• Tidak ada hasil yang ditemukan

Variasi Dialek Bahasa Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Variasi Dialek Bahasa Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku bangsa mempunyai keanekaragaman budaya serta latar sosiokultur yang berbeda-beda pula. Salah satu dari keanekaragaman budaya yang dimaksud adalah bahasa, dalam hal ini bahasa-bahasa daerah. Bahasa daerah merupakan salah satu sumber kosakata bahasa Indonesia yang perlu dibina.

Pembinaan dan pemeliharaan bahasa daerah tersebut bukan berarti menggeser kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, tetapi untuk memudahkan hubungan komunikasi antarmasyarakat pada suatu daerah tertentu. Mengingat begitu pentingnya bahasa daerah dalam komunikasi intraetnis, sudah selayaknyalah kegiatan penelitian bahasa daerah ini dilaksanakan. Penelitian terhadap suatu bahasa daerah atau suatu dialek sebuah bahasa juga dapat menambah pengetahuan umum akan nilai dan struktur bahasa tersebut.

Mandailing adalah suatu wilayah di Kabupaten Mandailing Natal di tengah Provinsi Sumatera Utara, dan wilayahnya terletak strategis di sepanjang jalan raya lintas Sumatera kurang lebih 40 km dari Padangsidempuan ke arah selatan, dan kurang lebih 150 km dari Bukittinggi ke arah utara. Mandailing berbatasan dengan wilayah Angkola di sebelah utara, Pesisir di sebelah barat, Minangkabau di sebelah selatan, serta Padanglawas di sebelah timur.

(2)

mendiami Tor Sihite, dan etnik Ulu mendiami wilayah Muara Sipongi yang masing-masing mempunyai adat istiadat sendiri.

Bahasa Mandailing (selanjutnya disingkat dengan BM) adalah bahasa yang hidup di antara bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Batak Toba, Karo, Simalungun, Jawa, Melayu yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Mayoritas penutur BM terdapat di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, dan beberapa kabupaten di sekitarnya yang kini dikenal dengan sebutan Tapanuli bagian selatan. Dalam kehidupan sehari-hari dengan orang-orang sedaerahnya, penutur BM berkomunikasi maupun berinteraksi lebih suka menggunakan BM dibandingkan BI, hal ini dilakukan untuk menjalin kedekatan dan keakraban di antara mereka. BI hanya digunakan dalam situasi resmi dan formal saja.

Umumnya bahasa yang digunakan di Kabupaten Mandailing Natal adalah BM, dan fungsi utama bahasa ini adalah sebagai alat komunikasi intraetnis dalam ranah-ranah seperti rumah, kedai-kedai, upacara adat, pasar, dan lain-lain sebagai alat interaksi lisan.

BM memiliki kosakata yang juga dipengaruhi oleh bahasa-bahasa di luar wilayah Mandailing sendiri. Berdasarkan penjelasan Lubis (2009:91), BM juga dipengaruhi oleh bahasa Minang dan bahasa Indonesia/Melayu. Kata-kata seperti godang ‘besar’, kecek ‘cerita’, lomang ‘lemang’, tape ‘tapai’, joring ‘jengkol’, sirit ‘kotoran’, etek ‘makcik’, mamak ‘paman’, dan lain-lain diyakini berasal dari bahasa Minang. Kata-kata seperti ari ‘hari’, tano ‘tanah’, poken ‘pekan’, hata ‘kata’, sikola ‘sekolah’, sonang ‘senang’, lambok ‘lembek’, paet ‘pahit’, dan lain-lain diperkirakan berasal dari bahasa Indonesia.

(3)

Mandailing memiliki variasi dialek dan secara geografis memiliki wilayah pemakaian yang berbeda.

Menurut Lubis (1998:1), tidaklah diragukan jika pada umumnya di Tapanuli bagian selatan terdapat 2 kelompok masyarakat yang mengungkapkan bahwa orang Tapanuli Selatan seluruhnya (etnik aslinya) dianggap orang Mandailing. Namun, ada anggapan kalau sebagian dari mereka itu juga merupakan orang Angkola, padahal orang Mandailing sendiri tidak pernah menganggap atau menyamakan orang Angkola dengan orang Mandailing. Meskipun demikian, dalam bahasa, adat istiadat budayanya ada persamaan, namun tetap ada perbedaan yang tak perlu dipertentangkan.

