• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Putusan Pengadilan yang Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap: Studi Kasus Pelaksanaan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang No. 08Pdt.G2003PN.Pml T1 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB I Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Putusan Pengadilan yang Mempunyai Kekuatan Hukum Tetap: Studi Kasus Pelaksanaan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang No. 08Pdt.G2003PN.Pml T1 BAB I"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

Bab I

Pendahuluan

A.

Latar Belakang Masalah

Penelitian ini hendak membahas pelaksanaan putusan pengadilan yang berkuatan hukum tetap ( studi kasus putusan Pengadilan Negeri Pemalang No. 08/Pdt.G/2003/PN.Pml). khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan eksekusi putusan tersebut. Mengingat bahwa ada mengenai putusan Pengadilan yang sudah memepunyai kekuatan hukum tetap akan tetapi dalam eksekusinya tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat dan bertujuan mengadakan tata tertib diantara anggota-anggota masyarakat itu. Ini berarti, bahwa anasir-hukum baru dapat dianggap ada, apabila suatu tingkah laku seorang sedikit banyak

menyinggung atau mempengaruhi tingkah laku dan kepentingan orang lain.1 Dapat

dikatakan jika hukum memiliki andil dalam melaksanakan suatu proses yang dimana proses tersebut adalah keadilan untuk masyarakat yang membutuhkan.

Keberadaan tanah semakin penting sehubungan dengan makin tingginya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan yang menyebabkan kebutuhan akan tanah juga semakin meningkat, sementara di pihak lain persediaan akan tanah relatif sangat terbatas. Ketimpangan antara pesatnya peningkatan kebutuhan manusia akan tanah dengan keterbatasan ketersediaan tanah sering menimbulkan benturan kepentingan di tengah-tengah masyarakat. Terjadinya benturan kepentingan menyangkut sumber daya tanah tersebutlah yang dinamakan masalah pertanahan. Masalah pertanahan juga ada yang menyebut sengketa atau

(2)

2 konflik pertanahan. Istilah sengketa sendiri lebih sering digunakan dan ditemukan dalam kepustakaan ilmu hukum, misalnya sengketa perdata, sengketa dagang, sengketa keluarga, sengketa produsen dan konsumen, sehingga kata penyelesaian

sengketa lebih sering digunakan dalam lingkungan ilmu hukum.2

Timbulnya sengketa tanah bermula dari pengaduan suatu pihak (orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.3 Munculnya sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan

kembali menegaskan kenyataan bahwa negara masih belum bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya. Undang Undang No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan sebutan Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA ) baru sebatas menandai dimulainya era baru kepemilikan tanah yang awalnya bersifat komunal berkembang menjadi kepemilikan individual.

Konflik dalam pertanahan sering disebut dengan sengketa, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sengketa merupakan segala sesuatu yang menyebabkan

perbedaan pendapat, pertikaian dan pembantahan.4 Timbulnya sengketa hukum

mengenai tanah berawal dari pengaduan suatu pihak (orang atau badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap suatu tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh

penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.5

Sifat permasalahan dari suatu sengketa secara umum ada beberapa macam, antara lain :

1) Masalah yang menyangkut prioritas dapat ditetapkan sebagai

pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak, atau atas yang belum ada haknya.

2Syarifila i. “Huku Keperdataa A alisis Huku terhadap Se gketa Hak atas Ta ah oleh

Pengurus Besar Darud.

3Rusmadi Murad. Administrasi Pertanahan Edisi Revisi : Pelaksanaan Hukum Pertanahan dalam

Praktek. CV Mandar Maju. Bandung. 2005. hal. 32.

(3)

3

2) Bantahan terhadap sesuatu atas hak / bukti perolehan yang

digunakan sebagai dasar pemberian hak.

3) Kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan

peraturan yang kurang atau tidak benar.

4) Sengketa atau masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial

praktis.

Alasan yang sebenanya menjadi tujuan akhir dari sengketa bahwa ada pihak lain yang lebih berhak dari yang lain (prioritas) atas tanah yang disengketakan, oleh karena itu, penyelesaian sengketa hukum terhadap sengketa tersebut tergantung dari sifat permasalahan yang diajukan dan prosesnya akan memerlukan beberapa tahap tertentu sebelum di peroleh suatu keputusan

Hukum acara perdata dipergunakan untuk menjamin ditaatinya hukum perdata materiil. Ketentuan hukum acara perdata pada umumnya tidak memberi hak dan kewajiban yang seperti dijumpai dalam hukum perdata materil, tetapi melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan kaidah hukum perdata materiil yang ada, atau melindungi hak perseorangan. Karena pada hakekatnya hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya dijamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. Dengan kata lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak.

