1
I.
PENDAHULUAN
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis
komoditas hortikultura yang memberikan andil cukup besar terhadap
keanekaragaman pangan dan kecukupan gizi masyarakat. Tanaman kentang
menghasilkan umbi yang kaya vitamin C, karbohidrat dan protein (Samadi, 2007).
Di Indonesia, tanaman kentang menjadi salah satu tanaman penunjang program
diversifikasi pangan pemerintah (Simangunsong, 2011). Menurut Badan Pusat
Statistik Indonesia (2013), produksi kentang di Indonesia meningkat dari 1.071.541
ton (2008) menjadi 1.176.304 ton (2009), namun menurun menjadi 1.176.304 ton
(2010), 955.488 ton (2011), dan mengalami peningkatan kembali menjadi 1.094.240
ton (2012).
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012) rendahnya produksi kentang
di Indonesia disebabkan belum digunakannya benih bersertifikat, bermutu, dan
harganya terjangkau oleh petani. Ketersediaan benih kentang bersertifikat nasional
saat ini baru mampu memenuhi 17% dari kebutuhan total 103.582 ton benih per
tahun (Direktorat Jenderal Hortikultura 2011). Peningkatan kebutuhan kentang akan
diikuti dengan peningkatan permintaan benih kentang baik di tingkat penangkar
benih maupun tingkat petani konsumsi di lapangan (Dianawati et al., 2013).
Inovasi untuk meningkatkan produksi kentang yang cepat dan berkualitas
sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi kentang masyarakat
Indonesia. Salah satu teknologi yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah
aeroponik (Roberto, 2003). Aeroponik merupakan teknik budidaya pertanian yang
membiarkan akar tanaman tetap tergantung di udara dan larutan nutrien diperoleh
dari nozzle yang disemprotkan dari bawah sehingga nutrien dapat ditangkap dan
diserap oleh akar tanaman (Sutiyoso, 2003).
Menurut Otazu (2010) sistem aeroponik telah dikembangkan untuk
memproduksi benih kentang yang efisien biaya dan dapat menghasilkan benih yang
berkualitas untuk dapat diakses oleh petani kecil. Menurut Sutiyoso (2003), kunci
keunggulan sistem aeroponik adalah oksigenasi dari tiap butiran kabut halus larutan
nutrien yang sampai ke akar. Selama perjalanan dari lubang nozzle hingga sampai ke
akar, butiran akan menambat oksigen dari udara sehingga proses respirasi pada akar
dapat berlangsung dengan lancar.
2
Di Indonesia, sistem aeroponik telah mulai dikembangkan, namun penelitian
lebih lanjut dan pengembangan dari sistem aeroponik ini masih sangat diperlukan
(Gunawan & Afrizal, 2009). Optimasi peningkatan pertumbuhan tanaman kentang
secara aeroponik masih sangat mungkin dilakukan karena kultivar yang berbeda
mungkin memerlukan larutan nutrien optimum yang berbeda, terutama terkait
dengan konsentrasi dan toksisitasnya (Otazu, 2010).
Berdasarkan pertimbangan tersebut diperlukan pengkajian dan pengembangan
formulasi nutrien terhadap pertumbuhan tajuk tanaman kentang kultivar granola
sehingga diharapkan ditemukan formulasi nutrien yang tepat pada sistem aeroponik
kentang. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikaji beberapa permasalahan
yaitu apakah pemberian formulasi nutrien aeroponik yang berbeda berpengaruh
terhadap pertumbuhan tajuk tanaman kentang kultivar granola dan formulasi nutrien
aeroponik yang manakah yang paling baik untuk meningkatkan pertumbuhan tajuk
tanaman kentang kultivar granola. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari
pengaruh nutrien aeroponik terhadap pertumbuhan tajuk tanaman kentang kultivar
granola dan menentukan formulasi nutrien aeroponik yang paling baik untuk
meningkatkan pertumbuhan tajuk tanaman kentang kultivar granola.