• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PROFETIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PROFETIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 4 SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PROFETIK DALAM

PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI

SMP NEGERI 4 SALATIGA

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

Oleh

SYAIFULLAH GODI ISMAIL

NIM 111 09 106

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

6

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab:21)

(7)

7

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Keluarga besarku terutama pada ayahku Bapak Kardiyanto Godi Ismail dan

Ibuku tercinta Sakdiyah yang selalu memberi nasihat, kasih sayang,

bimbingan dan motivasi serta dukungan materi.

2. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di Himpunan Mahasiswa

Islam (HMI) yaitu Pak Fegi, Anita, Said, Pras, bang Imtihan, bang ini, Iman,

Takul, dan keluarga besar HMI Cabarg Salatiga lainnya yang selalu

memberikanku semangat berjuang dalam berorganisasi serta memberikan

banyak pelajaran yang berharga dan ilmu yang bermanfaat.

3. Teman-temanku Kampus kelas PAI D angkatan tahun 2009 yaitu Agus,

Rozak, Juliono, dan yang lainya

4. Teman-teman kelompok PPL, kelompok KKN, dan teman lainnya di IAIN

Salatiga.

(8)

8 Asslamu‟alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas

segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan

kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga

tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh

gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima

kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama

Islam (PAI).

3. Bapak Fatchurrahman,S.Ag.,M.Pd. sebagai dosen pembimbing skripsi

yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta

pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk

menyelesaikan tugas ini.

4. Ibu Dr.Muna Erawati,M.Si selaku pembimbing akademik.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak

(9)

9

6. Kepala sekolah, guru, dan siswa SMP Negeri 4 Salatiga yang telah

memberikan izin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian

di sekolah tersebut.

7. Kepada orang tuaku tercinta Bapak kardiyanto godi ismail dan Ibu

Sakdiyah serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan dan

membantu dalam bentuk moril maupun materiil untuk membiayai

penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh

kasih sayang dan kesabaran.

8. Kepada kawan-kawan seperjuangan keluarga besar Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Salatiga (pras, anita, said, sahal, takul,

istad, bang imtihan, bang indi, fegi dan yang lainnya) yang tak akan

pernah putus mencari ilmu dan selalu yakin usaha sampai.

9. Kepada teman-temanku tercinta PAI D 2009 (agus, rozaq, anwar, fegi,

faisal) serta teman-teman yang saya kenal dan yang mengenal saya,

yang tak mungkin dapat saya sebutkan semuanya yang telah

memberikan saran do‟a serta motivasinya

10.Generasi muslim, pemuda pemudi penerus cita-cita bangsa.

Oleh karenanya, penulis tak kan berarti apa-apa tanpa mereka semua, kami

ucapkan banyak terimakasih. Semoga amal perbuatan yang diberikan dengan

ikhlas, akan dihitung oleh Allah serta memperoleh balasan kebaikan dan

(10)
(11)

11 ABSTRAK

Ismail, G. Syaifullah. 2015 Implementasi Pendidikan Profetik dalam Pembelajaran pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Fatchurrahman,S.Ag, M.Pd

Kata kunci: Implementasi dan pendidikan profetik.

Latar belakang penelitian ini bertolak pada keadaan di Indonesia saat ini yang krisis moral karena masih kurangnya akan pendidikan moral dan akhlak dalam membentuk dan membangun moral serta akhlak para peserta didik. Disadari atau tidak pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada dimensi kognitif yang hanya mencetak manusia cerdas dan terampil, maka tidak heran jika terjadi krisis moral dan akhlak. Dalam pendidikan Islam pendidikan karakter merupakan pendidikan akhlak. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya pendidikan karakter atau pembentukan moral dan akhlak seperti konsep pendidikan yang di ajarkan Rasulullah. Nabi Muhammad merupakan pendidik yang paling berhasil dan menjadi suri tauladan. Dengan meneladani dan meniru pendidikan yang digunakan nabi diharapkan dapat membentuk dan membangun moral serta akhlakul karimah. Maka salah satu caranya dengan mengimplementasikan pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran agama Islam. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ; 1) Bagaimana Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?, 2) Bagaimana problematika Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?, 3) Bagaimana hasil Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?.

Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif. Sesuai dengan tema yang

peneliti bahas jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan ( field

research). Yaitu peneliti berangkat ke lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomena dalam suatu keadaan ilmiah. Pengumpulan data menggunakan wawancara/interview, dokumen dan observasi. Lokasi Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 4 Salatiga yang terlatak di Jl. Pattimura, 47 Salatiga 50711 dan subjek penelitian adalah pendidik, tenaga kependidikan dan siswa.

(12)

12

(13)

13 DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR BERLOGO... ii

HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v

MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK... xi

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Landasan Teori ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 14

F. Metode Penelitian ... 15

(14)

14

BAB II KAJIAN PUSTAKA 22

A. Pendidikan dalam Islam ... 22

1. Pengertian Pendidikan ... 22

2. Pendidikan dalam Islam ... 23

3. Dasar-dasar Pendidikan Islam ... 30

4. Tujuan Pendidikan Islam ... 34

B. Pendidikan Profetik ... 39

1. Pengertian Profetik ... 39

2. Filsafat Profetik ... 41

3. Filsafat Pendidikan Profetik ... 41

4. Pengertian Pendidikan Profetik ... 45

5. Tujuan Pendidikan Profetik ... 46

6. Materi pendidikan Profetik ... 47

7. Pendidik Pendidikan Profetik ... 50

8. Peserta didik Pendidikan Profetik ... 54

9. Metode Pendidikan Profetik ... 56

10.Media Pendidikan profetik ... 60

11.Evaluasi Pendidikan Profetik ... 62

C. Kontekstualisasi Pendidikan Profetik ... 64

1. Pendidikan Profetik menuju Masyarakat Ideal (khoirul

Ummah) .....

64

2. Pendidikan Profetik untuk Pengembangan Kebudayaan . 65

(15)

15

D. Pendidikan Profetik dalam Pendidikan Agama Islam 72

BAB III HASIL PENELITIAN... 79

A. Gambaran Umum Lokal dan Subjek Penelitian ... 79

1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 salatiga ... 79

2. Letak Geografi ... 79

3. Visi dan misi SMP Negeri 4 salatiga ... 80

4. Struktur Organisasi SMP Negeri 4 salatiga ... 81

5. Guru, karyawan dan Siswa Struktur Personalia SMP Negeri 4 salatiga ... 84 6. Situasi dan Kondisi SMP Negeri 4 salatiga ... 89

7. Ekstrakurikuler ... 90

B. Temuan Penelitian ... 92

1. Hasil Penelitian ... 92

a. Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam ... 92 b. Problematika Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam ... 97 c. Hasil Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam ... 101 BAB IV PEMBAHASAN ... 105

(16)

16

Pembelajaran pendidikan agama Islam ...

B. Problematika Implementasi pendidikan Tradisi Profetik

dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam ...

110

C. Hasil Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam

Pembelajaran pendidikan agama Islam ...