(4)

4 Suatu putusan Pengadilan dapat dieksekusi apabila putusan tersebut telah

memupnyai kekuatan hukum tetap ( in kracht van gewijsde). Dimaksud putusan

yang berkekuatan hukum tetap adalah putusan Pengadilan yang sudah tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi, baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum yang luar biasa. Putusan pengadilan yang demikian akan mengikat para pihak yang

berperkara dan dapat dilaksanakan eksekusi terhadap putusan tersebut.

Setiap putusan haruslah dapat dieksekusi, karena tidak akan ada artinya jika putusan tidak dapat dieksekusi, seperti diketahui bahwa putusan hakim itu

sewaktu-waktu akan menjadi putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van

gewijsde). Dalam Pasal 195 ayat (1) HIR atau Pasal 206 ayat (1) RBg, menjalankan eksekusi terhadap putusan pengadilan mutlak hanya diberikan kepada instansi peradilan tingkat pertama, yaitu Pengadilan Negeri.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan

Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau Kuasanya, menyebutkan bahwa

“Dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah”6. Dari

ketentuan Pasal 2 tersebut jelas sekali bahwa pengokupasian yang dilakukan warga tersebut yang menyerobot tanah orang lain tanpa izin yang berhak atau kuasanya adalah suatu tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku sebagaimana mestinya, tetapi dalam prakteknya masih ada saja sengketa pertanahan yang terjadi karena adanya main serobot tanah yang bukan hak dan kuasanya. Sebagaimanapun pemakaian tanah yang secara demikian

Tentang kepastian hukum hak atas tanah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Kemudian sesuai dengan dinamika dalam perkembangannya, peraturan pemerintah tersebut disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dalam peraturan pemerintah terbaru ini memang banyak dilakukan penyederhanaan persyaratan dan prosedur untuk penyelenggaraan pendaftaran tanah.

6 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin

(5)

5 Oleh karena itu dalam perspektif ini, tanah selalu berhubungan dengan orang dan badan hukum, yang sejatinya memerlukan kepastian hukum akan haknya tersebut. Disamping itu diperlukan pula perlindungan hukum terhadap hak atas tanah yang bersangkutan yaitu perlindungan terhadap hubungan hukumnya serta perlindungan terhadap pelaksanaan haknya. Kepastian tentang letak dan batas-batas tanah juga menjadi krusial, karena konflik pertanahan biasanya juga menyangkut tanda batas tanah. Konklusinya adalah setiap hak atas tanah dituntut kepastian mengenai subyek, obyek serta perlindungan hukum dan dalam pelaksanaan kewenangan hak tersebut.

Salah satu identitas dari suatu negara hukum adalah memberikan jaminan dan perlindungan hukum atas hak-hak warga negaranya. Sebagaimana diketahui tujuan hukum ialah ketertiban, keadilan dan kepastian hukum termasuk di dalamnya perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah. Dalam kehidupan manusia, keberadaan tanah tidak akan terlepas dari segala perbuatan manusia itu sendiri, sebab tanah merupakan tempat manusia untuk menjalankan dan melanjutkan

kehidupannya7

Selanjutnya sehubungan dengan tahap pelaksaan putusan tersebut, dalam setiap yang hendak dijatuhkan oleh hakim dalam mengakhiri dan menyelesaiakan suatu perkara, perlu memperhatikan tiga hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, unsur kemanfaatan dan unsur kepastian hukum.Apabila hakim telah memeriksa suatu perkara yang diajukan kepadanya, maka ia harus menyusun putusan dengan baik dan benar. Pada tahap pelaksanaan dari pada putusan ini, maka akan diperoleh suatu putusan yang inkracht van gewijsde (berkekuatan hukum tetap).

Terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut dapat dilanjutkan pada tahap eksekusi bilamana pihak yang kalah tidak mau memenuhi isi putusan dengan sukarela. Eksekusi atau pelaksanaan putusan ini dapat dijalankan apabila sudah ada permohonan eksekusi dari pihak yang menang dalam putusan. Pada dasarnya putusan hakim yang dapat dimohonkan eksekusi adalah putusan bersifat

7 Adrian Sutedi, PeralihanHakAtasTanahdanPendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2007,

(6)

6 condemtoir, atau penghukuman. Eksekusi pada hakikatnya merupakan suatu upaya hukum untuk merealisasi kewajiban pihak yang kalah dalam suatu perkara untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan.

Namun, ada kalanya pelaksanaan eksekusi tidak dapat berjalan dengan lancar. Banyak hambatan yang merintangi, baik yang berupa perlawanan fisik, psikis dari pihak yang kalah yang sampai pada tidak terpenuhinya perintah pemberian jaminan, yang ditetapkan hakim pada putusan uitvoerbaar bij voorraad (putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu). Sehingga dapat menimbulkan sengketa dan gugatan dari pihak lain.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik pada sebuah kasus yang terjadi di Pengadilan Negeri Pemalang. Kasus ini berawal dari Eny Ester bin M.Z Zacheus melawan Majelis Daerah VII Jawa Tengah Gereja Pantekosta Di Indonesia. Posisi kasus :

Kasus ini bermula dari adanya sebidang tanah yang terletak di jalan teratai nomor 12, Kelurahan Pelutan, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah Tanah. Bahwa diatas tanah tersebut didirikan gereja pada tahun 1960an dan dihuni oleh MS Zacheus yang dipercaya untuk menempati tempat tersebut oleh majelis daerah. .

Kemudian pada saat itu ada salah satu donator yang ingin memperluas gereja tersebut yang dahulu luasnya 190m2 sekarang luasnya 560m2 dan akhirnya membeli tanah pada tahun 1988 gereja tersebut berubah menjadi besar yaitu terdiri dari gereja dan pastori.M.S Zacheus masih menjadi pendeta pada saat itu sampai 1990an.

Dalam transaksi jual beli tersebut ini tanah terdiri 3 bidang tanah

1. tanah pertama milik gereja dengan luas 190 M2,

2. tanah kedua sebidang tanah persil No. 137 d. II C No. 772 luas 205

(7)

7

3. tanah ketiga dengan luas tanah 165 M2 terletak di Kelurahan

Pelutan, Pemalang tercatat dalam sertifikat Hak Milik No. 33 atas nama Keng Lin dengan harga sebesar Rp. 1.500.000 telah dibayar tunai pada tanggal 23 Agustus1988 dan uangnya diterima oleh Keng Lin sendiri.

Kemudian dalam transaksi jual beli diatas disaksikan dari pihak Gereja Pantekosta di Indonesia dikuasakan kepada pendeta M.S Zacheus, sedangkan uang untuk membayar kedua bidang tanah tersebut diatas adalah Uung Bintoro untuk diwakafkan pada Gereja Pantekosta dimaksud jadi jumlah tanah-tanah aset gereja seluruhnya adalah 560 M2, selanjutnya disertifikatkan dengan sertifikat Hak Milik N0. 1885 atas nama Mohamad Sangid Zacheus dengan alasan gereja tidak dapat memilik tanah dimaksud.

Setelah kejadian tersebut oleh pihak gereja tanah-tanah tersebut didirikan bangunan antara lain : untuk perluasan kegiatan Jemaah dan 2 (dua) buah bangunan rumah dinas Pastori untuk pendeta yang bertugas dalam memberikan pelayanan kepada umatnya dengan fasilitas lengkap dan peralatan yang baik. Bahwa kemudian oleh Mohamad Sangid Zacheus pendeta gereja tersebut sertifikat tanah di pecah menjadi 2 (dua) sertifikat yaitu :

1. Sertifikat Hak Milik No. 1886 dengan luas kurang lebih 407

M2 sebagai pemegang hak adalah Mohamad Sangid Zacheus.

2. Sertifikat No. 1887 dengan luas tanah kurang lebih 154 M2

dan sebagai pemegang hak adalah Mohamad Sangid Zacheus ( Rumah Dinas Pastori yang ada di sebelah gereja dan dfitempati oleh pendeta Mohamad Sangid Zacheus beserta keluarganya).

