• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan diuretik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Laporan diuretik"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mempertahankan homeostatis, ekskresi air dan elektrolit pada asupan harus melebihi ekskresi karena sebagian dari jumlah air dan elektrolit tersebut akan diikat dalam tubuh. Jika asupan kurang dari ekskresi maka jumlah zat dalam tubuh akan berkurang. Kapasitas ginjal untuk mengubah ekskresi natrium sebagai respont terhadap perubahan asupan natrium akan sangat besar. Hal ini sesuai untuk air dan kebanyakan elektrolit lainnya seperti klorida, kalium, kalsium, hidrogen, magnesium, dan fosfat.

Pengeluaran urin atau diuresis dapat diartikan sebagai penambahan produksi volume urin yang dikeluarkan dan pengeluaran jumlah zat zat terlarut dalam air.Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotic.

(2)

tubuh. Kelainan volume cairan vaskuler akan menganggu fungsi kardiovaskuler, sedang perubahan komposisi cairan intestitial akan menganggu fungsi.

Terdapat banyak keadaan – keadaan yang dapat mengganggu volume dan komposisi cairan tubuh tersebut, antara lain ingesti (pemasukan) air atau defripasi (hilangnya) air, ingesti atau defrivasi elektrolit, kelebihan asam atau alkali, produk metabolisme atau pemberian bahan-bahan toksik.

Jadi jelas harus terdapat suatu regulasi aktif untuk mempetahankan lingkungan agar tetap konstan, terutama dalam menghadapi faktor yang dapat mengganggu kestabilan volume dan komposisi cairan interistitial. B. Tujuan Percobaan

(3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori umum

Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan natrium klorida. Secara normal, reabsobsi garam dan air dikendalikan masing–masing oleh aldosteron vasopiesin (hormon antidiuretik, ADH). Sebagian basar diuretik bekarja dengan menurukan reabsorbsi elektrolit oleh tubulus. Ekskresi elektolit yang meningkat diikuti oleh peningkatan ekskresi air, yang penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Diuretik digunakan untuk mengurangi udema pada gagal jantung kongesif, beberapa penyakit ginjal, dan sirosis hepatis (Neal, M.J.2010).

Pada pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali untuk protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtraf glomerulus dalam kapsula Bowman hampir sama dengan dalam plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula Bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh reabsorpsi air dan zat terlarut spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat-zat lain dari kapiler peritubulus ke dalam tubulus. (Guyton, 1997)

(4)

dan sejumlah kecil solute lain disekresikan ke dalam tubulus. Air solute tubulus yang tersisa menjadi urine (Anonim, 2006).

Ginjal merupakan organ utama yang melakukan proses ekskresi dan osmonegulasi. Secara lengkap peranan atau fungsi ginjal adalah sebagai berikut (Dwiyana, 2002) :

1. Mengeksresikan zat buangan seperti urea, asam urat, kreatinin, keratin dan zat lain yang bersifat racun.

2. Mengatur volume plasma dan jumlah air di dalam tubuh. Bila banyak air yang masuk ke dalam tubuh, ginjal membuang kelebihan air sehingga lebih banyak lagi urin yang diekskresikan. Bila tubuh kehilangan banyak air, ginjal akan mengeluarkan sedikit air (urin pekat).

3. Menjaga tekanan osmose pada keadaan seharusnya dengan cara mengatur ekskresi garam-garam, membuang jumlah garam yang berlebihan dan menahan garam bila jumlahnya dalam tubuh berkurang.

4. Mengatur pH plasma dan cairan tubuh, ginjal dapat mengekskresikan urin yang bersifat basa tetapi dapat pula mengekspresikan urin yang bersifat asam.

5. Menjalankan fungsi sebagai hormon, ginjal menghasilkan dua macam zat yang diduga mempunyai fungsi endokrin. Kedua zat tersebut adalah rennin dan eritropoetin.

