• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Atas Kekuatan Hukum Grant Sultan Terhadap Adanya Penerbitan Sertipikat Oleh Pihak Lain Dilokasi Yang Sama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Hukum Atas Kekuatan Hukum Grant Sultan Terhadap Adanya Penerbitan Sertipikat Oleh Pihak Lain Dilokasi Yang Sama"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan manusia tanah tidak akan terlepas dari tindak tanduk

manusia itu sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi manusia menjalani dan

melanjutkan hidup. Oleh karena itu tanah sangat dibutuhkan oleh seluruh manusia di

muka bumi ini, yang sering sekali menimbulkan permasalahan ataupun sengketa

diantar sesamanya, terutama yang menyangkut tanah. Untuk itulah diperlukan

kedah-kaedah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah.

Tanah merupakan tempat atau ruang sekaligus sebagai sumber kehidupan bagi

seluruh makhluk hidup diatas bumi, terutama bagi manusia. Di satu sisi pertambahan

penduduk semakin melaju cepat yang diikuti dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan kemajuan teknologi diberbagai bidang, sedangkan disisi lain tanah

merupakan sumber daya alam yang terbatas baik luas maupun kesuburannya.

Tanah juga dijadikan sebagai sarana investasi. Bagi investor, pemilikan dan

penguasaan tanah merupakan sarana investasi yang sangat menguntungkan dan

menjadikan keamanan dalam jangka panjang, “akibatnya banyak tanah yang dibeli

tidak untuk digarap atau dikembangkan”.1 Hubungan manusia dengan tanah sangat

erat, seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa tanah sebagai tempat manusia untuk

berpijak dan menjalani hidup.

(2)

Tanah merupakan tempat mereka berdiam, tanah yang memberi makan

mereka, tanah Dimana mereka dimakamkan dan menjadi tempat kediaman

orang-orang halus pelindungnya beserta arwah leluhurnya, tanah dimana meresap daya-daya

hidup, termasuk juga hidupnya umat.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, hukum tanah di

Indonesia dipengaruhi oleh keadaan pada jaman penjajahan adalah “bersifat

dualisme, dimana status hukum tanah ada yang dikuasai oleh hukum Eropa (Burgelijk

Weetboek) dan ada yang dikuasai oleh hukum adat ( Hukum Tanah Adat)”.2

Tanah-tanah yang dikuasai oleh hukum Eropa disebut juga dengan tanah hak

barat, “misalnya tanah eigendom, tanah erpacht, tanah Opstal dan lain-lainnya yang

hampir semua terdaftar pada Kantor Pendaftaran Tanah, menurut

Overscrijvingsordonnantie atau ordonansi balik nama (S. 1834-27)”. Tanah-tanah

dengan hak barat ini tunduk pada ketentuan agraria barat, misalnya mengenai cara

memperolehnya, peralihannya, lenyapnya atau hapusnya, pembebabanannya dengan

hak-hak lain dan wewenang-wewenang serta kewajiban-kewajiban yang mempunyai

hak.

Tanah-tanah dengan hak Indonesia yaitu tanah yang tunduk pada hukum

agraria adat, “antara lain adalah tanah ulayat, tanah milik (yasan), tanah usaha dan

tanah gogolan”.3

2Ahmad Fauzi Ridwan,Hukum Tanah Adat, Dewarucci Press, Jakarta, 1982, Hal 11

(3)

Di dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok

Agraria(Selanjutnya disebut UUPA) disebutkan bahwa “Hukum agraria yang berlaku

atas bumi air dan ruang angkasa adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional dan negara.”4 Dengan demikian, “Landasan hukum

yang dijadikan sendi-sendi dari hukum agraria nasional adalah hukum adat menurut

versi UUPA”.5 Dari kenyataan tersebut, maka jelaslah bahwa keberadaan tanah hak

milik adat yang diakui berdasarkan UUPA masih dapat ditemukan pada masa

sekarang. Sebagai contoh yaitu tanah Grant Sultan. Kedudukan hak yang diperoleh

dengan Grant sultan ditetapkan bahwa hak dari Grant sultan adalah hak Indonesia,

takluk kepada hukum adat.

