditor terhadap debitor yang tidak mampu membayar
utang-utangnya atau karena debitor beritikad tidak baik.
Dinyatakannya putusan pailit oleh pengadilan terhadap debitor (debitor pailit), maka
akibat hukum terhadap harta kekayaan debitor pailit tersebut akan diurus, dibereskan, dan
dihitung untuk didistribusikan (dibagikan) kepada para kreditor dan pihak lain yang
berkepentingan dalam pengurusan harta pailit debitor. Akibat hukum ini sekaligus
87
Hipotek diatur dalam Pasal 1162 s/d Pasal 1232 pada bab XXI KUH Perdata yang pada saat ini hanya diberlakukan untuk kapal laut yang berukuran minimal 20 m3 dan sudah terdaftar di syahbandar dan pesawat terbang.
88
Gadai diatur dalam Pasal 1150 s/d Pasal 1160 bab XX KUH Perdata, yang diberlakukan terhadap benda-benda bergerak.
89
Hak tanggungan diatur dalam UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang merupakan jaminan atas hak-hak atas tanah tertentu berikut kebendaan yang melekat di atas tanah tersebut.
90
Hak fidusia diatur dalam UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang objek jaminannya berupa benda-benda yang tidak dapat dijaminkan dengan gadai, hipotek, dan hak tanggungan.
91
memberikan eksekusi terhadap harta pailit untuk dibayarkan kepada piutang-piutang para
kreditor.
Akibat hukum sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, penjualan benda milik
debitor baik bergerak maupun tidak bergerak dalam rangka eksekusi sudah sedemikian
jauhnya hingga hari penjualan benda itu sudah ditetapkan maka dengan izin hakim pengawas,
kurator dapat meneruskan penjualan itu atas tanggungan harta pailit.92 Kecuali ditentukan lain dalam UUK dan PKPU, perjanjian yang bermaksud memindahtangankan hak atas tanah,
balik nama kapal, pembebanan hak tanggungan, hipotek, atau jaminan fidusia yang telah
diperjanjikan terlebih dahulu, tidak dapat dilaksanakan setelah putusan pernyataan pailit
diucapkan.93
Akibat hukum terhadap kreditor juga berlaku actio paulina, yaitu kredtor juga dapat
mengajukan upaya pembatalan terhadap semua tindakan debitor yang berupaya
memindahkan atau mengalihkan hak atas sebahagian kekayaan debitor pailit yang merugikan
kreditornya.94 Pembatalan transaksi debitor pailit yang merugikan kreditor-kreditornya bilamana debitor pailit tersebut secara tidak beritikad baik melakukan transaksi dengan
mengalihkan aset-asetnya kepada pihak ketiga.95
Bahkan dalam Pasal 1178 KUH Perdata telah ditentukan hak setiap kreditor untuk
mengeksekusi haknya seolah-olah tidak ada terjadi kepailitan, hak ini khususnya untuk
92
Pasal 33 UUK dan PKPU. 93
Pasal 34 UUK dan PKPU. 94
Sunarmi (I), Op. Cit., hal. 186. 95
kreditor pemegang hak tanggungan, gadai, hipotek, dan fidusia.96
a. Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolaholah tidak terjadi kepailitan.
Ketentuan ini diatur dalam
Pasal 55 UUK dan PKPU yang menentukan:
b. Dalam hal penagihan suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dan Pasal 137 maka mereka hanya dapat berbuat demikian setelah dicocokkan penagihannya dan hanya untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui dari penagihan tersebut.
Putusan pailit oleh hakim pengadilan tidak mempunyai pengaruh terhadap pemegang
hak gadai, hipotek, hak tanggungan, dan jaminan fidusia, atau hak agunan dan termasuk hak
retensi. Artinya kreditor dapat melakukan eksekusi terhadap hak-hak tersebut seolah-olah
tidak terjadi kepailitan dengan tetap memperhatikan ketentian Pasal Pasal 1178 KUH dan
Pasal 55 UUK dan PKPU.97
Pasal 55 UUK dan PKPU tersebut di atas jelas menentukan hak kepada kreditor
pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan
lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, kecuali dalam hal
penagihan suatu piutang sebagaimana dalam Pasal 136 dan Pasal 137 UUK dan PKPU,
kreditor separatis hanya dapat mengeksekusi setelah dicocokkan penagihannya dan hanya
untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui dari penagihan tersebut.98
Pemegang hak tanggungan dapat melaksanakan haknya sebagaimana yang ditetapkan
dalam Pasal 1178 KUH Perdata yaitu menjual benda jaminan dengan tetap memperhatikan
96
Zainal Asikin, Hukum Kepailitan & Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001), hal. 70.