115

BAB V PENUTUP... 119

A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA 123

(17)

17

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Struktur Personalia SMP Negeri 4 salatiga ... 82

Tabel 3.2 Struktur Organisasi SMP Negeri 4 salatiga ... 83

Tabel 3.3 Data siswa SMP Negeri 4 salatiga ... 84

Tabel 3.4 Data Guru SMP Negeri 4 salatiga ... 85

Tabel 3.5 Data kualifikasi pendidikan guru SMP Negeri 4 Salatiga ... 85

Tabel 3.6 Data Karyawan SMP Negeri 4 salatiga ... 86

Tabel 3.7 Data sarana SMP Negeri 4 salatiga ... 87

Tabel 3.8 Data Prasarana SMP Negeri 4 salatiga ... 88

Tabel 3.9 Kegiatan Intrakulikuler SMP Negeri 4 salatiga ... 91

(18)

18 BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi kehidupan manusia.

Segala potensi dan bakat dapat di tumbuh kembangkan, yang diharapkan akan

dapat bermanfaat bagi diri pribadi maupun kepentingan orang banyak. Selain

itu pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang yang

mempunyai nilai penting dan strategis bagi peradaban manusia. Hampir semua

negara menempatkan pendidikan sebagai suatu hal terpenting dan utama dalam

membangun suatu bangsa dan negara. Di Indonesia sendiri hal ini jelas sudah

tercantum dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang menegaskan bahwa

salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah untuk ikut mencerdaskan

kehidupan bangsa yaitu melalui pendidikan. Serta dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara

Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk

mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3)

memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu

sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta

akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur

dengan undang-undang.

Menurut Ahmad Makki dalam bukunya karya Jamal Ma‟mur Asmani

(19)

19

akan maju pula bangsa itu. Sebaliknya, ketika pendidikan disuatu bangsa

tidak berkembang, maka dapat dipastikan bangsanya akan terbelakang.

Pendidikan di Indonesia sudah berjalan sekian puluh tahun sejak

kemerdekaannya dan selama itu pula terdapat perkembangan pendidikan di

Indonesia. Tetapi jika disadari pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada

dimensi kognitif yang mencetak manusia-manusia yang cerdas, terampil dan

mahir yang melahirkan manusia yang berkepribadian dan integritas.

Kurangnya pengejawantahan dimensi afektif dan psikomotorik dalam sistem

pendidikan menjadikan krisis identitas serta hilangnya Nilai-nilai luhur yang

melekat pada bangsa Indonesia, seperti kejujuran, kesantunan, kesopanan,

hormat pada orang lain , religius dan kebersamaan. Hal ini menjadi

keprihatinan kita semua sebagai warga negara Indonesia.

Masifikasi gelombang modernitas telah membawa siapapun termasuk

dunia pendidikan untuk hanyut mengikuti mainstream dengan melakukan

penyesuaian-penyesuaian agar tidak teraleniasi. Dalam keadaan seperti ini

hegemoni konsep-konsep pendidikan ala barat sulit untuk dihindari, yang mana

memarginalkan konsep-konsep dan ajaran lokal yang syarat akan nilai-nilai

moral. Adanya problematika internal dalam sektor pendidikan serta hilangnya

orientasi untuk memberikan pencerahan dan membentuk jati diri bangsa

menjadikan kesinambungan program-program pendidikan belum bisa berjalan

mulus. Ditambah dengan perubahan politik di negara ini karena adanya

kebijakan-kebijakan baru pada setiap pergantian menterinya. Munculnya

(20)

20

menjadikan adanya materialisasi pendidikan yang sudah mulai menggejala dan

menggeser ideologi pendidikan yang telah dicita-citakan bangsa Indonesia

yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa membedakan status sosial.

Kurikulum seakan disusun dan diorientasikan untuk mampu mendapatkan

pekerjaan yang dibungkus dengan baju modernitas. Kemudian adanya

dikotomi ilmu pendidikan antara ilmu pengetahuan umum dan agama

memunculkan problematika tersendiri. Hal itu menjadikan pembagian dalam

hal pembelajaran nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu umum dan agama

sehingga dalam mengembangkan nilai-nilai moral yang terdapat di dalamnya

menjadi kurang maksimal.

Dunia pendidikan dituntut perannya untuk kembali memurnikan arah

perjalanan bangsa. Dunia pendidikan akan berada pada kondisi

dilematis-kontradiktif karena adanya tuntutan modernitas sekaligus sebagai tuntutan

peran untuk selalu menjaga nilai-nilai moral. Sementara dunia pendidikan

berada dalam paradoks, disuatu sisi ingin menanamkan dan mengajarkan

nilai-nilai moral namun pada sisi lain justru institusi atau lembaga pendidikan

mencerminkan praktek-praktek pendidikan yang menyimpang dari niliai-nilai

moral dan identitas bangsa. Pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia

dan pengembangan potensi serta bakat yang harus diubah orientasinya untuk

memberikan kesempatan kepada anak didik untuk berkembang dalam tiga

ranah yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Pendidikan haruslah

menanamkan dan mengembangkan karakter individu dan nilai-nilai

(21)

21

akhlak serta mengembalikan makna “pendidikan” bukan hanya sekedar

“pengajaran”. Penggunaan metode-metode pendidikan yang mengedepankan

keteladanan dan memberikan kesempatan peserta didik untuk

mengaktualisasikan nilai-nilai yang diajarkan.

Pendidikan sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya

mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem

pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk

memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia

yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman

yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu

manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan

nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam

pembangunan bangsa dan karakter. Dengan adanya penanaman dan

pengembangan karakter bagi setiap peseta didik atau individu dalam sistem

pendidikan maka diharapkan akan menciptakan manusia yang berkualitas yang

mampu beradaptasi dengan zaman.

Dengan berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya sebuah pendidikan

karakter. Pada hakikatnya pendidikan karakter adalah sebuah perjuangan bagi

setiap individu untuk menghayati kebebasan dalam hubungan mereka dengan

(22)

22

yang unik dan khas serta memiliki integritas moral yang dapat

dipertanggungjawabkan. Lebih lanjut pendidikan karakter juga terkait dengan

tiga matra pendidikan yaitu pendidikan individual, pendidikan sosial dan

pendidikan moral. Melalui tiga matra pendidikan tersebut merupakan kondisi

dinamis dari struktur antropologi individu. Pendidikan karakter dalam arti

demikian itu menurut Amin dalam Etika (1989) adalah pendidikan yang sejak

lama telah diperjuangkan oleh para filusuf, bahkan para rosul utusan Tuhan.

Yaitu pendidikan karakter yang bersifat integral, holistik, dinamis,

komprehensif dan terus menerus hingga terbentuk sosok manusia yang terbina

seluruh potensi dirinya serta memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk

mengekspresikannya dalam seluruh aspek kehidupan.

