IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PROFETIK DALAM
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI
SMP NEGERI 4 SALATIGA
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
Oleh
SYAIFULLAH GODI ISMAIL
NIM 111 09 106
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
6
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab:21)
7
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
1. Keluarga besarku terutama pada ayahku Bapak Kardiyanto Godi Ismail dan
Ibuku tercinta Sakdiyah yang selalu memberi nasihat, kasih sayang,
bimbingan dan motivasi serta dukungan materi.
2. Keluarga besar dan teman-teman seperjuanganku di Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) yaitu Pak Fegi, Anita, Said, Pras, bang Imtihan, bang ini, Iman,
Takul, dan keluarga besar HMI Cabarg Salatiga lainnya yang selalu
memberikanku semangat berjuang dalam berorganisasi serta memberikan
banyak pelajaran yang berharga dan ilmu yang bermanfaat.
3. Teman-temanku Kampus kelas PAI D angkatan tahun 2009 yaitu Agus,
Rozak, Juliono, dan yang lainya
4. Teman-teman kelompok PPL, kelompok KKN, dan teman lainnya di IAIN
Salatiga.
8 Asslamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama
Islam (PAI).
3. Bapak Fatchurrahman,S.Ag.,M.Pd. sebagai dosen pembimbing skripsi
yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta
pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk
menyelesaikan tugas ini.
4. Ibu Dr.Muna Erawati,M.Si selaku pembimbing akademik.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
9
6. Kepala sekolah, guru, dan siswa SMP Negeri 4 Salatiga yang telah
memberikan izin serta membantu penulis dalam melakukan penelitian
di sekolah tersebut.
7. Kepada orang tuaku tercinta Bapak kardiyanto godi ismail dan Ibu
Sakdiyah serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan dan
membantu dalam bentuk moril maupun materiil untuk membiayai
penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh
kasih sayang dan kesabaran.
8. Kepada kawan-kawan seperjuangan keluarga besar Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Salatiga (pras, anita, said, sahal, takul,
istad, bang imtihan, bang indi, fegi dan yang lainnya) yang tak akan
pernah putus mencari ilmu dan selalu yakin usaha sampai.
9. Kepada teman-temanku tercinta PAI D 2009 (agus, rozaq, anwar, fegi,
faisal) serta teman-teman yang saya kenal dan yang mengenal saya,
yang tak mungkin dapat saya sebutkan semuanya yang telah
memberikan saran do‟a serta motivasinya
10.Generasi muslim, pemuda pemudi penerus cita-cita bangsa.
Oleh karenanya, penulis tak kan berarti apa-apa tanpa mereka semua, kami
ucapkan banyak terimakasih. Semoga amal perbuatan yang diberikan dengan
ikhlas, akan dihitung oleh Allah serta memperoleh balasan kebaikan dan
11 ABSTRAK
Ismail, G. Syaifullah. 2015 Implementasi Pendidikan Profetik dalam Pembelajaran pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga Tahun Pelajaran 2015/2016. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Fatchurrahman,S.Ag, M.Pd
Kata kunci: Implementasi dan pendidikan profetik.
Latar belakang penelitian ini bertolak pada keadaan di Indonesia saat ini yang krisis moral karena masih kurangnya akan pendidikan moral dan akhlak dalam membentuk dan membangun moral serta akhlak para peserta didik. Disadari atau tidak pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada dimensi kognitif yang hanya mencetak manusia cerdas dan terampil, maka tidak heran jika terjadi krisis moral dan akhlak. Dalam pendidikan Islam pendidikan karakter merupakan pendidikan akhlak. Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya pendidikan karakter atau pembentukan moral dan akhlak seperti konsep pendidikan yang di ajarkan Rasulullah. Nabi Muhammad merupakan pendidik yang paling berhasil dan menjadi suri tauladan. Dengan meneladani dan meniru pendidikan yang digunakan nabi diharapkan dapat membentuk dan membangun moral serta akhlakul karimah. Maka salah satu caranya dengan mengimplementasikan pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran agama Islam. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ; 1) Bagaimana Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?, 2) Bagaimana problematika Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?, 3) Bagaimana hasil Implementasi pendidikan tradisi profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP Negeri 4 salatiga?.
Penelitian ini menggunakan metode Kualitatif. Sesuai dengan tema yang
peneliti bahas jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan ( field
research). Yaitu peneliti berangkat ke lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomena dalam suatu keadaan ilmiah. Pengumpulan data menggunakan wawancara/interview, dokumen dan observasi. Lokasi Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 4 Salatiga yang terlatak di Jl. Pattimura, 47 Salatiga 50711 dan subjek penelitian adalah pendidik, tenaga kependidikan dan siswa.
12
13 DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR BERLOGO... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK... xi
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xv
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Landasan Teori ... 11
E. Manfaat Penelitian ... 14
F. Metode Penelitian ... 15
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA 22
A. Pendidikan dalam Islam ... 22
1. Pengertian Pendidikan ... 22
2. Pendidikan dalam Islam ... 23
3. Dasar-dasar Pendidikan Islam ... 30
4. Tujuan Pendidikan Islam ... 34
B. Pendidikan Profetik ... 39
1. Pengertian Profetik ... 39
2. Filsafat Profetik ... 41
3. Filsafat Pendidikan Profetik ... 41
4. Pengertian Pendidikan Profetik ... 45
5. Tujuan Pendidikan Profetik ... 46
6. Materi pendidikan Profetik ... 47
7. Pendidik Pendidikan Profetik ... 50
8. Peserta didik Pendidikan Profetik ... 54
9. Metode Pendidikan Profetik ... 56
10.Media Pendidikan profetik ... 60
11.Evaluasi Pendidikan Profetik ... 62
C. Kontekstualisasi Pendidikan Profetik ... 64
1. Pendidikan Profetik menuju Masyarakat Ideal (khoirul
Ummah) .....
64
2. Pendidikan Profetik untuk Pengembangan Kebudayaan . 65
15
D. Pendidikan Profetik dalam Pendidikan Agama Islam 72
BAB III HASIL PENELITIAN... 79
A. Gambaran Umum Lokal dan Subjek Penelitian ... 79
1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 4 salatiga ... 79
2. Letak Geografi ... 79
3. Visi dan misi SMP Negeri 4 salatiga ... 80
4. Struktur Organisasi SMP Negeri 4 salatiga ... 81
5. Guru, karyawan dan Siswa Struktur Personalia SMP Negeri 4 salatiga ... 84 6. Situasi dan Kondisi SMP Negeri 4 salatiga ... 89
7. Ekstrakurikuler ... 90
B. Temuan Penelitian ... 92
1. Hasil Penelitian ... 92
a. Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam ... 92 b. Problematika Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam ... 97 c. Hasil Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam ... 101 BAB IV PEMBAHASAN ... 105
16
Pembelajaran pendidikan agama Islam ...
B. Problematika Implementasi pendidikan Tradisi Profetik
dalam Pembelajaran pendidikan agama Islam ...
110
C. Hasil Implementasi pendidikan Tradisi Profetik dalam
Pembelajaran pendidikan agama Islam ...
