• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reformasi Birokrasi (RB) DPPKA DIY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Reformasi Birokrasi (RB) DPPKA DIY"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

APA ITU Reformasi Birokrasi (RB)?

Reformasi Birokrasi (RB) merupakan upaya untuk melakukan

pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan

pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan

(organisasi), ketatalaksanaan (bussiness process) dan sumber daya

manusia aparatur.

Tujuan Reformasi Birokrasi (RB)

Membangun profil dan perilaku aparatur DPPKA DIY yang profesional

dalam kinerja, transparan dan akuntabel, taat hukum serta handal

informatif dan terbuka untuk menciptakan

good Goverment

dan

Clean

Goverment.

Sasaran Reformasi Birokrasi (RB)

Terwujudnya DPPKA DIY yang :

1. Efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pemerintahan;

2. Transparansi Pengelolaan Anggaran Keuangan Daerah;

3. Pelayanan Prima untuk publik ;

(2)

Keadaan Sebelum dan Sesudah

Reformasi Birokrasi (RB):

Sebelum RB

Sesudah RB

Pelayanan masih tersebar dan ego

sektoral masih kuat

Pelayanan sudah satu atap, dan

menghilangkan ego sektoral

dengan Komitmen bersama dengan

ISO

SDM Kurang Profesional

SDM Profesional dalam kinerja,

Transparan, dan Akuntabel

(3)

REFORMASI BIROKRASI KEUANGAN DAERAH

DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET (DPPKA) DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY)

A. PENDAHULUAN

Perubahan Reformasi Birokrasi adalah hal yang sangat urgent untuk berubah menjadi lebih baik dalam kehidupan yang lebih meningkatsecara riil, baik dari segi cara berpikir positip, tingkat kualitas hidup menjadi sehat, cerdas, dan sejahtera serta tagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, tanpa terkecuali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ini bisa dimulai dari dalam diri sendiri, keluarga, organisasi, dan Negara, maka dari itu kita semua menjadi agen suatu perubahan itu.

Seperti halnya reformasi birokrasi, reformasi birokrasi adalah perubahan besar dan mendasar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Atas dasar makna reformasi birokrasi itu muncul beberapa keinginan dari pemerintah antara lain sebagai upaya menata ulang proses birokrasi dari tingkat Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah dan melakukan terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada, upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi, memoderenkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru.

Kesemuanya itu,menginginkan adanya perbaikan pelayanan dan perbaikan tata kelola birokrasi, sebagai upaya menciptakan pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance).

(4)

Adapun sasarannya reformasi birokrasi yaitu terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN;Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi; Meningkatnya kualitas pelayanan publik.

Program Percepatan Reformasi Birokrasi bertujuan membangun birokrasi yang bersih, kompeten dan melayanai yang bersih dari KKN dan politisasi;kompeten terhadap tugas dan tanggung jawab yang diemban;melayani masyarakat dan dunia usaha/investasi.

Tujuan reformasi birokrasi ada 4 antara lain : 1). Efisiensi dan Efektivitas Pemerintahan 2). Pemerintahan terbuka berbasis IT 3). Pemerintahan melayani dan partisipatif 4). SDM Aparatur yang kompeten dan kompetitif, sedangkan tujuan akhirnya adalah: Bebas KKN, Akuntabel dan berkinerja, Pelayanan publik yang berkualitas

Adapun Program Percepatan Reformasi Birokrasi antar lain: 1. Penataan Struktur Birokrasi

2. Penataan Jumlah Dan Distribusi PNS

3. Sistem Seleksi Dan Promosi Secara Terbuka 4. Profesionalisasi PNS

5. Pengembangan Sistem Elektronik Pemerintah 6. Peningkatan Pelayanan Publik

7. Peningkatan Transparansi Dan Akuntabilitas Aparatur 8. Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri

9. Efisiensi Belanja Pegawai

Adapun 5 (Lima) Agenda Besar Terkait Reformasi Birokrasi:

1) Percepatan Reformasi Birokrasi9 (Sembilan) Langkah Percepatan danReformasi Birokrasi Secara online;

2) Island of Integrity : Pakta Integritas, Zona Integritas, Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK), Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM);

(5)

4) Peningkatan Pelayanan Masyarakat: UU No. 25 Tahun 2009, PP No. 96 Tahun 2012 tentang Pelayanan Publik, R.Perpres Tentang Kewajiban Pembentukan unit Penanganan Pengaduan Masyarakat;

5) Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan: RUU ASN, RUU Administrasi Pemerintahan, RUU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah, Revisi UU 32 Tahun 2003 Tentang Otonomi Daerah.

Kepemimpinan juga sebagai salah satu hal yang fundamental untuk merubah gaya berpikir birokrat seperti halnya, Presiden RI Joko Widodo, Wapres Jusuf Kala, menteri kelautan dan perikanan susi pudjiastuti, Thaksin Shinawatra mantan PM Thailand dll. dengan gaya CEO, pemimpin gaya entrepernur/pengusaha bukan hanya menghasilkan kebijakan revolusioner, tetapi pemimpin yang turun ke lapangan untuk mengetahui kondisi riil rakyatnya tidak perlu pencitraan dan mampu mentransformasi strategi bisnis dalam dunia polkitik dengan slogan berpikir berbeda dan bertindak berbeda sepanjang untuk peningkatan pelayanan public akan lebih baik, sedangkan Gubernur DIY dengan gaya kepemimpinan Hasto Broto.

Leader ini bisa juga kita sebut sebagai Direktur Utama.Kerap kali direktur utama ini juga disebut sebagai CEO.Kepanjangan dari Singkatan CEOadalahChief Executive Officer. Chief berarti kepala atau yang memimpin. Executive berarti jajaran direksi.Definisi dari CEO berarti seseorang yang dipercaya untuk memimpin jajaran direksi suatu perusahaan.CEO diangkat oleh dewan komisaris, dan umumnya mempunyai siklus jabatan.

(6)

tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan.

Salah satu faktor dan aktor utama yang turut berperan dalam perwujudan pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance) adalah birokrasi, dalam posisi dan perannya yang demikian penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efisiensi dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh DPPKA DIY, baik dalam bentuk himbauan, kebijakan dan bahkan seperangkat aturan hukum telah disiapkan pemerintah (daerah), apalagi adanya tuntutan yang cukup deras dari masyarakat sebagai penerima layanan untuk dilakukannya reformasi birokrasi dilingkungan pemerintahan (daerah), dengan adanya Grand Design Reformasi Birokrasi yang dituangkan kedalam Permenpan No 20 Tahun 2010dan Road Map Reformasi Birokrasi cukup membantu pemerintah Pusat dan daerah untuk melakukan perubahan secara berkesinambungan.

Keuangan adalah sebagai urat nadi untuk pelaksanaan operasional dalam pembagunan daerah tentu sangat penting adanya Reformasi Birokrasi demi kualitas pelayanan public dan transparasi pengelolaan keuangan daerah. Dalam mewujudkan visi dan misi DPPKA yang berprinsip mandiri, maju, adil, dan makmur dengan sasaran memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekan pembangunan pada keunggulan kompetitif, berkualitas, serta berteknologi, yang dinilai mampu mendorong Daerah untuk meningkatkan kemakmuran bangsa. Perwujudan rencana tersebut turut didorong dengan hasil untuk mewujudkan bekerja secara efektif, dan efisien.

Adapun tujuan yang hendak dicapai DPPKA DIY antara lain:

1. Meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk membiayai pembangunandaerah

2. MeningkatkankontribusiPendapatanAsli DaerahbagiPemda 3. Mengoptimalkanpeningkatankinerja BadanUsahaMilikDaerah 4. Mewujudkanpengelolaankeuanganyang transparandanakuntabel.

(7)

Fokus utama sasaran adalah tindakan dan alokasi sumber daya yang tersedia dalam kegiatan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset beserta Unit Pelaksana Teknis Dinas.

B. LANDASAN TEORI

Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional.Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat.Oleh karena itu, harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner.

Reformasi birokrasi bermakna sebagai sebuah perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia juga bermakna sebagai sebuah pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam menyongsong tantangan abad ke-21. Jika berhasil dilaksanakan dengan baik, reformasi birokrasi akan mencapai tujuan yang diharapkan, di antaranya: mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan; menjadikan negara yang memiliki most-improved bureaucracy; meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat; meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi; meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.

