• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Konsumen Dalam Pembelian Barang Elektronik Rekondisi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Di Pt. Plaza Milenium)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Konsumen Dalam Pembelian Barang Elektronik Rekondisi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 (Studi Di Pt. Plaza Milenium)"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KERUGIAN KONSUMEN DALAM PEMBELIAN BARANG ELEKTRONIK REKONDISI

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Hubungan Hukum antara Pelaku Usaha dan Konsumen.

Perkembangan globalisasi ekonomi dimana arus barang dan jasa tidak lagi

mengenal batas Negara membuat timbul berbagai permasalahan, antara lain

kemungkinan penerapan product liability dalam doktrin perbuatan melawan

hukum.

Perlindungan konsumen sebenarnya menjadi tanggungjawab semua pihak

baik pemerintah, pengusaha, organisasi konsumen dan konsumen itu sendiri.

Tanpa adanya andil dari keempat unsur tersebut, sesuai dengan fungsinya

masing-masing, maka tidaklah mudah mewujudkan kesejahteraan konsumen.20

Mewujudkan sistem hukum perlindungan yang baik, diperlukan beberapa

pengaturan perlindungan konsumen yaitu:

Akibat kemudahan di dalam memperoleh barang dan jasa maka mulai

timbul sikap yang konsumtif dari sebagian masyarakat. Ditambah lagi masyarakat

yang kurang memiliki kesadaran akan hak-haknya sebagai akibat dari rendahnya

tingkat pendidikan merupakan sasaran yang empuk bagi para pelaku usaha yang

nakal.

21

a. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum.

b. Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha.

c. Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.

20

Zumrotin K. Susilo, Penyambung Lidah Konsumen, YLKI, Jakarta, 2001, hal. 5

21

(2)

d. Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktek usaha yang menipu dan menyesatkan.

e. Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lain.

Istilah konsumen berasal dari kata konsumer (Inggris-Amerika) atau

konsument/consument (Belanda). Pengertian dari konsumen atau consument itu

tergantung dari posisi mana ia berada.22 Pengertian konsumen secara harfiah adalah lawan dari produsen yaitu setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan

penggunaan barang atau jasa itu nanti menentukan termasuk konsumen kelompok

mana pengguna tersebut.23

Berdasarkan pengertian yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan

bahwa Konsumen adalah pihak yang memakai, membeli, menikmati,

menggunakan barang dan /atau jasa dengan tujuan untuk kepentingan pribadi,

keluarga, dan rumah tangganya. Menurut pasal 1 angka (2) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dikenal istilah Konsumen

akhir dan Konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau

pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan Konsumen antara adalah

Konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen menyebutkan konsumen adalah setiap orang pemakai

barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri

sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk

diperdagangkan.

22

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit, hal. 22

23

(3)

lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian Konsumen dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen adalah

Konsumen akhir (selanjutnya disebut dengan Konsumen).

Pengertian Konsumen dalam pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengandung unsur-unsur sebagai

berikut:

a. Konsumen adalah setiap orang :

Maksudnya adalah orang perorangan dan termasuk juga badan usaha (badan

hukum atau non badan hukum).

b. Konsumen sebagai pemakai

Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan

Konsumen hendak menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999

Perlindungan Konsumen menggunakan kata “pemakai” untuk pengertian

Konsumen sebagai Konsumen akhir (end user). Hal ini disebabkan karena

pengertian pemakai lebih luas, yaitu semua orang mengkonsumsi barang

dan/atau jasa untuk diri sendiri.

c. Barang dan/jasa

Barang yaitu segala macam benda (berdasarkan sifatnya untuk

diperdagangkan) dan dipergunakan oleh Konsumen. Jasa yaitu layanan berupa

pekerjaan atau prestasi yang tersedia untuk digunakan oleh Konsumen.

d. Barang dan/jasa tersebut tersedia dalam masyarakat

Barang dan/jasa yang akan diperdagankan telah tersedia di pasaran, sehingga

(4)

e. Barang dan/jasa digunakan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain

atau mahluk hidup lain. Dalam hal ini tampak adanya teori kepentingan

pribadi terhadap pemakaian suatu barang dan/jasa.

f. Barang dan/jasa tidak untuk diperdagangkan.