115
BAB V PENUTUP... 119
A. Kesimpulan ... 119
B. Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA 123
17
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Struktur Personalia SMP Negeri 4 salatiga ... 82
Tabel 3.2 Struktur Organisasi SMP Negeri 4 salatiga ... 83
Tabel 3.3 Data siswa SMP Negeri 4 salatiga ... 84
Tabel 3.4 Data Guru SMP Negeri 4 salatiga ... 85
Tabel 3.5 Data kualifikasi pendidikan guru SMP Negeri 4 Salatiga ... 85
Tabel 3.6 Data Karyawan SMP Negeri 4 salatiga ... 86
Tabel 3.7 Data sarana SMP Negeri 4 salatiga ... 87
Tabel 3.8 Data Prasarana SMP Negeri 4 salatiga ... 88
Tabel 3.9 Kegiatan Intrakulikuler SMP Negeri 4 salatiga ... 91
18 BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan hal yang paling penting bagi kehidupan manusia.
Segala potensi dan bakat dapat di tumbuh kembangkan, yang diharapkan akan
dapat bermanfaat bagi diri pribadi maupun kepentingan orang banyak. Selain
itu pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang yang
mempunyai nilai penting dan strategis bagi peradaban manusia. Hampir semua
negara menempatkan pendidikan sebagai suatu hal terpenting dan utama dalam
membangun suatu bangsa dan negara. Di Indonesia sendiri hal ini jelas sudah
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang menegaskan bahwa
salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah untuk ikut mencerdaskan
kehidupan bangsa yaitu melalui pendidikan. Serta dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara
Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk
mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 Ayat (3)
memerintahkan agar Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan undang-undang.
Menurut Ahmad Makki dalam bukunya karya Jamal Ma‟mur Asmani
19
akan maju pula bangsa itu. Sebaliknya, ketika pendidikan disuatu bangsa
tidak berkembang, maka dapat dipastikan bangsanya akan terbelakang.
Pendidikan di Indonesia sudah berjalan sekian puluh tahun sejak
kemerdekaannya dan selama itu pula terdapat perkembangan pendidikan di
Indonesia. Tetapi jika disadari pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada
dimensi kognitif yang mencetak manusia-manusia yang cerdas, terampil dan
mahir yang melahirkan manusia yang berkepribadian dan integritas.
Kurangnya pengejawantahan dimensi afektif dan psikomotorik dalam sistem
pendidikan menjadikan krisis identitas serta hilangnya Nilai-nilai luhur yang
melekat pada bangsa Indonesia, seperti kejujuran, kesantunan, kesopanan,
hormat pada orang lain , religius dan kebersamaan. Hal ini menjadi
keprihatinan kita semua sebagai warga negara Indonesia.
Masifikasi gelombang modernitas telah membawa siapapun termasuk
dunia pendidikan untuk hanyut mengikuti mainstream dengan melakukan
penyesuaian-penyesuaian agar tidak teraleniasi. Dalam keadaan seperti ini
hegemoni konsep-konsep pendidikan ala barat sulit untuk dihindari, yang mana
memarginalkan konsep-konsep dan ajaran lokal yang syarat akan nilai-nilai
moral. Adanya problematika internal dalam sektor pendidikan serta hilangnya
orientasi untuk memberikan pencerahan dan membentuk jati diri bangsa
menjadikan kesinambungan program-program pendidikan belum bisa berjalan
mulus. Ditambah dengan perubahan politik di negara ini karena adanya
kebijakan-kebijakan baru pada setiap pergantian menterinya. Munculnya
20
menjadikan adanya materialisasi pendidikan yang sudah mulai menggejala dan
menggeser ideologi pendidikan yang telah dicita-citakan bangsa Indonesia
yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa membedakan status sosial.
Kurikulum seakan disusun dan diorientasikan untuk mampu mendapatkan
pekerjaan yang dibungkus dengan baju modernitas. Kemudian adanya
dikotomi ilmu pendidikan antara ilmu pengetahuan umum dan agama
memunculkan problematika tersendiri. Hal itu menjadikan pembagian dalam
hal pembelajaran nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu umum dan agama
sehingga dalam mengembangkan nilai-nilai moral yang terdapat di dalamnya
menjadi kurang maksimal.
Dunia pendidikan dituntut perannya untuk kembali memurnikan arah
perjalanan bangsa. Dunia pendidikan akan berada pada kondisi
dilematis-kontradiktif karena adanya tuntutan modernitas sekaligus sebagai tuntutan
peran untuk selalu menjaga nilai-nilai moral. Sementara dunia pendidikan
berada dalam paradoks, disuatu sisi ingin menanamkan dan mengajarkan
nilai-nilai moral namun pada sisi lain justru institusi atau lembaga pendidikan
mencerminkan praktek-praktek pendidikan yang menyimpang dari niliai-nilai
moral dan identitas bangsa. Pendidikan sebagai investasi sumber daya manusia
dan pengembangan potensi serta bakat yang harus diubah orientasinya untuk
memberikan kesempatan kepada anak didik untuk berkembang dalam tiga
ranah yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Pendidikan haruslah
menanamkan dan mengembangkan karakter individu dan nilai-nilai
21
akhlak serta mengembalikan makna “pendidikan” bukan hanya sekedar
“pengajaran”. Penggunaan metode-metode pendidikan yang mengedepankan
keteladanan dan memberikan kesempatan peserta didik untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai yang diajarkan.
Pendidikan sebagai salah satu sektor pembangunan nasional dalam upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa, mempunyai visi terwujudnya sistem
pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk
memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia
yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman
yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas, menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu
manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan
nasional harus berfungsi secara optimal sebagai wahana utama dalam
pembangunan bangsa dan karakter. Dengan adanya penanaman dan
pengembangan karakter bagi setiap peseta didik atau individu dalam sistem
pendidikan maka diharapkan akan menciptakan manusia yang berkualitas yang
mampu beradaptasi dengan zaman.
Dengan berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya sebuah pendidikan
karakter. Pada hakikatnya pendidikan karakter adalah sebuah perjuangan bagi
setiap individu untuk menghayati kebebasan dalam hubungan mereka dengan
22
yang unik dan khas serta memiliki integritas moral yang dapat
dipertanggungjawabkan. Lebih lanjut pendidikan karakter juga terkait dengan
tiga matra pendidikan yaitu pendidikan individual, pendidikan sosial dan
pendidikan moral. Melalui tiga matra pendidikan tersebut merupakan kondisi
dinamis dari struktur antropologi individu. Pendidikan karakter dalam arti
demikian itu menurut Amin dalam Etika (1989) adalah pendidikan yang sejak
lama telah diperjuangkan oleh para filusuf, bahkan para rosul utusan Tuhan.
Yaitu pendidikan karakter yang bersifat integral, holistik, dinamis,
komprehensif dan terus menerus hingga terbentuk sosok manusia yang terbina
seluruh potensi dirinya serta memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk
mengekspresikannya dalam seluruh aspek kehidupan.