(8)

Grand Design serta Road Map menentukan area perubahan yang menjadi tujuan reformasi birokrasi meliputi seluruh aspek manajemen pemerintahan, seperti yang dikemukakan pada tabel di bawah ini.

TABEL 1.

PROGRAM, KEGIATAN, AGENDA HASIL YANG DIHARAPKAN PADA TINGKAT SKPD UNTUK PROGRAM SISTEM MANAJEMEN SDM APARATUR

Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur

Penataan Sistem rekruitmen pegawai. Sistem rekruitmen yang terbuka, transparan danakuntabel

Analisis jabatan Dokumen peta dan uraian jabatan

Evaluasi jabatan Peringkat jabatan dan harga jabatan

Penyusunan standar kompetensi jabatan Dokumen Kualifikasi jabatan

Asesmen individu berdasarkan kompetensi Peta profil kompetensi individu

Penerapan sistem penilaian kinerja individu Kinerja individu yang terukur

Pembangunan/pengembangan database pegawai Ketersediaan data pegawai yang mutakhir danakurat

Pengembangan pendidikan dan pelatihan pegawai berbasis kompetensi

Pendidikan dan pelatihan pegawai berbasisi kompetensi

Penerapan Standar pelayanan pada unit kerja masing-masing K/L dan Pemda

(9)

Penerapan SPM pada Kabupaten/Kota Peningkatan kualitas pelayanan dasar pada kabupaten/ Kota

Partisipasi Masyarakat dalam penyelenggaraan

pelayanan Publik Peningkatan partisispasi masyarakat

Sedangkan pengertian Birokrasi adalah asal kata dari Bureau, digunakan pada awal abad ke 18 di Eropa Barat bukan hanya untuk menunjuk pada meja tulis saja, akan tetapi lebih pada kantor, semisal tempat kerja dimana pegawai bekerja. Makna asli dari birokrasi berasal dari bahasa perancis berarti pelapis meja. Kata birokrasi sendiri kemudian digunakan segera setelah Revolusi Perancis tahun 1789, dan kemudian tersebar ke negara lain. Kata imbuhan -kratia berasal dari bahasa Yunani atau kratos yang berarti kekuasaan atau kepemimpinan. Birokrasi secara mendasar berarti kekuasaan perkantoran ataupun kepemimpinan dari strata kepegawaian. Di Cina, dinasti Song (960 AD) sebagai contoh membentuk birokrasi sentralistis dengan staf berasal dari rakyat jelata yang terdidik. Sistem kepemimpinan ini kemudian mendorong konsentrasi kekuasaan di dalam tangan kaisar dan birokrasi istana daripada yang diperoleh oleh dinasti sebelumnya.

Teori Karl Marx tentang birokrasi berasal dari teori mengenai historical materialisme, asal muasal birokrasi dapat ditemukan dalam empat sumber: agama, pembentukan negara, perdagangan, dan teknologi. Kemudian, bentuk birokrasi paling awal terdiri dari tingkatan kasta rohaniawan/tokoh agama, pegawai pemerintah dan pekerja yang mengoperasikan aneka ritual, dan tentara yang ditugaskan untuk mentaati perintah. Di dalam transisi sejarah dari komunitas egaliter primitif ke dalam civil society terbagi kelas-kelas sosial dan wilayah, muncul sekitar 10.000 tahun yang lalu, dimana kewenangan terpusat, dan dipaksakan oleh pegawai pemerintah yang keberadaannya terpisah dari masyarakat.

(10)

senjata untuk mempertahankan diri sedikit demi sedikit dibatasi; memaksakan orang lain untu berbuat sesuatu menjadi hak legal negara dan aparat pemerintah untuk melakukannya.

Teori Birokrasi Max Weber

Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun secara ideal. Birokrasi dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan proses di dalam organisasi. Para teoritikus klasik seperti Fayol (1949), Taylor (1911), dan Weber (1948), selama bertahun-tahun telah mendukung model birokrasi guna meningkatkan efektivitas administrasi organisasi.Max Weber adalah sosok yang dikenal sebagai bapak birokrasi. Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi yang ideal menyertakan delapan karakteristik struktural.

Pertama, aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi.Weber menggambarkan pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas organisasi.

Kedua, spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit.Dengan memecah tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat ditingkatkan.

Ketiga, hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan hubungan intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas organisasi.

Keempat, pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.Para manajer harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang berkualitas dapat diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan.

Kelima, mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab memungkinkan aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda. Mampu tukar ini menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya.

(11)

sendiri.Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu.

Ketujuh,uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi sebagai garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai pemahaman yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.

Kedelapan, rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian tujuan organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan.Menurut prinsip dasarnya, organisasi harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan. Adapun Kelebihan dan kekurangan Teori BirokrasiWeber :

1) Agar Fokus, Birokrasi harus dicerna sebagai satu fenomena sosiologis. Dan birokrasi sebaiknya dipandang sebagai buah dari proses rasionalisasi.

2) Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak mencerminkan birokrasi dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah satu bentuk dari organisasi, yang diangkat atas dasar alasan keunggulan teknis, di mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi yang ketat, karena melibatkan begitu banyak orang dengan keahlian-keahlian yang sangat bercorak ragam.

3) Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau mendefinisikan birokrasi, yakni: pendekatan struktural, pendekatan behavioral (perilaku) dan pendekatan pencapaian tujuan dari Max Weber

a. Apa yang telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan konseptualisasi sejarah dan menyajikan teori-teori umum dalam bidang sosiologi. Di antaranya yang paling menonjol adalah teorinya mengenai birokrasi.

b. Cacat-cacat yang seringkali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna sebagai disfungsi birokrasi. Dan lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri merupakan kebutuhan pokok peradaban modern. Masyarakat modern membutuhkan satu bentuk organisasi birokratik. Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai kemiripan dengan apa yang diamati oleh teori organisasi klasik.

(12)

sifat-sifat pribadi yang luar biasa. Adapun otorita legal rasional kepatuhan bawahan di dasarkan atas legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi.

d. Kelemahan dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik di antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang. 4). Ada tujuh hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan organisasi birokratik Pentingnya Birokrasi

a. Teori yang lama memandang birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, teori tersebut ditolak, dengan menyatakan pentingnya peranan birokrasi dalam seluruh tahapan atau proses kebijakan publik.

b. Menurut Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranan-nya sebagai "delegated legislation", "initiating policy" dan"internal drive for power, security and loyalty".

c. Dalam membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhati-kan, (1) bagaimana para birokrat dipilih, (2) apakah peranan birokrat dalam pembuatan keputusan, dan (3) bagaimana para birokrat diperintah. Dalam hubungannya dengan pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari adalah ada perbedaan antara proses pembuatan keputusan yang aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan birokrat merupakan bagian dari para pembuat keputusan.

5). Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang berkembang dimana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegiatannya pada penyelenggaraan pembangunan nasional. Di negara-negara ini kelemahan dan Problema dalam teori Birokrasi weber.

a. Kelemahan - kelemahan yang ada pada birokrasi terletak dalam hal: 1. Penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional; 2. Terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki; 3. Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi; 4. Berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi.

(13)

Merton lebih merupakan "bureaucratic dysfunction" dengan ciri utamanya "trained incapacity''.

c. Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas administrasi diorientasikan pada kepen-tingan kelompok sosialnya. Sementara itu, kontrol internal tidak dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan diharapkan dapat diterapkan mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem perwakilan secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan. Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan mengabaikan peranan pendidikan.

Analisis Aktualitas Konsep Birokrasi

Birokrasi di Indonesia tercipta sebagai warisan dari sejarah masa penjajahan dan pasca penjajahan kolonial. Pola kekuasaan dalam budaya Indonesia ( Ketimuran ) bercampur dengan budaya administrasi pemerintahan Barat menempatkan pencitraan birokrasi sebelum masa reformasi sebagai raja-raja kecil.