97
Sunarmi (III), Op. Cit., hal. 102. 98
ketentuan Pasal 55 UUK dan PKPU.99 Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, sangat logis diterima, sebab dalam praktek biasanya para kreditor pada waktu membuat perjanjian hipotek
dengan debitor dengan tegas meminta diperjanjikan dalam hal jika debitor lalai melunasi
utang pokok beserta bunganya, maka kreditor (pemegang hipotek) dapat menjual benda
hipotek itu dengan cara pelelangan di depan umum. Hasil pelelangan itu akan diambil oleh
kreditor untuk pelunasan piutangnya beserta bunganya. Apabila terdapat kelebihan dari hasil
penjualan itu, maka kelebihannya harus dikembalikan menjadi harta pailit (budel), dan
ketentuan ini juga berlaku pada pemegang hak gadai.100
Akibat hukum juga berlaku bagi kreditor dalam hal melaksanakan hak retensi yaitu
hak kreditor untuk menahan suatu barang yang berada pada penguasaannya, barang mana
tersebut merupakan hak milik orang lain yang ada kaitannya dengan debitor pailit. Hak
retensi ini diatur dalam Pasal 1812, 1616, dan Pasal 1159 ayat (2) KUH Perdata. Sama
dengan hak hipotek dan hak gadai, maka dengan dijatuhkannya putusan pailit terhadap
debitor pailit, tidak akan mempengaruhi hak retensi yang dimiliki oleh para kreditor.101
3. Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Harta Pailit
Untuk mengetahui secara umum akibat hukum putusan pailit terhadap harta pailit,
sebagaimana Pasal 21 UUK dan PKPU, menentukan, “Kepailitan meliputi seluruh kekayaan
Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh
selama kepailitan”. Pasal 22 UUK dan PKPU menentukan pula ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 KUH Perdata tersebut tidak berlaku terhadap:
99
Sunarmi (III), Loc. Cit. 100
Zainal Asikin, Op. Cit., hal. 70-71. 101
a. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
b. Segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau
c. Uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.
Dari ketentuan tersebut di atas diketahui bahwa, pernyataan pailit konkritnya adalah
hanya ditujukan pada harta kekayaan debitor. Jika debitornya perseroan terbatas yang pailit,
bukan terhadap status badan hukumnya, status badan hukumnya masih tetap ada, kecuali
dimohonkan sekaligus untuk dibubarkan dan dilikuidasi. Jika organ perseroan terbatas
(misalnya direksi) tetap melakukan perbuatan hukum yang berkaitan dengan harta pailit,
maka perbuatan direksi tersebut tidak mengikat harta pailit kecuali jika perbuatan hukum
tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta pailit.102
Esensi penting dari keputusan pailit membawa akibat hukum terhadap seluruh harta
kekeyaan debitor. Kekayaan debitor tersebut akan dikuasai oleh kurator yang akan mengurus
dan membereskan seluruh harta pailit. Akibat dari putusan pailit membawa konsekuensi pula
terhadap gugatan-gugatan yang sedang berjalan, baik dalam kapasitas debitor sebagai
tergugat maupun sebagai penggugat yaitu gugatan ditunda atau ditangguhkan, kurator
mengambil alih perkara dengan menggantikan kedudukan debitor, perkara digugurkan, atau
gugatan diteruskan.103
102
Penjelasan Pasal 24 ayat (1) UUK dan PKPU. 103
B. Pengertian Upaya Perdamaian Dalam Rangka Kepailitan 1. Pengertian Upaya Perdamaian
UUK dan PKPU memberikan peluang bagi debitor maupun kreditor untuk upaya
perdamaian.104 Upaya perdamaian (accord) dapat diajukan oleh salah satu pihak guna mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara.
Perdamaian (accord) dalam kepailitan diartikan sebagai suatu perjanjian perdamaian antara
debitor pailit dengan para kreditor.105 Debitur pailit berhak untuk menawarkan perdamaian kepada seluruh kreditor berpiutangnya bersama-sama.106
Dalam berbagai literatur yang membahas tentang kepailitan tidak ada keseragaman
dalam menggunakan istilah padanan kata dari perdamaian. Ada yang menggunakan istilah
accord, ada yang menggunakan accoord, ada yang menggunakan istilah akor (akkoord), ada
yang menggunakan istilah akur. Tetapi menurut Zainal Asikin istilah asli dari perdamaian
adalah accoord.107
Steven R. Schuit dalam bukunya berjudul “Dutch Business Law” menggunakan
istilah composition untuk accoord yang diartikannya persetujuan untuk pembayaran utang.108 Sedangkan di dalam Kamus Umum Bahasan Indonesia oleh WJS Poerwadarminta, akor atau
akur diartikan dengan cocok, sesuai, dan setuju.109
Sedangkan akor atau akur atau accoord dalam hukum kepailitan diartikan oleh
Vollmar, sebagai suatu perjanjian perdamaian antara si pailit (debitor) dengan para kreditor di
104
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 96. 105
Sunarmi (III), Op. cit, hal. 144. 106
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 91. 107
Zainal Asikin, Op. Cit., hal. 87. 108
Ibid. 109
mana diadakan suatu ketentuan bahwa si pailit (debitor) dengan membayar suatu prosentase
tertentu dari utangnya, maka ia akan dibebaskan untuk membayar sisanya.110
Penggunaan istilah perdamaian yang berbeda-beda, pengertiannya juga ditemukan
dalam buku Sunarmi yang berjudul “Hukum Kepailitan”, menurutnya ada dua pengertian dari
accord. Yaitu pertama, accord yang ditawarkan pada saat verifikasi dalam kepailitan dan
kedua, accord yang ditawarkan dalam PKPU yaitu sebelum debitor dinyatakan pailit.111
Dalam Black’s Laws Dictionary, pengertian accord diartikan, “In a debtor/creditor
relationship, an agreement between the parties to settle a dispute for same partial payment. It is called an accord because the creditor has a right of action against the debtor.112
Dari pengertian dalam Black’s Law Dictionary tersebut, accord diartikan sebagai
sebuah perjanjian antara dua orang, yang salah satunya memiliki hak tindakan terhadap yang
lain, untuk menyelesaikan perselisihan tersebut. Dalam hubungan debitor dan kreditor,
membuat kesepakatan antara pihak untuk menyelesaikan sengketa pembayaran utang, di
mana karena kreditur memiliki hak bertindak terhadap debitor.