Untuk mewujudkan visi misi dan tujuan tersebut pendidikan karakter
membutuhkan dukungan salah satunya dari pendidikan agama. Dalam pada itu
pendidikan agama memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter dan
berperan penting dalam hal mempersatukan diri manusia dengan realitas
tertinggi yaitu Tuhan Sang Pencipta. Pendidikan karakter yang ditopang salah
satunya oleh pendidikan agama membantu peserta didik untuk tumbuh secara
lebih matang dan lebih baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial
dalam kontek kehidupan bermasyarakat. Namun hal tersebut juga harus
didukung dengan upaya yang disertai dengan keteladanan dari seluruh
komponen yang terlibat dalam pendidikan (terutama guru), lingkungan dan
23
Pendidikan karakter di dalam pendidikan Islam disebut juga dengan
pendidikan akhlak mulia. Secara normatif-teologis merupakan sebuah agenda
dan misi utama bagi setiap agama. Secara yuridis ajaran akhlak mulia secara
eksplisit tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional. Jika dilihat secara historis pendidikan akhlak mulia
merupakan respon terhadap adanya kemerosotan akhlak pada masyarakat.
Lahirnya agama Islam di mekkah dan berkembang di madinah merupakan
sampling yang representative tentang perlunya agama ini membentuk akhlak
masyarakat. Hal itu terjadi karena keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam
menetapkan kebijakan, strategi, taktik dan hal lainnya (Abuddin , 2012: 210).
Pendidikan Islam sendiri merupakan sebuah pembentukan kepribadian
seorang muslim. Pendidikan Islam itu lebih banyak ditujukan kepada perbaikan
sikap mental yang akan terwujud dalam amal perbuatan. Disegi lain pendidikan
Islam tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga praktis yang mana pendidikan
Islam mengajarkan pendidikan iman dan amal. Secara historis Islam dibawa
oleh Nabi Muhammad SAW yang kemudia disebarkan ke mekkah atau Islam
diajarkan di mekkah, yang tadinya menyembah berhala, musyrik, dan sombong
dengan usaha dan kegiatan Nabi mengajarkan Islam kepada mereka, lalu
tingkah laku mereka berubah menjadi penyembah Allah, menjadi mukmin,
muslim dan menghormati orang lain. Mereka telah berkepribadian mukmin
sebagaimana yang dicita-citakan Islam. Dengan itu Nabi telah mendidik,
membentuk kepribadian yaitu kepribadian muslim dan Nabi SAW sekaligus
24
oleh pemeluknya diakui sebagai pandangan hidup dalam aktivitas sehari-hari,
mensejajarkan pendidikan pada posisi yang sangat strategis. Pendidikan versi
Islam tidak hanya sebagai penentu segala-galanya bagi vested interested
(kepentingan) manusia di dunia, melainkan menjangkau kepentingan manusia
masa depan yang esensial di akhirat kelak.
Di dalam Islam dan dalam pendidikan Islam khususnya, secara tidak
langsung telah berupaya untuk mengajarkan dan menanamkan pendidikan
karakter atau akhlak mulia yaitu membentuk kepribadian seorang muslim
sebagaimana cita-cita Islam yang berdasarkan pada nilai-nilai Al-Qur‟an dan
sunnah yang berdialoq secara kontinu dengan tradisi dan budaya setempat.
Pendidikan karakter atau pendidikan akhlak mulia merupakan bagian dari
pendidikan Islam yang sudah ada sejak 15 abad yang lalu. Ajaran Islam yang
berisi tentang sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat, menuju kesejahteraan
hidup perorangan dan bersama maka pendidikan Islam adalah pendidikan
individu dan pendidikan masyarakat. Semua orang yang bertugas mendidik
adalah para nabi dan rosul, selanjutnya para ulama dan cerdik pandailah
sebagai penerus tugas dan kewajiban mereka (Zakiah Darajat, 2012: 20). Telah
disebutkan sebelumnya bahwa Nabi Muhammad merupakan pendidikan yang
25
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (Al-Ahzab:21)
Maka perlunya pendidikan Islam dalam hal ini pendidikan karakter atau
akhlak untuk filter dan tameng bagi adanya kemajuan teknologi khususnya
teknologi komunikasi dan informasi yang dikuasai barat yang menjadikan
kekalahan beruntun secara sosial, politik, ekonomi, dan budaya, komunitas
muslim merasa kelimpungan dengan reaksi yang beragam. Diakui bahwa hal
ini disebabkan karena masih ada beberapa hambatan dalam pendidikan agama
Islam. Karena terjadinya pengadopsian pendidikan barat untuk
mengembangkan pendidikan muslim. Yang terjadi adalah pendidikan modern
(barat) plus pendidikan agama Islam untuk peserta didik muslim dan bukan
yang dikonstruk berdasarkan nilai-nilai Islam yang dikembangkan dalam teori
dan keilmuan Islam.
Pendidikan akhlah mulia yang terdapat dalam pendidikan agama Islam
saat ini telah terdikotomi oleh pendidikan nasional. Terlebih yang terdapat di
lembaga pendidikan umum (SD, SMP dan SMA). Mengamati pendidikan
agama Islam di Indonesia dari masa ke masa, tergambar jelas bahwa
pendidikan agama Islam merupakan bagian yang terpisah dari sistem
pendidikan nasional. Bahkan saat ini pendidikan Islam di Indonesia sedang
menghadapi berbagai persoalan dan hambatan dalam berbagai aspek, terutama
masalah orientasi pendidikan itu sendiri, dengan kata lain masih belum
26
berbentuk pembelajaran sebagai upaya menciptakan manusia yang mandiri dan
profesional. Mengingat bahwa pendidikan agama Islam merupakan kebutuhan
dasar bagi setiap muslim, maka pendidikan agama Islam harus selalu ditumbuh
kembangkan secara sistematis oleh setiap umat Islam dimanapun. Berangkat
dari karangka ini, pendidikan agama Islam haruslah selalu senantiasa
mengorientasikan diri untuk menjawab kebutuhan dan tantangan yang muncul
dalam kehidupan sehari-hari sebagai konsekuensi logis dari perubahan.
Kurangnya pembelajaran pendidikan agama Islam dalam lembaga pendidikan
umum menghambat pembentukan manusia ideal (seorang muslim) yang siap
dengan agenda globalisasi dan modernisasi yang terjadi. Lembaga pendidikan
umum tidak berfokus kepada pendidikan agama, hal ini berbeda dengan
lembaga pendidikan agama yang fokus pendidikannya adalah keagamaan.
Kurangnya jam pembelajaran pendidikan agama Islam dalam pendidikan
umum misalnya yang hanya 3 jam setiap minggu, maka perlu adanya strategi
untuk memberikan bekal tentang pendidikan agama di pendidikan umum.
Strategi dalam sistem pembelajarannya, metodenya, maupun dalam hal konsep
pembelajarannya. Seperti penggunaan pendidikan profetik, yaitu dengan proses
pengetahuan dan nilai yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada tuhan.
Dengan adanya strategi dalam hal pembelajaran pendidikan agama Islam maka
mampu untuk mencetak manusia-manusia keseimbangan dalam pandangan
hidupnya serta memiliki penguasaan atau pengetahuan keagaaman untuk bekal
27
Ditetapkanya SMP Negeri 4 Salatiga sebagai tempat penelitian, karena
adanya strategi dan upaya-upaya yang digunakan Sekolah Menengah Pertama
ini dalam hal menumbuhkan pendidikan keagamaan Islam terhadap peserta
didiknya. Secara geografis yang terletak di pusat kota Salatiga, berada pada
pusat jalur ekonomi Salatiga. Dalam hal pendidikan keteladanan yang
ditumbuhkan oleh pihak sekolah dalam kesehariannya di lingkungan sekolah,
seperti adanya sholat berjama‟ah dan kegiatan keIslaman untuk peserta didik.