Grant sultan di wilayah kerajaan asli Melayu adalah dibawah kekuasaan

langsung Sultan. Dengan demikian, Grant sultan yang diterbitkan untuk Kaula

Swapraja hanya ditanda tangani dan diberi materai langsung oleh sultan. Kerajaan

asli Melayu tersebut meliputi “ Percut, Sungaituan, Bedagei dan Padang.”6

Disamping itu, terdapat pula Grant sultan yang tidak langsung diterbitkan oleh

sultan, akan tetapi dilakukan oleh Kepala-kepala Urung. Urung adalah satu daerah

yang merupakan bagian dari wilayah kekuasaan sultan, yang didiami oleh komunitas

kaula swapraja diluar suku Melayu. Adanya kepala urung adalah sebagai pemimpin

bagi komunitas kaula swapraja nun Melayu, yang pada umumnya suku Batak,

khususnya yang berada dibawah kedaulatan dan kekuasaan sultan.

4Ibid, Hal 66 5Ibid 6

(4)

Kira-kira pada tahun 1890, sultan mengeluarkan surat keterangan penyerahan

tanah kepada seseorang. Jadi sebidang tanah diserahkan sebagai suatu “pemberian

atau disebut Kurnia tetapi pada kenyataannya, sebenarnya tanah tersebut sudah lama

digunakan dan ditempati, sedangkan permintaan Grant sultan baru diajukan bila yang

bersangkutan berniat menjual tanah tersebut.7

Pada masa sekarang, berdasarkan ketentuan dalam Pasal 5 UUPA, keberadaan

status tanah Grant sultan sebagai tanah hak milik adat masih diakui. Di dalam Pasal

56 UUPA menyebutkan bahwa :

“Selama Undang-undang mengenai Hak milik tersebut ada dalam Pasal 51 ayat 1 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hukum adat setempat dan peraturan-peraturan lainnya mengenai hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan yang dimaksud dalam Pasal 20, sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan Undang-undang ini.”

Salah satu tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1960

Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, selanjutnya disebut UUPA adalah

meletakkan dasar-dasar untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai hak

hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia.

Disahkannya UUPA pada tanggal 24 September 1960 berarti telah diletakkan

landasan bagi penyelenggaraan administrasi pertanahan guna mewujudkan tujuan

nasional.

Melalui Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan

PertanahanNasional dibentuk Badan Pertanahan Nasional, selanjutnya disingkat

(5)

BPN, sebagaiLembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah

danbertanggung jawab langsung kepada Presiden. Seiring dengan perkembangan

dibidang pertanahan, peraturan tersebut mengalami berbagai perubahan yang

terakhiradalah Peraturan Presiden Nomor: 10 Tahun 2006 tentang Badan

PertanahanNasional Republik Indonesia, disingkat BPN RI, selanjutnya disebut

Perpres 10/2006.

Adapun tugas BPN dinyatakan dalam Pasal 2 Perpres 10/2006

yaitumelaksanakan tugas pemerintah di bidang pertanahan secara nasional,regional

dansektoral. Dalam melaksanakan tugas tersebut BPN menyelenggarakan fungsi :8

1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; 2. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan;

3. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; 4. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan;

5. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan;

6. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah;

7. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus;

8. Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik Negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan;

9. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah; 10. Kerja sama dengan lembaga-lembaga lain;

11. Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan;

12. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan;

13. Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan;

14. Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; 15. Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan;

(6)

16. Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan;

17. Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan;

18. Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan;

19. Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

20. Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Sasaran pembangunan bidang pertanahan adalah Catur Tertib Pertanahan

yang meliputi :9

1. Tertib Hukum Pertanahan;

2. Tertib Administrasi Pertanahan;

3. Tertib Penggunaan Tanah;

4. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup.