Untuk mewujudkan visi misi dan tujuan tersebut pendidikan karakter

membutuhkan dukungan salah satunya dari pendidikan agama. Dalam pada itu

pendidikan agama memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter dan

berperan penting dalam hal mempersatukan diri manusia dengan realitas

tertinggi yaitu Tuhan Sang Pencipta. Pendidikan karakter yang ditopang salah

satunya oleh pendidikan agama membantu peserta didik untuk tumbuh secara

lebih matang dan lebih baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial

dalam kontek kehidupan bermasyarakat. Namun hal tersebut juga harus

didukung dengan upaya yang disertai dengan keteladanan dari seluruh

komponen yang terlibat dalam pendidikan (terutama guru), lingkungan dan

(23)

23

Pendidikan karakter di dalam pendidikan Islam disebut juga dengan

pendidikan akhlak mulia. Secara normatif-teologis merupakan sebuah agenda

dan misi utama bagi setiap agama. Secara yuridis ajaran akhlak mulia secara

eksplisit tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional. Jika dilihat secara historis pendidikan akhlak mulia

merupakan respon terhadap adanya kemerosotan akhlak pada masyarakat.

Lahirnya agama Islam di mekkah dan berkembang di madinah merupakan

sampling yang representative tentang perlunya agama ini membentuk akhlak

masyarakat. Hal itu terjadi karena keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam

menetapkan kebijakan, strategi, taktik dan hal lainnya (Abuddin , 2012: 210).

Pendidikan Islam sendiri merupakan sebuah pembentukan kepribadian

seorang muslim. Pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan

sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan. Disegi lain pendidikan

Islam tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga praktis yang mana pendidikan

Islam mengajarkan pendidikan iman dan amal. Secara historis Islam dibawa

oleh Nabi Muhammad SAW yang kemudia disebarkan ke mekkah atau Islam

diajarkan di mekkah, yang tadinya menyembah berhala, musyrik, dan sombong

dengan usaha dan kegiatan Nabi mengajarkan Islam kepada mereka, lalu

tingkah laku mereka berubah menjadi penyembah Allah, menjadi mukmin,

muslim dan menghormati orang lain. Mereka telah berkepribadian mukmin

sebagaimana yang dicita-citakan Islam. Dengan itu Nabi telah mendidik,

membentuk kepribadian yaitu kepribadian muslim dan Nabi SAW sekaligus

(24)

24

oleh pemeluknya diakui sebagai pandangan hidup dalam aktivitas sehari-hari,

mensejajarkan pendidikan pada posisi yang sangat strategis. Pendidikan versi

Islam tidak hanya sebagai penentu segala-galanya bagi vested interested

(kepentingan) manusia di dunia, melainkan menjangkau kepentingan manusia

masa depan yang esensial di akhirat kelak.

Di dalam Islam dan dalam pendidikan Islam khususnya, secara tidak

langsung telah berupaya untuk mengajarkan dan menanamkan pendidikan

karakter atau akhlak mulia yaitu membentuk kepribadian seorang muslim

sebagaimana cita-cita Islam yang berdasarkan pada nilai-nilai Al-Qur‟an dan

sunnah yang berdialoq secara kontinu dengan tradisi dan budaya setempat.

Pendidikan karakter atau pendidikan akhlak mulia merupakan bagian dari

pendidikan Islam yang sudah ada sejak 15 abad yang lalu. Ajaran Islam yang

berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan

hidup perorangan dan bersama maka pendidikan Islam adalah pendidikan

individu dan pendidikan masyarakat. Semua orang yang bertugas mendidik

adalah para nabi dan rosul, selanjutnya para ulama dan cerdik pandailah

sebagai penerus tugas dan kewajiban mereka (Zakiah Darajat, 2012: 20). Telah

disebutkan sebelumnya bahwa Nabi Muhammad merupakan pendidikan yang

(25)

25

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan

yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab:21)

Maka perlunya pendidikan Islam dalam hal ini pendidikan karakter atau

akhlak untuk filter dan tameng bagi adanya kemajuan teknologi khususnya

teknologi komunikasi dan informasi yang dikuasai barat yang menjadikan

kekalahan beruntun secara sosial, politik, ekonomi, dan budaya, komunitas

muslim merasa kelimpungan dengan reaksi yang beragam. Diakui bahwa hal

ini disebabkan karena masih ada beberapa hambatan dalam pendidikan agama

Islam. Karena terjadinya pengadopsian pendidikan barat untuk

mengembangkan pendidikan muslim. Yang terjadi adalah pendidikan modern

(barat) plus pendidikan agama Islam untuk peserta didik muslim dan bukan

yang dikonstruk berdasarkan nilai-nilai Islam yang dikembangkan dalam teori

dan keilmuan Islam.

Pendidikan akhlah mulia yang terdapat dalam pendidikan agama Islam

saat ini telah terdikotomi oleh pendidikan nasional. Terlebih yang terdapat di

lembaga pendidikan umum (SD, SMP dan SMA). Mengamati pendidikan

agama Islam di Indonesia dari masa ke masa, tergambar jelas bahwa

pendidikan agama Islam merupakan bagian yang terpisah dari sistem

pendidikan nasional. Bahkan saat ini pendidikan Islam di Indonesia sedang

menghadapi berbagai persoalan dan hambatan dalam berbagai aspek, terutama

masalah orientasi pendidikan itu sendiri, dengan kata lain masih belum

(26)

26

berbentuk pembelajaran sebagai upaya menciptakan manusia yang mandiri dan

profesional. Mengingat bahwa pendidikan agama Islam merupakan kebutuhan

dasar bagi setiap muslim, maka pendidikan agama Islam harus selalu ditumbuh

kembangkan secara sistematis oleh setiap umat Islam dimanapun. Berangkat

dari karangka ini, pendidikan agama Islam haruslah selalu senantiasa

mengorientasikan diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul

dalam kehidupan sehari-hari sebagai konsekuensi logis dari perubahan.

Kurangnya pembelajaran pendidikan agama Islam dalam lembaga pendidikan

umum menghambat pembentukan manusia ideal (seorang muslim) yang siap

dengan agenda globalisasi dan modernisasi yang terjadi. Lembaga pendidikan

umum tidak berfokus kepada pendidikan agama, hal ini berbeda dengan

lembaga pendidikan agama yang fokus pendidikannya adalah keagamaan.

Kurangnya jam pembelajaran pendidikan agama Islam dalam pendidikan

umum misalnya yang hanya 3 jam setiap minggu, maka perlu adanya strategi

untuk memberikan bekal tentang pendidikan agama di pendidikan umum.

Strategi dalam sistem pembelajarannya, metodenya, maupun dalam hal konsep

pembelajarannya. Seperti penggunaan pendidikan profetik, yaitu dengan proses

pengetahuan dan nilai yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada tuhan.

Dengan adanya strategi dalam hal pembelajaran pendidikan agama Islam maka

mampu untuk mencetak manusia-manusia keseimbangan dalam pandangan

hidupnya serta memiliki penguasaan atau pengetahuan keagaaman untuk bekal

(27)

27

Ditetapkanya SMP Negeri 4 Salatiga sebagai tempat penelitian, karena

adanya strategi dan upaya-upaya yang digunakan Sekolah Menengah Pertama

ini dalam hal menumbuhkan pendidikan keagamaan Islam terhadap peserta

didiknya. Secara geografis yang terletak di pusat kota Salatiga, berada pada

pusat jalur ekonomi Salatiga. Dalam hal pendidikan keteladanan yang

ditumbuhkan oleh pihak sekolah dalam kesehariannya di lingkungan sekolah,

seperti adanya sholat berjama‟ah dan kegiatan keIslaman untuk peserta didik.

