• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Merkuri (Hg) Dalam Urin Pada Pekerja Tambang Emas di Desa Panton Luas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Merkuri (Hg) Dalam Urin Pada Pekerja Tambang Emas di Desa Panton Luas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Merkuri

2.1.1. Sifat merkuri

Merkuri, ditulis dengan simbol kimia Hg (Hydragyrum) yang berarti “perak cair” (liquid silver) adalah logam yang sangat berat yang berbentuk cair pada temperatur kamar, berwarna putih - keperakan, memiliki sifat konduktor listrik yang cukup baik. Merkuri membeku pada temperatur -38.9 ºC dan mendidih pada temperatur 357 ºC (WHO, 2003; MSDS, 2007). Pada tabel periodika unsur - unsur kimia merkuri menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai bobot atom (BA 200,59) (Seiler et.all 1994).

Merkuri merupakan salah satu jenis logam berat yang berbentuk cairan dan memiliki gaya berat spesifik 13,5 kg/liter pada tekanan penguapan 0,16 Pa pada suhu 20 º C (Seiler et.all, 1994).

Secara umum logam merkuri memiliki sifat - sifat sebagai berikut :

a. Berwujud cair pada suhu kamar (25 ºC) dengan titik beku paling rendah sekitar -39 ºC.

b. Masih berwujud cair pada suhu 396 ºC

c. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan logam - logam yang lain.

d. Tahanan listrik yang dimiliki sangat rendah, sehingga menempatkan merkuri sebagai logam yang sangat baik untuk menghantarkan daya listrik. e. Dapat melarutkan bermacam - macam logam untuk membentuk alloy yang

disebut juga amalgam.

f. Merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup, baik itu dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun dalam bentuk senyawa.

(2)

2.1.2. Sumber dan kegunaan merkuri

Logam merkuri dihasilkan dari bijih sinabar (HgS), yang mengandung unsur merkuri antara 0,1%-4%. Merkuri yang telah dilepas kemudian dikondensasi, sehingga diperoleh logam cair murni. Logam cair inilah yang kemudian digunakan oleh manusia untuk bermacam - macam keperluan, seperti

untuk menambal gigi, termometer dan banyak senyawa – senyawa merkuri yang digunakan sebagai desinfektan, pestisida, bahan cat, anti septik, baterai kering, fotografi, di pabrik kayu dan pabrik tekstil serta pada proses pengolahan di tambang emas (EPA, 2000 dalam Rianto, 2010).

2.1.3. Jenis dan toksisitas merkuri (Inswiasri, 2008; WHO, 2000)

Merkuri menyebabkan terjadinya proses presipitasi protein yang menghambat aktivitas enzim dan bertindak sebagai bahan yang korosif. Merkuri juga terikat oleh gugus sulfhidril, fosforil, karboksil, amida, dan amino sehingga ikatan dalam gugus tersebut akan menghambat reaksi enzim.

Clarkson et al., (2007) menyatakan bahwa mekanisme transportasi dari merkuri adalah bergerak bebas di seluruh tubuh. Merkuri merupakan atom bermuatan yang diyakini diangkut secara difusi pasif ke dalam membran sel sebagai kompleks dengan senyawa tiol dengan berat molekul kecil. Setelah memasuki bagian dalam sel, terbentuk kompleks sistein pada asam amino dan keluar dari sel sebagai kompleks dengan penurunan glutation.

Pengaruh toksisitas merkuri pada manusia tergantung dari bentuk komposisi merkuri, dosis, rute masuknya ke dalam tubuh, usia manusia yang terpapar, contoh janin dan anak kecil lebih rentan (Darmono, 2009). Apapun jenis merkuri sangatlah berbahaya pada manusia karena merkuri akan terakumulasi pada tubuh dan bersifat neurotoxin. Merkuri dapat masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru jika terhirup, lambung jika tertelan dan kulit saat terjadi kontak

langsung (Gatot, 2007 dalam Lestarisa 2010).