Belum lagi, di masa pemerintahan Orde Baru, birokrasi mendapatkan tempat paling tinggi dalam tatanan masyarakat, bukan sebagai pelayan (pamong) rakyat, namun lebih sebagai dilayani rakyat. Penguatan jajaran birokrasi terutama setelah dilegitimasikannya PNS untuk masuk dalam arena politik, sebagai kendaraan partai Soeharto, Golkar, memenangkan pemilihan umum sampai ke 7 kalinya.

Setelah memahami birokrasi, maka hubungan insitusi pusat dan daerah dapat kita rumuskan.Pola hubungan sentralistis di masaOrde Baru, fokus pada pemerintah pusat. Birokrasi di daerah merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat, sehingga sangat jarang terdengar putra daerah menduduki jabatan strategis pemerintahan daerah, seperti gubernur dan bupati. Namun, perubahan terjadi di era otonomi daerah tahun 1999, ketika desentralisasi membuat kekuasaan tidak lagi berada di tangan pusat, namun di daerah.

(14)

diberbagai lingkungan departemen ataupun lembaga setingkat yang melakukan penyelewengan anggaran yang tertangkap basah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ataupun setelah bertahun tahun lamanya baru diketahui.

Kecenderungan birokrasi dan birokratisasi pada masyarakat modern benar-benar dipandang memprihatinkan, sehingga digambarkan adanya ramalan mengenai makin menggejalanya dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang paling rasionalpun, tidak bisa lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melainkan justru merupakan pertanda malapetaka dan bencana baru yang menakutkan yakni munculnya patologi birokrasi. Hal itu dicirikan oleh kecenderungan patologi karena persepsi, perilaku dan gaya manajerial,masalah pengetahuan dan ketrampilan, tindakan melanggar hukum,keperilakuan, dan adanya situasi internal. bahwa birokrasi memiliki kecenderungan mengutamakan kepentingan sendiri (self serving), mempertahankan

statusquo dan resisten terhadap perubahan, dan memusatkan kekuasaan. Hal inilah yang kemudian memunculkan kesan bahwa birokrasi cenderung lebih mementingkan prosedur daripada substansi, lamban dan menghambat kemajuan.

Birokrasi di kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia cenderung bersifat patrimonialistik: tidak efesien, tidak efektif (over consuming and under producing), tidak obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan kritik, tidak mengabdi kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat

otoritatif dan represif. Birokrasi di Indonesia ada kecenderungan berkembang kearah

(15)

Seperi dibahas sebelumnya sistem birokrasi yang berlaku di Indonesia sekarang tidak dapat dilepaskan dari sejarah masa lalu dalam pemerintahan kerajaan, pemerintahan kolonial dan pemerintahan Orde Lama.masing-masing tahap tersebut membawa corak birokrasi sendiri. Dalam zaman kerajaan dimana feodalisme menjadi landasan birokrasi maka dituntut kesetiaan dan kepatuhan sepenuhnya terhadap raja dan para punggawa kerajaan, sebagai kelompok elit pemerintahan.Kepatuhan harus diwujudkan dengan melaksanakan segala peraturan dan perintah kerajaan dan tidak untuk mempertimbangkan untung rugi dan dampaknya. Sikap atau perilaku yang demikian dibarengi dengan timbulnya perasaan dan kepercayaan rakyat bahwa pihak kerajaan akan melindungi para kawula dari segala macam gangguan dan ancaman. Timbullah hubungan ketergantungan pelindung dan yang dilindungi. Hubungan demikian dikategorikan sebagai “patron-client relationship” Dalam birokrasi timbul hubungan “bapak-anak buah” secara khusus sebagaimana berlaku di Indonesia setelah kemerdekaan

Demikian juga “patrimonial of leadership” timbul dalam kondisi yang demikian.Didalamnya terdapat “traditional authority” dimana kepatuhan dan kesetiaan terhadap pemimpin karena ditopang oleh kewenangan yang bersumber pada tradisi.Birokrasi dalam kerajaan-kerajaan khususnya di Jawa atau birokrasi patrimonial dalam banyak hal masih terasa sampai kini

Pada jaman kolonial kedaaan birokrasi kerajaan yang demikian itu tidak mengalami perubahan yang berarti tetapi justru dimanfaatkan dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga lebih efisien demi kepentingan penjajah.Dibuat peratuan-peraturan yang memaksa dan dalam pelaksanaannya memperalat elit pribumi (para bangsawan) dengan keuntungan sebesar-besamya. Pembentukan elit birokrasi yang demikian itu sangat menonjol di Jawa .Oleh karena itu birokrasi patrimonial yang berakar pada budaya Jawa tidak diubah tetapi ditambah bebannya oleh penjajah.

(16)

lama sang pemimpin atau birokrat menjadi tumpuan segala-galanya. Benih-benih tirani hidup subur dan puncak penyelewengannya menimbulkan segala macam kesengsaraan yang mendorong lahimya Orde baru.

Babak baru dalam pemerintahan dan pembangunan dimulai dengan tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.Namun demikian corak “birokrasi patrimonial” masih tetap menjadi warna yang dominant.Hubungan “Bapak-Anak buah” mempengaruhi hampir setiap segi penting kehidupan politik di Indonesia (termasuk strategi pembangunan ekonomi.

Adanya patrionalisme dalam birokrasi merupakan peninggalan sejarah politik dan ekonomi di Indonesia yang sampai sekarang tidak lekang panas dan tidak lapuk karena hujan. Hanya penerapannya yang berbeda sesuai dengan jamannya, prinsip dasarnya tetap sama. “Bagaimanapun juga munculnya birokrasi patrimonial dalam sistem administrasi negara dan sistem politik tidak dikarenakan masih kuatnya ikatan kultur tradisional yang paternalistik.”Masalahnya adalah bagaimana kita mampu memanfaatkannya dalam birokrasi pembangunan dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif yang ditimbulkannya.

Meskipun sudah menjadi gejala yang sangat umum, ternyata pada setiap konteks sistem budaya masyarakat Indonesia, secara empirik birokrasi dan birokratisasi terlihat dalam pola perilaku yang beragam.Gejala demikian menunjukkan bahwa birokrasi dan birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk idealnya. Beberapa alasan, mengapa bentuk ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek kerjanya antara lain: Pertama, manusia birokrasi tidak selalu berada (exist) hanya untuk organisasi. Kedua, birokrasi sendiri tidak kebal terhadap perubahan sosial.Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua orang.Keempat, dalam kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling dipertukarkan untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.

(17)

industrialisasi, maka banyak negara yang bercita-cita menjadi masyarakatnya menjadi masyarakat industri dan mengadopsi model birokrasi rasional di dalamnya.Namun demikian, bagi masyarakat yang sedang berkembang termasuk Indonesia tidak semua kemanfaatan birokrasi rasional dapat dipetik dan dirasakan.

Apalagi birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat mengikuti dan memenuhi tuntutan pembangunan dan perkembangan masyarakatnya.Sebagai contoh, di Indonesia adanya keadaan birokrasi publik di sektor pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi yang dikenal dengan istilah organizational slackyang ditandai dengan menurunnya kualitas pelayanan yang diberikannya.

Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan birokrasi publik mengalami organizational slack yaitu antara lain pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku, visi pelayanan yang sempit, penguasaan terhadap administrative engineering yang tidak memadai, dan semakin bertambah gemuknya unit-unit birokrasi publik yang tidak difasilitasi dengan 3P (personalia, peralatan dan penganggaran) yang cukup dan handal (viable bureaucraticinfrastructure). Akibatnya, aparat birokrasi publik di Indonesia menjadi lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin, tidak responsif terhadap aspirasi dan kepentingan publik serta lemah beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya.Sebagai konsekuensinya, perlu dipertanyakan mengenai posisi aparat pelayanan ketika berhadapan dengan masyarakat atau kliennya.