Berangkat dari hal tersebut, maka penulis mengajukan judul dalam

penelitian ini adalah: “ IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PROFETIK

DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Di SMP

NEGERI 4 SALATIGA PADA TAHUN PELAJARAN 2014-2015”.

B.RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan judul skripsi diatas, maka ada sejumlah permasalahan yang

penulis ajukan untuk dicari jawabannya. Sejumlah masalah tersebut dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga?

2. Apa problematika yang muncul dalam implementasi Pendidikan Profetik

dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga?

3. Bagaimana hasil Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran

(28)

28 C.TUJUAN PENELITIAN

Sejalan dengan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran

Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga

2. Untuk mengetahui problematika yang muncul dalam implementasi

Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP

Negeri 4 Salatiga

3. Untuk mengetahui hasil Implementasi Pendidikan Profetik dalam

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga

D.LANDASAN TEORI

1. Pendidikan Profetik

Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa yunani

paedagogie yang berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti

“pergaulan dengan anak-anak”. Sedangkan orang yang tugasnya

membimbing atau mendidik alam pertumbuhannya agar dapat berdidi

sendiri disebut paedgogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos

(anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).

Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai

“ usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak

-anak untuk membimbing/memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya

ke arah kedewasaan”. Atau dengan kata lain, pendidikan ialah “bimbingan

(29)

29

dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi

diri sendiri dan masyarakatnya.”

Sedangkan Profetik dari kata prophetic yang berarti kenabian atau

berkenaan dengan nabi. Kata dari bahasa inggris ini berasal dari bahasa

yunani “prophetes” sebuah kata benda untuk menyebut orang yang

berbicara awal atau orang yang memproklamasikan diri dan berarti juga

orang yang berbicara masa depan. Profetik atau kenabian disini merujuk

pada dua misi yaitu seseorang yang menerima wahyu, diberi agama baru,

dan diperintahkan untuk mendakwahkan pada umatnya disebut rasul

(messenger), sedang seseorang yang menerima wahyu berdasarkan agama yang ada dan tidak diperintahkan untuk mendakwahkannya disebut nabi

(Prophet).

Nabi (Prophet) yang menjadi acuan dalam pendidikan profetik

adalah Nabi Muhammad SAW yang mana sebagai suri tauladan dan

sebagai pendidik yang hebat. Nabi Muhammad SAW menyebarkan dan

mengajarkan islam di mekkah yang tadinya kondisi mereka menyembah

berhala, musyrik, dan sombong, maka dengan usaha dan kegiatan Nabi

mengajarkan Islam kepada mereka, lalu tingkah laku mereka berubah

menjadi penyembah Allah, menjadi mukmin, muslim dan menghormati

orang lain. Mereka telah berkepribadian mukmin sebagaimana yang

dicita-citakan Islam. Dengan itu Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian

yaitu kepribadian muslim dan Nabi SAW sekaligus menjadi pendidik yang

(30)

30

ketauladanan kepada ummatnya. Hal inilah yang menjadikan nabi

Muhammad menjadi acuan Profetik atau kenabian dalam hal pendidikan.

Jadi, Pendidikan Profetik adalah proses transfer pengetahuan

(knowledge) dan nilai (values) kenabian yang bertujuan untuk membangun akhlak, moral serta mendekatkan diri kepada Tuhan dan alam sekaligus

memahaminya untuk membangun komunitas sosial yang ideal (khairul

ummah). Serta tercapainya intelektual, emosional, akhlak dan moral peserta didik yang dapat berkembang secara utuh.

2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

pengetahuan, kebiasaan dan tingkah laku, belajar juga diartikan sebagai

pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari instruksi (Syaiful Bahri,

2002:22).

Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan anak didik

(santri). Dalam definisi ini terkandung makna bahwa dalam pembelajaran

tersebut ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode

atau strategi yang optimal untuk mengapai hasil pembelajaran yang

diinginkan dalam kondisi tertentu (Muhaimin, 2003:82).

Menurut Muhammad Fadhil Al Jamaly sebagaimana dikutip

Muhaimin dan Abdul Mujib, bahwa pendidikan Islam adalah upaya

mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju

(31)

31

terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik berkaitan dengan akal,

perasaan maupun perbuatan (S.M. Ismail, 2008: 35).

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam

menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menghayati

hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan

ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan hadist

(Abdul Majid & Dian Andatani, 2004: 7).

Jadi pengertian pembelajaran pendidikan Agama Islam adalah

upaya membelajarkan siswa secara sadar dan terencana dalam menyiapkan

peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menghayati hingga

mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran

agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits,

melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan

pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan berdasarkan kondisi

pembelajaran yang ada.

3. Implementasi pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam

Implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan. Jadi, penerapan

pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Maka,

pendidikan dibangun dan dikembangkan dalam keluarga dan masyarakat

memiliki tradisi dan budaya akademik yang kondusif dalam keluarga dan

lingkungan sosial. Tradisi dan budaya edukatif atau akademik ini secara

(32)

32

simbol-simbol agama dalam mentransfer ilmu, teknologi dan seni kepada

siapapun. Tradisi dan budaya profetik yang sudah terbangun kokoh bahkan

diluar kesadaran akan menggulirkan semangat keilmuan yang tinggi.

Komitmen profetik yang berlangsung lama akan membetuk tradisi dan

dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan pilar pendidikan profetik

yang akan menghasilkan tradisi dan lingkungan yang sehat.

E.MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberi tawaran dan

sumbangan pemikiran bagi perkembangan pendidikan di Indonesia dalam

mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang siap untuk

menghadapi tantangan zaman dan modernisasi, dan juga dengan ini diharapkan

dapat membentuk individu berkarakter yang dapat beradaptasi dengan

perkembangan zaman dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai. Serta

memberikan konsep pendidikan Islam dalam membentuk dan mengembangkan

potensi intelektual, emosional, spiritual, akhlak dan moral secara utuh.

Sedangkan secara dimensi praktis tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan menemukan sebuah pola pendidikan Islam sebagai

pengembangan diri manusia dalam membentuk manusia sempurna menurut

Islam yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan Alam

sekaligus untuk memahaminya. Hal tersebut menjadi kerangka acuan dalam

pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia yang dikemas dalam

(33)

33

adanya dikotomi pendidikan yang terjadi dalam pendidikan umum dan

pendidikan agama.

F. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode

penelitian Kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini disebut juga sebagai

metode artistik, karena proses penelitiannya lebih bersifat seni (kurang terpola),

dan disebut juga sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih

berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.

metode ini digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah

(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai

instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara tringulasi

(gabungan), analisis data bersifat induksi/kualitatif, dan hasil penelitian

kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi(Sugiyono, 2014:13).

Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (2003) adalah tradisi tertentu

dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada

pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan

dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya (J. Moeleong,

2003:3).