(3)

tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak secara permanen, ginjal, dan gangguan perkembangan janin, bahkan pemakaian dalam jangka pendek dalam kadar tinggi bisa menimbulkan muntah-muntah, diare, kerusakan paru-paru, dan merupakan zat karsinogenik yang menyebabkan kanker (Gatot, 2007 dalam Lestarisa 2010).

Toksisitas merkuri pada manusia dibedakan menurut bentuk senyawa

merkuri. Sifat toksisitas yang sangat berbahaya pada manusia disebabkan elemen merkuri dapat menembus membran sel karena merkuri mempunyai sifat mudah sekali larut dalam lipida, sehingga mudah sekali menembus barier darah otak yang akan menyebabkan akumulasi di dalam otak. Merkuri juga sangat mudah sekali teroksidasi untuk membentuk merkuri oksida atau ion merkuri. Toksisitas kronik dari ke dua bentuk merkuri ini akan berpengaruh pada jenis organ yang berbeda, yaitu otak dan ginjal (Alfian, 2006). Jenis dan toksisitas merkuri pada manusia akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Unsur merkuri

Merupakan logam berwarna putih, berkilau dan pada suhu kamar berada dalam bentuk cairan. Pada suhu kamar akan menguap dan membentuk uap merkuri yang tidak berwarna dan tidak berbau. Manusia dapat terpajan uap merkuri jika bernafas dalam lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri, memakan makanan atau minum air yang telah terkontaminasi oleh merkuri dan kontak dengan kulit (WHO, 2001 dalam Inswiasri, 2008). Kurang lebih 80% uap merkuri yang terhisap akan masuk ke dalam aliran darah secara langsung melalui paru-paru, kemudian dengan cepat akan menyebar ke bagian-bagian lain termasuk ke otak dan ginjal (Alfian, 2006; Inswiasri, 2008; WHO, 2000). Rute utama dari pajanan merkuri metal adalah melalui inhalasi; sebanyak 80 % merkuri metal diabsorpsi. Unsur ini dapat dimetabolisme menjadi ion inorganik dan dieksresikan dalam bentuk merkuri inorganik. Organ yang paling sensitif adalah system syaraf (peripheral dan pusat). Gejala neurotoksik spesifik adalah tremor, perubahan

(4)

b. Merkuri anorganik

Senyawa merkuri anorganik terjadi ketika merkuri dikombinasikan dengan elemen lain, misalnya chlorine, sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa ini biasa disebut garam-garam merkuri. Merkuri anorganik berbentuk bubuk putih atau kristal, kecuali merkurik sulfida (HgS) yang biasa disebut Chinabar yang

berwarna merah dan akan menjadi hitam setelah terkena sinar matahari. Penyerapan dan pengendapan merkuri anorganik yang terhirup tergantung ukuran partikelnya, kelarutannya, dan lain - lain. Sekitar 10 -15% pemaparan merkuri anorganik lewat mulut diserap oleh sistem pencernaan pada orang dewasa dan mengendap dalam tubuh (Alfian, 2006; Inswiasri, 2008; WHO, 2000).

Merkuri memiliki afinitas yang tinggi pada terhadap fosfat, sistin, dan histidil rantai samping dari protein, purin, pirimidin dan porfirin, sehingga merkuri bisa terlibat dalam proses seluler. Toksisitas merkuri umumnya terjadi karena interaksi merkuri dengan kelompok thiol dari protein. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa konsentrasi rendah merkuri mampu menghambat kerja 50 jenis enzim sehingga metabolisme tubuh bisa terganggu dengan dosis rendah merkuri. Garam merkuri anorganik bisa mengakibatkan presipitasi protein, merusak mukosa alat pencernaan termasuk mukosa usus besar, dan merusak membran ginjal ataupun membran filter glomerulus menjadi lebih permeabel terhadap protein plasma yang sebagian besar akan masuk ke dalam urin. Toksisitas akut dari uap merkuri terhadap ginjal meliputi oliguria, albuminuria, anuria dan uremia sedangkan toksisitas kronis dari merkuri anorganik terhadap ginjal selain ditemukannya albuminaria juga ditemukan gejala lain berupa keruskan ginjal (Widowati, dkk, 2008).