Pengertian Konsumen dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999

Perlindungan Konsumen dipertegas, yaitu hanya Konsumen akhir, sehingga

maksud dari pengertian ini adalah konsumen tidak memperdagangkan barang

dan/jasa yang telah diperolehnya. Namun, untuk dikonsumsi sendiri.24

Az.Nasution juga mengklasifikasikan pengertian Konsumen menjadi tiga

bagian: 25

a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen antara yaitu pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat dan/atau jasa untuk diproduksi menjadi barang dan/jasa lain untuk memperdagangkannya (distributor) dengan tujuan komersial. Konsumen antara ini sama dengan pelaku usaha.

Konsumen akhir yaitu, pemakai, pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat

dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri, keluarga atau rumah tangganya

dan tidak untuk diperdagangkan kembali. Konsumen akhir inilah yang dengan

jelas diatur perlindungannya dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999

Perlindungan Konsumen

Secara umum, hubungan antara pelaku usaha (produsen) dengan

konsumen merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan.

Hubungan itu terjadi karena para pihak saling menghendaki dan mempunyai

tingkat ketergantungan yang tinggi antara pihak yang satu dengan yang lainnya.26

24Ibid

, hal.8

25Ibid

, hal.13

26

(5)

Hubungan hukum antara produsen dan konsumen yang tercipta secara

individual dipengaruhi oleh berbagai keadaan, antara lain :27 1. Kondisi, harga dari suatu jenis komoditas tertentu

2. Penawaran dan syarat perjanjian

3. Fasilitas yang ada, sebelum dan purna jual, dan sebagainya

4. Kebutuhan para pihak pada rentang waktu tertentu.

Hubungan antara konsumen dan produsen adalah timbal balik. Konsumen

dan produsen adalah pasangan yang saling membutuhkan. Hal ini dapat

dilihatbahwa usaha produsen tidak akan dapat berkembang dengan baik bila

konsumen berada pada kondisi yang tidak sehat akibat banyaknya produk yang

cacat.28

Secara garis besar, dalam pengalihan barang dari satu pihak ke pihak lain,

ada dua kelompok pihak yang terlibat, yaitu :29

1. Kelompok penyedia barang atau penyelenggara jasa Pada umumnya, pihak ini berlaku sebagai :

a. Penyedia dana untuk keperluan para penyedia barang atau jasa (investor)

b. Penghasil atau pembuat barang/jasa (produsen) c. Penyalur barang atau jasa b. Kelompok konsumen. 2. Kelompok konsumen.

Pihak ini terbagi dalam dua kelompok, yaitu :

a. Pemakai atau pengguna (konsumen) barang atau jasa dengan tujuan memproduksi (membuat) barang atau jasa lain atau mendapatkan barang atau jasa itu untuk dijual kembali (tujuan komersial)

b. Pemakai atau pengguna (konsumen) barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya (tujuan nonkomersial).

Secara umum, hubungan hukum antara produsen dengan konsumen dapat

dibagi menjadi dua, antara lain :30

(6)

1. Hubungan langsung.

Hubungan antara produsen dengan konsumen terikat secara langsung dengan perjanjian.

2. Hubungan tidak langsung.

Hubungan antara produsen dengan konsumen tidak secara langsung terikat dengan perjanjian, karena ada pihak lain diantara konsumen dengan produsen. Hal ini tidak berarti bahwa pihak konsumen yang dirugikan tidak berhak menuntut ganti rugi kepada produsen yang tidak memiliki hubungan perjanjian dengan dirinya. Untuk menuntut produsen pada hubungan ini dapat dilakukan dengan alasan produsen telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan adanya kesalahan produsen.

Hubungan antara produsen dan konsumen menimbulkan tahapan transaksi

untuk mempermudah dalam memahami akar permasalahan dan mencari

penyelesaian. Praktik sehari-hari, terjadi beberapa tahap transaksi konsumen:31

1. Tahap Pra-Transaksi Konsumen

Pada tahap ini, transaksi (pembelian, penyewaan, peminjaman, pemberian hadiah komersial, dan sebagainya) belum terjadi. Konsumen masih mencari keterangan dimana barang atau jasa kebutuhannya dapat diperoleh, syarat-syarat yang harus dipenuhi, serta pertimbangan fasilitas atau kondisi dari transaksi yang diinginkan. Informasi tentang barang atau jasa memiliki peranan penting pada tahap ini. Informasi yang bertanggung jawab (informative information) merupakan kebutuhan pokok konsumen sebelum dapat mengambil suatu keputusan untuk mengadakan, menunda atau tidak mengadakan transaksi dalam kebutuhan hidupnya. Keputusan konsumen mengenai pilihan barang dan jasa yang dibutuhkan (informed choice) sangat tergantung pada kebenaran dan pertanggungjawaban informasi yang disediakan oleh pihak-pihak yang berkaitan dengan barang atau jasa konsumen.