(5)

1. Penyaringan atau filtrasi zat-zat sisa metabolisme. Proses ini dilakukan oleh Kapsula Bowman.

2. Penyerapan kembali atau absorbsi zat-zat yang masih berguna bagi tubuh. Proses ini berlangsung di sepanjang tubulus kontraktil proksimal hingga Henle.

3. Pengeluaran zat yang tidak diperlukan dan tidak dapat disimpan dalam tubuh yang disebut augmentasi. Proses ini berlangsung disepanjang tubulus kontrotus distal hingga kaliktifus.

Ginjal mempunyai kaitan yang erat dengan fungsi organ – organ lain dan demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, walaupun yang dihadapi adalah penderita penyakit ginjal, haruslah kita mengahadapi penderita secara keseluruhan, baik pada pengambilan amnesia maupun pada pemeriksaan lainnya. (Soeparman, 1993)

Fungsi Ginjal (Syarifudin, 2001)

1. Mengekresikan zat buangan seperti urea, asam urat, kreatinin, keratin dan zat lain yang bersifat racun.

(6)

3. Menjaga tekanan osmose pada keadaan seharusnya dengan cara mengatur ekskresi garam – garam, membuang jumlah garam yang berlebihan dan menahan garam bila jumlahnya dalam tubuh berkurang. 4. Mengatur pH plasma dan cairan tubuh, ginjal dapat mengekresikan

urin yang bersifat asam

Ada beberapa proses yang terjadi pada ginjal yaitu (Azies,B, 1990): 1. Ultrafitrasi, semua molekul berukuran kecil seperti air, glukosa dan

urea disaring darah di glomerulus. Hasil filtrasi ini adalah terbentuknya filtrate di kapsula bowman yang selanjutnya dialirkan ke tubulus renalis. 2. Reabsorbsi selektif, semua susbstansi yang berguna bagi tubuh dan yang diperlukan untuk mempertahankan air dan komposisi garam cairan tubuh akan diambil dari filtrate dan dikembalikan ke dalam darah dengan suatu proses yang isebut reabsorbsi.

3. Sekresi, pada umumnya substansi yang tidak dibutuhkan oleh dapat dipindahkan dari darah ke filtrate dan perpindahan substansi dari darah ke filtrat yang terdapat di tubulus renalis.

Unit fungsional ginjal disebut nefron terdiri dari kelompok kapiler yang disebut glomerulus dan suatu pipa sempit yang panjang yang disebut tubulus renalis, yang muncul dari suatu bentuk balon lampu, yakni kapsula Bowman. Tubulus renalis terdiri dari : (Sjafaraenan,2005).

(7)

filtrat glomerulaer melalui epitel tubular, pada keadaan kerusakan ginjal biasanya filtrasi melalui glomeruli akan menjadi berkurang (Haryono, 2002).

Obat-obat diuretik ( Harvey,2013) :

a. Diuretik Tiazid : Chlorothiazide, Chlorthalidone, Hydrochlorothiazide, Indapamide, Metalazone

b. Loop diuretik : Bumitadine, Ethacrynic acid, Furosemid, Torsemide c. Diuretik hemat-kalium : Amiloride, Eplerenone, Spironolactone,

Triamterene

d. Penghambat karbonik anhidrase : Asetazolamid e. Diuretik osmotik: Mnitol, urea.

Proses pembentukan urine. Ginjal memproduksi urine yang mengandung zat sisa metabolik dan mengatur komposisi cairan tubuh memelalui tiga proses utama (Sloane, 2003):

1.Filtrasi

Filtrasi glemerular adalah perpindahan cairan dan zat terlarut dan kapiler glomerular, dalam tekanan tertentu ke dalam kapsul bowman. 2. Reabsobsi

Reabsorpsi tubulus sebagian besar fiktrat (99%) secara selektif direabsorpsi aktif terhadap dalam tubulus ginjal melalui difusis pasif gradien kimia atau listrik, transpor aktif terhadap gradien tersebut. 3.Sekresi

(8)

Ginjal mengatur komposisi ion dan volume urine dengan reabsorbsi atau sekresi ion dan/ atau air lima daerah funsional sepanjang nefron yaitu :

1. Tubulus renalis kontortus proksimal

Dalam tubulus kontortus proksimal yang berada dalam korteks ginjal, hampir semua glukosa, bikarbonat, asam amino dan juga metabolit lain direabsorsi, sekitar jumlah Na+juga di reabsorbsi di tubulus proksimal, klorida dan air mengikuti dengan pasif untuk mempertahanka keseimbang elektik dan osmolaritas.