Dalam
hubungan debitur/kreditur, kesepakatan antara para pihak untuk menyelesaikan sengketa
pembayaran disebut accord karena kreditur memiliki hak tindakan terhadap debitur.
Dari pengertian-pengertian accord tersebut di atas memberikan makna bahwa
walaupun debitor telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga melalui putusannya, namun
bagi si pailit (debitor) masih diberikan kesempatan oleh undang-undang untuk mengajukan
rencana perdamaian dengan para kreditornya. Perdamaian dalam proses kepailitan berbeda
110
HFA Vollmar dalam Zainal Asikin, Loc. Cit. 111
Sunarmi (III), Loc. Cit. 112
dengan perdamaian dalam hukum acara perdata biasa. Perdamaian dalam hukum acara
perdata biasa tidak terikat formulanya dan bisa dilakukan sendiri oleh para pihak tanpa
campur tangan pengadilan, tetapi perdamaian dalam proses kepailitan terjadi dalam proses
perkara kepailitan melalui hakim pengawas.113
Demikian pula perdamaian dalam pemberesan harta pailit berbeda karakteristiknya
dengan perdamaian dalam PKPU. Perdamaian dalam kepailitan lebih mengarah pada proses
penyelesaian utang-utang debitor melalui pemberesan harta pailit sedangkan perdamaian
dalam PKPU lebih ditekankan pada rencana penawaran pembayaran atau melakukan
restrukturisasi pembayaran utang.114
2. Dasar Hukum Pengajuan Upaya Perdamaian
Dalam hal ini untuk keseragaman penggunaan istilah
maka digunakan istilah accord saja.
Dasar hukum perdamaian terdapat pengaturannya di dalam Pasal 144 s/d Pasal 177
UUK dan PKPU. Pasal 144 UUK dan PKPU menentukan, “Debitor Pailit berhak untuk
menawarkan suatu perdamaian kepada semua Kreditor”. Hal ini juga ditegaskan dalam Zainal
Asikin bahwa penawaran perdamaian itu harus diajukan oleh si pailit (debitor pailit) kepada
kurator atau kepada Balai Harta Peninggalan, paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat
verifikasi (rapat pencocokan piutang).115
Beberapa ketentuan menyangkut rencana perdamaian dalam UUK dan PKPU
diuraikan berikut ini. Ketentuan dalam Pasal 145 UUK dan PKPU menentukan:
113
M. Hadi Shubhan, Op. cit., hal. 140. 114
Ibid., hal. 1441. Lihat juga: Munir Fuady, Op. cit., hal. 177. 115
a. Apabila Debitor Pailit mengajukan rencana perdamaian dan paling lambat 8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang menyediakannya di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap orang yang berkepentingan, rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan segera setelah selesainya pencocokan piutang, kecuali dalam hal yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147.
b. Bersamaan dengan penyediaan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di Kepaniteraan Pengadilan maka salinannya wajib dikirimkan kepada masing-masing anggota panitia kreditor sementara.
Pasal 146 UUK dan PKPU menentukan bagi kurator dan panitia kreditor sementara
masing-masing wajib memberikan pendapat tertulis tentang rencana perdamaian dalam rapat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 UUK dan PKPU. Pembicaraan dan keputusan
mengenai rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 UUK dan PKPU,
ditunda sampai rapat berikut yang tanggalnya ditetapkan oleh Hakim Pengawas paling lambat
21 (dua puluh satu) hari kemudian yang Pasal 147 UUK dan PKPU ditunda dalam hal:
a. Apabila dalam rapat diangkat panitia kreditor tetap yang tidak terdiri atas orang-orang yang sama seperti panitia kreditor sementara, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor menghendaki dari panitia kreditor tetap pendapat tertulis tentang perdamaian yang diusulkan tersebut; atau
b. Rencana perdamaian tidak disediakan di Kepaniteraan Pengadilan dalam waktu yang ditentukan, sedangkan jumlah terbanyak Kreditor yang hadir menghendaki pengunduran rapat.
Pasal 148 UUK dan PKPU menentukan:
Dalam hal pembicaraan dan pemungutan suara mengenai rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 147 ditunda sampai rapat berikutnya, Kurator dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal rapat terakhir harus memberitahukan kepada Kreditor yang diakui atau Kreditor yang untuk sementara diakui yang tidak hadir pada rapat pencocokan piutang dengan surat yang memuat secara ringkas isi rencana perdamaian tersebut.
a. Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dan Kreditor yang diistimewakan, termasuk Kreditor yang mempunyai hak didahulukan yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut.