Ketentuanmengenai Pendaftaran tanah diatur lebih lanjut dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai pengganti

Peraturan Pemerintah Nomor : 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah,

selanjutnya disebut PP 24/1997,yang mulai berlaku efektif pada tanggal 8 Oktober

1997. Ketentuan pelaksanaan lebihlanjut diatur dalam Peraturan Menteri Negara

Agraria/ Kepala Badan PertanahanNasional Nomor : 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan

Pelaksanaan PP 24/1997 tentangPendaftaran Tanah, selanjutnya disebut

PMNA/KABPN 3/1997.

9Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan III-Penyelesaian

(7)

Tujuan pendaftaran tanah menurut Pasal 19 UUPA adalah untuk

memperolehkepastian hukum, yang meliputi :

1. Kepastian mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah

yang disebut pula kepastian subyek hak atas tanah.

2. Kepastian letak, batas-batasnya, panjang dan lebar yang disebut dengan kepastian

obyek hak atas tanah.

3. Diadakannya pendaftaran tanah akan membawa akibat hukum yaitu diberikannya

surat tanda bukti hak atas tanah yang lazim disebut sebagai Sertipikat tanah

kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat.

Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai

alatpembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat

didalamnya,sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang

ada dalam suratukur dan buku tanah hak yang bersangkutan (Pasal 32 ayat (1) PP

24/1997).

Dalam penerbitan Sertipikat diperlukan suatu proses yang melibatkan

pihakpemohon, para pemilik tanah yang bersebelahan, Pamong Desa maupun

pihakinstansi yang terkait untuk memperoleh penjelasan dan surat-surat sebagai alas

hakyang berhubungan dengan permohonan Sertipikat tersebut.Penjelasan baik lisan

(8)

daluwarsa bahkan adakalanya tidak benar atau fiktifsehingga timbul Sertipikat cacat

hukum.

Sekarang dalam praktek tidak jarang terjadi beredarnya Sertipikat

palsu,sertipikat asli tetapi palsu atau sertipikat ganda di masyarakat sehingga

pemeganghak atas tanah perlu mencari informasi tentang kebenaran data fisik dan

data yuridisyang tertera dalam Sertipikat tersebut di Kantor Pertanahan setempat.

Pada umumnyamasalah baru muncul, bahwa telah terjadi penerbitan Sertipikat diatas

tanah oranglain padahal diatas tanah tersebut dikuasai oleh orang lain dan hal ini

biasanya akanterdeteksi ketika pemegang data fisik dan data yuridis yang diperoleh

dari tanah adat khususnya Grant sultan akan melakukan satu perbuatan hukum atas

bidang tanah yang dimaksud.

Dari kenyataan tersebut terdapat suatu kondisi, dimana pada tanah Grant

sultan, disamping ada pemegang hak Grant sultan, yang tidak memanfaatkan

tanahnya, juga timbul penggarap. Jadi, tanah berstatus Grant sultan, akan tetapi

dikuasai oleh penggarap. Hal tersebut lazim terjadi karena adanya larangan terhadap

batasan kepemilikan atas tanah, sementara luas tanah Grant sultan pada umumnya

sulit diidentifikasi dikarenakan tidak ada batas-batas yang jelas mengenai letaknya,

maupun ukurannya, terlebih lagi dimasa sekarang, tentu bertentangan dengan

ketentuan luas batas maksimum kepemilikan tanah.10

10Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007,Tentang Batasan Luas Kepemilikan

(9)

Salah satu contoh kasus dalam sengketa tanah Grant sultan adalah kasus Grant

GL 97 yang diangkat di dalam sidang peradilan dengan Nomor register :96/ PDT /

2012/ PN- MDN pada tanggal 5 November 2012. Bahwa dalam sengketa ini, Datuk

Syahrial dan para ahli waris lainnya sebagai penggugat melawan Lido Hamonangan

Hutabarat sebagai Tergugat I dan Pemerintah Republik Indonesia Cq.Badan

Pertanahan Nasional Pusat di Jakarta Cq.Kanwil Badan Pertanahan Nasional Propinsi

Sumatera Utara, cq. Kepala Kantor Pertanahan Kota Medan.Majelis berpendapat

bahwa gugatan penggugat haruslah ditolak.