2. Ansa Henle pars desendens

Sisa filtrat yang isotonis, memasuki anasa henle pars desenden terus ke dalam meduloa ginjal. Osmlaritas meningkat sepanjang bagian desendens dari ansa henle kaeran mekanisme arus balik. Hal ini menyebabkannpeningkatan konsentrasi garam tiga kali lipat dalam cairan tubulus

3. Ansa henle pars asendens

Sel- sel epitel tubulus asendens unik kerena impermeabel untuk air.Reansorbsi aktif ion-ion Na+, K +dan Cl-dibantu oleh suato kotrasnpoter Na+/ K+/2Cl- , Mg++dan Ca++memasuki cairan interstisial meluai saluran paraselula.Jadi, pars asenden merupakan bagian pengencer dari nefron.Kira-kira 25-30 % NaCl di tubulur kembali ke cairan intestinal, dengan demikian membantu mempertahan osmolaritas tinggi dari cairan.

4. Tubulus renalis kontortus distal

Sel-sel tubulus distal juga impermeable untuk air.Sekitar 10% dar natrium klrida yang disaring direabsorsi melalui suatu transpoter Na+/ Cl-, yang sensitif terhadap diuretik tiazid.

(9)

Sel-sel utama dan sel-sel interkalasi dari tubulus renalis rektus bertanggung jawab untuk pertukaran Na+, K+dan untuk sekresi H+ dan reabsorbsi K+. Stimulasi reseptor aldosteron pada sel-sel utama menyebabkan reabsorbsi Na+dan K+.

Diuretik dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Dimana istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran ( kehilangan ) zat- zat terlarut dan air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel kembali menjadi normal (Marjono,2004).

Diuretika akan mengurangi kongesti pulmonal dan edema perifer. Obat-obat ini berguna mengurangi gejala volume urine berlebihan, termasuk ortopnea dan dispnea nokturna proksimal. Diuretik menurunkan volume plasma dan selanjutnya menurunkan venous return ke jantung (preload). Ini mengurangi beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen.Diuretik juga menurunkan afterload dengan mengurangi volume plasma sehingga menurunkan tensi darah (Mycek, 2013).

(10)

yang disaring dan bagian distalnya tidak mampu untuk mengkompensasi keniakan muatan Na+ (Mycek,2013).

Diuretik (bumctanid, furosemid, hidroklorotiazid, spironolakton dan triamfetamin),golongan obat ini merendahkan tekanan darah ,dimulai dengan peningkatan ekskresi Na dan H2O .Hal ini menurunkan volume ekstrasel,menimbulkan pengurangan isi sekuncup jantung dan aliran darah ginjal (Richard, 2001).

Pada diuretik osmotik sejumlah zat yang sederhana dan hidrofilik disaring glomrulus, seperti manitol dan urea, menyebabkan berbagai derajat diuresis. Hal ini terjadi karena kemampuan zat-zat ini untyuk mengangkut air bersama ke dalam cairan tubulus. Bila zat-zat yang disaring berikutnya mengalami sedikit atau tidak direabsorpsi sama sekali kemudian zat yang disaring akan meningkatkan keluaran urin. Hanya dalam jumlah kecil dari garam-garam yang ditambahkan dapat juga diekskresikan.Karena diuretik osmotik digunakan untuk meingkatakan ekskresi air daripada ekskresi Na, maka obat-obat ini tidak berguna untuk mengobati retensi Na. Obat-obat ini digunakan untuk memelihara aliran urine dalam keadaan toksik akut setelah menelan zat-zat beracun yang berpotensi menimbulkan kegagalan ginjal akut.Diuretik osmotik masih digunakan untuk mengobati pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, atau kegagalan ginjal akut karena syok, keracunan obat dan trauma. Mempertahankan aliran urin akan mempertahankan fungsi ginjal dalam jangka waktu lama dan dapat menghindarkan pasien dari dialisis (Mycek,2013).