Menurut Lubis (2009), selain pemekaran wilayah di Tapanuli bagian selatan, usaha tentang keberadaan dan variasi kebahasaan pun telah berkembang. Hal ini dapat dilihat bahwa untuk Kabupaten Mandailing Natal mereka masih menggunakan BM dengan beberapa variasi dialek seperti dialek Panyabungan, dialek Natal, dan dialek Kotanopan. Akan tetapi, di sebagian wilayah lain ada yang menyatakan bahwa mereka bukanlah penutur BM, melainkan mereka menggunakan bahasa Angkola karena daerah mereka terdapat pada daerah Angkola. Namun, pada dasarnya ketika kedua penutur ini bertemu, mereka masih saling mengerti walaupun terdapat perbedaan pada intonasi maupun aksennya saja.

(4)

Ada sebanyak 169 bahasa daerah yang dimiliki Indonesia terancam punah, hal itu diungkapkan oleh Guru Besar ilmu bahasa Universitas Indonesia (UI), Multamia RMT Lauder di dalam seminar Empowering Local Language Through ICT yang diadakan Departemen Komunikasi & Informatika di Jakarta (Kompas, 11-08-2008). Bahasa yang terancam punah itu tersebar di wilayah Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Papua. Pernyataan tersebut juga membuat penulis termotivasi untuk ikut menjaga kelestarian bahasa agar terhindar dari kepunahannya (language death) melalui penelitian BM, terutama pada kajian dialektologi.

Adapun penelitian dialektologi yang dikaji ini tidak kalah pentingnya dengan penelitian linguistik lainnya karena hasil penelitian ini dapat menunjukkan adanya variasi dialek BM di Kabupaten Mandailing Natal yang mencakup variasi fonologis, morfologis, dan leksikalnya secara lengkap.

Namun, berdasarkan pengamatan sementara terdapat beberapa variasi kata untuk makna yang sama, seperti pada kata ‘ibu mertua’ diucapkan dengan beberapa kata, yaitu: [bɔwu],

[bɔwuʔ], [nambɔru]; kata ‘merajuk’ diucapkan dengan beberapa kata, yaitu [mandelɛ], [buncut];

kata ‘cepat’ diucapkan dengan kata, yaitu [kacaʔ], [cɔpat]; kata ’kuat’ diucapkan dengan kata,

yaitu [gɔgɔ], [tɔgɔs], [tɔgu]; kata ’gosok’ diucapkan dengan kata, yaitu [gɔsɔʔ], [gɔs-gɔs]; dan

kata ’berjalan’ diucapkan dengan kata [mardalan], [laɔ].

Adapun beberapa variasi bunyi untuk kata yang melambangkan makna yang sama, terdapat pada makna ‘cantik’ yang diucapkan [dɛgɛs] dan [jɛgɛs]; makna ‘tidak’ diucapkan

dengan [indaʔ] dan [inda]; kata ‘kering’ diucapkan [hɔriŋ] dan [kɔriŋ]; kata ’tinggi’ diucapkan

(5)

Melihat permasalahan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengembangkan permasalahan tersebut kedalam sebuah penelitian variasi dialek dengan judul “Variasi Dialek Bahasa Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal”. Dari penelitian ini akan didapat gambaran mengenai penggunaan dialek bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari di beberapa kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, kemudian dianalisis berdasarkan perbedaan fonologi, morfologi, dan leksikal. Sehingga hasil akhir dari bahasa yang digunakan dapat dipetakan dan diketahui perbedaannya dengan menggunakan penghitungan dialektometri.