Berangkat dari hal tersebut, maka penulis mengajukan judul dalam
penelitian ini adalah: “ IMPLEMENTASI PENDIDIKAN PROFETIK
DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Di SMP
NEGERI 4 SALATIGA PADA TAHUN PELAJARAN 2014-2015”.
B.RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan judul skripsi diatas, maka ada sejumlah permasalahan yang
penulis ajukan untuk dicari jawabannya. Sejumlah masalah tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga?
2. Apa problematika yang muncul dalam implementasi Pendidikan Profetik
dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga?
3. Bagaimana hasil Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran
28 C.TUJUAN PENELITIAN
Sejalan dengan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga
2. Untuk mengetahui problematika yang muncul dalam implementasi
Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP
Negeri 4 Salatiga
3. Untuk mengetahui hasil Implementasi Pendidikan Profetik dalam
pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 4 Salatiga
D.LANDASAN TEORI
1. Pendidikan Profetik
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa yunani
paedagogie yang berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti
“pergaulan dengan anak-anak”. Sedangkan orang yang tugasnya
membimbing atau mendidik alam pertumbuhannya agar dapat berdidi
sendiri disebut paedgogos. Istilah paedagogos berasal dari kata paedos
(anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).
Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai
“ usaha yang dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak
-anak untuk membimbing/memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya
ke arah kedewasaan”. Atau dengan kata lain, pendidikan ialah “bimbingan
29
dalam pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi
diri sendiri dan masyarakatnya.”
Sedangkan Profetik dari kata prophetic yang berarti kenabian atau
berkenaan dengan nabi. Kata dari bahasa inggris ini berasal dari bahasa
yunani “prophetes” sebuah kata benda untuk menyebut orang yang
berbicara awal atau orang yang memproklamasikan diri dan berarti juga
orang yang berbicara masa depan. Profetik atau kenabian disini merujuk
pada dua misi yaitu seseorang yang menerima wahyu, diberi agama baru,
dan diperintahkan untuk mendakwahkan pada umatnya disebut rasul
(messenger), sedang seseorang yang menerima wahyu berdasarkan agama yang ada dan tidak diperintahkan untuk mendakwahkannya disebut nabi
(Prophet).
Nabi (Prophet) yang menjadi acuan dalam pendidikan profetik
adalah Nabi Muhammad SAW yang mana sebagai suri tauladan dan
sebagai pendidik yang hebat. Nabi Muhammad SAW menyebarkan dan
mengajarkan islam di mekkah yang tadinya kondisi mereka menyembah
berhala, musyrik, dan sombong, maka dengan usaha dan kegiatan Nabi
mengajarkan Islam kepada mereka, lalu tingkah laku mereka berubah
menjadi penyembah Allah, menjadi mukmin, muslim dan menghormati
orang lain. Mereka telah berkepribadian mukmin sebagaimana yang
dicita-citakan Islam. Dengan itu Nabi telah mendidik, membentuk kepribadian
yaitu kepribadian muslim dan Nabi SAW sekaligus menjadi pendidik yang
30
ketauladanan kepada ummatnya. Hal inilah yang menjadikan nabi
Muhammad menjadi acuan Profetik atau kenabian dalam hal pendidikan.
Jadi, Pendidikan Profetik adalah proses transfer pengetahuan
(knowledge) dan nilai (values) kenabian yang bertujuan untuk membangun akhlak, moral serta mendekatkan diri kepada Tuhan dan alam sekaligus
memahaminya untuk membangun komunitas sosial yang ideal (khairul
ummah). Serta tercapainya intelektual, emosional, akhlak dan moral peserta didik yang dapat berkembang secara utuh.
2. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, kebiasaan dan tingkah laku, belajar juga diartikan sebagai
pengetahuan atau ketrampilan yang diperoleh dari instruksi (Syaiful Bahri,
2002:22).
Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan anak didik
(santri). Dalam definisi ini terkandung makna bahwa dalam pembelajaran
tersebut ada kegiatan memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode
atau strategi yang optimal untuk mengapai hasil pembelajaran yang
diinginkan dalam kondisi tertentu (Muhaimin, 2003:82).
Menurut Muhammad Fadhil Al Jamaly sebagaimana dikutip
Muhaimin dan Abdul Mujib, bahwa pendidikan Islam adalah upaya
mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia lebih maju
31
terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik berkaitan dengan akal,
perasaan maupun perbuatan (S.M. Ismail, 2008: 35).
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menghayati
hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan
ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan hadist
(Abdul Majid & Dian Andatani, 2004: 7).
Jadi pengertian pembelajaran pendidikan Agama Islam adalah
upaya membelajarkan siswa secara sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, dan menghayati hingga
mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran
agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Quran dan Hadits,
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan
pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan berdasarkan kondisi
pembelajaran yang ada.
3. Implementasi pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam
Implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan. Jadi, penerapan
pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Maka,
pendidikan dibangun dan dikembangkan dalam keluarga dan masyarakat
memiliki tradisi dan budaya akademik yang kondusif dalam keluarga dan
lingkungan sosial. Tradisi dan budaya edukatif atau akademik ini secara
32
simbol-simbol agama dalam mentransfer ilmu, teknologi dan seni kepada
siapapun. Tradisi dan budaya profetik yang sudah terbangun kokoh bahkan
diluar kesadaran akan menggulirkan semangat keilmuan yang tinggi.
Komitmen profetik yang berlangsung lama akan membetuk tradisi dan
dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan pilar pendidikan profetik
yang akan menghasilkan tradisi dan lingkungan yang sehat.
E.MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberi tawaran dan
sumbangan pemikiran bagi perkembangan pendidikan di Indonesia dalam
mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang siap untuk
menghadapi tantangan zaman dan modernisasi, dan juga dengan ini diharapkan
dapat membentuk individu berkarakter yang dapat beradaptasi dengan
perkembangan zaman dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai. Serta
memberikan konsep pendidikan Islam dalam membentuk dan mengembangkan
potensi intelektual, emosional, spiritual, akhlak dan moral secara utuh.
Sedangkan secara dimensi praktis tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dan menemukan sebuah pola pendidikan Islam sebagai
pengembangan diri manusia dalam membentuk manusia sempurna menurut
Islam yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan Alam
sekaligus untuk memahaminya. Hal tersebut menjadi kerangka acuan dalam
pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia yang dikemas dalam
33
adanya dikotomi pendidikan yang terjadi dalam pendidikan umum dan
pendidikan agama.
F. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode
penelitian Kualitatif. Metode penelitian kualitatif ini disebut juga sebagai
metode artistik, karena proses penelitiannya lebih bersifat seni (kurang terpola),
dan disebut juga sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih
berkenaan dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.
metode ini digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah
(sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara tringulasi
(gabungan), analisis data bersifat induksi/kualitatif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi(Sugiyono, 2014:13).
Penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller (2003) adalah tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial secara fundamental bergantung pada
pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya (J. Moeleong,
2003:3).
Penulis menggunakan pendekatan kualitatif ini berdasarkan beberapa
pertimbangan yang pertama, karena dari judul skripsi ini hanya mengandung
satu variabel. Kedua, dari rumusan masalah yang penulis angkat dalam skripsi
34
metode kualitatif lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak
penajaman pengaruh bersama terhadap pola – pola nilai yang dihadapi.