2. Tahap Transaksi Konsumen

Pada tahap ini, transaksi konsumen sudah terjadi. Jual beli atau sewa menyewa barang telah terjadi. Syarat peralihan kepemilikan, cara-cara pembayaran atau hak dan kewajiban merupakan hal-hal pokok bagi konsumen.

3. Tahap Purna-Transaksi Konsumen.

Pada tahap ini, transaksi telah terjadi dan pelaksanaan telah diselenggarakan. Keadaan barang atau jasa setelah mulai digunakan atau mulai dinikmati kemudian, ternyata tidak sesuai dengan deskripsi oleh produsen, baik tentang asal produk, keadaan, sifat, jumlahnya, atau

31

(7)

jaminan/garansi merupakan masalah pada tahap ini. Dalam hal asal produk konsumen, mutu, sifat, keadaan, jumlah, garansi dan hal-hal yang berkaitan dengan itu sesungguhnya sudah termasuk masalah pertanggungjawaban pelaku usaha atau tanggung jawab produk

B. Hak dan Kewajiban Konsumen/Pelaku Usaha

Hukum mengatur peranan dari para subjek hukum berupa hak dan

kewajiban. Pengertian hak adalah suatu peran yang bersifat fakultatif artinya

boleh dilaksanakan atau tidak dilaksanakan, sedangkan pengertian kewajiban

adalah suatu peran yang bersifat imperatif artinya harus dilaksanakan. Hubungan

antara hak dan kewajiban saling berhadapan dan berdampingan karena di dalam

hak terdapat kewajiban untuk tidak melanggar hak orang lain dan tidak

menyalahgunakan haknya.32

Hak dan kewajiban pada dasarnya lahir karena adanya hubungan hukum.

Sehingga jika berbicara soal hak dan kewajiban, maka harus kembali kepada

undang-undang. Undang-undang dalam kajian hukum perdata, selain dibentuk

oleh pembuat undang-undang (lembaga legislatif), juga dapat dilahirkan dari

perjanjian antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan hukum satu dan yang

lainnya.33

1. Hak dan Kewajiban Konsumen

Secara umum, ada 4 (empat) hak dasar konsumen yang diakui secara

internasional, yaitu :34

a. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety)

Aspek ini ditujukan pada perlindungan konsumen dari segi pemasaran barang dan/atau jasa yang membahayakan keselamatan konsumen.

32

Happy Susanto, Op.Cit, hal. 22.

33

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, hal. 25.

34

(8)

Berkaitan dengan hal ini, intervensi, tanggung jawab dan peranan pemerintah dalam rangka menjamin keselamatan dan keamanan konsumen sangat penting. Oleh karena itu, pengaturan dan regulasi perlindungan konsumen sangat dibutuhkan untuk menjaga konsumen dari perilaku produsen yang berdampak dapat merugikan dan membahayakan keselamatan konsumen.

b. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed)

Bagi konsumen, hak memilih merupakan hak prerogatif yang dimiliki konsumen apakah ia akan membeli atau tidak membeli suatu barang dan/atau jasa. Apabila tanpa ditunjang hak untuk mendapatkan informasi yang jujur, tingkat pendidikan yang patut, dan penghasilan yang memadai, maka hak ini tidak akan berarti.Apalagi dengan meningkatnya teknik penggunaan pasar, terutama lewat iklan, sehingga hak untuk memilih ini lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor di luar diri konsumen.

c. Hak untuk memilih (the right to choose)

Hak ini memiliki arti yang sangat fundamental bagi konsumen jika dilihat dari sudut kepentingan dan kehidupan ekonominya. Setiap keterangan atau informasi mengenai suatu barang yang akan dibelinya atau akan mengikat dirinya, haruslah diberikan secara lengkap dan dengan penuh kejujuran. Informasi baik secara langsung maupun secara umum melalui berbagai media komunikasi seharusnya disepakati bersama agar tidak menyesatkan konsumen.

d. Hak untuk didengar (the right to be heard)

Hak ini dimaksudkan untuk menjamin konsumen bahwa kepentingannya harus diperhatikan dan tercermin dalam kebijaksanaan pemerintah, termasuk turut didengar dalam pembentukan kebijaksanaan tersebut. Selain itu, setiap keluhan maupun harapan konsumen dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dipasarkan oleh produsen harus didengar.