C. TANTANGAN DA PERMASALAHAN

(18)

c.1.1 Kondisi yang ada:

1) Potensi pendapatan dari pajak PKB setiap tahun naik sehingga akan mengalami titik jenuh mengakibatkan stagnan dan terus menurun, sehingga sumber PAD dari pajak akan menurun;

2) Adanya pembatasan / kepemilikan KBM selain untuk menekan penggunaan BBM karena luasan dan panjang lintasan jalan yang terbatas serta potensi polusi;

3) Penentuan harga satuan yang sangat cepat berubah sedangkan proses perundangan membutuhkan waktu, sehingga antara target dan realisasi terdapat gap yang tinggi; 4) Regulasi tentang pengelolaan keuangan daerah sering berubah.

c.1.2 Kondisi yang diharapkan:

1) Pertumbuhan ekonomi berakibat bertambahnya kendaran baru; 2) Adanya fluktuasi harga BBM ;

3) Tarif pungutan dalam Pengelolaan retribusi daerah dapat disesuaikan dengan kemampuan masyarakat di daerah;

4) Koordinasi, klarifikasi dan inventarisasi terhadap penggunaan barang milik daerah;

5) Badan Usaha Milik Daerah dapat dikembangkan dan ditingkatkan;

6) Kualitas dan kapabilitas SDM pengelola keuangan dan aset masih bisa dikembangkan.

C.2 Birisi tentang factor penghambat dan faktor pendukung

c.2.1 Birisi tentang faktor Penghambat:

1) Meningkatnya tunggakan pajak kendaraan bermotor yang tidak tertagih karena terbatasnya SDM untuk penagihan tunggakan pajak KBM.

(19)

3) Kewenangan pemda sebatas peningkatan kinerja dan fasilitasi dalam pengelolaan BUMD

4) Pengurus dan penyimpan barang belum optimal dalam pengoperasian aplikasi. 5) "Asset idle" pada SKPD belum teridentifikasi.

6) Pengadaan barang belum mengacu pada kebutuhan barang milik daerah, pemeliharaan belum mengacu pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang milik daerah.

c.2.2 Birisi tentang faktor Pendukung:

1) Pajak Kendaraan Bermotor masih merupakan sumber pendapatan yang mempunyai kontribusi terbesar dalam PAD;

2) Lokasi strategis dan pelayanan pajak dan retribusi-online mudah diakses oleh masyarakat;

3) Potensi sumber-sumber PAD tersedia;

4) Pengembangan BUMD menjadi lokomotif perekonomian dan sumber PAD DIY;

5) Sistem informasi pengelolaan keuangan daerah untuk perencanaan, penganggaran, penatausahaan dan pelaporan yang efektif dan efisien, transparan dan akuntabel;

6) Penyelenggaraan penatausahaan aset dengan sistem aplikasi menertibkan administrasi pengelolaan Barang milik daerah;

7) Adanya website sebagai media informasi.

D. UPAYA-UPAYA PERBAIKAN YANG DILAKSANAKAN (REFORMASI)

d.1 Upaya yang sudah dilakukan

1. Mengoptimalkanpeningkatanpengelolaanpendapatandaerah • Strategi

StrategiuntukmencapaisasaranMisiSatuadalahsebagai berikut :

1. Perbaikan manajemen terhadap semua potensi pendapatan daerahdari pajak, retribusidanlain-lainpendapatan.

2. Intensifikasidanekstensifikasipendapatandaripajak,retribusidan lain-lainpendapatan.

(20)

SedangkebijakanuntukmencapaisasaranMisiSatu

Kegiatan pada program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah yang mendukung kebijakan dan strategi untukmewujudkanMisiSatuyaitu:

1. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Sumber-sumber Pendapatan Daerah 2. Pembinaan Pengelolaan Pajak Daerah 8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah

2Mengoptimalkanpengelolaanaset daerah ProgramPengembangan Investasidan Aset Daerah dan Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah.

• Kegiatan

Kegiatan padaprogram Pengembangan InvestasidanAsetDaerah yangmendukungstrategidan kebijakandalammewujudkanMisi Dua yaitu:

(21)
(22)

• Program

c. Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah

• Kegiatan

Kegiatan pada programPeningkatan Sistem Pengawasan Internal dan Pengendalian Pelaksanaan Kebijakan KepalaDaerah yang mendukungstrategidankebijakandalam mewujudkanMisi Empat adalah: 1. TindaklanjutHasilTemuanPengawasan

2. PengendalianManajemenPelaksanaan KebijakanKepalaDaerah 3. Tuntutan PerbendaharaandanTuntutanGanti Rugi

Kegiatan padaprogram Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Keuangan Pemerintah Daerah yang mendukung strategi dan kebijakandalam mewujudkanMisiEmpat,adalah:

1. Pembinaan danPengembangan Sistem Informasi Pengelolaan KeuanganDaerah.

Kegiatan padaprogram Peningkatan dan PengembanganPengelolaan Keuangan Daerah yang mendukung strategi dan kebijakandalam

5. Penyusunan Rancangan Peraturan KDH tentang Penjabaran APBD 6. Penyusunan Rancangan Peraturan KDH tentang Penjabaran

Perubahan APBD

7. Penyusunan Rancangan Peraturan KDH tentang Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD

8. Bimtek Implementasi Paket Regulasi tentang PKD

9. Pembinaan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah 10. Pengesahan dan penetapan DPA

11. Pengesahan dan penetapan DPPA

12. Implementasi Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual 13. Penatausahaan dan Pengendalian Gaji Pegawai Daerah

14. Pembinaan dan Pengembangan Program Gaji Pegawai Daerah 15. Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLUD

16. Penyusunan Laporan Keuangan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Daerah

(23)

Penjelas:

1. Bidang Pendapatan:

Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah yang menambah ekuitas dana sebagai hak pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran dan ridak perlu dibayarkan kembali oleh daerah. Pendapatan daerah merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.

Pada Tahun Anggaran 2016, penerimaan pendapatan daerah diproyeksikan sebesar Rp 3,908 Trilyun, yang berasal dari komponen :

a. Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 1,553 Trilyun; b. Dana Perimbangan sebesar Rp 1,189 Trilyun;

c. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar Rp 1,165 Trilyun.

Apabila dibandingkan dengan APBD Tahun 2015 setelah perubahan, Pendapatan Daerah yang dianggarkan sebesar Rp 3,352 Trilyun sehingga mengalami kenaikan sebesar Rp 556,033 Milyar atau naik sebesar 16,59 %, sebagaimana tersebut dalam tabel berikut :

Tabel 1 Proyeksi Pendapatan DIY Tahun Anggaran 2016

No. URAIAN TA. 2015 TA. 2016 SELISIH (Rp) (%)

(24)

Perubahan kebijakan Pemerintah Pusat terkait Dana Transfer ke Daerah di Tahun 2016 menjadi salah satu faktor utama meningkatnya penerimaan dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah pada Tahun Anggaran 2016. Komponen dana perimbangan merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat penting karena bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah. Naiknya besaran alokasi dana transfer daerah Tahun 2016 tidak lepas dari komitmen Pemerintah Pusat dan DPR RI untuk melakukan reformulasi dan penguatan Dana Alokasi Khusus (DAK) dalam rangka mendukung implementasi Nawacita dan pencapaian prioritas nasional.

Dalam pengelolaan pendapatan daerah, sumber pendapatan yang berasal dari Pemerintah Pusat melalui desentralisasi fiskal tersebut masih menempati proporsi yang paling besar terhadap pendapatan daerah sekitar 30% sampai 50%. Sementara untuk meningkatkan kemandirian daerah, Pemerintah Daerah perlu meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli daerah yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, serta sumber-sumber pendapatan lainnya.Hal ini menjadi tantangan dan permasalahan sekaligus peluang bagi Pemerintah Daerah untuk terus berupaya menggali sumber-sumber potensi pendapatan daerah yang baru. Tantangan yang dihadapi yakni berupa :

1. Peningkatan manajemen pengelolaan semua potensi pendapatan daerah;

2. Dukungan kualitas sumberdaya manusia pengelola pendapatan daerah masih kurang; 3. Optimalisasi sumber-sumber pendapatan yang mendukung penerimaan pendapatan daerah; 4. Pengembangan dan penggalian sumber-sumber potensi pendapatan daerah yang baru; 5. Peningkatan pelayanan pajak dan non pajak sesuai tuntutan masyarakat yang mobile; 6. Sarana dan prasarana pendukung peningkatan pendapatan daerah.