Dengan demikian, peneliti dapat memilah – milah sesuai dengan fokus
penelitian yang telah tersusun dan dapat mengenal lebih dekat menjalin
hubungan dengan Subjek penelitian ( Responden ) serta berusaha memahami
keadaan Subjek dalam penggalian info atau data yang diperlukan. Maka
Penelitian ini penulis arahkan untuk mendapatkan gambaran mendalam tentang
implementasi Pendidikan Profetik dalam pembelajaran Pendidikan Agama
Islam di SMP Negeri 4 Salatiga tersebut.
Sesuai dengan tema yang peneliti bahas jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian lapangan ( field research). Yaitu peneliti berangkat ke
lapangan untuk mengadakan pengamatan tentang suatu fenomena dalam suatu
keadaan ilmiah ( (J. Moeleong, 2006:26). Alasan peneliti menggunakan jenis
penelitian ini adalah peneliti bermaksud untuk melakukan analisis secara
mendalam dibantu dengan data empiris yang diperoleh di lapangan sesuai
dengan teori yang relevan yang pada akhirnya bisa melakukan simpulan.
2. Lokasi dan Subjek penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di SMP Negeri 4 Salatiga yang terlatak di
Jl. Pattimura, 47 Salatiga 50711.
Adapun Subjek penelitian adalah komponen pendidikan meliputi :
kepala sekolah, pengajar, karyawan dan siswa.
3. Teknik Pengumpulan Data
35
Nasution (1988) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua
ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data,
yaitu dakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.
Marshal (1995) menyatakan bahwa, melalui observasi peneliti belajar
tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut( Sugiyono, 2014:309).
Susan Stainback (1988) menyatakan, dalam observasi partisipatif
peneliti mengamati apa yang mereka ucapkan, dan berpartisipasi dalam
aktivitas mereka. Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan
sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai
sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan
suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh
akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari
setiap perilaku yang tampak.
Dengan observasi kita dapat secara langsung terjun kedalam objek
penelitian. Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan KBM, situasi
di sekolah dan pendidik. Dalam observasi di SMP Negeri 04 Salatiga
selain melakukan pengamatan juga ikut ambil bagian dalam melaksanakan
aktifitas pendidikan di lingkungan sekolahan. Selain itu juga berpartisipasi
dalam pembelajaran, seperti : ikut mengajar dan mengikuti proses
pembelajaran pendidikan Islam.
36
Esterberg (2002) mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik. Wawancara digunakan
sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi
juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam.
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan jenis wawancara semi
terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
permasalahan lebih terbuka, dimana fihak yang diajak wawancara diminta
pendapat, dan ide-idenya. (Sugiyono, 2014:318).
c. Dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dalam penggunaan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian. Hasil penelitian dari
observasi atau wawancara, akan lebih kredibel atau dapat dipercaya kalau
didukung oleh adanya dokumen. Pengumpulan dokumen yang berkaitan
dengan objek penelitian yaitu berupa buku sejarah, buku profil sekolah,
pajangaan struktur, buku informasi pendataan siswa dan guru, kurikulum
37
d. Triangulasi
Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data yang ada. Triangulasi berguna untuk
mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu
mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumulan data dan
berbagai sumber data (Sugiyono, 2014:327). Pengumpulan data diambil
dengan teknik yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber
yang sama. Adanya observasi, kemudian dilanjutkan dengan wawancara
yang mendalam serta pengumpulan dokumentasi untuk sumber data yang
sama dan melakukan wawancara atau pengumpulan data pada beberapa
sumber data yang berbeda.
4. Teknis Analisi Data
Bogdan menyatakan tentang analisis data kualitatif sebagai proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah
difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis
data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan kedalam
unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat
diceritakan kepada orang lain. Susan Stainback, mengemukakan bahwa
analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian kualitatif.
38
sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi (Sugiyono,
2014:332).
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di lapangan.
Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama
proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data (Sugiyono,
2014:333). Peneliti melakukan analisis data terlebih dahulu sebelum
memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil studi
pendahuluan atau data sekunder untuk menentukan fokus penelitian. Fokus
penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
peneliti masuk dan selama di lapangan. Analisis data dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam
wakttu tertentu. Pada saat wawancara analisis sudah dilakukan terhadap
jawaban dari hasil wawancara. Setelah data diperoleh cukup banyak dan
dicatat secara teliti dan rinci, maka dilanjutkan dengan mereduksi data.
Dengan merangkum memilih dan memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya. Dengan demikian data akan memberikan gambaran
yang jelas dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya. Langkah selanjutnya adalah penyajian data atau mendisplaykan
data yang menjadikan data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan,
sehingga akan semakin mudah dipahami. Penyajian data menggunakan teks
bersifat naratif (Sugiyono, 2014:333). Langkah terakhir adalah penarikan
39
bersifat sementara dan bisa berubah. Apabila pengumpulan data valid dan
konsisten maka kesimpulannya kredibel.
G.SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Sistematika pembahasan dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari 5 (lima)
BAB, yaitu :
BAB I : Bab I ini, berisi pendahuluan yang didalamnnya akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teori, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : Dalam Bab II, berisi kajian teori yang didalamnya akan dipaparkan tentang pengertian Pendidikan Profetik, Sistem Pendidikan Profetik
dan Implementasi Pendidikan Profetik dalam Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam.
BAB III : Bab III berisi laporan hasil penelitian yang didalamnya akan diuraikan tentang gambaran umum SMP Negeri 4 Salatiga, gambaran
pembelajaran Pendidikan Islam di SMP Negeri 4 Salatiga, Konsep Pendidikan
Profetik yang diterapkan di SMP Negeri 4 Salatiga. Dan implementasi
pendidikan Profetik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP
Negeri 4 Salatiga.
BAB IV : Bab IV berisi Hasil penelitian yang berupa deskripsi hasil penelitian, temuan hipotesis dari penelitian dan hasil pengujian Hipotesis
mengenai implementasi pendidikan profetik dalam pembelajaran pendidikan
40
41 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.PENDIDIKAN DALAM ISLAM
1. Pengertian pendidikan
Istilah pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani paedagogie yang
berarti “pendidikan” dan paedagogia yang berarti “pergaulan dengan anak
-anak”. Sedangkan orang yang tugasnya membimbing atau mendidik alam
pertumbuhannya agar dapat berdidi sendiri disebut paedgogos. Istilah
paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).
Berpijak dari istilah di atas, pendidikan bisa diartikan sebagai “ usaha yang
dilakukan orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk
membimbing/memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah
kedewasaan”. Atau dengan kata lain, pendidikan ialah “bimbingan yang
diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam
pertumbuhannya, baik jasmani maupun rohani agar berguna bagi diri sendiri
dan masyarakatnya.”