YLKI menambahkan satu hak lagi sebagai pelengkap empat hak dasar

konsumen, yaitu hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,

sehingga keseluruhan dari hak tersebut dikenal sebagai “Panca Hak Konsumen”.35

Pasal 4 Undang-undang No. 8 tahun 1999, menyatakan hak konsumen: Secara konseptual mengenai hak-hak dan kewajiban konsumen dalam

Undang-undang No. 8 Tahun 1999 diatur dalam Pasal 4 dan 5, dan hak-hak

konsumen ini adalah hak-hak yang bersifat universal.

35

(9)

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa.

b. Hak atas memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa

tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa yang

digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian jika barang

dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Hak-hak di atas merupakan penjabaran dari Pasal-pasal yang bercirikan

negara kesejahteraan, yaitu Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 33 UUD Negara Republik

Indonesia.36

Hak-hak konsumen yang tercantum dalam Pasal 4 Undang- Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga terda[at dua hak

konsumen yang berkaitan dengan pertanggungjawaban produk, antara lain :37

36

Adrian Sutedi, Op.Cit, hal. 24.

37Ibid.,

(10)

1. Hak untuk mendapatkan barang yang memiliki kuantitas dan kualitas yang baik serta aman. Dengan adanya hak ini berarti konsumen harus dilindungi untuk mendapatkan barang dengan kuantitas dan kualitas yang bermutu. Ketidaktahuan konsumen atas suatu produk yang dibelinya sering kali diperdaya oleh pelaku usaha.

2. Hak untuk mendapat kerugian

Jika barang yang dibelinya itu terdapat cacat, rusak, atau telah membahayakan konsumen, maka ia berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. Akan tetapi, jenis ganti kerugian yang diklaimnya untuk barang yang terdapat cacat atau rusak, harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan masing-masing pihak, artinya konsumen tidak dapat menuntut secara berlebihan dari barang yang dibelinya dan harga yang dibayarnya, kecuali barang yang dikonsumsinya itu menimbulkan gangguan pada tubuh atau mengakibatkan cacat pada tubuh konsumen, maka dengan kondisi tersebut, tuntutan konsumen dapat melebihi harga barang yang dibelinya.

Selain memperoleh hak, konsumen juga memiliki kewajiban sebagaimana

yang tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 menyatakan

kewajiban konsumen.

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan jasa demi keamanan dan keselamatan.

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa.

c. Membayar sesuai dengan nilai yang disepakati

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

Menurut Shidarta, secara garis besar perlindungan konsumen dapat

ditempuh dengan dua model kebijakan, yaitu :38

1. Kebijakan yang bersifat komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas informasi).

2. Kebijakan kompensantoris, yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen (hak atas keamanan dan kesehatan).

38

(11)

Berdasarkan hal tersebut maka masalah kenyamanan, keamanan dan

keselamatan merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan

konsumen. Sedangkan yang menjadi kewajiban dari konsumen adalah : 39

a. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang atau jasa. b. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang atau jasa demi keamanan dan keselamatan.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Setiap membicarakan tentang perlindungan konsumen maka tidak dapat

terlepas dari produsen atau pelaku usaha. Dalam kegiatan Bisnis antara pelaku

usaha atau produsen dengan konsumen mempunyai suatu hubungan yang saling

membutuhkan. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba dari transaksi

dengan konsumen, sedangkan kepentingan konsumen adalah memperoleh

kepuasan melalui pemenuhan produk kebutuhan terhadap produk-produk tertentu

tanpa ada keluhan atau kerugian.

Sebagai penyeimbang atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen dan

kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi konsumen serta untuk menciptakan

kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha, maka kepada pelaku usaha

diberikan juga hak dan kewajiban yang tercantum dalam Pasal 6 dan Pasal 7

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.40

39

Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2009, hal.17

40

(12)

Menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan sebagai

keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen maka pelaku usaha

memiliki hak : 41

a. Mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.

b. Menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang dipergunakan.

c. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.

d. Rehabilitasi nama baik apabila tidak terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.