(11)

mengkatalisis reaksi CO2 dan H2O menjadi h dan HCO3).Penurunan kemampuan menukar Na untuk H dengan adanya asetazolamid menyebabkan diuressi ringan.Selain itu, HCO3 dipertahankana dalam lumen yang ditandai dengan peningkatan pH urine.Hilangnya HCO3 menyebabkan asidosis metabolisme hiperkloremik dan penuruanan kemampuan diuresis setelah beberapa hari pengobatan (Mycek, 2013).

Tiazid dan senyawa yang berkaitan (kanan atas) bersifat aman, aktif secara oral, namun merupakan diuretik yang relatif lemah. Obat yang lebih efektif adalah high ceiling atau iuretik loop (kiri atas). Obat ini mempunyai awitan yang sangat cepat dan durasi kerja yang cukup pendek.Obat ini sangat kuat (sehingga diberi istilah ‘high ceiling’) dan bisa menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit serta dehidrasi yang serius. Metolazon merupakan obat yang berkaitan dengan tiazid dan aktivitasnya berada diantara diuretik loop dan tiazid. Metolazon mempunyai efek sinergis yang kuat dengan furosemid, dan kombinasi tersebut bisa efektif pada edema yang resisten dan pada pasien dengan gagal ginjal yang serius. Tiazid dan diuretik loop meningkatakan ekskresi kalium, dan mungkin dibutuhkan suplemen kalium untuk mencegah hipokalemia (Neal,2006).

(12)

bersama reseptornya, dan sintesis yang dinamakan protein yang diinduksi aldosteron tak terjadi.Protein ini berfungsi membuka saluran Natrium dalam membran sel lumen. Akibatnya absorpsi akan berkurang dan pada saat bersamaan absorbsi kalium berkurang. Olehnya, Spironolakton bekerja setelah periode laten beberapa jam (Neal,2006).

Spironolakton secara kompetitif memblok ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasma sehingga meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan menurunkan sekresi K+ yang diperkuat oleh listrik. Spironolakton merupakan diuretik lemah, karena hanya 2% dari reabsorpsi Na+

total yang yang berada di bawah kendali aldosteron. Spironolakton terutama digunakan pada penyakit hati dengan asites, sindrom Conn (hiperaldosteronisme primer), dan gagal jantung berat (Neal, 2006).

Furosemid merupakan golongan obat diuretik, yaitu diuretik jerat henle.Semua diuretik jerat henle bekerja pada cabang menaik yang tebal dari jerat henle, karena merupakan diuretika yang bekerja kuat (diuretika plafon tinggi) (Neal,2006).

(13)

Kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menimbulkan interaksi yang tidak dikehendki, seperti (Harvey, 2013):

a. Penghambat ACE, dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknay baru diberikan setelah penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.

b. Obat-obat rema (NSAID’s) dapat agak memperlemah efek diuretis dan antihipertensif akibat sifat retensi natrium dan airnya.

c. Kortikosteroida dapat memperkuat kehilangan kalium.

d. Aminoglikosida ototoksitas diperkuat berhubung diuretika sendiri dapat menyebabkan ketulian (reversible).

e. Antidiabetika oral dikurangi efeknya bila terjadi hiperglikemia. f. Litium klorida dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya

ekskresi. B. Uraian Bahan dan Obat

a. Uraian Bahan

Na-CMC (Dirjen POM, 1979: 401)

Nama Resmi : NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM Nama Lain : Natrium karboksilmetilselulosa

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading, tidak berbau dan hampir tidak berbau, higroskopik.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P,dalam pelarut organik lain.

b. Uraian Obat

a. Furosemid

Golongan obat : Diuretik Loop(Mycek, 2013).