b. Dengan pelepasan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mereka menjadi Kreditor konkuren, juga dalam hal perdamaian tersebut tidak diterima.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, diketahui bahwa upaya perdamaian
hanya berlaku terhadap kreditor konkuren (bersaing). Menurut Sunarmi hanya kreditor
konkurenlah yang berhak untuk mengeluarkan suara terhadap rencana perdamaian yang
ditawarkan oleh debitor pailit. Kreditor separatis, kreditor preferen dengan hak untuk
didahulukan tidak berhak memberikan suaranya dalam rapat tentang rencana perdamaian
tersebut.116
Jika kreditor separatis dan kreditor preferen memberikan suaranya dalam rapat
rencana perdamaian, maka berarti bahwa kreditor tersebut telah melepaskan hak-hak
istimewanya sebagaimana dalam KUH Perdata dan selanjutnya berubah menjadi kreditor
konkuren, meskipun jika pada akhirnya rencana perdamaian tersebut tidak diterima, kreditor
ini tetap menjadi kreditor konkuren.117
3. Pengajuan Upaya Perdamaian Dalam Rangka Kepailitan
Sebagaimana telah disinggung mengenai rencana perdamaian di atas, bahwa yang
menawarkan perdamaian dalam kepailitan harus lah dari pihak si pailit (debitor pailit).
116
Sunarmi (III), Op. cit., hal. 147. 117
Diajukannya rencana perdamaian ini oleh debitor pailit, disebabkan oleh karena
kemungkinan alasan-alasan berikut ini:118
a. Mungkin debitor pailit menawarkan kepada kreditornya bahwa ia akan membayar (sanggup membayar) dalam jumlah tertentu dari utangnya (tidak dalam jumlah keseluruhannya).
b. Mungkin debitor pailit akan menawarkan akor likuidasi (liquidatie accord) di mana debitor pailit menyediakan hartanya bagi kepentingan para kreditornya untuk dijual di bawah pengawasan seorang pengawas (pemberes), dan hasil penjualannya dibagi untuk para kreditor. Jika hasil penjualan itu tidak mencukupi, maka debitor pailit dibebaskan dari dalam hal membayar sisa utang yang belum terbayar.
c. Mungkin debitor pailit menawarkan untuk meminta penundaan pembayaran dan diperbolehkan mengangsur utangnya untuk beberapa waktu.
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa dalam pengajuan perdamaian pada
PKPU berbeda dengan pengajuan perdamaian dalam kepailitan.119 Perbedaan perdamaian antara perdamaian pada PKPU dan perdamaian pada kepailitan dapat dilihat dari segi waktu,
penyelesaian, syarat penerimaan, dan kekuatan mengikat. Dari segi waktu, perdamaian pada
PKPU diajukan diajukan pada saat atau setelah permohonan PKPU sedangkan perdamaian
pada kepailitan diajukan setelah adanya putusan pailit dari majelis hakim pengadilan niaga.120
118
Zainal Asikin, Op. cit., hal. 88.
119
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c3529a6061f/perbedaan-antara-kepailitan-dengan-pkpu, diakses tanggal 11 Maret 2014. Artikel yang ditulis oleh Letezia Tobing, berjudul “Perbedaan Antara Kepailitan dan PKPU. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU). Jadi perdamaian dalam kepailitan di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Sedangkan PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditor dalam hal debitur atau kreditor menilai debitor tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dengan maksud agar tercapai rencana perdamaian
(meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor) antara debitor dan kreditor agar debitor tidak perlu dipailitkan (Pasal 222 jo Pasal 228 ayat (5) UUK dan PKPU).
120
Dari segi penyelesaian, pembicaraan penyelesaian perdamaian dilakukan pada sidang
pengadilan yang memeriksa permohonan PKPU sedangkan perdamaian pada kepailitan
dibicarakan pada saat verifikasi (rapat pencocokan piutang) yaitu setelah adanya putusan
pailit. Dari segi syarat penerimaan, syarat penerimaan perdamaian pada PKPU harus disetujui
2/3 jumlah kreditor yang diakui dan mewakili 3/4 dari jumlah piutang. Sedangkan
perdamaian dalam kepailitan harus disetujui oleh 1/2 kreditor konkuren yang mewakili paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui.121
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 151 UUK dan PKPU yang menentukan syarat berikut
ini:
Rencana perdamaian diterima apabila disetujui dalam rapat Kreditor oleh lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang hadir dalam rapat dan yang haknya diakui atau yang untuk sementara diakui, yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah seluruh piutang konkuren yang diakui atau yang untuk sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.
Selanjutnya dalam Pasal 152 UUK dan PKPU ditentukan pula syarat-syarat dalam
hal:
a. Apabila lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang hadir pada rapat Kreditor dan mewakili paling sedikit 1/2 (satu perdua) dari jumlah piutang Kreditor yang mempunyai hak suara menyetujui untuk menerima rencana perdamaian maka dalam jangka waktu paling lambat 8 (delapan) hari setelah pemungutan suara pertama diadakan, diselenggarakan pemungutan suara kedua, tanpa diperlukan pemanggilan. b. Pada pemungutan suara kedua, Kreditor tidak terikat pada suara yang dikeluarkan
pada pemungutan suara pertama.
121
Dari segi kekuatan mengikat perdamaian pada PKPU berlaku pada semua kreditor
sedangkan perdamaian pada kepailitan hanya berlaku bagi kreditor konkuren saja.122
Akan tetapi, rencana perdamaian itu harus diajukan oleh debitor pailit paling lambat
8 (delapan) hari sebelum rapat pencocokan piutang dengan menyediakannya di Kepaniteraan
Pengadilan Niaga. Rencana perdamaian tersebut wajib dibicarakan dan diambil keputusan
segera setelah selesainya pencocokan piutang (Pasal 145 ayat 1 UUK dan PKPU). Dengan
kata lain, rencana perdamaian ini diajukan setelah adanya putusan pailit terhadap debitor oleh
Pengadilan Niaga.