Kebijakan umum pendapatan daerah diarahkan pada peningkatan kemampuan keuangan daerah agar dapat mendorong peningkatan investasi dengan membangun iklim usaha yang kondusif dan menghilangkan kendala yang menghambat pembangunan daerah, seringkali dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menjadi faktor penghambat dalam usaha untuk meningkatkan pendapatan daerah, yakni :

(25)

2. Lemahnya indentifikasi potensi retribusi karena keterbatasan kewenangan pungutan (closed list);

3. Penentuan harga satuan yang sangat cepat berubah, sedangkan proses perundangan membutuhkan waktu, sehingga antara target dan realisasi terdapat gap yang tinggi;

4. Belum ada peraturan perundangan tentang pendapatan dari lain-lain pendapatan yang mengikat sebagai bahan pungutan;

5. Jenis dan ragam lain-lain pendapatan sangat banyak sehingga pemilahan juga harus dikoordinasikan bersama dari pusat hingga kabupaten dan kota;

6. Ketergantungan terhadap mekanisme penyaluran dana transfer dari pusat sangat tinggi.

Dalam upaya peningkatan penerimaan pendapatan daerah, diperlukan dukungan seluruh stakeholder pengelola pendapatan daerah di samping kejelasan regulasi sebagai dasar pelaksanaan beberapa pungutan dan penerimaan terhadap sumber-sumber pendapatan. Beberapa faktor pendukung peningkatan pendapatan daerah antara lain :

1. Pajak Kendaraan Bermotor masih merupakan sumber pendapatan yang mempunyai kontribusi terbesar dalam peningkatan PAD;

2. Lokasi pelayanan pajak dan retribusi yang strategis, on-line dan mudah diakses oleh masyarakat;

3. Potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah tersedia;

4. Pertumbuhan ekonomi berakibat bertambahnya kendaraan baru;

5. Tarif pungutan dalam pengelolaan retribusi daerah dapat disesuaikan dengan masyarakat di daerah;

6. Pengelolaan dana transfer terhadap program-program unggulan daerah yang menjadi prioritas nasional.

2. Bidang Belanja:

Sebelum ini kita menerapkan sistem penganggaran yang bersifat tradisional yaitu suatu sistem penganggaran yang disusun dengan penekanan terhadap pengendalian atas pengeluaran. Pada sistem ini, penganggaran hanya berorientasi pada pengendalian pengeluaran saja,

sementara aspek input, output danoutcome belum mendapatkan perhatian

(26)

Penggantinya penganggaran berbasis kinerja, bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memperkuat dampak dari peningkatan pelayanan kepada publik.

3. Bidang Kasda:

Sebelum ini kita menerapkan sistem penganggaran yang bersifat tradisional yaitu suatu sistem penganggaran yang disusun dengan penekanan terhadap pengendalian atas pengeluaran. Pada sistem ini, penganggaran hanya berorientasi pada pengendalian pengeluaran saja,

sementara aspek input, output danoutcome belum mendapatkan perhatian

secara maksimal.

Penggantinya penganggaran berbasis kinerja, bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memperkuat dampak dari peningkatan pelayanan kepada publik

4. Bidang Bina Administrasi Keuangan Daerah (BAKD):

Tantangan dan Permasalahan

Kondisi BUMD di DIY yang ada dan yang diharapkan : 1. PT. Bank Pembangunan Daerah DIY

Kondisi yang ada :

PT. Bank Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dahulu bernama Bank Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Didirikan pada tanggal 15 Desember 1961, berdasarkan akta notaris No. 11 oleh R.M. Soerjanto Partaningrat.

(27)

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebanyak 490.000 lembar saham akan dimiliki oleh Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten.

Komposisi modal dasar dan pemenuhan dari masing-masing pemegang saham per 31 - Kab. Kulon Progo 98.200.000.000 9,82 71.555.000.00

0 72,87 26.645.000.000

Untuk memenuhi kekurangan modal dasar tersebut pada tahun anggaran 2015 Pemerintah DIY menambah penyertaan modal sebesar Rp.50.000.000.000,- sedang Pemerintah Kab. Sleman menambah kekurangannya sebesar Rp.3.930.000.000,- sehingga pada akhir tahun 2015 untuk Pemerintah Kabupaten Sleman telah memenuhi 100%.

(28)

Perkembangan usaha selama 3 (tiga) tahun terakhir adalah sebagai Beban non operasional bersih (3.593.251.718) (2.821.356.431) (4.084.777.370) Laba sebelum pajak 139.136.600.06 Beban pajak penghasilan

bersih

Perkembangan total aset, total liabilitas dan ekuitas selama 3 (tiga) tahun terakhir adalah sebagai berikut : Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank, kegiatan usahanya dibatasi hanya dapat melakukan : a. Kegiatan Usaha dalam Rupiah yang meliputi :

1) kegiatan penghimpunan dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar; 2) kegiatan penyaluran dana yang merupakan produk atau aktivitas dasar; 3) kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance);

4) kegiatan dengan cakupan terbatas untuk keagenan dan kerjasama;

5) kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking dengan cakupan terbatas; 6) kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit; dan 7) jasa lainnya.

(29)

c. Kegiatan lainnya yang digolongkan sebagai produk atau aktivitas dasar dalam Rupiah yang lazim dilakukan oleh Bank dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun modal inti yang harus dimiliki Bank pada posisi BUKU 2 adalah paling sedikit satu triliun rupiah, sedang jumlah modal inti bank per 31 Desember 2014 sebesar Rp.815.428.110.487,- dan dengan adanya penambahan modal pada tahun 2015 dari Pemerintah DIY sebesar Rp.50.000.000.000,- dan dari Pemerintah Kab. Sleman sebesar Rp.3.930.000.000,- maka modal inti bank menjadi sebesar Rp.869.358.110.487,- sehingga untuk naik kelas ke BUKU 2 masih ada kekurangan sebesar Rp.130.641.889.513,-.

Kondisi yang diharapkan :

Modal inti berada diatas satu triliun masuk dalam BUKU 2 sehingga Bank dapat melakukan kegiatan usaha :

a. Kegiatan Usaha dalam Rupiah dan valuta asing :

1) kegiatan penghimpunan dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1;

2) kegiatan penyaluran dana sebagaimana dilakukan dalam BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas;

3) kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance); 4) kegiatantreasury secara terbatas;

5) jasa lainnya.

b. Kegiatan Usaha sebagaimana pada BUKU 1 dengan cakupan yang lebih luas untuk : 1) keagenan dan kerjasama;

2) kegiatan sistem pembayaran dan electronic banking;

c. Kegiatan penyertaan modal pada lembaga keuangan di Indonesia;

d. Kegiatan penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan kredit;

e. Kegiatan lain yang lazim sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. PT. Anindya Mitra Internasional

(30)

PT. Anindya Mitra Internasional pada awalnya adalah Perusahaan Daerah Aneka Industri dan Jasa “ANINDYA” yang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2004 melakukan perubahan bentuk badan hukumnya menjadi Perseroan Terbatas Anindya Mitra Internasional. Berdasarkan Akta Notaris Moch. Agus Hanafi, SH, nomor 11 tertanggal 28 Nopember 2005 telah didirikan PT. Anindya Mitra Internasional, yang akta pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM dengan surat keputusan No. C-32282 HT.01.01.TH.2005 tertanggal 6 Desember 2005.

Perseroan berdomisili di Yogyakarta dengan kantor berlokasi di Komplek JEC Jl. Janti Km 4 Gedongkuning, Yogyakarta, dengan unit-unit usaha sebagai berikut :

Unit Lokasi

- Percetakan dan Penerbitan Jl. Stasiun Lempuyangan No. 12 A Yogyakarta - Pertambangan Jl. Janti Km 4, Gedongkuning, Yogyakarta - Perdagangan Jl. Janti Km 4, Gedongkuning, Yogyakarta - Pariwisata Jl. Janti Km 4, Gedongkuning, Yogyakarta - Realty Jl. Janti Km 4, Gedongkuning, Yogyakarta

- Sagan Resto Jl. Colombo No. 35 Caturtunggal, Depok, Sleman - Transportasi Jl. Janti Km 4, Gedongkuning, Yogyakarta

Modal dasar perseroan berjumlah Rp.50.000.000.000,- yang terbagi atas 50.000 lembar saham dengan nilai nominal Rp.1.000.000,- per lembar saham.