(8)

8 Selanjutnya M.S Zacheus memberikan pandangan bagaimana kalau sertifikat jangan atas nama MS Zacheus melainkan dirubah menjadi atas nama Gereja Pantekosta Di Indonesia agar jemaat tidak bubar dan masukan pak Zacheus tersebut diterima gereja sehingga ia akhirnya merubah dan mengalihkan dari atas nama M.S Zacheus menjadi GPDI melalui notaris Liliek Sudarsono, S.H. Bahwa setelah ganti kepengurusan timbul sengketa dari anak-anak M.S Zacheus yang mempermasalahkan gereja tersebut. Karena Eny Ester anak dari M.S Zacheus dan Ronny Rampen (suami dari Eny Ester seta menantu dari M.S Zacheus) menganggap gereja tersebut adalah miliknya M.S Zacheus (ayah). Dalam hal ini yang diperkarakan adalah mengenai sertifikat Hak Milik No. 1886 atas Mohamad Sangid Zacheus.

Akhirnya Eny Ester memperkarakan masalah ini ke jalur hukum melalui pengadilan. Dengan nomor perkara : No. 08/PdtG/2003/PN.Pml. Dari pihak penggugatnya Eny Ester dan sebagai tergugat adalah Majelis Daerah VII Jawa Tengah Gereja Pantekosta Di Indonesia. Dalam prosesnya Eny Ester dan suami (Ronny) membuktikan bahwa gereja tersebut diakui sebagai warisan yang ditinggalkan ayahnya. Kemudian hakim memenangkan tergugat karena bukti otentik yang menyatakan sah milik gereja. Akhirnya Pengadilan Negeri Pemalang memberikan putusan sebagai berikut: (1) mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian, (2) menyatakan bahwa para Tergugat yang menempati, menguasai dan memakai tanah beserta bangunan permanen rumah pastori tingkat yang menjadi satu dengan bangunan gereja pantekosta sebagaimana diuraikan dengan tanpa ijin Majelis Daerah VII Jawa Tengah Gereja Pantekosta di Indonesia adalah perbuatan melawan hukum, (3) menghukum para Tergugat atau siapapun juga yang menerima hak dari padanya untuk segera mengosongkan dan menyerahkannya kepada Penggugat dalam keadaan bebas yaitu 2 (dua) bidang tanah berikut bangunan Pastori Gedung Gereja Pantekosta di Indonesia dalam keadaan sempurna.

(9)

9 pelaksanaan berita acara eksekusi ke Pengadilan Negeri Pemalang pada tanggal 19 April 2005. Kemudian Panitera Pengadilan Negeri Pemalang atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Pemalang melakukan eksekusi tersebut dengan surat penetapannya yaitu tertanggal, 08 April 2005 dengan adanya Nomor: 02/Pdt.Eks/2005/PN.Pml, dalam perkara perdata Nomor: 08/Pdt.G/2003/PN.Pml.

Dengan dihadiri dua saksi yang telah dewasa dan cakap dilaksanakan penetapan Nomor: 02/Pdt.Eks/2005/PN.Pml. Dari informasi berita acara eksekusi dan penetapan ini pegawai Pengadilan Negeri Pemalang telah datang ke lokasi tanah obyek sengketa di Kelurahan Pelutan Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang guna melaksanakan putusan pengadilan Negeri Pemalang tertanggal 2 Oktober 2003 Nomor: 08/Pdt.G2003/PN.Pml Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Semarang tertanggal 30 Agustus 2003 Nomor: 118/Pdt/2004/PT.Smg yang telah berkekuatan hukum tetap karena para pihak yang berperkara tidak mengajukan upaya hukum kasasi dalam tenggang waktu sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang.

Para tergugat (Eny) / Para Pembanding / Para Termohon Eksekusi tidak mau melaksanakan dengan sukarela dan tetap membangkang serta tidak bersedia melakukan pengosongan dan menyerahkan atas obyek sengketa tersebut kepada Penggugat/Terbanding/Pemohon Eksekusi. Tindakan aparat dalam hal ini yang dibantu oleh petugas-petugas dari kepolisian Sektor Pemalang, Koramil Pemalang, Kepala Wilayah Kecamatan dan Kepala Kelurahan Pelutan telah memaksa Para Termohon Eksekusi untuk mengosongkan dan menyerahkan obyek sengketa.

(10)

10 yang ada pihak majelis daerah tetap tidak bisa menempati gereja tersebut dikarenakan diancam serta diteror. Maka dari itu disini kurang adanya perlindungan hukum yang diberikan.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka penulis tertarik untuk menyajikan penulisan hukum dengan judul PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP (STUDI KASUS

PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI PEMALANG NO.