c. Merkuri organik

Merkuri organik terjadi ketika merkuri berikatan dengan carbon (organomerkuri). Salah satu jenis organomerkuri yang dikenal adalah metil

(5)

bahwa sebagian besar alkyl merkuri disimpan dalam sistem peredaran darah. Pada laki - laki kadar metil merkuri pada sel darah dan rambut merupakan indikator yang terbaik terhadap penyerapan paparan senyawa metil merkuri pada sistem syaraf (Alfian, 2006; Inswiasri, 2008; WHO, 2000).

Alkil merkuri ataupun metil merkuri lebih toksik dibandingkan dengan

merkuri anorganik karena alkil merkuri bisa membentuk senyawa lipolhilus yang mampu melintasi membran sel dan lebih mudah diabsorbsi menuju sistem syaraf. Toksisitas merkuri organik sangat luas, yaitu mengakibatkan disfungsi blood brain barrier, merusak permeabilitas membran, menghambat beberapa enzim, menghambat sistesis protein, dan menghambat penggunaan substrat protein. Namun demikian, alkil merkuri ataupun metil merkuri tidak mengakibatkan kerusakan mukosa sehingga gejala toksisitas merkuri organik lebih lambat dibandingkan merkuri anorganik. Gejala toksisitas merkuri organik meliputi kerusakan sistem syaraf pusat berupa anoreksia, ataksia, dismetria, gangguan pandangan mata yang bisa mengakibatkan kebutaan, gangguan pendengaran, konvulsi, paresis, koma, dan kematian (Widowati, dkk, 2008).

2.1.4. Farmakokinetik merkuri

Cara masuk merkuri ke dalam tubuh turut mempengaruhi bentuk gangguan yang ditimbulkan, penderita yang terpapar dari uap merkuri dapat mengalami gangguan pada saluran pernafasan atau paru - paru dan gangguan berupa kemunduran pada fungsi otak. Kemunduran tersebut disebabkan terjadinya gangguan pada korteks. Garam - garam merkuri yang masuk dalam tubuh, baik karena terhisap ataupun tertelan, akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran pencernaan, hati dan ginjal. Dan kontak langsung dengan merkuri melalui kulit akan menimbulkan dermatitis lokal, tetapi dapat pula meluas secara umum bila terserap oleh tubuh dalam jumlah yang cukup banyak karena kontak yang

berulang – ulang (Kalyanamedia, 2006 dalam Rianto 2010).

(6)

mengalami oksidasi membentuk merkuri divalent yang dibantu enzim katalase. Inhalasi merkuri dalam bentuk uap akan diabsorbsi melalui sel darah merah, sebagian akan menuju otak yang kemudian diakumulasi di dalam jaringan (Lubis, 2002). Pasca absorbsi, merkuri didistribusikan ke jaringan dalam beberapa jam dengan kadar tertinggi dijumpai dalam ginjal. Unsur merkuri yang diabsorbsi

dengan cepat dioksidasi menjadi ion Hg2+, yang memiliki afinitas berikatan dengan substrat-substrat yang kaya gugus tersebut. Merkuri ditemukan dalam ginjal (terikat pada metalotionen) dan hati. Merkuri dapat melewati darah-otak dan plasenta. Metil merkuri mempunyai afinitas yang kuat terhadap otak. Sekitar 90% merkuri darah terdapat dalam eritrosit. Merkuri anorganik diekskresikan melalui urin dan feses. Merkuri anorganik diekskresikan dalam hitungan minggu hingga bulan, namun kandungan merkuri dalam ginjal dan otak masih dapat terdeteksi selama beberapa tahun (Katzung, 2011). Elabiad adan Rebecca (2011) menyebutkan bahwa, jalur utama ekskresi merkuri adalah melalui feses, dan kemudian diikuti oleh urin.