(14)

diuresisyang kuat dan cepat, mengobati hiperkalsemia, nefrosis atau gagal ginjal kronik( Dept. Farmakologi dan terapi UI, 2010 ). Efek samping : Ototoksisitas, pendengaran dapat terganggu oleh

“loop diuretic”, terutama bila digunakan bersama-sama dengan antibiotika aminoglikosida(Mycek, 2013).

Farmakodinamik : Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit Na+/K/2Cl- di ansa Henle asendens bagian epitel tebal; tempat kerjanya di permukaan sel epitel bagian luminal (yang menghadap ke lumen tubuli)( Dept. Farmakologi dan terapi UI, 2010 ).

Farmakokinetik : Diuretik kuat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak berbeda-beda. Biovailabilitas furosemid 65% sedangkan bumetenid hampir 100%( Dept. Farmakologi dan terapi UI, 2010 )..

Dosis :Obat ini tersedia dalam bentuk tablet 20, 40, 80 mg dan preparat suntikan. Dosis anak 2 mg/KgBB, bila perlu ditingkatkanmenjadi 6 mg/KgBB ( MIMS, 2014).

b. Spironolakton

(15)

kerjanya setelah 2-3 hari dan bertahan sampai beberapa hari pula setelah pengobatan dihentikan. Daya diuretisnya agak lemah maka khusus digunakan terkombinasi dengan diuretika umum lainnya. Efek kombinasi demikian adalah adisi disamping mencegah kehilangan kalium (Elisabeth, 2007).

Efek samping : Berupa umum, pada penggunaan lama dan dosis tinggi efeknya anriandrogen dengan gymecoamasti, gangguan potensi dan libido pada pria sedangkan pada wanita nyeri buah dada dan gangguan haid. Pada tikus ternyata berefek hendaknya digunakan dengan jangka waktu singkat (Mycek, 2013).

Dosis : Oral 1-2 dd 25-100 mg pada waktu makan (MIMS, 2014).

(16)

Farmakokinetik : Spironolakton diabsorbsi sempurna peroral dan terikat erat pada protein. Obat ini segera diubah menjadi metabolit yang aktif kenrenon. Spironolakrton menginduksi sitokron p-450 hati (Dept. Farmakologi dan terapi UI, 2010).

BAB 3 METODE KERJA

A. Alat yang digunakan

Adapun alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas kimia, kanula, kandang fisiologi, labu ukur 10 ml, spoit injeksi 1 ml dan 3 ml dan stopwatch,.

B. Bahan yang digunakan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquadest, furosemide, Na-CMC 1% dan spironolakton.

C. Hewan Coba

Adapun hewan coba yang digunakan pada praktikum adalah (tikus

(Rattus norvegicus). D. Pembuatan Bahan

Pembuatan Na-CMC 1% b/v

1. Ditimbang Na-CMC sebanyak 1gram

2. Dipanaskan 100 mL air suling hingga suhu 70oC

3. Dimasukkan Na-CMC kedalam lumpang, ditambahkan 100 mL air yang telah dipanaskan kemudian diaduk hingga homogen

4. Dimasukkan larutan Na-CMC 1% ke dalam wadah dan disimpan dalam lemari pendingin

E. Pembuatan Obat a. Furosemide

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Ditimbang Furosemide sebanyak 50 mg

3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

(17)

5. Dihomogenkan

6. Dispoit sebanyak 2,984 mL

7. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

8. Dicukupkan dengan Na-CMC 1% sampai batas tanda (pengenceran kedua)

9. Dihomogenkan lalu dipindahkan ke botol vial dan diberi etiket. 10. Dimasukan ke dalam lemari pendingin

b. Spironolakton

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Ditimbang Spironolakton sebanyak 67,04 mg 3. Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