John Dewey mengartikan pendidikan sebagai organisasi pengalaman
hidup, pembentukan kembali pengalaman hidup. Sementara itu, Komisi
Nasional Pendidikan mendefinisikan pendidikan adalah usaha nyata
menyeluruh yang setiap program dan kegiatannya selalu terkait dengan tujuan
42
Meski berawal dari akar kata yang sama, tetapi pemberian makna terhadap
istilah pendidikan begitu beragam. Perbedaan itu secara prinsip dikarenakan
tujuan pendidikan yang ingin dicapai berbeda-beda (beragam) pada setip
masanya, serta amat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik dan geografis,
apalagi, pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang bercorak teoritis dan praktis
(Armai, 2007:16).
2. Pendidikan dalam Islam
Dari sudut pandang manusia, pendidikan ialah proses sosialisasi, yakni
memasyarakatkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam
kehidupan. Sosiologi Emile Durkheim dalam karyanya, Education and
Sociology (1956) mengatakan bahwa pendidikan merupakan produk manusia
yang menetapkan kelanggengan kehidupan manusia itu sendiri, yaitu mampu
konsisten mengatasi ancaman dan tantangan masa depan. Nabi SAW
bersabda : “Didiklah anakmu-anakmu, sesungguhnya mereka diciptakan untuk
zamannya, dan bukan untuk zamanmu”. Jadi pendidikan harus berorientasi
masa depan dan futuristik (Khoiron Rosyadi, 2004:137).
Ahmad D. Marimba memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai
program bimbingan sunyek pendidikan (guru, pendidik) kepada objek
pendidikan (murid) dengan bahan materi tertentu, dalam jangka waktu tertentu,
dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah
terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam. Menurut
Yusuf Qardhawi, pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal
43
Menurut Muyazin Arifin, hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang
dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing
pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui
ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembengannya
( Armai, 2007:18).
Secara estimologis, pengertian pendidikan Islam digali dari Al-Qur‟an dan
Hadist sebagai sumber pendidikan Islam. Menurut Muhammad Fadhil Al
Jamaly sebagaimana dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib, bahwa pendidikan
Islam adalah upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak manusia
lebih maju berlandaskan nili-nilai yang tertinggi dan kehidupan yang mulia,
sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik berkaitan dengan akal,
perasaan maupun perbuatan (S.M. Ismail, 2008:35)
Pengertian pendidikan seperti yang lazim dipahami sekarang belum
terdapat di zaman Nabi. Tetapi usaha dan kegiatan yang dilakukan oleh Nabi
dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran,
memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberikan motivasi, dan
menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan
pribadi muslim itu, telah mencakup arti pendidikan dalam pengertian sekarang.
Bila kita akan melihat pengertian pendidikan dari segi bahasa, maka kita
harus melihat kepada kata Arab karena ajaran Islam itu diturunkan dalam
bahasa tersebut. Kata “Pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam
bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah”, dengan kata kerja “Rabba”. Kata
44
“ „allama”. Pendidikan dan Pengajaran dalam bahasa arabnya “Tarbiyah wa ta‟lim”, sedangkan “pendidikan Islam” dalam bahasa Arabnya adalah
“Tarbiyah Islamiyah” (Zakiyah Daradjat, 2012:25).
Dalam konteks pendidikan Islam, kita mengenal terminologi pendidikan
Islam sebagai Al-Ta‟dib, Al-Ta‟lim dan Al-Tarbiyah. Sejak dekade 1970-an,
sering terjadi diskusi berkepanjangan berkenaan dengan persoalan apakah
Islam itu memiliki konsep pendidikan atau tidak. Dalam bahasan berikut kita
akan menjernihkan dan mencoba mempertajam ketiga istilah tersebut sebagai
terminologi pendidikan Islam (Khoiron Rosyadi, 2004:138).
a. Al-Ta‟dib
Adab adalah disiplin tubuh, jiwa dan ruh, disiplin yang menegaskan
pengenalan dan pengakuan tempat yang tepat dalam hubungannya dengan
kemampuan dan potensi jasmaniah, intelektual dan ruhaniah, pengenalan dan
pengakuan akan kenyataan bahwa ilmu dan wujud ditata secara hirarkis sesuai
denagn berbagai tingkat dan derajat.
Bagi Al-Attas konsep ta‟dib untuk pendidikan Islam adalah lebih tepat
dari at-Tarbiyah dan at-Ta‟lim. Sementara Dr.Fatah Abdul Jalal beranggapan
sebaliknya karena yang lebih sesuai menurutnya justru al-Ta‟lim. Menurut
Al-Attas, pendidikan adalah beban masyarakat. Penekanan pada adab yang
mencakup amal dalam pendidikan dan proses pendidikan adalah untuk
menjamin bahwasanya ilmu („ilm) dipergunakan secara baik di dalam
45
sebagaimana didefinisikan disini, sudah mencakup ilmu dan amal. Simaklah
sabda Nabi SAW, yang artinya sebagai berikut :
“dari ibnu mas‟ud: Tuhanku telah mendidikku, dan dengan demikian
menjadikan pendidikanku yang terbaik (HR.Ibnu Mas‟ud) (Al-Suyuthi, jamius Shaghir I:14)
Terjemahan addaba dalam hadist di atas sebagai “ mendidik” yang menurut
Ibnu Manzhur merupakan padanan kata „allama, dan yang oleh al-Zajjaz
dikatakan sebagi cara Tuhan mengajar NabiNya. Mashdar addaba adalah
Ta‟dib yang diterjemahkan sebagai “pendidikan” dan dapat rekanan
konseptualnya di dalam istilah Ta‟lim.
Dengan jelas dan sistematik, Al-Attas menurunkan penjelasan sebagai
berikut :
1) Menurut tradisi ilmiah bahasa Arab, istilah ta‟dib mengandung tiga
unsur: pembangunan iman, ilmu dan amal.
2) Dalam hadis Nabi SAW terdahulu secara eksplisit dipakai istilah ta‟dib
dari addaba yang berarti mendidik. Cara Tuhan mendidik Nabi, tentu
saja mengandung konsep pendidikan yang sempurna.
3) Dalam kerangka pendidikan, istilah ta‟dib mengandung arti : ilmu,
pengetahuan dan pengasuhan yang baik.
4) Dan akhirnya,Al-Attas menekankan pentingnya pembinaan tatakrama,
sopan-santun, adab dan semacamnya, atau secara tegas, akhlak yang
terpuji yang hanya terdapat dalam istilah ta‟dib.
46
Menurut Abdul Fatah Jalal, proses ta‟lim justru lebih universal
dibandingkan proses tarbiyah. Untuk menjelaskan pendapat ini, jalal memulai
uraiannya dengan menjelaskan tingginya kedudukan ilmu (pengetahuan) dalam
Islam. Ia mengutip Al-Qur‟an surah Al-Baqarah ayat 30-34. Menurut jalal,
dalam ayat-ayat itu terkandung pengertian bahwa kata ta‟lim jangkauannya
lebih jauh, serta lebih luas dari pada kata tarbiyah. Kemudian Jalal mengutip
ayat 151 surah Al-Baqarah, yang menurut jalal berdasarkan ayat itu dapat
diketahui bahwa proses ta‟lim lebih universal dibandingkan dengan proses
tarbiyah. Sebab ketika mengajar bacaan Al-Qur‟an kepada kaum muslimin, Rosul SAW tidak terbatas pada membuat mereka sekedar dapat membaca,
tetapi membaca dengan perenungan yang berisi pemahaman, tanggung jawab
dan amanah.