2.1.5. Kadar batas aman merkuri

Menurut WHO batas tolerir kadar merkuri dalam tubuh manusia meliputi dalam darah 5-10 μg/l, rata-rata merkuri dalam urin 4 μg/l dan dalam rambut berkisar antara 1-2μ g/kg (WHO, 1998 dalam Inswiasri, 2008; WHO, 1990 dalam Rianto 2010).

2.1.6. Pengaruh merkuri terhadap kesehatan

Penggunaan merkuri dalam waktu lama menimbulkan dampak gangguan kesehatan hingga kematian pada manusia dalam jumlah yang cukup besar. Meskipun kasus kematian sebagai akibat pencemaran merkuri belum terdata di Indonesia hingga kini namun diyakini persoalan merkuri di Indonesia perlu

(7)

1. Pengaruh terhadap fisiologis.

Pengaruh toksisitas merkuri terutama pada susunan saraf pusat dan ginjal terutama akibat merkuri terakumulasi. Jangka waktu, intensitas dan jalur paparan serta bentuk merkuri sangat berpengaruh terhadap sistem yang dipengaruhi. Organ utama yang terkena pada paparan kronik oleh elemen merkuri dan organomerkuri

adalah susunan saraf pusat. Sedangkan garam merkuri akan berpengaruh terhadap kerusakan ginjal. Keracunan akut oleh elemen merkuri yang terhisap mempunyai efek terhadap sistem pernafasan sedang garam merkuri yang tertelan akan berpengaruh terhadap susunan saraf pusat, dan sistem kardiovaskuler (Mercola, 2001; Palar, 2004; Zalups, 2011).

2. Pengaruh terhadap sistem syaraf

Merkuri yang berpengaruh terhadap sistem syaraf merupakan akibat pemajanan uap elemen merkuri dan metil merkuri karena senyawa ini mampu menembus blood brain barrier dan dapat mengakibatkan kerusakan otak yang

irreversible sehingga mengakibatkan kelumpuhan permanen. Metil merkuri yang masuk ke dalam pencernaan akan memperlambat kerja susunan saraf pusat. Gejala keracunan yang mungkin dirasakan pada pemajanan setelah beberapa bulan pertama sering tidak spesifik seperti malas, pandangan kabur atau berkurangnya pendengaran (ketulian) (Mercola, 2001; Palar, 2004; Zalups, 2011).

3. Pengaruh terhadap ginjal

Seperti halnya hati, ginjal juga rawan terhadap zat-zat kimia. Oleh karena itu, zat kimia yang terlalu banyak berada di dalam ginjal diduga akan mengakibatkan kerusakan sel, seperti piknosis dan kongesti. Piknosis atau pengerutan inti merupakan homogenisasi sitoplasma dan peningkatan eosinofil. Piknosis merupakan tahap awal kematian sel (nekrosis). Tahap berikutnya yaitu inti pecah (karioreksis) dan inti menghilang (kariolisis). Piknosis dapat terjadi karena adanya kerusakan di dalam sel antara lain kerusakan membran yang diikuti

(8)

toksikan paling tinggi. Nekrosis merupakan kematian sel jaringan akibat jejas saat individu masih hidup. Secara mikroskopik terjadi perubahan inti (nukleus) yaitu inti menjadi keriput, tidak vasikuler lagi dan tampak lebih padat, warnanya gelap hitam (karyopiknosis), inti pucat tidak nyata (kariolisis), dan inti terpecah-pecah menjadi beberapa gumpalan (karioreksis). Merkuri anorganik akan berikatan

dengan cysteine yang dapat difiltrasi ke dalam lumen tubulus., melalui aksi γGT

dan cysteinylglycinase dan masuk kedalam sel tubulus proksimal melaui transport asam amino (Zalups, 2011). Nekrosis tubulus adalah lesi ginjal yang reversibel dan timbul pada suatu sebaran kejadian klinik, kerusakan ginjal berupa nekrosis tubulus disebabkan oleh sejumlah racun organik. Hal ini terjadi karena pada sel epitel tubulus terjadi kontak langsung dengan bahan yang direabsorbsi, sehingga sel epitel tubulus ginjal dapat mengalami kerusakan berupa degenerasi lemak ataupun nekrosis pada inti sel ginjal (Zalups, 2011).