Penulis menggunakan pendekatan kualitatif ini berdasarkan beberapa

pertimbangan yang pertama, karena dari judul skripsi ini hanya mengandung

satu variabel. Kedua, dari rumusan masalah yang penulis angkat dalam skripsi

(34)

34

metode kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak

penajaman pengaruh bersama terhadap pola – pola nilai yang dihadapi.

Dengan demikian, peneliti dapat memilah – milah sesuai dengan fokus

penelitian yang telah tersusun dan dapat mengenal lebih dekat menjalin

hubungan dengan Subjek penelitian ( Responden ) serta berusaha memahami

keadaan Subjek dalam penggalian info atau data yang diperlukan. Maka

Penelitian ini penulis arahkan untuk mendapatkan gambaran mendalam tentang

implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam di SMP Negeri 4 Salatiga tersebut.

Sesuai dengan tema yang peneliti bahas jenis penelitian yang digunakan

adalah penelitian lapangan ( field research). Yaitu peneliti berangkat ke

lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomena dalam suatu

keadaan ilmiah ( (J. Moeleong, 2006:26). Alasan peneliti menggunakan jenis

penelitian ini adalah peneliti bermaksud untuk melakukan analisis secara

mendalam dibantu dengan data empiris yang diperoleh di lapangan sesuai

dengan teori yang relevan yang pada akhirnya bisa melakukan simpulan.

2. Lokasi dan Subjek penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di SMP Negeri 4 Salatiga yang terlatak di

Jl. Pattimura, 47 Salatiga 50711.

Adapun Subjek penelitian adalah komponen pendidikan meliputi :

kepala sekolah, pengajar, karyawan dan siswa.

3. Teknik Pengumpulan Data

(35)

35

Nasution (1988) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua

ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data,

yaitu dakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.

Marshal (1995) menyatakan bahwa, melalui observasi peneliti belajar

tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut( Sugiyono, 2014:309).

Susan Stainback (1988) menyatakan, dalam observasi partisipatif

peneliti mengamati apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam

aktivitas mereka. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan

sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai

sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut

melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan

suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh

akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari

setiap perilaku yang tampak.

Dengan observasi kita dapat secara langsung terjun kedalam objek

penelitian. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan KBM, situasi

di sekolah dan pendidik. Dalam observasi di SMP Negeri 04 Salatiga

selain melakukan pengamatan juga ikut ambil bagian dalam melaksanakan

aktifitas pendidikan di lingkungan sekolahan. Selain itu juga berpartisipasi

dalam pembelajaran, seperti : ikut mengajar dan mengikuti proses

pembelajaran pendidikan Islam.

(36)

36

Esterberg (2002) mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua

orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga

dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik. Wawancara digunakan

sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi

juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

mendalam.

Wawancara dalam penelitian ini menggunakan jenis wawancara semi

terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan

permasalahan lebih terbuka, dimana fihak yang diajak wawancara diminta

pendapat, dan ide-idenya. (Sugiyono, 2014:318).

c. Dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen

bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari

seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dalam penggunaan

metode observasi dan wawancara dalam penelitian. Hasil penelitian dari

observasi atau wawancara, akan lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau

didukung oleh adanya dokumen. Pengumpulan dokumen yang berkaitan

dengan objek penelitian yaitu berupa buku sejarah, buku profil sekolah,

pajangaan struktur, buku informasi pendataan siswa dan guru, kurikulum

(37)

37

d. Triangulasi

Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang ada. Triangulasi berguna untuk

mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu

mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumulan data dan

berbagai sumber data (Sugiyono, 2014:327). Pengumpulan data diambil

dengan teknik yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber

yang sama. Adanya observasi, kemudian dilanjutkan dengan wawancara

yang mendalam serta pengumpulan dokumentasi untuk sumber data yang

sama dan melakukan wawancara atau pengumpulan data pada beberapa

sumber data yang berbeda.

4. Teknis Analisi Data

Bogdan menyatakan tentang analisis data kualitatif sebagai proses

mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah

difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis

data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan kedalam

unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang

penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat

diceritakan kepada orang lain. Susan Stainback, mengemukakan bahwa

analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian kualitatif.

(38)

38

sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi (Sugiyono,

2014:332).

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.

Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama

proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data (Sugiyono,

2014:333). Peneliti melakukan analisis data terlebih dahulu sebelum

memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi

pendahuluan atau data sekunder untuk menentukan fokus penelitian. Fokus

penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah

peneliti masuk dan selama di lapangan. Analisis data dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam

wakttu tertentu. Pada saat wawancara analisis sudah dilakukan terhadap

jawaban dari hasil wawancara. Setelah data diperoleh cukup banyak dan

dicatat secara teliti dan rinci, maka dilanjutkan dengan mereduksi data.

Dengan merangkum memilih dan memfokuskan pada hal-hal yang penting,

dicari tema dan polanya. Dengan demikian data akan memberikan gambaran

yang jelas dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya. Langkah selanjutnya adalah penyajian data atau mendisplaykan

data yang menjadikan data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan,

sehingga akan semakin mudah dipahami. Penyajian data menggunakan teks

bersifat naratif (Sugiyono, 2014:333). Langkah terakhir adalah penarikan

(39)

39

bersifat sementara dan bisa berubah. Apabila pengumpulan data valid dan

konsisten maka kesimpulannya kredibel.

G.SISTEMATIKA PEMBAHASAN

Sistematika pembahasan dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari 5 (lima)

BAB, yaitu :

BAB I : Bab I ini, berisi pendahuluan yang didalamnnya akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teori, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : Dalam Bab II, berisi kajian teori yang didalamnya akan dipaparkan tentang pengertian Pendidikan Profetik, Sistem Pendidikan Profetik

dan Implementasi Pendidikan Profetik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam.

BAB III : Bab III berisi laporan hasil penelitian yang didalamnya akan diuraikan tentang gambaran umum SMP Negeri 4 Salatiga, gambaran

pembelajaran Pendidikan Islam di SMP Negeri 4 Salatiga, Konsep Pendidikan

Profetik yang diterapkan di SMP Negeri 4 Salatiga. Dan implementasi

pendidikan Profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP

Negeri 4 Salatiga.

BAB IV : Bab IV berisi Hasil penelitian yang berupa deskripsi hasil penelitian, temuan hipotesis dari penelitian dan hasil pengujian Hipotesis

mengenai implementasi pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan

(40)

40

(41)

41 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.PENDIDIKAN DALAM ISLAM

1. Pengertian pendidikan

Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani paedagogie yang

berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak

-anak”. Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau mendidik alam

pertumbuhannya agar dapat berdidi sendiri disebut paedgogos. Istilah

paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).

Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai “ usaha yang

dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk

membimbing/memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah

kedewasaan”. Atau dengan kata lain, pendidikan ialah “bimbingan yang

diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam

pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri

dan masyarakatnya.”

John Dewey mengartikan pendidikan sebagai organisasi pengalaman

hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup. Sementara itu, Komisi

Nasional Pendidikan mendefinisikan pendidikan adalah usaha nyata

menyeluruh yang setiap program dan kegiatannya selalu terkait dengan tujuan

(42)

42

Meski berawal dari akar kata yang sama, tetapi pemberian makna terhadap

istilah pendidikan begitu beragam. Perbedaan itu secara prinsip dikarenakan

tujuan pendidikan yang ingin dicapai berbeda-beda (beragam) pada setip

masanya, serta amat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan geografis,

apalagi, pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang bercorak teoritis dan praktis

(Armai, 2007:16).

