1 BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan penulis, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Perimbangan Majelis Hakim pada Tingkat 1 dalam Perkara Nomor
12/G/2013/PHI.SMG tentang upah proses ini sudah sesuai dengan
undang-Undang yang berlaku yaitu undang-Undang-undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan dan Putusan Mahkamah Konstitusi
No.37/PUU-IX/2011. yaitu Majelis Hakim memutus Pengusaha (PT.Sinarmas
Mulitifinance) untuk membayar upah proses sampai dengan Putusan
berkekuatan hukum tetap.
2. Pertimbangan Majelis Hakim pada Tingkat Kasasi dalam Perkara Nomor
40K/PDT.SUS-PHI/2014 tentang upah proses belum sesuai dengan
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena,
Majelis Hakim mendasarkan putusan upah proses pada Pasal 16
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-150/Men/2000 tentang
Penyelesaian Pemutusan Hubungan Kerja dan Penetapan Uang Pesangon.
sudah tidak lagi berlaku sejak adanya Undang-Undang No.13 Tahun 2003
2 B. Saran
Berdasarkan kesimpulan, saran sebagai berikut :
1. Majelis Hakim PHI Tingkat Kasasi
Putusan Majelis Hakim di tingkat Kasasi belum sesuai dengan
Undang-Undang yang berlaku yakni Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang ketenagakerjaan dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
37/PUU-IX/2011 tentang upah proses, Majelis Hakim tingkat Kasasi
memutuskan upah proses sebesar 6 bulan gaji berdasar Undang-Undang
yang sudah tidak lagi berlaku yaitu berdasar Pasal 16 Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Penetapan Uang Pesangon.
Karena tidak sesuai seharusnya Majelis Hakim memutus Upah proses
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
37/PUU-IX/2011 tentang upah proses sehingga putusan tersebut menghasilkan
Pengusaha membayar upah proses sampai dengan putusan berkekuatan
hukum tetap atau dengan pola putusan yang ke 4 yakni menghukum
Pengusaha membayar upah proses sampai dengan eksekusi dilaksanakan,
agar putusan pola ke 4 ini terrealisasi maka Majelis hakim perlu
melakukan pendekatan Progresif untuk memaknai keadilan dengan
melampaui ketentuan normatif yang berlaku.
2. Pengusaha
Pengusaha mempunyai itikad baik pada saat membuat perjanjian,
terutama dalam hal pembuatan Peraturan Perusahaan (PP). Pengusaha
3 (PP) sehingga perjanjian tersebut tidak merupakan penyelundupan
hukum. Serta dalam hal merancang Peraturan Perusahaan (PP),
pengusaha seharusnya mendasarkan aturan yang dibuat terhadap
Undang-undang yang berlaku yaitu Undang-Undang No.13 Tahun
2003, dimana UU No.13 tahun 2003 adalah hukum positif yang
berlaku, sehingga apabila terjadi kasus seperti yang dialami Didik
Teguh Waksito perusahaan mempunyai dasar yang kuat apabila
perusahaan melakukan tindakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Serta memberikan hak-hak yang sesuai dengan Undang-undang yang
berlaku apabila melakukan PHK terhadap pekerjanya.
3. Pekerja
Pekerja sebaiknya melakukan perundingan dengan Pengusaha secara
optimal sehingga diperoleh kesepakatran yang menggambarkan
win-win solution. Perundingan tersebut dilakukan dengan tujuan dapat
memperoleh keputusan yang optimal, yakni apabila tetap melakukan
PHK maka para buruh harus dipenuhi terlebih dahulu haknya seperti