Apabila terjadi akumulasi pada ginjal yang diakibatkan oleh masuknya merkuri anorganik atau phenylmercury akan menyebabkan naiknya permeabilitas epitel tubulus sehingga akan menurunkan kemampuan fungsi ginjal (disfungsi ginjal). Pajanan melalui uap merkuri atau garam merkuri melalui saluran pernafasan juga mengakibatkan kegagalan ginjal karena terjadi proteinuria atau

nephrotic syndrom dan tubular necrosis akut (Mercola, 2001; Palar, 2004; Zalups, 2011).

Kadar keratinin merupkan salah satu indikator terhadap fungsi ginjal. Kreatinin serum (pengukuran darah) merupakan indikator penting dari kesehatan ginjal karena merupakan produk metabolisme otot yang tidak berubah dari yang diekskresikan oleh ginjal. Kreatinin sendiri diproduksi melalui sistem biologis yang melibatkan kreatin, fosfokreatin (juga dikenal sebagai kreatin fosfat), dan

(9)

oleh ginjal, terutama oleh filtrasi glomerular tetapi juga melalui sekresi tubulus proksimal (Palar, 2004; Lu, 2006).

4. Pengaruh terhadap pertumbuhan janin

Hasil studi membuktikan bahwa ada kaitan yang signifikan antara ibu dan bayi yang terpajan oleh metilmerkuri, bayi yang dilahirkan dari ibu yang makan

gandum yang diberi fungisida yang mengandung merkuri, maka bayi yang dilahirkan akan mengalami gangguan kerusakan otak yaitu retardasi mental, tuli, penciutan lapangan pandang, microcephaly, cerebral palsy, ataxia, buta dan gangguan menelan (Mercola, 2001; Palar, 2004; Zalups, 2011).

2.1.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar merkuri dalam urin

Menurut Donatus (2001) dalam Rianto (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi kadar merkuri dalam urin meliputi:

1. Kadar merkuri

Merupakan jumlah merkuri yang digunakan oleh pekerja tambang emas sebagai bahan pencampur pada saat proses amalgamasi dengan satuan liter/hari. Peraturan tentang kadar merkuri yang berlaku di Indonesia tertera dalam, tabel berikut: (Inswiasri, 2008 dalam Junita, 2013)

No Peraturan Kadar merkuri yang diizinkan

1 Permenkes No. 907/2002 tentang kadar merkuri dalam air minum

0,001 mg/l

2 Permenkes No. 416/1990 tentang kadar merkuri dalam air minum

0,001 mg/l

3 Kepmenkes No. 261/1998 tentang kadar merkuri dalam udara tempat kerja

0,1 mg/l

4 Kep BPOM No. 3725/B/SK/VII/89 tentang kadar merkuri dalam makanan dan minuman

Dalam ikan segar 0,5 mg/kg Dalam sayur-sayuran 0,03 mg/kg Dalam biji-bijian 0,05 mg/kg 4 Kepmen LH N0. 02/1998 tentang kadar

merkuri dalam air sungai

Golongan A (baku mutu air minum) : 0,001 mg/l

Golongan B (untuk perikanan) : 0,001 mg/l

Golongan C (untuk perikanan) : 0,002 mg/l

(10)

2. Lama kontak dengan merkuri

Yaitu lamanya seseorang bekerja setiap harinya (dalam satuan jam), berapa hari dalam seminggu (dalam satuan hari). Jam kerja dapat menentukan tingkat keracunan seseorang dengan zat kimia, sehingga semakin lama jam kerja seseorang dalam sehari, maka semakin banyak jumlah paparan merkuri yang

diterima oleh tubuhnya dan terakumulasi di dalam tubuhnya. Menurut California’s Division of Occupational Safety and Health batas aman pemaparan merkuri di tempat kerja adalah 0.05 mg/m³ dengan rata-rata waktu pemaparan tidak lebih dari 8 jam dalam satu hari (DOSH, 2008).