Setelah melakukan banding, maka Keputusan Pengadilan Tinggi dengan

Nomor register : 221/PDT/2013/PT.MDN pada tanggal 29 Oktober 2013, berbeda

keputusan dengan Pengadilan Negeri. Pengadilan Tinggi memutuskan menerima

permintaan banding dari penggugat dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri

Medan Nomor register : 96/ PDT / 2012/ PN- MDN.

Bahwa Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan Peradilan Negeri yang

menolak gugatan Penggugat karena menurut Pengadilan Tinggi, Peradilan Negeri

telah keliru dalam menentukan pokok permasalahan yang harus dicari kebenarannya

serta telah keliru pula dalam memberikan penilaian terhadap bukti-bukti Penggugat.

Berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas, adanya ketertarikan untuk

melakukan penelitian yang dirangkai dengan Judul ” ANALISIS HUKUM ATAS

KEKUATAN HUKUM GRANT SULTAN TERHADAP ADANYA PENERBITAN

(10)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka terdapat beberapa hal yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimanakah prosedur pembuktian keabsahan Grant sultan sebelum dan sesudah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria ?

2. Apakah penerbitan sertifikat yang terletak dilokasi Grant sultan telah memenuhi

prosedur ?

3. Apakah keputusan hakim dalam kasus Grant sultan dengan nomor register :

96/PDT/2012/PN-MDN untuk menentukan kepemilikan yang benar telah sesuai

hukum ?

C. Tujuan Penelitian

Penulisan penelitian tesis ini memiliki tujuan yang berkaitan erat dengan

rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumnya, antara lain :

1. Untuk mengetahui bagaimanakah prosedur pembuktian keabsahan Grant sultan

sebelum dan sesudah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok

Agraria ?

2. Untuk Mengetahui apakah penerbitan sertipikat yang terletak dilokasi Grant

sultan telah memenuhi prosedur ?

3. Untuk mengetahui apakah keputusan hakim dalam kasus Grant sultan dengan

nomor register : 96/PDT/2012/PN-MDN untuk menentukan kepemilikan yang

(11)

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara

teoritis dan secara praktis.

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

memberikan penambahan ilmu pengetahuan yang dapat digunakan oleh pihak

yang membutuhkan sebagai bahan kajian pada umumnya, khususnya pengetahuan

kekuatan hukum tanah atas dasar Grant sultan.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi para mahasiswa,

praktisi dan masyarakat dalam hal mengetahui secara jelas bahwa sertifikat juga

bisa jadi sengketa apabila tidak mempunyai dasar yang jelas.

E. Keaslian Penelitian

Dari judul penelitian tersebut diatas, telah dilakukan penelusuran di

lingkungan Universitas Sumatra Utara, khususnya di lingkungan Magister

Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara. Hasil

penelusuran tersebut ternyata baik judul maupun masalah yang diangkat tidak ada

yang sama pada pokoknya dengan judul tersebut diatas. Namun ada beberapa

penelitian tesis yang memiliki kemiripan dengan judul yang diangkat, antara lain :

1. Emri, Nomor Induk Mahasiswa 027011079, dengan judul “Pelaksanaan Konversi

Tanah Grant Sultan di Kota Medan.” Dengan rumusan masalah :

1. Bagaimana ciri-ciri Grant Sultan yang dapat dikonversi di Kota Medan ?

(12)

3. Kendala-kendala apakah yang ditemukan dalam pelaksanaan konversi tanah

Grant sultan di Kota Medan ?

4. Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh pihak kantor pertanahan dalam

pelaksanaan konversi tanah Grant sultan di Kota Medan ?