Dari modal dasar tersebut per 31 Desember 2014 telah ditempatkan dan disetor 40,91% atau sejumlah 20.454 saham dengan nilai nominal seluruhnya berjumlah Rp.20.454.000.000,-yang dimiliki oleh :

Pemilik Lembar

Saham Nilai NominalSeluruhnya

- Pemerintah DIY 20.444 20.444.000.000

- Kopkar Bhakti Sejahtera Mandiri 10 10.000.000

Jumlah 20.454 20.454.000.000

Perseroan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga dalam pengelolaan aset yang dimilikinya sampai dengan 31 Desember 2014 adalah sebagai berikut :

Pihak Ketiga Aset yang

dikerjsamakan Bentuk Kerjasama

- PT. Yogya Indah Sejahtera Tanah seluas 2.293 m2 yang berlokasi di Jl. Malioboro, Yogyakarta

Pembangunan dan pengelolaan gedung Malioboro Mall selama 25 tahun dan diperpanjang selama 4 tahun.

Hak-hak yang diperoleh :

(31)

setiap tahun diterima dimuka sebesar Rp.2.603.000.000,- yang diterima secara bertahap.

- menerima kompensasi perpanjang-an kontrak selama 4 tahun sebesar Rp.2.200.000.000,- yang semula berakhir pada tahun 2018 diperpanjang menjadi tahun 2022.

- PT. Adicandra Grahawisata Tanah seluas 22.755 m2 yang berlokasi di sebesar Rp.300.000.000,- setiap tahun diterima sebesar Rp.10.000.000,-selama 30 tahun.

- menerima setoran bagian keuntungan selama 30 tahun sebesar Rp.5.370.000.000,- yang diterima secara bertahap.

- PT. Kaidi Indojaya Tanah seluas …… m2 yang berlokasi di Jl. Brigjen Katamso No.75-77 Yogyakarta

Pembangunan pusat perdagangan Jogjatronik selama 25 tahun yang akan berakhir pada tahun 2028.

Hak-hak yang diperoleh :

- menerima kompensasi sebesar Rp.2.600.000.000,-.

- menerima kompensasi relokasi kantor sebesar Rp.700.000.000,-.

- PT. Mirota Batik Bangunan yang berloka-si di Jl. A. Yani No. 9 Yogyakarta

Membangun dan mengembangkan bangunan selama 20 tahun yang akan berakhir pada tahun 2024 dan pada tahun 2008 diperpanjang 20 tahun lagi sehingga berakhir pada tahun 2044. Hak-hak yang diperoleh :

(32)

Rp.3.400.000.000,- yang telah dibayar

dengan kompensasi sebesar Rp.661,546 per km/bus/bulan.

- PT. Batu Kapur Giri Seto Pabrik Memproduksi tepung kalsium karbonat, pemasaran dan operasional pabrik selama 1 tahun dari tahun 2013 s.d. 2014 dan diperpanjang 1 tahun 2014 s.d. 2015. - PT. Paramount Propertindo Tanah eks Hotel Trio di

Jl. P. Mangkubumi Yogyakarta

Kontrak bagi tempat usaha dalam pembangunan dan pengelolaan kawasan Eks Hotel Trio selama 90 tahun dan akan berakhir pada tahun 2104.

Kompensasi yang diterima sebesar Rp.500.000.000,- per tahun dengan kenaikan 5% setiap 1 tahun kedepan selama 90 tahun.

Perkembangan usaha selama 3 (tiga) tahun terakhir adalah sebagai berikut :

Keterangan 2012 2013 2014

Laba (Rugi) bersih tahun berjalan 6.062.104.375 (504.378.164) 7.004.088.290

Perkembangan total aset, total kewajiban dan ekuitas selama 3 (tiga) tahun terakhir terakhir adalah sebagai berikut :

Keterangan 2012 2013 2014

Total aset 21.083.870.829 26.653.130.698 36.410.514.544

Total kewajiban 13.152.642.432 13.717.369.909 17.881.676.207

Ekuitas 7.931.228.397 12.935.760.789 18.528.838.337

Permasalahan :

Terdapat 3 (tiga) unit usaha (Percetakan dan Penerbitan, Pertambangan dan Sagan Resto) selama 2 (dua) tahun terakhir 2013 dan 2014 mengalami kerugian sebagai berikut :

Unit Usaha 2013 2014

Percetakan dan Penerbitan (397.014.878) (426.108.359)

(33)

Sedang 3 (tiga) unit usaha yang lain yaitu Pariwisata, Realty dan Transportasi dapat menyumbangkan laba selama 3 (tiga) tahun terakhir sebagai berikut :

Unit Usaha 2012 2013 2014

Pariwisata 196.448.301 111.647.038 488.799.009

Realty 1.139.365.533 1.245.519.362 1.140.560.129

Sagan Resto 68.743.200 -

-Transportasi - 281.360.243 534.354.081

Selama 3 (tiga) tahun terakhir, bisnis perusahan secara keseluruhan mengalami kerugian. Keuntungan yang diperoleh pada tahun 2012 dan 2014 yang paling besar berasal dari pendapatan di luar usaha, yaitu selisih penjualan tanah sewon pada tahun 2012 sebesar Rp.7.634.074.550,- dan kompensasi kontrak bagi tempat usaha di kawasan eks Hotel Trio pada tahun 2014 sebesar Rp.11.106.768.640,-. Ketiga unit usaha ini perlu mendapatkan perhatian bagi Manajemen, apakah dipertahankan atau ditutup.Pertumbuhan aset dan ekuitas perusahaan selama 3 (tiga) tahun terakhir mulai ada peningkatkan hal ini menunjukkan bahwa perusahaan menunjukkan ada perkembangan yang positif.

Kondisi yang diharapkan :

PT. Anindya Mitra Internasional diharapkan menjadi perusahaan yang sehat, sebagai penyumbang PAD serta sebagai salah satu penggerak perekonomian khususnya pariwisata di DIY.

3. PT. Taru Martani

Kondisi yang ada :

PT. Taru Martani yang semula PD. Taru Martani yang berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2004 melakukan perubahan bentuk badan hukumnya menjadi Perseroan Terbatas Taru Martani. Berdasarkan Akta Notaris Ahmad Yubaidi, SH, S.Pd nomor 5 tanggal 17 Desember 2012, telah didirikan PT. Taru Martani yang akta pendirian telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM dengan Nomor AHU-06889. AH.01.01 Tahun 2013 pada tanggal 18 Februari 2013.

(34)

Modal dasar perseroan adalah sebesar Rp.50.000.000.000,- yang terdiri dari 100.000 lembar saham dengan nominal per lembar saham sebesar Rp.500.000,-. Dari modal dasar tersebut telah ditempatkan dan disetor 31,686% atau sejumlah Rp.15.843.000.000,- dengan perincian :

Pemilik Lembar Saham Nilai Nominal Seluruhnya

- Pemerintah DIY 31.685 15.842.500.000

- Kopkar Bhakti Sejahtera Mandiri 1 500.000

Jumlah 31.686 15.843.000.000

Usaha yang dikelola adalah produksi cerutu dan tembakau shag, dengan perkembangan usaha selama 3 (tiga) tahun terakhir adalah sebagai berikut :

Keterangan 2012 2013 2014

Pendapatan usaha 8.093.795.860 11.541.641.212 9.583.564.091

Beban pokok penjualan (5.119.858.637) (8.241.052.255) (6.738.329.947)

Laba kotor 2.973.937.223 3.300.588.957 2.845.234.144

Beban usaha (2.112.530.142) (2.256.392.446) (2.405.144.627)

Laba (Rugi) usaha 861.407.081 1.044.196.511 440.089.517

Pendapatan (beban) lain-lain bersih (797.135.646) (857.590.259) 551.439.911

Laba (Rugi) bersih sebelum pajak 64.271.436 186.606.252 991.529.428

Pajak penghasilan (48.348.957) (66.523.959) (141.408.629)

Laba bersih setelah pajak 15.922.478 120.082.293 850.120.799

Perkembangan total aset, total kewajiban dan ekuitas selama 3 (tiga) tahun terakhir terakhir adalah sebagai berikut :

Keterangan 2012 2013 2014

Total aset 13.531.375.927 20.125.443.935 20.281.234.614

Total kewajiban 10.250.725.082 4.235.823.885 3.541.493.765

Ekuitas 3.280.650.845 15.889.620.050 16.739.740.849

(35)

Dengan adanya larangan merokok di beberapa negara maupun di dalam negeri yang diikuti dengan naiknya bea masuk maupun naiknya cukai rokok berdampak langsung pada industri olahan tembakau termasuk cerutu dan tembakau shag produksi PT. Taru Martani. Kondisi ini mengakibatkan perusahaan

Kondisi yang diharapkan :

PT. Taru Martani dapat segera melakukan diversifikasi usaha untuk menyelamatkan perusahaan.Meskipun bisnis olahan tembakau pada PT. Taru Martani masih tetap dipertahankan sebagai satu kesatuan kawasan cagar budaya.Diharapkan dengan melakukan diversifikasi usaha PT. Taru Martani dapat menjadi perusahaan yang sehat serta dapat menjadi penyumbang PAD.