2. Pendidikan dalam Islam

Dari sudut pandang manusia, pendidikan ialah proses sosialisasi, yakni

memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam

kehidupan. Sosiologi Emile Durkheim dalam karyanya, Education and

Sociology (1956) mengatakan bahwa pendidikan merupakan produk manusia

yang menetapkan kelanggengan kehidupan manusia itu sendiri, yaitu mampu

konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan. Nabi SAW

bersabda : “Didiklah anakmu-anakmu, sesungguhnya mereka diciptakan untuk

zamannya, dan bukan untuk zamanmu”. Jadi pendidikan harus berorientasi

masa depan dan futuristik (Khoiron Rosyadi, 2004:137).

Ahmad D. Marimba memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai

program bimbingan sunyek pendidikan (guru, pendidik) kepada objek

pendidikan (murid) dengan bahan materi tertentu, dalam jangka waktu tertentu,

dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah

terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam. Menurut

Yusuf Qardhawi, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal

(43)

43

Menurut Muyazin Arifin, hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang

dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing

pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui

ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembengannya

( Armai, 2007:18).

Secara estimologis, pengertian pendidikan Islam digali dari Al-Qur‟an dan

Hadist sebagai sumber pendidikan Islam. Menurut Muhammad Fadhil Al

Jamaly sebagaimana dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib, bahwa pendidikan

Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia

lebih maju berlandaskan nili-nilai yang tertinggi dan kehidupan yang mulia,

sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik berkaitan dengan akal,

perasaan maupun perbuatan (S.M. Ismail, 2008:35)

Pengertian pendidikan seperti yang lazim dipahami sekarang belum

terdapat di zaman Nabi. Tetapi usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi

dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran,

memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberikan motivasi, dan

menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan

pribadi muslim itu, telah mencakup arti pendidikan dalam pengertian sekarang.

Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita

harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam

bahasa tersebut. Kata “Pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam

bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah”, dengan kata kerja “Rabba”. Kata

(44)

44

“ „allama”. Pendidikan dan Pengajaran dalam bahasa arabnya “Tarbiyah wa ta‟lim”, sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah

“Tarbiyah Islamiyah” (Zakiyah Daradjat, 2012:25).

Dalam konteks pendidikan Islam, kita mengenal terminologi pendidikan

Islam sebagai Al-Ta‟dib, Al-Ta‟lim dan Al-Tarbiyah. Sejak dekade 1970-an,

sering terjadi diskusi berkepanjangan berkenaan dengan persoalan apakah

Islam itu memiliki konsep pendidikan atau tidak. Dalam bahasan berikut kita

akan menjernihkan dan mencoba mempertajam ketiga istilah tersebut sebagai

terminologi pendidikan Islam (Khoiron Rosyadi, 2004:138).

a. Al-Ta‟dib

Adab adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh, disiplin yang menegaskan

pengenalan dan pengakuan tempat yang tepat dalam hubungannya dengan

kemampuan dan potensi jasmaniah, intelektual dan ruhaniah, pengenalan dan

pengakuan akan kenyataan bahwa ilmu dan wujud ditata secara hirarkis sesuai

denagn berbagai tingkat dan derajat.

Bagi Al-Attas konsep ta‟dib untuk pendidikan Islam adalah lebih tepat

dari at-Tarbiyah dan at-Ta‟lim. Sementara Dr.Fatah Abdul Jalal beranggapan

sebaliknya karena yang lebih sesuai menurutnya justru al-Ta‟lim. Menurut

Al-Attas, pendidikan adalah beban masyarakat. Penekanan pada adab yang

mencakup amal dalam pendidikan dan proses pendidikan adalah untuk

menjamin bahwasanya ilmu („ilm) dipergunakan secara baik di dalam

(45)

45

sebagaimana didefinisikan disini, sudah mencakup ilmu dan amal. Simaklah

sabda Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut :

dari ibnu mas‟ud: Tuhanku telah mendidikku, dan dengan demikian

menjadikan pendidikanku yang terbaik (HR.Ibnu Mas‟ud) (Al-Suyuthi, jamius Shaghir I:14)

Terjemahan addaba dalam hadist di atas sebagai “ mendidik” yang menurut

Ibnu Manzhur merupakan padanan kata „allama, dan yang oleh al-Zajjaz

dikatakan sebagi cara Tuhan mengajar NabiNya. Mashdar addaba adalah

Ta‟dib yang diterjemahkan sebagai “pendidikan” dan dapat rekanan

konseptualnya di dalam istilah Ta‟lim.

Dengan jelas dan sistematik, Al-Attas menurunkan penjelasan sebagai

berikut :

1) Menurut tradisi ilmiah bahasa Arab, istilah ta‟dib mengandung tiga

unsur: pembangunan iman, ilmu dan amal.

2) Dalam hadis Nabi SAW terdahulu secara eksplisit dipakai istilah ta‟dib

dari addaba yang berarti mendidik. Cara Tuhan mendidik Nabi, tentu

saja mengandung konsep pendidikan yang sempurna.

3) Dalam kerangka pendidikan, istilah ta‟dib mengandung arti : ilmu,

pengetahuan dan pengasuhan yang baik.

4) Dan akhirnya,Al-Attas menekankan pentingnya pembinaan tatakrama,

sopan-santun, adab dan semacamnya, atau secara tegas, akhlak yang

terpuji yang hanya terdapat dalam istilah ta‟dib.

(46)

46

Menurut Abdul Fatah Jalal, proses ta‟lim justru lebih universal

dibandingkan proses tarbiyah. Untuk menjelaskan pendapat ini, jalal memulai

uraiannya dengan menjelaskan tingginya kedudukan ilmu (pengetahuan) dalam

Islam. Ia mengutip Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 30-34. Menurut jalal,

dalam ayat-ayat itu terkandung pengertian bahwa kata ta‟lim jangkauannya

lebih jauh, serta lebih luas dari pada kata tarbiyah. Kemudian Jalal mengutip

ayat 151 surah Al-Baqarah, yang menurut jalal berdasarkan ayat itu dapat

diketahui bahwa proses ta‟lim lebih universal dibandingkan dengan proses

tarbiyah. Sebab ketika mengajar bacaan Al-Qur‟an kepada kaum muslimin, Rosul SAW tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca,

tetapi membaca dengan perenungan yang berisi pemahaman, tanggung jawab

dan amanah.

Jadi, berdasarkan analisis di atas itu Jala menyimpulkan bahwa menurut

Al-Qur‟an, ta‟lim lebih luas dari tarbiyah. Berbeda dengan Al-Attas, Jalal tidak

membandingkan dengan ta‟dib. Selanjutnya, Jalal menjelaskan bahwa ta‟lim

tidak berhenti pada pengetahuan yang lahiriah, juga tidak sampai pada

pengetahuan taklid. Akan tetapi ta‟lim mencakup pula pengetahuan teoritis,

mengulang kaji secara lisan dan meyeluruh melaksanakan pengetahuan itu.