3. Frekuensi pemakaian merkuri

Adalah intensitas pekerja kontak dengan merkuri dalam satu minggu yang dinyatakan dalam satuan hari/minggu. Nilai Ambang Batas (NAB) yang tercantum dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 13 Tahun 2013 bahwa rata-rata waktu (time weight average) yang dapat diterima tenaga kerja (tidak menyebabkan gangguan kesehatan) adalah tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.

4. Masa kerja

Adalah lama seseorang bekerja (dalam satuan tahun) dan selama itu pula orang tersebut terpajan merkuri. Pengaruh masa kerja dengan kadar merkuri berkaitan dengan akumulasi merkuri dalam tubuh para pekerja, semakin sering seseorang terpapar dengan merkuri maka akan semakin tinggi pula kadar merkuri dalam tubuhnya (Suma’mur, 1996). Pekerja tambang emas berisiko tinggi mengalami keracunan merkuri karena kontak langsung yang terjadi pada saat proses amalgamasi melalui kulit dan inhalasi, paparan melalui inhalasi akan menyebabkan terjadinya penyerapan merkuri hingga hingga 80% dalam tubuh

(11)

5. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Adalah alat yang digunakan untuk meminimalisasi tingkat paparan bahan berbahaya atau beracun untuk menghindari kecelakaan kerja. Jenis alat pelindung diri yang digunakan pada pertambanganemas, meliputi : sarung tangan karet, kaca mata, sepatu boot, dan pakaian panjang (pada proses amalgamasi), sedangkan

pada proses penggarangan dibutuhkan masker sebagai alat pelindungnya. Pada dasarnya alat pelindung diri tersebut dapat berfungsi untuk mencegah masuknya merkuri ke dalam tubuh pekerja, baik melalui inhalasi maupun melalui pori - pori kulit. Dengan memakai alat pelindung diri diharapkan akan mengurangi risiko yang diakibatkan oleh paparan merkuri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wardiyatun dan Hartini (2007) di Desa Rengas Tujuh Kecamatan Tumbang Titi Kabupaten Ketapang diperoleh nilai p=0, 001 dengan hasil uji koefisien korelasi = -0,0717 yang berarti semakin sering pekerja tambang emas menggunakan alat pelindung diri, maka akan semakin rendah kadar merkuri dalam urin pekerja tersebut. Semakin jarang menggunakan alat pelindung diri maka akan semakin besar pula risiko pemaparan merkuri dalam tubuh pekerja tambang emas.

2. 1.8. Pemeriksaan biologis keracunan

Metode yang digunakan dalam pemeriksaan total kadar merkuri adalah dengan menggunakan spektrometri. Metode ini dapat digunakan untuk memeriksa kadar merkuri pada makanan, darah, urin, rambut dan jaringan. Gas

Chomatography Electron Capture digunakan untuk pemeriksaan metal merkuri dalam makanan, jaringan dan cairan biologis, sedangkan Neutron Action

digunakan untuk pemeriksaan total merkuri dalam semua media (Houserova, 2005; Fong, 2007).