Adapun hak pelaku usaha yang tercantum dalam Pasal 6 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, antara lain :

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai

kondisi dan nilai tukar barang dan jasa yang diperdagangkan.

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang

bertindak tidak baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen.

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang

diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen memberi penjelasan tentang kewajiban pelaku usaha yaitu:

41

(13)

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya

b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan

dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang dan atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku.

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan mencoba barang

dan atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan atau garansi atas barang

yang dibuat dan atau di perdagangkan.

f. Memberi kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian apabila barang dan

atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai dengan

perjanjian.

Sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah diuraikan maka

pelaku usaha dibebankan kewajiban : 42

a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar, jujur serta tidak diskriminatif.

d. Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan jasa yang berlaku.

e. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang dan jasa serta memberi jaminan atas barang yang dibuat atau diperdagangkan.

42

(14)

f. Memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa yang diperdagangkan.

Selain kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha, adapun kegiatan

yang dilarang atau tidak boleh dilakukan pelaku usaha seperti yang tercantum

dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, yaitu :

1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang

dan/atau jasa yang :

a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan

dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam

hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang

tersebut

c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam

hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.

d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran

sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang

dan/atau jasa tersebut

e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengelolaan,

gaya mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam

label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut

f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,

keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut

g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu

(15)

h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label

i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat

nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai,

tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha

serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus

dipasang/dibuat

j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang

dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,

dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas

barang dimaksud.

3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang

rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan

informasi lengkap dan benar.

4. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang

memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari

peredaran

Secara garis besar, larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 tersebut dapat

dikategorikan menjadi 2 larangan pokok, yaitu :43

43

(16)

1. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi standar yang

layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen.

2. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar dan akurat, yang

menyesatkan konsumen.

Selanjutnya, dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dirinci lebih jelas kegiatan yang tidak boleh dilakukan

oleh pelaku usaha, sebagai berikut :

1. Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu

barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah :

a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga

khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik

tertentu, sejarah atau guna tertentu

b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru

c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki

sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri

kerja atau aksesori tertentu

d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai

sponsor, persetujuan atau afiliasi

e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia

f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi

g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu

(17)

i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa

lain

j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya,

tidak mengandung risiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang

lengkap

k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

2. Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksuda pada ayat (1) dilarang untuk

diperdagangkan.

3. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang

melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan suatu barang dan/atau jasa

tersebut.

Adapun faktor-faktor yang dapat membebaskan produsen dari tanggung

jawab atas kerugian yang diderita oleh konsumen walaupun kerusakan timbul

akibat cacat produk, yaitu apabila :44

1. Produk tersebut sebenarnya tidak diedarkan

2. Cacat timbul di kemudian hari

3. Cacat timbul setelah produk berada di luar kontrol produsen

4. Barang yang diproduksi secara individual tidak untuk keperluan produksi

5. Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan yang ditetapkan oleh penguasa.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dan Pelaku Usaha.

Istilah “hukum konsumen” dan “hukum perlindungan konsumen” sudah

sangat sering terdengar. Hukum (perlindungan) konsumen merupakan salah satu

bidang dari ilmu hukum. Hukum konsumen hanya ranting kecil dari pohon

44

(18)

hukum, yaitu merupakan bagian dari jangkauan dari hukum dagang yang tercakup

dalam bagian III dari hukum dagang dengan cabang besarnya hukum dagang.45

Az. Nasution berpendapat hukum perlindungan konsumen merupakan

bagian dari hukum konsumen yang lebih luas itu. Hukum konsumen memuat

asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang

melindungi kepentingan konsumen. Hukum konsumen diartikan sebagai

keseluruhan asas-asas atau kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan

masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau

jasa konsumen, di dalam pergaulan hidup.

46

Adapun pengertian hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan

asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen

dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan/atau jasa

konsumen.47

Hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang

hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik batasnya. Pada dasarnya, hukum

konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama,

yaitu kepentingan hukum (hak-hak) konsumen. Dimana materi pembahasannya

meliputi bagaimana hak-hak konsumen itu diakui dan diatur di dalam hukum serta

bagaimana ditegakkan di dalam praktik hidup bermasyarakat. Dengan demikian,

hukum perlindungan konsumen atau hukum konsumen dapat diartikan sebagai

keseluruhan peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan kewajiban-kewajiban

45

Ibid, hal. 9.