4. Dilarutkan dengan Na-CMC 1% sampai batas tanda 5. Dihomogenkan lalu diberi etiket.

6. Dimasukan ke dalam lemari pendinginn F. Perlakuan Hewan Coba

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Disiapkan 2 ekor tikus kemudian dibagi menjadi 2 kelompok 3. Diberikan air hangat sebanyak 5 mL

4. Dilakukan pemberian obat : Tikus 1 diberikan obat furosemid sesuai dengan VP nya secara oral dan Tikus 2 diberikan obat spironolakton sesuai dengan VP nya secara oral

(18)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Pengamatan

Kelompok Obat BB VP Volume Urin

0 30 60 90

II Spironolaktin 159 g 3,973 mL - - - 1,1 mL III Furosemide 137 g 3,973 mL. - - 1,8 mL 1,3 mL B. Pembahasan

(19)

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan efek obat diuretik, yaitu furasemid dan spironolaktan pada hewan coba yaitu tikus Rattus noverge berdasarkan parameter pengukuran volume urin.

Mekanisme kerja obat yang pertama yaitu furasemid, menghantar pembawa ion Na+dan ion K + pada membran numinal. Sedangkan mekanisme kerja obat yang kedua adalah dimana obatnya adalah spiranolaktan yaitu menghambat kompetitif efek timbal balik alfosteron reseptor.

Alasan penggunaan furosemid yaitu furosemid ,bumetenid, dan torsemid karena dapat mungkin memperlihatkan reaktivitas- silang alergik pada pasien yang peka terhadap sulfonamide lainnya, akan tetapi hal ini tampaknya sangat jarang. Pemakaian berlebihan semua diuretik adalah berbahaya bagi pasien dengan sirosis hati, gagal ginjal borderline,atau gagal jantung.

Mekanisme kerja Spironolakton adalah secara kompetitif memblok ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasma sehingga meningkatkan ekskresi Na+ (Cl- dan H2O) dan menurunkan sekresi K+ yang diperkuat oleh listrik. Spironolakton merupakan diuretik lemah, karena hanya 2% dari reabsorpsi Na+ total yang yang berada di bawah kendali aldosteron. Spironolakton terutama digunakan pada penyakit hati dengan asites, sindrom Conn (hiperaldosteronisme primer), dan gagal jantung berat.

(20)

substansial spironolakton terjadi di hati. Secara keseluruhan ,spironolakton memiliki kerja yang agak lambat, memerlukan beberapa hari sebelum efek terapi penuh tercapai.

Pada percobaan pertama diuretik yang dilakukan oleh kelompok 2 dengan menggunakan obat spironolaktan dengan berat badan tikus 159 g dan volume pemberiannya 3,975 mL reaksi setalah dilakukan penginduksian obat ke tikus, dimana tikus diinduksi dengan air hangat sesuai dengan VP maksimalnya. Kemudian diinduksi didiamkan beberapa menit setelah itu diinduksi dengan obat spironolaktan sebanyak 3,975 mL. Lalu dihitung dimulai pada menit ke 0, 30, 60 dan 90. Adapaun hasil pada menit ke 90 adalah mengeluarkan urin sebanyak 1,1 mL.

Adapun pada percobaan kedua diuretik yang dilakukan oleh kelompok 3 dengan menggunakan obat furasemid dengan berat badan tikus 137 g dan Vpnya adalah 3,42 mL. Sebelum penginduksian, pertama-tama dilakukan penginduksian dengan menggunakan air hangat sebanyak 5 mL. Kemudian setelah beberapa menit kemudian dilakukan penginduksian dengan menggunakan obat furasemide. Diamati, pada menit ke 60 tikus mengalami urinasi sebanyak 1,8 mL dan pada menit ke 90 tikus mengeluarkan urin sebanyak 1,3 mL.

(21)

penghambat kompetitif efek timbal balik alfesteron, jadi pada percobaan ini tikus tidak cept mengalami urinasi.

Sedangkan pada percobaan dengan obat furasemid berdasarkan literatur dimana mekanisme obat tersebut sebagai penghambat ion Na+ dan K+.