2.1.9. Pemeriksaan merkuri dalam urin

(12)

dengan waktu paruh 40 - 60 hari untuk pemaparan jangka pendek dan 90 hari untuk pemaparan jangka panjang. Hasil beberapa studi menunjukkan bahwa tanda awal pengaruh kurang baik yang berkenaan dengan sistem syaraf pusat atau ginjal dapat dilihat pada konsentrasi kadar merkuri dalam urin antara 25-35 μg/l. Apabila konsentrasi merkuri dalam urin melebihi 100μg/l secara pasti

mempunyai risiko efek kurang baik pada kesehatan, terutama pada sistem syaraf pusat, tremor, rasa cemas, erethism (gangguan neurologis yang mempengaruhi seluruh sistem saraf pusat akibat keracunan merkuri) dan kerusakan ginjal dengan ditemukan adanya proteinuria (WHO, 1994 dalam Rianto 2010; Zalups, 2011).

2.2. Spektrometeri ICP-OES

Inductively Coupled Plasma – Optic Emission Spectrometer (ICP -OES) merupakan alat yang digunakan untuk menganalisa unsur-unsur logam dalam suatu bahan. Bahan yang akan dianalisa dengan alat ini harus dalam bentuk larutan yang homogen. Alat ini merupakan alat analisis kimia kuantitatif yang mempunyai kemampuan menganalisa 80% unsur yang ada dalam sistem periodik (Seiler. et. all 1994; Noviarty, 2007).

Penggunaan ICP pertamakali dilakukan oleh Reed pada tahun 1961 yang ingin melihat refraksi kristal (titik didih) pada logam alumunium. Kelebihan alat ini adalah sangat selektif dan dapat digunakan untuk mengukur beberapa unsur sekaligus secara berurutan dalam setiap pengukuran (Seiler. et. all 1994; Noviarty, 2007).

2.2.1. Komponen alat ICP- OES

Susunan komponen alat ICP-OES adalah sebagai berikut: 1. Penghantar sampel

2. ICP torch

3. Generator pengatur gelombang

4. Optik spektrometer 5. Detektor

(13)

2.2.2. Cara kerja ICP- OES

Prinsip umum pada pengukuran ini adalah mengukur intensitas energi/radiasi yang dipancarkan oleh unsur-unsur yang mengalami perubahan tingkat energi atom (eksitasi atau ionisasi). Larutan sampel dihisap dan dialirkan melalui capilarry tube ke nebulizer. Nebulizer akan mengubah larutan sampel ke

bentuk aerosol yang kemudian diinjeksikan ke ICP-OES. Pada temperatur plasma sekitar 6000-8000 ºC, sampel-sampel akan teratomisasi dan tereksitasi. Atom yang tereksitasi akan kembali ke keadaan awal (ground state) sambil memancarkan sinar radiasi. Sinar radiasi ini didispersi oleh komponen optik. Sinar yang terdispersi secara berurutan muncul pada bagian masing-masing panjang gelombang unsur dan diubah dalam bentuk sinyal listrik dan besarnya sebanding dengan sinar yang dipancarkan oleh besarnya konsentrasi unsur. Sinyal listrik ini kemudian diproses oleh sistem pengolah data (Seiler. et. all 1994; Noviarty, 2007).

Dengan mengamati intensitas yang dihasilkan oleh larutan sampel dan memasukkan harga intensitas tersebut ke dalam kurva kalibrasi larutan standar, maka konsentrasi unsur yang terkandung di dalam larutan sampel dapat diketahui. Besarnya kandungan unsur dapat diketahui dari hubungan antara konsentrasi unsur dengan intensitas yang dihasilkan oleh unsur tersebut dengan menggunakan persamaann linier yang diperoleh dari pembuatan kurva kalibrasi, sesuai dengan rumus y = ax + b

Dimana : y = intensitas larutan b = intercept

a = slope y/x x = konsentrasi

(14)

Gambar 1. Skema alat ICP

2.3. Destruksi

2.3.1. Pengertian destruksi

Destruksi merupakan suatu cara perlakuan perombakan senyawa menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis, dengan kata lain perombakan bentuk organik logam menjadi bentuk logam anorganik (Darmono, 1995).