Apakah
perdamaian bisa dilakukan setelah adanya putusan MA yang menolak kasasi debitor pailit?
Pada prinsipnya UUK dan PKPU menjamin hak debitor pailit untuk dapat menawarkan suatu
perdamaian kepada semua kreditor (Pasal 144 UUK dan PKPU).
123
Memang debitor pailit diberikan hak untuk melakukan upaya hukum yaitu kasasi ke
MA (Pasal 11 ayat 1 UUK dan PKPU), tetapi permohonan kasasi ini diajukan paling lambat 8
(delapan) hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan, dengan
mendaftarkan kepada Panitera Pengadilan yang telah memutus permohonan pernyataan pailit
(Pasal 11 ayat 2 UUK dan PKPU).
Hal ini berarti rencana pengajuan perdamaian tidak lagi dapat diajukan setelah ada
putusan dari MA yang menolak kasasi yang diajukan oleh debitor pailit. Karena jangka waktu
untuk pengajuan rencana perdamaian telah lewat waktu. Rencana pengajuan perdamaian
dalam rangka kepailitan hanya boleh dilakukan setelah putusan pailit dijatuhkan Pengadilan
122 Ibid. 123
Niaga dan tidak boleh lewat dari 8 (delapan) hari setelah jatuhnya putusan pailit. Jadi,
perdamaian tidak bisa dilakukan setelah ada putusan MA yang menolak kasasi debitor
pailit.124
C. Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Persetujuan Pengajuan Perdamaian
1. Pengertian Kreditor dan Kreditor Separatis
Istilah kreditor memiliki padanan kata dengan creditor di mana istilah creditor ini
berasal dari kata credit (kredit) dari Bahasa Latin yaitu credo yang berarti “saya percaya”,
dikombinasi dengan Bahasa Sanskerta yaitu cred yang berarti “kepercayaan”. Kemudian juga
kata creditor dikombinasi dengan akhiran or (Bahasa Inggris) yang berarti menyebutkan pada
orangnya atau pihak atau lembaga yang memberikan kepercayaan.125
Atas dasar kepercayaan, kreditor memberikan sejumlah uang atau jasa kepada
seseorang debitor yang memerlukan dengan syarat debitor tersebut membayar kembali atau
memberikan penggantinya dalam suatu jangka waktu yang telah diperjanjian.
126
Pengertian kreditor dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “penyebutan
kepada pihak yang memberi utang atau orang atau lembaga yang berpiutang sedangkan Namun
perjanjian dimaksud dalam pengertian ini belum menunjukkan suatu makna yuridis, sebab
perjanjian akan dapat mengikat dan memberikan kepastian hukum, bila perjanjian itu
dilakukan dengan cara tertulis.
124
Ibid, hal. 408 125
Iswi Hariyani, Restrukturisasi Dan Penghapusan Kredit Macet, Kenapa Perbankan Memanjakan Debitur Besar Sedangkan Usaha/Debitur Kecil Dipaksa, (Jakarta: Alex Media Komputindo, 2010), hal. 9.
126
debitor adalah orang atau lembaga yang menerima utang atau berutang kepada kreditor”.127 Dalam Kamus Hukum disebut dengan istilah crediteur yang pada prinsipnya tetap
mengandung arti kreditor yaitu pihak yang berpiutang.128
Kreditor dan debitor dapat
berbentuk pihak orang perorangan, lembaga atau
Pengertian kreditor dalam Black’s Law Dictionary diartikan dengan creditor yaitu:
“A person to whom a debt is owing by another person who is the debtor.129
Pengertian kreditor secara yuridis ditentukan dalam Pasal 1 angka 2 UUK dan PKPU
yang ditentukan berikut, “Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian
atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan”. Sedangkan debitor adalah
orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya
dapat ditagih di muka pengadilan (Pasal 1 angka 3 UUK dan PKPU) dan yang dimaksud
dengan debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan
(Pasal 1 angka 4 UUK dan PKPU).
Pengertian
kreditor di sini hanya ditujukan pada orang, belum menunjukkan pada suatu badan atau
lembaga. Tetapi pengertian ini telah mengarah pada suatu subjek hukum yang memberikan
utang kepada debitor, sedangkan kreditor itu adalah orang yang memiliki piutang atau
tagihan.
127
Departemen Pendidikan & Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hal. 190.
128
M. Marwan dan Jimmy P., Kamus Hukum, (Surabaya: Reality Publisher, 2009), hal. 140. 129
Berdasarkan ketentuan yuridis tersebut di atas juga tidak disebutkan sama sekali
tentang perjanjian itu dilakukan secara tertulis. Walaupun demikian, UUK dan PKPU tidak
dengan tegas menentukan perjanjian tertulis antara kreditor dan debitor, tetapi dalam
praktiknya perjanjian utang piutang antara kreditor dan debitor selalu dilakukan dengan cara
tertulis, dengan tujuan untuk kepastian hukum bagi para pihak.130
Kreditor memilik
yang telah diperjanjikan sebelumnya antara kreditor dan debitor di mana kreditor telah
memberikan kredit atau pinjaman kepada pihak debitor. Lilik Mulyadi mengatakan, ”kreditor
adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat
ditagih di muka pengadilan. Di mana kreditor yang dimaksud dapat bersifat perorangan atau
badan hukum”.131
Pengertian kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang
memberi wewenang kepada kreditor lainnya untuk menjual secara lelang kebendaan yang
dijaminkan kepadanya untuk memperoleh pelunasan dibandingkan dengan kreditor-kreditor
lainnya.