Alasan

Alasan lain yang paling mendasar yaitu penelitian mengenai bahasa Mandailing di wilayah ini belum pernah dilakukan, sehingga belum adanya peta bahasa yang mendeskripsikan secara menyeluruh variasi dialek bahasa Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal serta adanya perbedaan dialek yang digunakan masyarakat masing-masing perbatasan desa walaupun jaraknya tidak terlalu jauh.

peneliti memilih menganalisis variasi dialek bahasa Mandailing di Kabupaten Mandailing Natal dibandingkan dengan daerah lain karena adanya kekeliruan masyarakat antar desa dalam memahami bahasa yang digunakan masyarakat desa lain walaupun mereka berada di kecamatan yang sama, sehingga sering terjadi kebingungan dan salah tafsir akan makna dari kata yang digunakan tersebut.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, berikut ini merupakan uraian dari identifikasi masalah.

(6)

2) Pendokumentasian mengenai dialek bahasa Mandailing yang masih sedikit dikhawatirkan akan berimbas pada generasi penerus yang tidak lagi memahami bahasa Mandailing. 3) Terjadi perbedaan fonologi dalam bahasa Mandailing yang digunakan di Kabupaten

Mandailing Natal.

4) Terjadi perbedaan morfologi dalam bahasa Mandailing yang digunakan di Kabupaten Mandailing Natal.

5) Terjadi perbedaan leksikal dalam bahasa Mandailing yang digunakan di Kabupaten Mandailing Natal.

1. 3 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi pertanyaan-pertanyaan penelitian ini adalah: 1) Apa sajakah variasi fonologis, morfologis, dan leksikal BM?

2) Bagaimanakah peta persebaran dan garis isoglos unsur fonologis, morfologis, dan leksikal BM?

3) Bagaimanakah pengelompokan dialek secara fonologis dan leksikal berdasarkan metode dialektometri?

4) Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dialek BM?

1. 4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memfokuskan kajian pada variasi dialek yang disebabkan oleh pemakai bahasa yang letaknya berbeda secara geografis. Berikut ini adalah tujuan penelitian yang meliputi hal-hal berikut:

(7)

2) Memetakan persebaran dan garis isoglos unsur fonologis, morfologis, dan leksikal BM. 3) Mengelompokkan dialek secara fonologis dan leksikal berdasarkan metode dialektometri. 4) Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dialek BM.

1. 5 Manfaat Penelitian

Pada dasarnya manfaat penelitian ini dibagi atas dua bagian, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis. Hasil penelitian ini secara teoretis diharapkan akan dapat bermanfaat bagi pengembangan teori linguistik itu sendiri, terutama dalam pemetaan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia. Dengan demikian, dapat dijelaskan dan diuraikan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan dialek dan mengapa suatu kelompok dialek/subdialek berbeda dengan kelompok dialek/subdialek lainnya yang menggunakan BM.

Manfaat praktis penelitian ini adalah memberikan gambaran kebahasaan yang berkenaan dengan adanya variasi dialek pada BM, menambah publikasi mengenai variasi dialek BM, mengga mbarkan serta memetakan variasi fonologis, morfologis, dan leksikal BM. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah digunakan sebagai upaya pembinaan dan pengembangan BM serta pemanfaatan bagi peminat bahasa yang ingin meneliti bidang dialektologi.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengindentifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi peran serta masyarakat Kecamatan Tambangan dalam menjaga kelestarian kawasan

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat sebagai instansi terkait ikut berperan dalam menjaga kelestarian air, salah satu program BPLHD untuk menjaga

Dalam bab ini akan dideskripsikan pemakaian bahasa Jawa di Kabu- paten Tuban, terutama hal-hal yang berkenan dengan (a) bunyi"bunyi BJ yang digunakan, (b)

Penelitian ini diadakan dengan tujuan sebagai berikut, (1) Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk variasi dialek bahasa Jawa yang muncul dalam interaksi

Berdasarkan peta tersebut maka dapat diketahui bahwa Kabupaten Kebumen merupakan daerah perbatasan. BJKK merupakan pertemuan dua dialek bahasa Jawa,

musthafawiyah memiliki latar belakang pendidikan dari pesantren tersebut. Mata pelajaran qawāid bahasa Arab yang diajarkan oleh guru bidang studi secara

Dalam penelitian ini penulis menitikberatkan pada percampuran bahasa Minangkabau dengan bahasa daerah lain terutama bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, selain itu

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, pernyataan responden tentang manusia telah ikut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan memiliki nilai outer loadings