08/Pdt.G/2003/PN.Pml)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apa kendala dalam pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri Pemalang Nomor: 08/Pdt.G/2003/PN.Pml ?

2. Tindakan hukum yang dapat diambil gereja agar dapat menempati dan memanfaatkan tanah tersebut ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun beberapa tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kendala dalam pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri Pemalang No. 08/Pdt.G/2003/PN.Pml

2. Untuk memberikan solusi tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh gereja agar dapat menempati dan memanfaatkan tanah tersebut

D. Manfaat Penelitian

Penulisan penelitian diharapkan memberikan manfaat :

1. Secara Teoritis

(11)

11 .

2. Secara Praktis

Memberikan pengetahuan kepada masyarakat agar dapat memahami akan hak2nya sebagai pemegang hak atas tanah.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan kontruksi yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.

Berdasarkan uraian diatas, maka metode penulisan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah jenis deskripti yang akan menjelaskan tentang pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri Pemalang No. 08/Pdt.G/2003/PN.Pml yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, serta kendala-kendala yang muncul dalam pelaksanaan putusan tersebut.

2. Pendekatan

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan empiris. Melaluipendekatan ini akan dipaparkan secara detail tentang fakta yang terjadi pada saat pelaksanaan Putusan Pengadilan Negeri Pemalang Nomor 08/Pdt.G/2003/PN.Pml. Dengan hasil pemaparan

tersebut dapat diketahui kendala – kendala yang ada pada saat pelaksanaan

(12)

12

3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini dilakukan dengan :

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara metode interview atau wawancara dengan advokat, saksi, dan tokoh masyarakat mengenai pelaksanaan putusan eksekusi tersebut oleh Pengadilan Negeri Pemalang No.08/Pdt.G/2003/PN.Pml yang terjadi. Dalam hal ini sebagai nara sumber adalah :

a. pendeta Pdt Hengky Tohea S.Th b. panitera Pengadilan Negeri Pemalang c. saksi yaitu Uung Bintoro selaku Donatur.

d. Tokoh masyarakatn yakni ketua RT setempat yang hadir saat proses eksekusi dilakukan

2. Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan teknik Library Research, yaitu mempelajari literature ilmu hukum yang berkaitan dengan permasalahan. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer yaitu:

a. Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c. UU No 51 PRP Tahun 1960 Tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya,

d. HIR.

4. Sistematika Penulisan

(13)

13 memaparkan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian.

Bab II merupakan tinjuan pustaka, hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab ini diuraikan sekilas mengenai pengertian eksekusi, macam-macam eksekusi, tata cara pelaksanaan eksekusi yang dilakukan. Serta soal perlindungan hukum yang diberikan terhadap pemegang hak atas tanah yang sah. Disamping itu akan dipaparkan tentang kasus penelitian dan analisisnya

Referensi

Dokumen terkait

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengamatan Terhadap Proses Pembelajaran Matematika dan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII B di SMP

tailing pasir untuk budidaya pakchoy, pengaruh amelioran pupuk organik dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan produksi pakchoy di lahan tailing pasir bekas

Kesimpulan: Dari perspektif gender, wanita lebih takut mengoperasikan komputer jka dibandingkan dengan pria; Kegelisahan atau ketakutan menggunakan komputer dapat menyebabkan

Perbedaan yang menjadikan penelitian penulis orisinil yakni menekankan pada faktor-faktor yang memengaruhi sikap abstain Amerika Serikat dalam Sidang DK PBB pada

Keinginan Suriah mewujudkan Suriah Raya dengan menjadikan Lebanon masuk dalam wilayah Suriah dengan tidak membuka hubungan diplomatik dengan Lebanon dan putusnya

dibanding dengan pembelajaran secara konvensional. 2) efektifitas penerapan SPSIB dalam meningkatkan kemampuan siswa, pada. aspek menceritakan kembali isi bacaan, pada

dalam penerapan kehidupan islami di sekolah. Dari keseluruhan responden menjawab bahwa telah tersedia fasilitas tempat wudhuk di sekolah. Berdasarkan

dapat dilihat bahwa persentase nilai rasapengaruh penambahan jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) terhadap penerimaan konsumen produk nugget udang rebon (Acetes