2. Aprilliyana, Nomor Induk Mahasiswa 057011005, dengan judul “Pelaksanaan

Pendaftaran Konversi Hak Atas Tanah Adat : Studi Mengenai Konversi Hak Atas

Tanah Grant Sultan Di Kota Medan”. Dengan rumusan Masalah :

1. Bagaimanakah pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah adat Grant

Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan ?

2. Apakah kendala yang dihadapi, dalam pelaksanaan pendaftaran konversi hak

atas tanah adat Grant Sultan di Kantor Pertanahan Kota Medan tersebut?

3. Upaya apakah yang dilakukan dalam menghadapi kendala yang timbul dalam

pelaksanaan pendaftaran konversi hak atas tanah adat Grant Sultan di Kantor

Pertanahan Kota Medan tersebut ?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang

berinterkoneksi satu sama lain atau berbagai ide yang memadatkan dan

mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah sarana yang ringkas untuk

berbifikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja.11 Kerangka teori

(13)

merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai

sesuatu kasus atau permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan,

pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.12 Kerangka teori

adalah penentuan tujuan dan arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang

tepat guna pembentukan hipotesa-hipotesanya.13

Teori itu bukanlah pengetahuan yang sudah pasti, tetapi harus

dianggapsebagai petunjuk, analisis dari hasil penelitian yang dilakukan, sehingga

merupakan eksternal bagi penelitian ini.14Teori adalah suatu penjelasan yang

berupaya untukmenyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori

juga merupakansimpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah

penjelasan yang sifatnyaumum.15

Keberadaan teori dalam dunia ilmu pengetahuan sangat penting karena

teorimerupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori oleh kebanyakan

ahlidianggap sebagai sarana yang memberi rangkuman bagaimana memahami satu

masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan.16

Sugiono berpendapat bahwa fungsi dari kerangka teori selaras dengan apa

yang digunakan yaitu bahwa teori-teori yang relevan dapat digunakan untuk

menjelaskan tentang variabel yang akan diteliti, setara sebagai dasar

12

M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), Hal. 27 dan80.

13Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), Hal.129. 14Koentjaraningrat,Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga,(Jakarta : Gramedia PustakaUtama, 1997), Hal.10.

(14)

untukmemberikan terhadap masalah yang diajukan.17Karena itu, teori dan kerangka

teori memiliki kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut :

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam fakta.

b. Teori sangat berguna didalam klasifikasi fakta.

c. Teori merupakan ihktiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya.18

Kerangka teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

1. Teori Kepastian dan Keadilan Hukum

Kepastian dan keadilan hukum sebagai landasan yuridis penyelesaian

sengketa pertanahan19 dalam upaya memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi

masyarakat yang menghadapi permasalahan sengketa pertanahan. Dasar penyebab

utama dari adanya sengketa pertanahan dapat ditelusuri dari akar-akar ekonomi

politik. Jadi pendapat mereka terhadap sengketa merupakan suatu perspektif yang

lebih sebagai faktor yang menekankan pada aspek-aspek ekonomi, politik yang

menonjol ketimbang aspek-aspek lainnya. Dengan kata lain sengketa disini dilihat

sebagai masalah ekonomi politik, dan oleh karena itu upaya-upaya penyelesaian pun

haruslah mempertimbangkan pada faktor-faktor ekonomi politik.20

Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis dalam Buku Pendaftaran

Tanah menyebutkan bahwa pentingnya kepastian hukum dalam pendaftaran tanah

untuk menjamin perlindungan hukum bagi masyarakat, artinya masih di anggap tidak

17Sugiono, Metode Penelitian Administrasi, Alfa Beta, Bandung, 1983, Hal. 200 18Ibid, Hal. 121

19 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan (Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah), Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2003, Hal. 23.

20Hadi Mulyo, Mempertimbangkan ADR, Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar

(15)

ada kepastian hukum dari adanya pendaftaran tanah di negara ini, sebab Sertipikat

belum menjamin sepenuhnya hak atas tanah seseorang.21

Pasal 5 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960

menyatakan bahwa, “Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa

ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan

negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta

dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang ini, dan dengan

peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur

yang bersandar pada hukum agama”.