(22)

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari hasil percobaan yaitu :

1. Pada kelompok 2 dengan obat spironolaktan, efek obat yang dihasilkan sudah sesuai dengan literatur dimana spironolaktan merupakan penghambat sehingga urin hanya keluar pada menit ke 90 sebanyak 1,1 mL.

2. Pada kelompok 3 dengan obat furasemide, sudah sesuai dengan literatur dan hasil yang diperoleh yaitu menit ke 60 1,8 mL dan menit ke 90 1,3 mL.

(23)

Diharapkan kepada seluruh asisten kelompok agar selalu mendapingi praktikan pada saat praktikum berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Penerbit UMI. Makassar.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III, Depkes RI, Jakart Guyton,H., 1997. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta

Harvey, Richard , dkk. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta : EGC Neal, M.J.,2006.”At a Glance Farmakologi Medis”.Erlangga.,Jakarta.

Mj, Neal. 2009, A ta Glance Farmakologi Medis, penerbit erlangga: Jakarta Marjono, Mahar. 2004. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta :UI Press.

Sjafaraenan dan Eddyman,W.F., 2005. Anatomi Fisiologi Manusia. Fakultas MIPA. Makassar.

Sloane ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

(24)

LAMPIRAN

A. Skema Kerja

Disiapkan 2 ekor tikus ↓

Diberi air hangat 5 mL ↓

Diberi obat

(Tikus I) (Tikus II)

Furosemid (po) Spironalakton

(25)

PERHITUNGAN DOSIS

1. Furosemid = 40 mg, Berat etiket rata – rata = 161,3 mg

Dosis dewasa =

= 0,6 mg/kgBB Dosis tikus = 0,6 mg/kgBB ×

= 3,7 mg/kgBB Dosis maksimal =

= 0,74 mg Larutan stock =

= 3,7 mg/10 mL

BYD =

= 14,92025 mg/10 mL Pengenceran :

50 mg → 10 mL (50 mg/10 mL) ↓

X → 10 mL (14,92025 mg/10mL) X =

(26)

2. Spironolakton 100 mg, Berat etiket rata – rata = 652,8 mg

Dosis dewasa =

= 1,6mg/kgBB

Dosis tikus = 1,6 mg/kgBB ×

= 10,27 mg/kgBB

Dosis maksimal =

= 2,054 mg

Larutan stock =

= 10,27 mg/10 mL

BYD =

(27)

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Loop diuretic merupakan obat diuretik yang paling efektif, karena bagian asendens bertanggung jawab untuk reabsorpsi 25- 30% NaCl yang difiltrasi dan tubulus distal

Drug Related Problems (DRPs) yang dapat diamati dari penelitian ini yaitu tidak dilakukan penyesuaian dosis untuk obat antihipertensi golongan diuretik loop (furosemid)

Penggunaan obat sintesis secara terus menerus dapat memberikan efek samping oleh karena itu dimanfaatkan berbagai tumbuhan yang berkhasiat sebagai diuretik, salah satunya adalah

Secara Kimia,obat-obat anestesi lokal terdiri dari golongan senyawa kimia yang mirip dengansenyawa yang memblok kanal Na pada membran sel syaraf yang

secara umum, golongan obat antihipertensi yang dikenal yaitu, diuretik, ACE inhibitor, Angiostensin Reseptor Bloker, Canal Calsium Bloker dan Beta Bloker (Fitrianto, H.,

kolinergik pada sistem saraf parasimpatis sama efek farmakodinamiknya dengan. obat-obat golongan antagonis kolinergik

Pasien yang menderita hipertensi dengan adanya komplikasi sebagian besar diberikan obat antihipertensi golongan antagonis kalsium sebanyak 25 orang 32,89%, diuretik sebanyak 20 orang

b Menurut beberapa studi, obat ACE-inhibitor yang dikonsumsi bersamaan dengan suplemen tinggi kalium dapat meningkatkan kadar kalium di dalam darah.. Mekanisme kerja obat ini yaitu