4. BUKP

Kondisi yang ada :

BUKP didirikan dengan Perda Nomor 1 Tahun 1989 tentang Badan Usaha Kredit Pedesaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Saat ini telah didirikan sebanyak 75 BUKP yang berada di 75 kecamatan di DIY. Modal disetor berasal dari Pemerintah DIY, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa, adapun perkembangan modal disetor konsolidasi selama 3 (tiga) tahun terakhir adalah sebagai berikut :

Modal disetor 2012 2013 2014

Pemerintah DIY 13.586.959.724 20.000.000.000 20.000.000.000

Pemerintah Kab/Kota 3.888.576.454 3.888.576.454 3.888.576.454

Pemerintah Desa 165.573.638 165.573.638 169.956.023

Jumlah 17.641.109.816 24.054.150.092 24.058.652.477

Usaha yang dikelola adalah perkreditan, dengan perkembangan usaha konsolidasi selama 3 (tiga) tahun terakhir adalah sebagai berikut :

Keterangan 2012 2013 2014

Pendapatan operasional 33.533.174.746 36.117.891.925 37.438.713.807

Beban operasional (25.074.073.712) (27.226.925.880) (28.998.394.476)

Pendapatan operasional bersih 8.459.101.034 8.890.966.045 8.440.319.391

Pendapatan non operasional bersih 26.902.906 130.027.994 18.236.730

Laba sebelum pajak 8.486.003.940 9.020.994.039 8.458.556.061

Pajak penghasilan (1.082.206.346) (876.561.187) (362.511.214)

(36)

Permasalahan :

Operasional BUKP melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dimana Pasal 16 ayat (1) disebutkan bahwa setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan, wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau BPR dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan penghimpunan dana masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-Undang tersendiri. Undang-Undang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. BUKP bukan sebagai Bank Umum atau BPR maupun LKM, namun melakukan kegiatan menghimpun dana masyarakat. Adapun perkembangan dana masyarakat selama 3 (tiga) tahun terakhir adalah sebagai berikut :

Dana Mayarakat 2012 2013 2014

Tabungan 51.495.363.351 61.942.939.031 67.666.563.272

Simpanan Berjangka 41.817.520.000 41.725.013.000 41.279.443.000

Jumlah 93.312.883.351 103.667.952.031 109.446.006.272

Usaha seperti BUKP diberikan batas waktu sampai dengan tanggal 8 Januari 2016 harus sudah memperoleh izin dari OJK sebagai Lembaga Keuangan Mikro atau Bank Umum atau BPR. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bagi para karyawan, karena setelah tanggal 8 Januari 2016 kegiatan yang mereka lakukan menjadi melanggar hukum. Apabila BUKP tidak menjadi Bank maupun LKM, maka dana masyarakat yang dihimpun harus dikembalikan. Mempersiapkan dana likuid untuk pengembalian dana masyarakat ini suatu pekerjaan yang tidak mudah.

Kondisi yang diharapkan :

BUKP memiliki legalitas yang jelas dan dapat berperan sebagai lokomotif penggerak roda perekonomian masyarakat, khususnya lapisan masyarakat menengah kebawah, yang mampu memberikan dampak pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat.

(37)

TANTANGAN DAN PERMASALAHAN

Sebelum era reformasi pengelolaan keuangan negara sistem pencatatan pada akuntansi di sektor pemerintahan masih menggunakan single entry atau sering disebut juga dengan sistem tata buku tunggal atau tata buku saja.Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatat secara tunggal (tidak berpasangan). Transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi Penerimaan dan transaksi yang berakibat berkurangnya kas akan dicatat pada sisi Pengeluaran.

Pencatatan semacam itu disebut juga pembukuan.Sistem ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu sederhana dan mudah dipahami. Akan tetapi, sistem ini juga memiliki kelemahan, antara lain kurang lengkap untuk pelaporan karena hanya dapat melaporkan saldo kas, dan tidak dapat melaporkan utang, piutang dan ekuitas dana. Juga sulit untuk melakukan kontrol transaksi, akibatnya sulit menelusuri kesalahan pembukuan yang terjadi.Oleh karena itu, dalam akuntansi terdapat sistem pencatatan yang lebih baik dan dapat mengatasi kelemahan di atas.

Akibat dari sistem pencatatan ini, pemerintah tidak memiliki catatan mengenai aktiva tetap, piutang , utang dan ekuitas dari suatu entitasnya.

Karena dianggap memiliki banyak kelemahan, Pemerintah beralih ke sistem pencatatan double entry.Sistem pencatatan double entry sering juga disebut dengan sistem tata buku berpasangan. Menurut sistem ini, pada dasarnya suatu transaksi ekonomi akan dicatat dua kali. Pencatatan dengan sistem ini disebut dengan istilah menjurnal.Dalam pencatatan tersebut, sisi debit berada disebelah kiri sedangkan sisi kredit berada disebelah kanan.Setiap pencatatan harus menjaga keseimbangan persamaan dasar akuntansi.

Peralihan Basis Kas ke Akrual Basis Basis Kas

(38)

Basis Akrual

Basis akrual adalah dasar akuntansi yang mengakui transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa tersebut terjadi (dan bukan hanya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar).Oleh karena itu, transaksi-transaksi atau peristiwa-peristiwa dicatat dalam catatan akuntansi dan diakui dalam laporan keuangan pada periode terjadinya. Basis akrual telah ditetapkan dalam SAP dan dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 untuk pemda, sehingga seluruh pemda di Indonesia sudah harus menerapkannya mulai tahun 2007.

Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 berisi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis kas menuju akrual (cash towards accrual). Dalam SAP ini, pengakuan terhadap pendapatan, belanja dan pembiayaan berbasis kas, sedangkan pengakuan terhadap asset, utang dan ekuitas dana berbasis akrual. Laporan keuangan yang dihasilkan dalam SAP ini adalah Laporan Realisasi Anggaran (LRA), neraca, laporan arus kas dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).Pemerintah menggunakan pencatatan akuntansi kas menuju akrual. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 berisi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) berbasis akrual. SAP ini mengakui pendapatan, beban, asset, utang dan ekutas dalam pelaporan keuangan berbasis akrual. Sedangkan pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam pelaporan pelaksanaan anggaran berdasarkan basis yang ditetapkan adalam APBN/APBD. Laporan keuangan yang dihasilkan dalam SAP ini adalah Laporan Realisasi Anggaran (LRA), neraca, laporan arus kas, Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), laporan operasional, laporan perubahan SAL (Saldo Anggaran Lebih) dan laporan perubahan ekuitas.

Dan dengan dasar PP No. 71 Tahun 2010, Pemerintah Daerah wajib melaksanakan pencatatan akuntansi berbasis akrual sejak Tahun 2015.

TANTANGAN DAN PERMASALAHAN

- Berisi tentang kondisi yang ada dan diharapkan

(39)

Pemerintahan Berbasis Akrual Pada Pemerintah Daerah. Persiapan yang dilakukan dengan mengadakan bimbingan teknis, menyusun aturan yang berkaitan dengan penyusunan laporan tersebut dan Sistem yang mendukung penyusunan laporan. Harapannya pada saat Peraturan tersebut diterapkan pada Tahun 2015, Sumber Daya Manusia, Sistem Akuntansi dan IT Based System yang mendukung telah siap.