Jadi, berdasarkan analisis di atas itu Jala menyimpulkan bahwa menurut
Al-Qur‟an, ta‟lim lebih luas dari tarbiyah. Berbeda dengan Al-Attas, Jalal tidak
membandingkan dengan ta‟dib. Selanjutnya, Jalal menjelaskan bahwa ta‟lim
tidak berhenti pada pengetahuan yang lahiriah, juga tidak sampai pada
pengetahuan taklid. Akan tetapi ta‟lim mencakup pula pengetahuan teoritis,
mengulang kaji secara lisan dan meyeluruh melaksanakan pengetahuan itu.
Ta‟lim mencakup pula aspek-aspek pengetahuan, juga ketrampilan yang
dibutuhkan dalam kehidupan serta pedoman berperilaku.
c. Al-Tarbiyah
Menurut Abdurrahman An-Nahlawi, At-Tarbiyah adalah lebih tepat
47
menguraikan secara sistematik semantik, lafal at-Tarbiyah yang (dianggap)
berasal dari tiga kata sebagai berikut :
1) Raba-yarbu yang berarti bertambah dan bertumbuh. Makna ini dapat
dilihat dalam Al-Qur‟an surah Al-Rum ayat 39.
2) Rabiya-yarbu denagn wazan, Khafiya-yakhfa yang berarti, menjadi
besar.
3) Rabba-yarabbu dengan wazan madda-yamuddu, berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntun, menjaga dan memelihara.
Imam Al-Baidhawi mengatakan, makna asal al-Rabb adalah al-Tarbiyah,
yaitu menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna. Al-Raghib
Al-Asfahani menyatakan, makna asal al-Rabb adalah al-tarbiyah, yaitu
memelihara sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna.
Dari ketiga istilah tersebut, Abdurrahman an-Nahwali, menyimpulkan
bahwa pendidikan (al-tarbiyah) terdiri atas empat unsur: pertama, menjaga dan
memelihara fitrah anak menjelang baligh. Kedua, mengembangkan seluruh
potensi dan kesiapan yang bermacam-macam. Ketiga, mengarahkan
keseluruhan fitrah dan potendi ini menuju kepada kebaikan dan kesempurnaan
yang layak baginya. Dan keempat, proses ini dilaksanakan secara bertahap
sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Baidhawi dan Al-Raghib, dengan sedikit
demi sedikit hingga sempurna.
Tumpang tindih pemakaian dan pemahaman istilah di atas sebenarnya tidak
perlu terjadi, jika konsep yang dikandung ketiga istilah tersebut diaplikasikan
48
kekurangan dalam masing-masing istilah yang kemudian perlu dirumuskan dan
diantisipasikan untuk lebih mencerminkan konsep dan aktivitas pendidikan
Islam, sehingga dalam lapangan praksis operasional akan menjadi sebagai
berikut :
1) Istilah tarbiyah kirannya bisa disepakati untuk dikembangkan mengingat
kandungan istilah tersebut lebih mencakup dan lebih luas dibanding
kedua istilah lainnya.
2) Dalam interaksi edukatif, konsep ta‟lim bagaimanapun juga tidak bisa
diabaikan, mengingat salah satu metode mancapai tujuan tarbiyah
adalah dengan melalui proses ta‟lim, dan,
3) Keduanya, baik tarbiyah maupun ta‟lim, harus lebih mengacu pada
konsep ta‟dib dalam perumusan arah dan tujuan aktivitasnya, tetapi
dengan modifikasi tertentu, sehingga tujuan tidak sekedar dirumuskan
dengan kata-kata singkat “fadilah”, tetapi rumusan tujuan pendidikan
Islam yang lebih memberikan porsi utama pengembangan pada
pertumbuhan dan pembinaan keimanan, keIslaman dan keihsanan,
disamping juga tidak mengabaikan pertumbuhan dan perkembangan
intelektual peserta didik.
Jadi, antara ta‟dib, ta‟lim, dan tarbiyah adalah mempunyai hubungan yang
sangat erat dan saling mengisi kekurangan yang satu akan diisi oleh kelebihan
yang lain. Hal demikian sangat terlihat bila pendidikan kita bicarakan dalam
bingkai lapangan praksis dalam interaksi edukatif. Maka dari tiga hal di ataslah
49
3. Dasar-dasar Pendidikan Islam
Suatu totalitas kependidikan harus bersandar pada landasan dasar.
Pendidikan Islam, baik sebagai konsep maupun sebagai aktivitas yang bergerak
dalam rangka pembinaan kepribadian yang utuh, paripurna atau syumul,
memerlukan suatu dasar yang kokoh. Kajian tentang pendidikan Islam tidak
boleh lepas dari landasan yang terkait dengan sumber ajaran Islam yang
mendasar. Ada empat dasar fundamental pendidikan Islam, yaitu : a)
Al-Qur‟an b) Al-Sunnah, c) Al-Kaun, dan d) Ijtihad.
a) Al-Qur‟an
Al-Qur‟an diakui oleh orang-orang Islam sebagai firman Allah
SWT, dan karenanya ia merupakan dasar hukum bagi mereka. Al-Qur‟an
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi kaum
muslimin dari waktu ke waktu yang selaras dan sejalan dengan kebutuhan
yang terjadi. Al-Qur‟an sepenuhnya berorientasi untuk kepentingan
manusia. Segala persoalan terdapat hal pokoknya di dalam Al-Qur‟an serta
berisi tentang aturan yang sangat lengkap dan tidak punya cela,
mempunyai nilai universal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu, nilai
ajarannya mampu menembus segala dimensi ruang dan waktu.
Al-Qur‟an merupakan kitab pendidikan dan pengajaran secara
umum. Juga merupakan kitab pendidikan secara khusus, pendidikan sosial,
moral dan spiritual. di dalam al-Qur‟an terdapat banyak ajaran yang berisi
prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu.
50
Lukman ayat 21-19. Cerita itu menggariskan prinsip materi pendidikan
yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadat, sosial dan ilmu pengetahuan.
Maka Al-Qur‟an merupakan sumber inspirasi dan aktivitas manusia dalam
setiap sendi kehidupannya, yang akan mengantarkan manusia mampu
berdialog secara ramah dengan dirinya sendiri, dengan alam sekitar, dan
dengan Tuhannya, maka al-Qur‟an menjadi landasan yang kokoh dan
paling strategis bagi orientasi pengembangan intelektual, spiritual dan
keparipurnaan hidup manusia secara hakiki. Oleh karena itu pendidikan
Islam harus menggunakan Al-Qur‟an sebagai sumber utama dalam
merumuskan berbagai teori tentang pendidikan Islam (Khoiron Rosyadi,
2004:155).
b) As-Sunnah
As-Sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan Rosul
Allah SWT. Yang dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau
perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan
saja kejadian atau perbuatan itu berjalan.
Dijadikannya as-sunnah sebagai dasar pendidikan Islam tidak
terlepas dari fungsi as-sunnah itu sendiri terhadap Al-Qur‟an. Yaitu : -
Sunnah menerangkan ayat-ayat Al-Qur‟an yang bersifat umum. Maka
dengan sendirinya yang menerangkan itu terkemudian dari yang
diterangkan, - Sunnah mengkhidmati al-Qur‟an. Memang as-sunnah
menjelaskan mujmal al-Qur‟an, menerangkan musykilnya dan
51
SAW berfungsi menjelaskan maksud firman-fiman Allah (QS.16:44).