132
Kreditor separatis adalah kreditor yang memperoleh kedudukan didahulukan
seperti gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotik adalah kreditor pemegang hak jaminan
kebendaan.133
Pada prinsipnya kreditor separatis terdiri dari kreditor pemegang hak gadai, hipotek,
hak tanggungan, dan jaminan fidusia. Pemegang gadai sebagaimana diatur dalam Pasal 1150
130
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hal.57 131
Lilik Mulyadi, Op. cit., hal. 95. 132
Ibid. 133
Kartini Muliadi dan Gunawan Widjaya, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, (Jakarta:
s/d Pasal 1160 Buku III Bab XX KUH Perdata yang diberlakukan terhadap benda-benda
bergerak. Secara normatif terhadap gadai, pemberi gadai (debitor) wajib melepaskan
penguasaan atas suatu benda yang dijaminkan kepada penerima gadai (kreditor).134
Pemegang hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 m3 atau lebih. Aspek ini harus terdaftar di Syahbandar, dengan pendaftaran kapal tersebut merupakan
kapal Indonesia (Pasal 314 KUHD). Pesawat terbang juga harus terdaftar sebagaiman
ditentukan dalam Konvensi Jenewa 1948 tentang Convention on The International
Recognation of Right in Aircrafts.135
Hipotek diatur dalam ketentuan Pasal 1162 s/d Pasal 1232 KUH Perdata. Pada
dasarnya menurut ketentuan Pasal 314 KUHD kapal-kapal diberlakukan sebagai kebendaan
yang tidak bergerak sehingga penjamin yang diletakkan diatasnya juga hanya dalam bentuk
hipotek. Adapun bagi kapal-kapal yang tidak terdaftar, dianggap sebagai kebendaan yang
bergerak dan terhadapnya berlaku ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata berlaku bagi
benda-benda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang serta tidak harus dibayar kepada
pembawa. Konsekuensi logisnya berarti kapal laut dengan ukuran kurang dari 20 m3 isi kotor yang tidak didaftarkan, dapat digadaikan.136
Hak tanggungan diatur dalam UU No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yang merupakan jaminan atas
hak-hak atas tanah tertentu berikut kebendaan yang melekat di atas tanah tersebut, sedangkan
134
Lilik Mulyadi, Loc. cit. 135
http://www.mcgill.ca/files/iasl/geneva1948.pdf, tentang Convention on The International
Recognition of Rights in Aircraft, Signed At Geneva, on 19 June 1948 (Geneva Convention).
136
jaminan fidusia diatur dalam UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang objek
jaminannya berupa benda-benda yang tidak dapat dijaminkan dengan gadai, hipotek, dan hak
tanggungan.137
Menurut Pasal 149 ayat (1) UUK dan PKPU para kreditor pemegang gadai, jaminan
fidusia dan hak tanggungan atau hypotek, atau hak atas kebendaan lainnya, dan kreditor yang
diistimewakan, termasuk kreditor yang mempunyai hak didahulukan yang dibantah, tidak
boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian. Dalam buku karangan
Sunarmi berjudul ”Hukum Kepailitan” disebutkan ”Kreditor separatis dapat mengajukan
permohonan pernyataan pailit tanpa harus kehilangan hak-hak agunan atas kebendaan yang
dimilikinya terhadap harta debitor termasuk hak-hak dari kreditor tersebut untuk didahulukan
pembayarannya”.138
Kreditor separatis yaitu kreditor pemegang jaminan kebendaan berdasarkan Pasal
1134 ayat (2) KUH Perdata yaitu Gadai dan Hipotik. Selain itu kreditor separatis juga
pemegang jaminan-jaminan kebendaan yang diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan, UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dan juga pemegang hak dalam
UU No.9 Tahun 2006 sebagaimana diubah melalui UU No.9 Tahun 2011 tentang Sistem Resi
Gudang.
139
2. Beberapa Jenis Kreditor Yang Dikenal Dalam Hukum Kepailitan
137
Jono, Op. cit., hal. 121-122. 138
Sunarmi (III), Op. cit., hal. 39. 139
Dalam hukum kepailitan (UUK dan PKPU) pada penjelasan Pasal 2 ayat (1) dikenal
ada 3 (tiga) jenis kreditor yaitu kreditor konkuren, kreditor separatis dan kreditor preferen.
Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, dapat mengajukan permohonan
pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap
harta debitor dan haknya untuk didahulukan.
Pembagian kreditor dalam kepailitan sesuai dengan prinsip structured creditors atau
prinsip structured prorata yang diartikan sebagai prinsip yang mengklasifikasikan atau
mengelompokkan berbagai macam kreditur sesuai dengan kelasnya masing-masing antara
lain kreditur separatis, preferen, dan kongkruen. Pembagian hasil penjualan harta pailit,
dilakukan berdasarkan urutan prioritas di mana kreditor yang kedudukannnya lebih tinggi
mendapatkan pembagian lebih dahulu dari kreditor lain yang kedudukannya lebih rendah, dan
antara kreditur yang memiliki tingkatan yang sama memperoleh pembayaran dengan asas
prorata (pari passu prorata parte).140
Sebagaimana telah disebutkan di atas, kreditor separatis adalah kreditor pemegang
hak jaminan terhadap hipotek, gadai, hak tanggungan, dan jaminan fidusia. Sedangkan yang
dimaksud dengan kreditor preferen adalah kreditor yang memiliki piutang-piutang yang
berkedudukan istimewa (privilege) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149
KUH Perdata.