- Berisi tentang Faktor penghambat dan faktor pendukung

Faktor penghambat dalam penyusunan laporan berbasis akrual pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, masih kurangnya Sumber Daya Manusia yang paham dengan Sistem Akuntansi Berbasis Akrual dan masih kurangnya pengendalian dalam penerapan Sistem Aplikasi penyusunan Laporan Keuangan.

Penyusunan Laporan Keuangan berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta didukung sepenuhnya oleh Pimpinan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan mendukung semua kegiatan yang berhubungan dengan penyusunan Laporan Keuangan. Hal ini bisa dilihat dengan dukungan anggaran untuk menggunakan system aplikasi yang terintegrasi mulai dari penganggaran, penatausahaan sampai dengan pelaporan.

6. Bidang Aset

Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah daerah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Laporan pertanggungjawaban keuangan setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas dan Catatan atas Laporan Keuangan.

(40)

daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

Aset diklasifikasikan kedalam aset lancar dan nonlancar, adapun aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan aset tak berwujud yang digunakan baik langsung untuk kegiatan pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi, dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan.

Penyusutan aset tetap adalah aset pemerintah, kecuali beberapa jenis aset tertentu seperti tanah, mempunyai masa manfaat dan kapasitas yang terbatas. Seiring dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset dilakukan penyesuaian nilai.

Selanjutnya dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta telah menindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 118 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusutan Barang Milik Daerah Berupa Aset Tetap.

d.2UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN

d.2.1 Bidang Pendapatan

(41)

meningkatkan daya saing yang kondusif. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan kemandirian daerah dari sisi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Upaya-upaya yang dilakukan guna memenuhi target pendapatan antara lain dengan :

1. Melakukan pengkajian sumber-sumber potensi pendapatan daerah bekerjasama dengan unsur akademik dan tenaga ahli;

2. Penyederhanaan sistem dan prosedur pajak dan non pajak; 3. Pembebasan sanksi administrasi berupa denda dan bunga pajak; 4. Pengoptimalan penagihan pajak daerah door to door;

5. Pelayanan pembayaran pajak secara online, bus satling, maupun event tertentu seperti pameran pembangunan maupun pasar malam sekaten.

Selain itu, dilakukan pula beberapa upaya guna peningkatan penerimaan dana perimbangan dan dana bagi hasil serta lain-lain pendapatan yang sah, di antaranya melalui :

1. Penyusunan program-program unggulan yang dapat diusulkan untuk dibiayai melalui sumber Dana Alokasi Khusus (DAK);

2. Peningkatan pendapatan dari dana bagi hasil pajak (PBB dan PPh) melalui intensifikasi dan ekstensifikasi;

3. Peningkatan akurasi data potensi sumber daya alam sebagai dasar perhitungan pembagian dalam dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah;

4. Peningkatan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan Kabupaten/Kota dalam mengoptimalkan bagi hasil dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah.

Dalam hal meningkatkan pelayanan publik khususnya wajib pajak pada pendaftaran kendaraan bermotor, pajak kendaraan bermotor dan balik nama kendaraan bermotor serta upaya untuk meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah, maka dilaksanakan beberapa inovasi melalui layanan unggulan pada 5 Kantor Pelayanan Pajak Daerah / Kantor Bersama Samsat di seluruh Daerah Istimewa Yogyakarta dan pengembangan layanan antara lain :

1. Samsat Pembantu di Sewon Bantul dan Maguwoharjo Sleman.

(42)

2. Samsat Payment Point

Merupakan layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor (pengesahan STNK Tahunan) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) yang pelaksanaannya berada pada 1 Kantor Kas dan 5 Cabang Pembantu Bank BPD DIY, yaitu : a. Kantor Kas Bank BPD Giwangan Kota Yogyakarta

b. Kantor Cabang Pembantu Bank BPD Piyungan Bantul

c. Kantor Cabang Pembantu Bank BPD Nanggulan Kulon Progo d. Kantor Cabang Pembantu Bank BPD Karangmojo Gunungkidul e. Kantor Cabang Pembantu Bank BPD Kalasan Sleman.

f. Kantor Cabang Pembantu Bank BPD Godean Sleman.

3. Samsat Corner.

Merupakan layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor (pengesahan STNK Tahunan) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) yang ditempatkan di Galeria Mall .

4. Samsat Drive Thru

Merupakan layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor (pengesahan STNK Tahunan) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) tanpa Wajib Pajak harus turun dari kendaraan, terletak di Samsat Pembantu Sewon Bantul.

5. Samsat Keliling

Merupakan layanan pembayaran pajak kendaraan bermotor (pengesahan STNK Tahunan) dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) menggunakan 5 unit Bus pada tempat-tempat strategis.

6. Samsat pada Acara Tertentu.

(43)

Dalam memberikan pelayanan publik, KPPD / SAMSAT se DIY telah memperoleh penghargaan Piala Citra Pelayanan Prima (CPP) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada tahun 2009 untuk KPPD Gunungkidul dan KPPD Bantul, sedang KPPD Kota Yogyakarta pada tahun 2012, dan pengakuan pelayanan dengan Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) dengan kategori Baik untuk 5 KPPD serta Sertifikasi ISO 9001-2008 sejak tahun 2009.

d.2.2 Bidang Belanja:

A. Upaya-upaya perbaikan yang dilaksanakan (reformasi)

Untuk mewujudkan pemerintahan yang kredibel (high performing government),

penerapan penganggaran berbasis kinerja dapat dikategorikan sebagai bagian atau salah satu elemen dari “managing for results” atau performance management. Dalam

managing for results (manajemen kinerja), digunakan informasi kinerja (pengukuran kinerja) untuk meningkatkan kinerja sektor publik. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan/kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi intansi pemerintah. Dalam hal ini, diperlukan kejelasan yang optimal tentang hasil (outcome)

yang ingin dicapai, dan hubungan dengan keluaran (output) dan aktivitas untuk mencapai hasil tersebut.

Penerapan penganggaran berbasis kinerja dalam paket managing for results, berkaitan dengan perencanaan stratejik dan target kinerja, serta pemberian reward and punishment. Penganggaran berbasis kinerja adalah proses penyusunan anggaran yang berkelanjutan, termasuk didalamnya proses umpan balik tentang kinerja yang dicapai. Oleh karena itu, pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja tidak dapat dilakukan dengan optimal tanpa ditunjang dengan penerapan insentif atas kinerja yang dicapai. Untuk itu, diperlukan mekanisme penilaian, sistem insentif dan reward and punishment, yang diterapkan sebagai pengaruh/akibat keberhasilan atau kegagalan pencapaian kinerja atas penganggaran untuk tahun berikutnya.

Gambar

TABEL 1.
Tabel 1 Proyeksi Pendapatan DIY Tahun Anggaran 2016
Tabel 2  REALISASI PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010-2014

Referensi

Dokumen terkait

Adapun perbandingan Di dalam pembagian SHU pada kedua sistem tersebut adalah jumlah sisa hasil usaha yang di bagikan kepada tiap-tiap anggota yaitu pada sistem proporsional jumlah

Hal ini dikarenakan kebutuhan daya listrik yang dihasilkan tidak menentu, ketika operator di control room menaikkan daya listrik maka control valve membuka sehingga steam

Pelayanan Pencegahan dan Penaggulangan Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif lainnya yang berbasis

TELKOM Tbk CABANG SOLO telah dilaksanakan dengan berpedoman pada Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993

Yang pertama akan disajikan adalah gambaran deskriptif tentang ketiga konstruk yang akan dianalisis dalam model prestasi belajar, yaitu self efficacy, attitude, dan

Selain itu, alasan lain kenapa bahasa Inggris juga sangat penting adalah karena bahasa ini juga bisa digunakan sebagai media untuk menyelesaikan kesalah pahaman,

Astronomi, falak dan astrologi merupakan istilah yang memiliki kedekatan dari aspek objek kajian, yakni mengkaji masalah yang berhubungan dengan benda langit

Hasil dari Evaluasi yang dilakukan pada bulan Nopember 2015 yaitu: jumlah permohonan informasi di semester I masih rendah diakibatkan PPI belum seluruhnya menginput permohonan