Ta‟lim mencakup pula aspek-aspek pengetahuan, juga ketrampilan yang

dibutuhkan dalam kehidupan serta pedoman berperilaku.

c. Al-Tarbiyah

Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, At-Tarbiyah adalah lebih tepat

(47)

47

menguraikan secara sistematik semantik, lafal at-Tarbiyah yang (dianggap)

berasal dari tiga kata sebagai berikut :

1) Raba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat

dilihat dalam Al-Qur‟an surah Al-Rum ayat 39.

2) Rabiya-yarbu denagn wazan, Khafiya-yakhfa yang berarti, menjadi

besar.

3) Rabba-yarabbu dengan wazan madda-yamuddu, berarti memperbaiki,

menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.

Imam Al-Baidhawi mengatakan, makna asal al-Rabb adalah al-Tarbiyah,

yaitu menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna. Al-Raghib

Al-Asfahani menyatakan, makna asal al-Rabb adalah al-tarbiyah, yaitu

memelihara sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna.

Dari ketiga istilah tersebut, Abdurrahman an-Nahwali, menyimpulkan

bahwa pendidikan (al-tarbiyah) terdiri atas empat unsur: pertama, menjaga dan

memelihara fitrah anak menjelang baligh. Kedua, mengembangkan seluruh

potensi dan kesiapan yang bermacam-macam. Ketiga, mengarahkan

keseluruhan fitrah dan potendi ini menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan

yang layak baginya. Dan keempat, proses ini dilaksanakan secara bertahap

sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Baidhawi dan Al-Raghib, dengan sedikit

demi sedikit hingga sempurna.

Tumpang tindih pemakaian dan pemahaman istilah di atas sebenarnya tidak

perlu terjadi, jika konsep yang dikandung ketiga istilah tersebut diaplikasikan

(48)

48

kekurangan dalam masing-masing istilah yang kemudian perlu dirumuskan dan

diantisipasikan untuk lebih mencerminkan konsep dan aktivitas pendidikan

Islam, sehingga dalam lapangan praksis operasional akan menjadi sebagai

berikut :

1) Istilah tarbiyah kirannya bisa disepakati untuk dikembangkan mengingat

kandungan istilah tersebut lebih mencakup dan lebih luas dibanding

kedua istilah lainnya.

2) Dalam interaksi edukatif, konsep ta‟lim bagaimanapun juga tidak bisa

diabaikan, mengingat salah satu metode mancapai tujuan tarbiyah

adalah dengan melalui proses ta‟lim, dan,

3) Keduanya, baik tarbiyah maupun ta‟lim, harus lebih mengacu pada

konsep ta‟dib dalam perumusan arah dan tujuan aktivitasnya, tetapi

dengan modifikasi tertentu, sehingga tujuan tidak sekedar dirumuskan

dengan kata-kata singkat “fadilah”, tetapi rumusan tujuan pendidikan

Islam yang lebih memberikan porsi utama pengembangan pada

pertumbuhan dan pembinaan keimanan, keIslaman dan keihsanan,

disamping juga tidak mengabaikan pertumbuhan dan perkembangan

intelektual peserta didik.

Jadi, antara ta‟dib, ta‟lim, dan tarbiyah adalah mempunyai hubungan yang

sangat erat dan saling mengisi kekurangan yang satu akan diisi oleh kelebihan

yang lain. Hal demikian sangat terlihat bila pendidikan kita bicarakan dalam

bingkai lapangan praksis dalam interaksi edukatif. Maka dari tiga hal di ataslah

(49)

49

3. Dasar-dasar Pendidikan Islam

Suatu totalitas kependidikan harus bersandar pada landasan dasar.

Pendidikan Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak

dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh, paripurna atau syumul,

memerlukan suatu dasar yang kokoh. Kajian tentang pendidikan Islam tidak

boleh lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam yang

mendasar. Ada empat dasar fundamental pendidikan Islam, yaitu : a)

Al-Qur‟an b) Al-Sunnah, c) Al-Kaun, dan d) Ijtihad.

a) Al-Qur‟an

Al-Qur‟an diakui oleh orang-orang Islam sebagai firman Allah

SWT, dan karenanya ia merupakan dasar hukum bagi mereka. Al-Qur‟an

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi kaum

muslimin dari waktu ke waktu yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan

yang terjadi. Al-Qur‟an sepenuhnya berorientasi untuk kepentingan

manusia. Segala persoalan terdapat hal pokoknya di dalam Al-Qur‟an serta

berisi tentang aturan yang sangat lengkap dan tidak punya cela,

mempunyai nilai universal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu, nilai

ajarannya mampu menembus segala dimensi ruang dan waktu.

Al-Qur‟an merupakan kitab pendidikan dan pengajaran secara

umum. Juga merupakan kitab pendidikan secara khusus, pendidikan sosial,

moral dan spiritual. di dalam al-Qur‟an terdapat banyak ajaran yang berisi

prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu.

(50)

50

Lukman ayat 21-19. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan

yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadat, sosial dan ilmu pengetahuan.

Maka Al-Qur‟an merupakan sumber inspirasi dan aktivitas manusia dalam

setiap sendi kehidupannya, yang akan mengantarkan manusia mampu

berdialog secara ramah dengan dirinya sendiri, dengan alam sekitar, dan

dengan Tuhannya, maka al-Qur‟an menjadi landasan yang kokoh dan

paling strategis bagi orientasi pengembangan intelektual, spiritual dan

keparipurnaan hidup manusia secara hakiki. Oleh karena itu pendidikan

Islam harus menggunakan Al-Qur‟an sebagai sumber utama dalam

merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam (Khoiron Rosyadi,

2004:155).

b) As-Sunnah

As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rosul

Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau

perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan

saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.

Dijadikannya as-sunnah sebagai dasar pendidikan Islam tidak

terlepas dari fungsi as-sunnah itu sendiri terhadap Al-Qur‟an. Yaitu : -

Sunnah menerangkan ayat-ayat Al-Qur‟an yang bersifat umum. Maka

dengan sendirinya yang menerangkan itu terkemudian dari yang

diterangkan, - Sunnah mengkhidmati al-Qur‟an. Memang as-sunnah

menjelaskan mujmal al-Qur‟an, menerangkan musykilnya dan

(51)

51

SAW berfungsi menjelaskan maksud firman-fiman Allah (QS.16:44).

Abdul Halim Mahmud, dalam bukunya al-sunnah fi makanatiha wa fi

Tarikhiha, menulis bahwa as-sunna mempunyai fungsi yang berhubungan

dengan Al-Qur‟an dan fungsi berkaitan dengan pembinaan hukum syara‟.

Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur‟an.