Hak privilege merupakan hak istimewa yang didahulukan (dikecualikan)
karena undang-undang atau ditentukan dalam perjanjian. Piutang-piutang yang
pelunasannya harus didahulukan itu juga disebut dengan piutang preference atau
140
piutang istimewa, sedangkan piutang-piutang yang pelunasannya diselesaikan
menurut asas keseimbangan dinamakan piutang konkuren.
141Kreditor preferen yaitu kreditor yang mempunyai hak mendahului karena sifat
piutangnya oleh undang-undang diberi kedudukan istimewa. Kreditor preferen terdiri
dari kreditor preferen khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata,
dan kreditor preferen umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1149 KUH Perdata.
142Hak privilege dimaksud dalam Pasal 1134 KUH Perdata adalah suatu
kedudukan istimewa dari seorang penagih (kreditor preferen) yang diberikan
undang-undang berdasarkan sifat piutang. Hak privilege baru muncul jika kekayaan yang
disita tidak cukup untuk melunasi semua tanggungan. Oleh karena itu kedudukan hak
privilege lebih rendah dari gadai, hak tanggungan, hipotek, dan jaminan fidusia
kecuali ditentukan lain.
143Kreditor konkuren adalah kreditor yang mempunyai hak mendapatkan pelunasan
secara bersama-sama tanpa hak yang didahulukan, dihitung besarnya piutang masing-masing
terhadap piutang secara keseluruhan dari seluruh harta kekayaan debitor.144
141
Ibid., hal. 20.
Kreditor
142
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1998/perbedaan-antara-kreditur-separatis-dengan-kreditur-konkuren, diakses tanggal 22 Februari 2014. Artikel pada hukumonline ditulis oleh Nien Rafles Siregar, tentang “Perbedaan Antara Kreditur Separatis dengan Kreditur Konkuren”.
143
Lilik Mulyadi, Op. cit., hal. 98. 144
Konkuren yaitu kreditor yang tidak termasuk dalam kreditor separatis dan kreditor
preferen.145
Kreditur kongkruen adalah kreditur yang biasa yang tidak dijamin dengan gadai,
jaminan fidusia, hipotik, dan hak tanggungan dan pembayarannya dilakukan secara
berimbang. Kreditur inilah yang umum melaksanakan prinsip pari passu prorata parte,
pelunasan secara bersama-sama tanpa hak yang didahulukan, dihitung besarnya piutang
masing-masing terhadap piutang secara keseluruhan dari seluruh kekayaan debitur.146
Berdasarkan pengertian-pengertian tentang kreditor di atas disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan kreditor separatis adalah kreditor yang dapat menjual sendiri benda
jaminan seolah-olah tidak terjadi kepailitan, dan golongan ini dapat dikatakan sebagai
kreditor yang tidak terkena akibat kepailitan.147 Kreditor preferen adalah golongan kreditor yang piutangnya memiliki kedudukan istimewa, memiliki hak untuk mendapat pelunasan
terlebih dahulu.148 Kreditor konkuren adalah kreditor yang dicukupkan pembayaran piutang-piutangnya dari hasil penjualan harta pailit sesudah diambil bagian untuk kreditor separatis
dan kreditor preferen.149
3. Hak Suara Kreditor Separatis Dalam Memberikan Persetujuan Pengajuan Upaya Perdamaian
145
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1998/perbedaan-antara-kreditur-separatis-dengan-kreditur-konkuren, diakses tanggal 11 Maret 2014. Artikel ditulis oleh Nian Rafles Siregar, berjudul“Perbedaan Antara Kreditur Separatis dengan Kreditur Konkuren”.
146
Lilik Mulyadi, Op. cit., hal. 95-97. Lihat juga: M. Hadi Shubhan, Op. cit, hal. 31-32. 147
Sunarmi (III), Op. cit., hal. 153-153. 148
Ibid. 149
Kreditor separatis memiliki hak untuk melakukan eksekusi objek jaminannya
seolah-olah tanpa terjadinya kepailitan (Pasal 55 UUK dan PKPU) dan mendapatkan pembayaran
piutang terlebih dahulu dari pada kreditor konkuren. Hak suara kreditor separatis dalam
memberikan persetujuan pengajuan upaya perdamaian dalam kepailitan dapat diketahui dari
ketentuan Pasal 149 UUK dan PKPU yaitu:
(1) Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dan Kreditor yang diistimewakan, termasuk Kreditor yang mempunyai hak didahulukan yang dibantah, tidak boleh mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian, kecuali apabila mereka telah melepaskan haknya untuk didahulukan demi kepentingan harta pailit sebelum diadakannya pemungutan suara tentang rencana perdamaian tersebut.