Abdul Halim Mahmud, dalam bukunya al-sunnah fi makanatiha wa fi
Tarikhiha, menulis bahwa as-sunna mempunyai fungsi yang berhubungan
dengan Al-Qur‟an dan fungsi berkaitan dengan pembinaan hukum syara‟.
Sunnah merupakan sumber ajaran kedua sesudah Al-Qur‟an.
Sunnah berisi tentang petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup
manusia dalam segala aspekny, untuk membina umat menjadi manusia
seutuhnya atau muslim yang bertakwa. Untuk itu Rasul Allah menjadi
guru dan pendidik utama. Oleh karena itu sunnah merupakan landasan
kedua bagi cara pembinaan manusia muslim dalam setiap sendi
kehidupannya.
c) Al-Kaun
Selain menurunkan ayat-ayat Qauliyah kepada umat manusia
melalui perantara malaikat jibril dan nabi-nabiNya, ia juga
membentangkan ayat-ayat kauniyah secara nyata, yaitu alam semesta
dengan segala macam partikel dan heteroginitas berbagai entitas yang ada
di dalamnya: langit yang begitu luas dengan gugusan-gugusan galaksinya,
laut yang begitu membahana dengan kekayaan ikan, gunung-gunung,
berbagai macam binatang dan sebagainya.
Mengenai ayat-ayat kauniyah tersebut, beberapa ayat di dalam
al-Qur‟an menyatakan dengan gamblang dalam surah Ar-Ra‟d ayat 3 dan Al
-Jatsiyah. Alam semesta selain sebagai ayat-ayat kauniyah yang merupakan
52
secara konkret yang tidak henti-hentinya mengajarkan kepada manusia
secara mondial begaimana bersikap dan berperilaku mulia. Ditilik dari
wacana pedagogis, hal itu amatlah berarti bagi berlangsungnya proses
pendidikan demi tercapainya (setidaknya) dan hal bagus; bukan hanya
tumpukan ilmu dan kepandaian, tapi juga sikap arif dan kedewasaan jiwa.
d) Ijtihad
Ijtihad adalah istilah para fuqaha, yaitu berpikir dengan
menggunakan seluruh ilmu yang dimiliki oleh ilmuwan sayri‟at Islam
untuk menetapkan/menentukan sesuatu hukum syari‟at Islam dalam hal
-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur‟an dan
sunnah (Zakiyah Daradjat, 2012:21). Ijtihad sebagai langkah untuk
memperbaharui interpretasi dan pelembagaan ajaran Islam dalam
kehidupan yang berkembang merupakan semangat kebudayaan Islami.
Ijtihad yang diarahkan pada interpretasi wahyu dan al-kaun akan
menghasilkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
menggembirakan. Sebab interpretasi manusia atas wahyu akan
menghasilkan pemahaman keagamaan atau agama yang aktual. Orang
yang melakukan ijtihad disebut sebagai mujtahid. Seorang mujtahid
senantiasa menggunakan akal budinya untuk memecahkan problematika
kemanusiaan dalam kehidupannya. Orang yang senantiasa menggunakan
akal budinya oleh Al-Qur‟an disebut sebagai ulul-albab (Khoiron
53
Menurut Al-Qur‟an ulul-albab adalah sekelompok manusia tertentu
yang diberi keistimewaan oleh Allah SWT. Diantara keistemewaannya
adalah mereka diberi hikmah dan pengetahuan, disamping pengetahuan
yang diperoleh secara empiris (QS.2:269).
Ijtihad dalam pendidikan harus tetap bersumber pada Al-Qur‟an
dan Sunnah yang diolah oleh akal yang sehat dari para ahli pendidikan
Islam. Ijtihad di bidang pendidikan ternyata semakin perlu sebab ajaran
Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Sunnah adalah bersifat pokok
-pokok dan prinsip-prinsip saja (Zakiyah Daradjat, 2012:22).
4. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan ialah apa yang dicanangkan oleh manusia, atau sesuatu yang
diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha serta kegiatan selesai. Ketika
berbicara mengenai tujuan pendidikan, tak dapat tidak mengajak kita untuk
berbicara tentang tujuan hidup, yaitu tujuan hidup manusia. Sebab, pendidikan
hanyalah suatu alat yang digunakan oelh manusia untuk memelihara kelanjutan
hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.
Al-Syaibany menampilkan definisi tujuan sebagai perubahan yang
diingini yang diusahakan oleh proses pendidikan, atau upaya yang diusahakan
oleh proses pendidikan, atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada
tingkah laku individu pada kehidupan pribadinya, maupun pada kehidupan
masyarakat dan alam sekitar. Jadi, tujuan-tujuan pendidikan jika mengikuti
54
tujuan-tujuan individual, b.) tujuan-tujuan sosial dan c.) tujuan-tujuan
profesional (Khoiron Rosyadi, 2004:161).
Dilihat dari segi UU No.23 Tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan
nasional dalam Bab II dasar, fungsi dan tujuan pada pasal 3, maka tujuan
pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Ada beberapa tujuan pendidikan Islam.
a. Tujuan Umum pendidikan Islam
1) Prof. M. Athiyah Al-Abrasyi dalam kajiannya tentang pendidikan
Islam menyimpulkan bahwa tujuan umum yang asasi bagi pendidikan
Islam, yaitu :
a) Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia.
b) Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat.
c) Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi
kemanfaatan.
d) Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan
memuaskan keinginan untuk mengetahui (co-riosity).
e) Menyiapkan pelajar dari segi profesional
2) Prof. Abdurrahman An-Nahlawi dalam bukunya, Dasar-dasar
Pendidikan Islam dan Metode-metode pengajarannya, tujuan umum
55
a) Pendidikan akal dan Persiapan pikiran.
b) Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada anak.
c) Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda.
d) Berusaha untuk menyeimbangkan segala kekuatan dan
kesediaan-kesediaan manusia.
3) Menurut Muhammad Quthb, tujuan umum pendidikan Islam adalah
manusia yang taqwa, itulah manusia yang baik menurutnya. Sungguh
yang paling mulia di antara kalian menurut pandangan Allah ialah
yang paling tinggi tingkat ketaqwaannya (QS. Al-Hujurat (49):13).
4) Menurut Abdul Fatah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam ialah
terwujudnya manusia Hamba Allah. Jadi, menurut Islam, pendidikan
haruslah menjadikan seluruh manusia sebagai makhluk yang
menghambakan diri kepada Allah(beribadah kepadaNya). Karena
sesuai dengan pesan Al-Qur‟an bahwa Allah menciptakan jin dan
manusia supaya mereka beribadah kepadaNya (QS.al-Dzariyat
(51):56).
Tujuan umum pendidikan Islam diberi perhatian dan tidak terkena
perubahan dari waktu ke waktu. Finalitas kenabian secara implisit menyatakan
finalitas cita-cita yang diajarkan Nabi SAW kepada sekalian manusia. Jadi,
tujuan umum pendidikan Islam adalah tujuan yang berada jauh dari masa
sekarang, sebuah hasil pencapaian yang tidak dapat terlaksana melalui kerja.
Taqwa kepada Allah merupakan tujuan tertinggi dalam pendidikan Islam, ia