46

Az. Nasution, Op. Cit., hal. 23.

47

(19)

konsumen dan produsen yang timbul dalam usahanya untuk memenuhi

kebutuhannya.48

Perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin

adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan

kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen adalah hukum yang

mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum

terhadap kepentingan konsumen.49

Undang-undang perlindungan konsumen membuat dunia usaha berpacu

untuk meningkatkan kualitas produk barang dan jasa yang dihasilkannya sehingga

memiliki keunggulan kopetitif baik didalam maupun diluar negeri. Mewujudkan

sistem hukum perlindungan yang baik, diperlukan beberapa prinsip perlindungan

konsumen yaitu: 50

1. Hukum perlindungan konsumen harus adil bagi konsumen maupun pelaku usaha, jadi tidak hanya membebani pelaku usaha dengan tanggungjawab, tetapi juga melindungi hak-haknya untuk melakukan usaha dengan jujur.

2. Aparat pelaksana hukumnya harus dibekali dengan sarana yang memadai dan disertai dengan tanggungjawab.

3. Peningkatan kesadaran konsumen akan hak-haknya, dan

4. Mengubah sistem nilai dalam masyarakat ke arah sikap tindak yang mendukung perlindungan konsumen.

Peningkatan terhadap perlindungan konsumen dengan menerapkan dan

melaksanakan peraturan yang berhubungan sehingga merupakan suatu kesatuan

yang integratif dan komprehensif sehingga dapat diterapkan secara efektif di

tengah-tengah masyarakat. Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia

Indonesia secara menyeluruh.

48

Ibid

49Ibid.,

hal. 47.

50

(20)

Posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh hukum. Salah

satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan

(pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum konsumen dan hukum

perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan

ditarik batasnya.

Az. Nasution menjelaskan bahwa hukum konsumen pada pokoknya lebih

berperan dalam hubungan dan masalah konsumen yang kondisi para pihaknya

berimbang dalam kedudukan sosial ekonomi, daya saing, maupun tingkat

pendidikan.51

1. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha. :

Rasionya adalah sekalipun tidak selalu tepat, bagi mereka

masing-masing lebih mampu mempertahankan dan menegakkan hak-hak mereka yang

sah. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak yang

mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat itu tidak

seimbang.

Khusus mengenai perlindungan konsumen, menurut Yusuf Shofie bahwa

undang-undang perlindungan konsumen di Indonesia mengelompokkan

norma-norma perlindungan konsumen ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:

2. Ketentuan tentang pencantuman klausula baku.52

Pengelompokan tersebut ditujukan untuk memberikan perlindungan

terhadap konsumen dari atau akibat perbuatan yang dilakukan pelaku usaha.

Berkenaan dengan perlindungan konsumen dapat dirinci bidang-bidang

perlindungan konsumen, yaitu sebagai berikut: 53

51

Ibid, hal.24

52Ibid

, hal.26

53

(21)

1. Keselamatan fisik.

2. Peningkatan serta perlindungan kepentingan ekonomis konsumen. 3. Standard untuk keselamatan dan kualitas barang serta jasa.

4. Pemerataan fasilitas kebutuhan pokok

5. Upaya-upaya untuk memungkinkan konsumen melaksanakan tuntutan ganti kerugian.

6. Program pendidikan dan penyebarluasan informasi; pengaturan masalah-masalah khusus seperti makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik.

Perlindugan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formiil

makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan

teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efisiensi

produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai

sasaran usaha. Mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung

atau tidak langsung, maka konsumenlah yang pada umumnya merasakan

dampaknya. Upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai

terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan

mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat

sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan

konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang

guna melindungi hak-hak konsumenyang sering diabaikan produsen yang hanya

memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas untuk melindungi produsen

yang jujur suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan

jujur, hal ini sangat penting tidak hanya bagi konsumen tetapi bagi produsen

sendiri diantara keduanya dapat memperoleh keuntungan dengan kesetaraan posisi

antara produsen dan konsumen, perlindungan terhadap konsumen sangat menjadi

(22)

Serikat yang tercatat sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam

masalah perlindungan konsumen.54

Menurut Janus Sidabalok, kepentingan konsumen dapat dibagi menjadi

empat macam kepentingan, yaitu sebagai berikut:

Hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi

landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni pertama

Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,

mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui

sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan

dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak

dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan

harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas

kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa.

UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi Konsumen dan tentunya

perlindungan Konsumen tersebut tidak pula merugikan Produsen, namun karena

kedudukan konsumen yang lemah maka Pemerintah berupaya untuk memberikan

perlindungan melalui peraturan perundang-undanganan yang berlaku, dan

Pemerintah juga melakukan pengawasan terhadap dilaksanakannya peraturan

perundang-undangan tersebut oleh berbagai pihak yang terkait.

55

1. Kepentingan fisik.

Kepentingan fisik berkenaan dengan badan atau tubuh yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan tubuh dan jiwa dalam penggunaan barang dan/atau jasa. Kepentingan fisik ini juga berkaitan dengan

54

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Op.Cit, hal. 33

55

(23)

kesehatan dan keselamatan jiwa. Kepentingan fisik konsumen ini harus diperhatikan oleh pelaku usaha.

2. Kepentingan sosial dan lingkungan.

Kepentingan sosial dan lingkungan konsumen adalah terwujudnya keinginan konsumen untuk memperoleh hasil yang optimal dari penggunaan sumbersumber ekonomi mereka dalam mendapatkan barang dan jasa yang merupakan kebutuhan hidup, sehingga konsumen memerlukan informasi yang benar mengenai produk yang mereka konsumen, sebab jika tidak maka akan terjadi gejolak sosial apabila konsumen mengkonsumsi produk yang tidak aman.

3. Kepentingan ekonomi.

Kepentingan ekonomi para pelaku usaha untuk mendapatkan laba yang sebesar-besarnya adalah sesuatu yang wajar, akan tetapi dayabeli konsumen juga harus dipertimbangkan dalam artian pelaku usaha jangan memikirkan keuntungan semata tanpa merinci biaya riil produksi atas suatu produk yang dihasilkan. 2. Kepentingan sosial dan lingkungan; 3. Kepentingan ekonomi.

4. Kepentingan perlindungan hukum.

Kepentingan hukum konsumen adalah akses terhadap keadilan (acces to justice), konsumen berhak untuk dilindungi dari perlakuan-perlakuan pelaku usaha yang merugikan.

Tujuan perlindungan konsumen disebutkan di dalam Pasal 3

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen bertujuan:

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri.

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya

dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa.

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha untuk bersikap jujur dan bertanggung

(24)

6. Meningkatkan kualitas barang atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha

produksi barang atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan

keselamatan konsumen.

M. Ali Mansyur mengemukakan ada 4 (empat) alasan pokok mengapa

konsumen perlu dilindungi, yaitu sebagai berikut : 56

1. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa sebagaimana diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional menurut UUD 1945.

2. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari dampak negatif penggunaan teknologi.

3. Melindungi konsumen perlu untuk melahirkan manusia-manusia yang sehat rohani dan jasmani sebagai pelaku-pelaku pembangunan, yang berarti juga untuk menjaga kesinambungan pembangunan nasional. 4. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin sumber dana

pembangunan yang bersumber dari masyarakat konsumen.

M. Ali Mansyur mengatakan bahwa masing-masing undang-undang

memiliki tujuan khusus.57

Upaya perlindungan konsumen di Indonesia didasarkan pada sejumlah

asas dan tujuan yang dapat memberikan arahan dalam implementasinya. Dengan Hal itu tampak dalam pengaturan Pasal 3

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang juga mengatur

tujuan khusus perlindungan konsumen sekaligus membedakan tujuan umum.

Rumusan tujuan perlindungan konsumen huruf a dan e mencerminkan tujuan

hukum mendapatkan keadilan. Sedangkan rumusan huruf a, b, termasuk c dan d

serta huruf f mencerminkan tujuan hukum memberikan kemanfaatan, dan tujuan

hukum khusus yang diarahkan untuk tujuan kepastian hukum tercermin dalam

rumusan huruf d.