(2) Dengan pelepasan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mereka menjadi Kreditor konkuren, juga dalam hal perdamaian tersebut tidak diterima.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, kreditur Separatis pada prinsipnya tidak
berhak mengeluarkan suara berkenaan dengan rencana perdamaian. Namun jika kreditor
separatis telah melepaskan haknya sebagai kreditor separatis menjadi kreditor konkuren,
maka kreditor separatis tersebut memiliki hak yang sama dengan kreditor konkuren lainnya,
misalnya rencana perdamaian yang diajukan debitor tidak diterima kreditor. Kondisi seperti
ini hanya akan terjadi dalam hal hak kreditor separatis untuk didahulukan dibantah dalam
rapat verifikasi.
Hak suara kreditor separatis dalam memberikan persetujuan pengajuan upaya
perdamaian dapat pula dilihat dari ketentuan Pasal 281 UUK dan PKPU.
(1) Rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan:
dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut; dan
b. Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan dari Kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.
(2) Kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang tidak menyetujui rencana perdamaian diberikan kompensasi sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 dan Pasal 153 berlaku juga dalam pemungutan suara untuk menerima rencana perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Dilihat dari sistematika UUK dan PKPU, maka ketentuan Pasal 281 UUK dan PKPU
tersebut di atas adalah dalam konteks rencana perdamaian dalam konteks Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).150
Pada intinya Pasal 281 ayat (1) UUK dan PKPU mengatur bahwa rencana
perdamaian dapat diterima dengan syarat apabila dalam voting tersebut disetujui secara
bersama-sama oleh: a) mayoritas kreditor konkuren yang hadir dalam rapat kreditor dan b)
mayoritas kreditor separatis yang hadir dalam rapat kreditor.
Pengaturan dalam Pasal 281 ayat (2) UUK dan
PKPU tersebut mengatur proses voting di antara para kreditor untuk setuju atau tidak setuju
terhadap proposal perdamaian yang diajukan oleh debitor mengenai bagaimana utang tersebut
akan dibayar. Rencana perdamaian itu sendiri bisa berupa penjadwalan ulang pembayaran
utang, pembayaran angsuran atau bisa juga meminta diskon atas nilai tagihan utang.
150
Namun demikian, hal terpenting dari Pasal 281 ayat (1) huruf b UUK dan PKPU
adalah adanya persetujuan dari mayoritas kreditor separatis adalah mutlak. Karena walaupun
seluruh kreditor konkuren menyetujui usul perdamaian, namun jika mayoritas kreditor
separatis menolak perdamaian, maka rencana perdamaian wajib ditolak.151
Pada pokoknya ketentuan Pasal 282 ayat (2) UUK dan PKPU tersebut mengatur
bahwa minoritas kreditor separatis yang tidak menyetujui rencana perdamaian dapat
memperoleh kompensasi (penggantian) sebesar nilai terendah antara nilai jaminan atau nilai
aktual pinjaman. Hal tersebut dimaksudkan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap
rencana perjanjian perdamaian yang sudah disepakati oleh debitor dan mayoritas kreditor
separatis maupun konkuren sehingga jangan sampai minoritas kreditor separatis melakukan
eksekusi sendiri terhadap harta debitor yang dapat mengganggu pelaksanaan perjanjian
perdamaian yang telah disepakati.
Secara logis hal
tersebut dapat digambarkan bahwa debitor akan mengalami kesulitan untuk memenuhi
kewajibannya jika hartanya dieksekusi oleh mayoritas kreditor separatis yang tidak
menyetujui dan tidak terikat ke dalam perjanjian perdamaian.
152
Sejalan dengan kuatnya kedudukan kreditor separatis dalam menentukan hak suara
terkait dengan pengajuan rencana perdamaian, disebabkan karena kedudukan kreditur
separatis tersebut memang dipisahkan dari kreditur lainnya, dalam arti kreditor separatis
151
Ibid.
dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri dari hasil penjualan yang terpisah dengan harta
pailit pada umumnya.153
Mariam Darus Badrulzaman menyebutkan kreditur separatis sebagai kreditur yang
diistimewakan pembayarannya, kedudukan kreditur separatis memiliki hak yang terpisah dari
kreditur preferen lainnya yaitu piutangnya dijamin dengan hak kebendaan.154 Menurut Sudargo Gautama, “kreditor separatis ini dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak
terjadi kepailitan.155 Karenanya dianggap separatis (berdiri sendiri). Menurut Munir Fuady, kedudukan kreditur separatis sangat tinggi, lebih tinggi dari kreditur yang diistimewakan
lainnya.156
Para kreditor (penagih) yang piutangnya ditanggung dengan hak gadai, hipotek, hak
tanggungan, dan jaminan fidusia atau disebut dengan para kreditor separatis dan yang
mempunyai kedudukan istimewa (privilege) tidak dibenarkan mengeluarkan hak suaranya,
karena pembayaran piutang para kreditor separatis selalu terjamin.157
153
Munir Fuady, Op. cit., hal. 105. 154
Mariam Darus Badrulzaman, “Posisi Hak Tanggungan Dalam Hukum Jaminan Nasional”, Makalah yang disajikan dalam Seminar NasionalKesiapan dan Persiapan Dalam Rangka Pelaksanaan Undang-Undang Hak Tanggungan yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran pada tanggal 27 Mei 1996 di Bandung dan dalam Seminar Nasional Sehari Persiapan
Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara pada tanggal 25 Juli 1996 di Medan, hal. 12.
155
Sudargo Gautama, Komentar atas Peraturan Baru Untuk Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998), hal. 78.
156
Munir Fuady, Loc. Cit. 157