2.3.2. Jenis destruksi

Jenis destruksi yang dikenal dalam ilmu kimia ada dua jenis, yaitu destruksi basah (oksidasi basah) dan destruksi kering (oksidasi kering). Ke dua destruksi ini memiliki teknik pengerjaan dan lama pemanasan atau pendestruksian yang berbeda (Darmono, 1995 dalam Vivianti, 2003).

Destruksi basah (oksidasi basah) merupakan proses perombakan sampel dengan menggunakan asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator. Pelarut yang digunakan pada metode ini adalah asam nitrat, asam sulfat, asam perkhlorat, asam klorida yang dapat digunakan secara tunggal maupun campuran. Destruksi basah dengan

(15)
(16)

• Jumlah merkuri yang 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

(17)

2.5. Kerangka kerja penelitian

Kadar merkuri dalam urin

Pemeriksaan kadar merkuri dengan alat ICP-OES

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar merkuri dalam urin:

• Jumlah merkuri yang digunakan

• Lama kontak dengan merkuri

• Frekuensi pemakaian merkuri

• Masa kerja

(18)

2.6. Definisi operasional 2.6.1. Jumlah merkuri

Adalah berapa banyak merkuri yang digunakan oleh pekerja tambang emas di Desa Panton Luas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan sebagai bahan pencampur pada saat proses amalgamasi dengan satuan liter/hari. Data diperoleh

dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, jumlah merkuri yang digunakan diukur dengan menggunakan gelas ukur, dengan skala ukur rasio.

2.6.2. Lama kontak dengan merkuri

Adalah seberapa lama pekerja tambang emas di Desa Panton Luas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan bekerja setiap harinya (dalam satuan jam). Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, skala ukur rasio.

2.6.3. Frekuensi pemakaian merkuri

Adalah seberapa lama pekerja tambang emas di Desa Panton Luas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan kontak dengan merkuri dalam satu minggu yang dinyatakan dalam satuan hari/minggu. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, skala ukur rasio.

2.6.4. Masa kerja

Adalah rentang waktu pekerja tambang emas di Desa Panton Luas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan bekerja di tambang emas dimulai dari pertama bekerja sampai penelitian dilakukan dalam satuan tahun. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner, skala ukur rasio.

2.6.5. Alat pelindung diri

Adalah kebiasaan pekerja tambang emas di Desa Panton Luas Kecamatan Sawang

(19)

2.6.6. Kadar merkuri dalam urin

Adalah cara yang digunakan untuk mengetahui kadar merkuri dalam urin pada pekerja tambang emas di Desa Panton Luas Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan. Data diperoleh dari pemeriksaan kadar merkuri dalam urin dengan menggunakan ICP-OES di Balai Tenaga Kesehatan Lingkungan (BTKL) Medan

Gambar

Gambar 1. Skema alat ICP

Referensi

Dokumen terkait

Pada penulisan ilmiah ini, penulis mencoba menerapkan suatu sistem secara komputerisasi pada perkebunan F3 yang digunakan untuk pencatatan penjualan mereka. Penulis

[r]

Pembuatan aplikasi ini pada dasarnya akan merubah prosedur yang berjalan pada klinik Ibu & Anak Larasati yang semula proses pencatatan data pasien, proses pembuatan bukti

[r]

Java 2 Micro Edition (J2ME) merupakan turunan dari Java 2 Standard Edition (J2SE) yang ditujukan untuk implementasi pada peralatan dengan jumlah memori dan kapasitas penyimpanan

Dengan mengambil asumsi bahwa pasokan BBG dari ladang gas marginal mulai beroperasi tahun 2007 dan dengan mempertimbangkan pertumbuhan kebutuhan BBG, maka ladang gas marginal

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan antara ayah dan anak tiri ( rabibah ) menurut hukum Islam adalah haram dan tidak ada syarat yang dapat menghapuskan hukum

Adalah mahasiswi Fakultas Ekonomi, Universitas Bangka Belitung yang sedang menyusun sebuah skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dengan judul