Sunnah berisi tentang petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup

manusia dalam segala aspekny, untuk membina umat menjadi manusia

seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasul Allah menjadi

guru dan pendidik utama. Oleh karena itu sunnah merupakan landasan

kedua bagi cara pembinaan manusia muslim dalam setiap sendi

kehidupannya.

c) Al-Kaun

Selain menurunkan ayat-ayat Qauliyah kepada umat manusia

melalui perantara malaikat jibril dan nabi-nabiNya, ia juga

membentangkan ayat-ayat kauniyah secara nyata, yaitu alam semesta

dengan segala macam partikel dan heteroginitas berbagai entitas yang ada

di dalamnya: langit yang begitu luas dengan gugusan-gugusan galaksinya,

laut yang begitu membahana dengan kekayaan ikan, gunung-gunung,

berbagai macam binatang dan sebagainya.

Mengenai ayat-ayat kauniyah tersebut, beberapa ayat di dalam

al-Qur‟an menyatakan dengan gamblang dalam surah Ar-Ra‟d ayat 3 dan Al

-Jatsiyah. Alam semesta selain sebagai ayat-ayat kauniyah yang merupakan

(52)

52

secara konkret yang tidak henti-hentinya mengajarkan kepada manusia

secara mondial begaimana bersikap dan berperilaku mulia. Ditilik dari

wacana pedagogis, hal itu amatlah berarti bagi berlangsungnya proses

pendidikan demi tercapainya (setidaknya) dan hal bagus; bukan hanya

tumpukan ilmu dan kepandaian, tapi juga sikap arif dan kedewasaan jiwa.

d) Ijtihad

Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan

menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan sayri‟at Islam

untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari‟at Islam dalam hal

-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur‟an dan

sunnah (Zakiyah Daradjat, 2012:21). Ijtihad sebagai langkah untuk

memperbaharui interpretasi dan pelembagaan ajaran Islam dalam

kehidupan yang berkembang merupakan semangat kebudayaan Islami.

Ijtihad yang diarahkan pada interpretasi wahyu dan al-kaun akan

menghasilkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

menggembirakan. Sebab interpretasi manusia atas wahyu akan

menghasilkan pemahaman keagamaan atau agama yang aktual. Orang

yang melakukan ijtihad disebut sebagai mujtahid. Seorang mujtahid

senantiasa menggunakan akal budinya untuk memecahkan problematika

kemanusiaan dalam kehidupannya. Orang yang senantiasa menggunakan

akal budinya oleh Al-Qur‟an disebut sebagai ulul-albab (Khoiron

(53)

53

Menurut Al-Qur‟an ulul-albab adalah sekelompok manusia tertentu

yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Diantara keistemewaannya

adalah mereka diberi hikmah dan pengetahuan, disamping pengetahuan

yang diperoleh secara empiris (QS.2:269).

Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber pada Al-Qur‟an

dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan

Islam. Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran

Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Sunnah adalah bersifat pokok

-pokok dan prinsip-prinsip saja (Zakiyah Daradjat, 2012:22).

4. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan ialah apa yang dicanangkan oleh manusia, atau sesuatu yang

diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha serta kegiatan selesai. Ketika

berbicara mengenai tujuan pendidikan, tak dapat tidak mengajak kita untuk

berbicara tentang tujuan hidup, yaitu tujuan hidup manusia. Sebab, pendidikan

hanyalah suatu alat yang digunakan oelh manusia untuk memelihara kelanjutan

hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.

Al-Syaibany menampilkan definisi tujuan sebagai perubahan yang

diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan, atau upaya yang diusahakan

oleh proses pendidikan, atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada

tingkah laku individu pada kehidupan pribadinya, maupun pada kehidupan

masyarakat dan alam sekitar. Jadi, tujuan-tujuan pendidikan jika mengikuti

(54)

54

tujuan-tujuan individual, b.) tujuan-tujuan sosial dan c.) tujuan-tujuan

profesional (Khoiron Rosyadi, 2004:161).

Dilihat dari segi UU No.23 Tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan

nasional dalam Bab II dasar, fungsi dan tujuan pada pasal 3, maka tujuan

pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.

Ada beberapa tujuan pendidikan Islam.

a. Tujuan Umum pendidikan Islam

1) Prof. M. Athiyah Al-Abrasyi dalam kajiannya tentang pendidikan

Islam menyimpulkan bahwa tujuan umum yang asasi bagi pendidikan

Islam, yaitu :

a) Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.

b) Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.

c) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi

kemanfaatan.

d) Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan

memuaskan keinginan untuk mengetahui (co-riosity).

e) Menyiapkan pelajar dari segi profesional

2) Prof. Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya, Dasar-dasar

Pendidikan Islam dan Metode-metode pengajarannya, tujuan umum

(55)

55

a) Pendidikan akal dan Persiapan pikiran.

b) Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada anak.

c) Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda.

d) Berusaha untuk menyeimbangkan segala kekuatan dan

kesediaan-kesediaan manusia.

3) Menurut Muhammad Quthb, tujuan umum pendidikan Islam adalah

manusia yang taqwa, itulah manusia yang baik menurutnya. Sungguh

yang paling mulia di antara kalian menurut pandangan Allah ialah

yang paling tinggi tingkat ketaqwaannya (QS. Al-Hujurat (49):13).

4) Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah

terwujudnya manusia Hamba Allah. Jadi, menurut Islam, pendidikan

haruslah menjadikan seluruh manusia sebagai makhluk yang

menghambakan diri kepada Allah(beribadah kepadaNya). Karena

sesuai dengan pesan Al-Qur‟an bahwa Allah menciptakan jin dan

manusia supaya mereka beribadah kepadaNya (QS.al-Dzariyat

(51):56).

Tujuan umum pendidikan Islam diberi perhatian dan tidak terkena

perubahan dari waktu ke waktu. Finalitas kenabian secara implisit menyatakan

finalitas cita-cita yang diajarkan Nabi SAW kepada sekalian manusia. Jadi,

tujuan umum pendidikan Islam adalah tujuan yang berada jauh dari masa

sekarang, sebuah hasil pencapaian yang tidak dapat terlaksana melalui kerja.

Taqwa kepada Allah merupakan tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam, ia

Gambar

Tabel 3.1 Struktur personalia SMP N 4 Salatiga
Tabel 3.2
Tabel 3.3 Data siswa SMPN 4 Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016
Tabel 3.5 Data Kualifikasi Pendidikan Guru SMPN 4 Salatiga
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kata kunci: Pembelajaran IPA, Problem Based Learning, Proses dan Hasil belajar IPA Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPA di SD Negri

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti bermaksud akan melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads

Penelitian ini dilakukan di SMPN 4 Salatiga yang bertujuan untuk menjawab permasalahan 1) Bagaimana implementasi pendidikan tradisi kenabian dalam pengajaran

Latar belakang penelitian ini adalah realita akan pentingnya pengembangan kreativitas anak sejak usia dini pada dasarnya setiap manusia mempunyai potensi kreatif

Bagaimana pelaksanaan program parenting dalam membantu keluarga/ orangtua untuk membentuk lingkungan rumah yang mensupport pendidikan agama Islam dan apa

Hasil penelitian dapat diketahui bahwa, Implementasi Pendidikan Karakter berbasis Nilai-nilai Religiusitas melalui Ekstrakurikuler Keagamaan Islam di SMP Negeri 3 Salatiga

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagaimanakah penerapan metode pembelajaran pembelajaran peta konsep

1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah diatas, dapat dikaji permasalahan yaitu: 1 Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran experential learning terhadap