56

M. Ali Mansyur, Penegakan Hukum Tentang Tanggung Gugat Produsen Dalam Perwujudan Perlindungan Konsumen, Genta Press, Yogyakarta 2007, hal. 81

57Ibid,

(25)

adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki dasar

yang kuat.58

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, ada lima asas perlindungan konsumen, yaitu :59

1. Asas Manfaat.

Asas ini dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberi manfaat

sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

Asas ini menghendaki pengaturan dan penegakan hukum perlindungan

konsumen tidak dimaksudkan untuk menempatkan salah satu pihak di atas

pihak lain atau sebaliknya, tetapi untuk memberikan kepada masing-masing

pihak, yaitu produsen dan konsumen apa yang menjadi hak mereka

masing-masing. Dengan demikian, diharapkan bahwa pengaturan dan penegakan

hukum perlindungan konsumen bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat

dan bermanfaat bagi kehidupan bangsa.60 2. Asas Keadilan

Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara

maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha

untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. Asas

ini menghendaki dengan melalui pengaturan dan penegakan hukum

perlindungan konsumen, konsumen dan pelaku usaha dapat berlaku adil

melalui perolehan hak dan penuaian kewajiban secara seimbang. Karena itu,

58

Happy Susanto, Op. Cit., hal. 17.

59Ibid. 60

(26)

undang-undang ini mengatur sejumlah hak dan kewajiban konsumen dan

pelaku usaha.61

3. Asas Keseimbangan.

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan

konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material atau spiritual.

Asas ini menghendaki agar konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah

memperoleh manfaat yang seimbang dari pengaturan dan penegakan hukum

perlindungan konsumen. Kepentingan antara konsumen, pelaku usaha dan

pemerintah diatur dan harus diwujudkan secara seimbang sesuai dengan hak

dan kewajibannya masing-masing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Tidak ada salah satu pihak yang mendapat perlindungan atas kepentingannya

yang lebih besar dari pihak lain sebagai komponen bangsa dan negara.62 4. Asas Keamanan atau Keselamatan Konsumen

Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan

keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan

pemanfaatana barang atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. Asas ini

menghendaki adanya jaminan hukum bahwa konsumen akan memperoleh

manfaat dari produk yang dikonsumsi/dipakainya, dan sebaliknya bahwa

produk itu tidak akan mengancam ketentraman dan keselamatan jiwa dan harta

bendanya. Karena itu, undang-undang ini membebankan sejumlah kewajiban

yang harus dipenuhi dan menetapkan sejumlah larangan yang harus dipatuhi

oleh pelaku usaha dalam memproduksi dan mengedarkan produknya.63

(27)

5. Asas Kepastian Hukum

Asas ini dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum

sehingga memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan

konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Artinya, undang-undang

ini mengharapkan bahwa aturan-aturan tentang hak dan kewajiban yang

terkandung di dalam undang-undang ini harus diwujudkan dalam kehidupan

sehari-hari sehingga masing-masing pihak memperoleh keadilan. Oleh karena

itu, negara bertugas dan menjamin terlaksananya undang-undang ini sesuai

dengan bunyinya.64

Referensi

Dokumen terkait

Beban belajar untuk guru Bahasa Arab pada satuan pendidikan MI/ MTS/MA bagi lulusan S-1 pendidikan Bahasa Arab adalah 18-20 sks Adapun Pendalaman Materi (Materikulasi) Bidang

It is appropriate to use standard costing applying in land cost components of real estate development activities in PT Subur Agung of ciputra because of conducted research and survey,

Di satu sisi, penetapan target penjualan dari tahun ke tahun yang selalu meningkat (tidak mungkin turun) sehingga manajer cabang selalu mengajukan penambahan jumlah orang dalam

Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat stres lansia berdasarkan gejala fisik. terdapat yang mengalami stres ringan sebanyak 21 lansia (65,5%)

Jadi akad ij±rah terhadap tanah untuk pembuatan batu bata yang di desa Hutalombang Lubis tidak sesuai menurut Wahbah Az-Zuhaili, karena kenyataannya tanah yang

Administrasi merupakan salah satu tolak ukur berkembangnya suatu organisasi dengan pesat. Administrasi berkaitan erat dengan pengolahan data yang saat ini sesuai

Pada tahap ini aplikasi yang telah dibuat ini akan dilakukan beberapa skenario. uji coba dan dievaluasi untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai β model gravitasi sebagai indikator sensitivitas perjalanan penduduk, mengidentifikasi guna lahan zona bangkitan dan tarikan