Hukum adat yang dimaksud dalam Pasal 5 UUPA Nomor 5 Tahun 1960 di

atas bukanlah hukum adat yang dikenal sebagaimana adanya selama ini, tapi adalah

hukum adat yang telah dihilangkan sifat-sifat khusus daerahnya dan diberi sifat

nasional. Kesimpulan Seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional

menyebutkan : “Hukum adat diartikan Hukum Indonesia asli, yang tidak tertulis

dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia, yang disana-sini

mengandung unsur agama.22

Boedi Harsono mengemukakan bahwa Bangsa Indonesia untuk pertama

kalinya mempunyai dasar perundang-undangan yang disusun sebagai perwujudan

daripada Pancasila berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu UUPA.

Selanjutnya R. Subekti mengatakan, UUPA merupakan sistem hukum kita sendiri

yang berpedoman kepada falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945,

21Mhd.Yamin Lubis dan Abd.Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008. Hal. 178

(16)

serta dengan tegas membuang jauh-jauh hukum tanah Belanda yang tercerai berai dan

menjadikan hukum tanah yang seragam.23

UUPA sebagai induk daripada Hukum Pertanahan di Indonesia menyebutkan

bahwa Hukum Pertanahan Nasional berdasarkan atas Hukum Adat, yang sederhana

dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tidak

mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.

Menyimak konsideran UUPA tersebut, maka pembangunan Hukum Tanah

Nasional harus dilakukan dalam bentuk penuangan norma-norma hukum adat dalam

peraturan perundang-undangan menjadi hukum yang tertulis. Dan selama Hukum

Adat yang bersangkutan tetap berlaku penuh, serta menunjukkan adanya hubungan

fungsional antara Hukum Adat dan Hukum Tanah Nasional itu. Hal ini menimbulkan

pertanyaan akademis maupun praktis, oleh karena dengan berlakunya hukum adat

disamping UUPA memberi kesan masih adanya sifat dualisme dalam masalah agraria

ini.

Menurut Mochtar Koesoematmadja, ketika menjadi Menteri Kehakiman

mengemukakan bahwa mengenai kedudukan hukum adat dalam suasana UUPA

adalah hukum adat yang telah diterima menjadi hukum nasional, dan ketentuan Pasal

5 UUPA sendiri tidak memberikan kejelasan mengenai pengertian hukum adat yang

dikukuhkan berlakunya menurut UUPA.

23Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan

(17)

Kemudian, AP. Parlindungan mengemukakan bahwa pemberian tempat

kepada hukum adat di dalam UUPA tidak menyebabkan terjadinya dualisme seperti

yang dikenal sebelum berlakunya UUPA.24

Reorientasi pelaksanaan hukum di Indonesia akan lebih berhasil jika kita

mampu memahami jiwa hukum adat yang akan dikembangkan di dalam

perundang-undangan modern. Pemberian tempat bagi hukum adat di dalam UUPA, apalagi

penempatan itu di dalam posisi dasar, merupakan kristalisasi dari azas-azas hukum

adat sehingga UUPA itulah penjelmaan hukum adat yang sebenarnya.

Menurut Budi Harsono hukum adat yang dapat dipakai sebagai hukum agraria

adalah hukum adat yang telah dihilangkan sifat-sifatnya yang khusus daerah dan

diberi sifat nasional. Sehingga dalam hubungannya dengan prinsip persatuan bangsa

dan negara kesatuan Republik Indonesia, maka hukum adat yang dahulu hanya

mementingkan suku dan masyarakat hukumnya sendiri, harus diteliti dan dibedakan

antara :25

a. Hukum adat yang tidak bertentangan dengan prinsip persatuan bangsa dan

seterusnya (Pasal 5) dan tidak merupakan penghambat pembangunan.

b. Hukum adat yang hanya mementingkan suku dan masyarakat hukumnya

sendiri, yang bertentangan dengan kepentingan nasional dan kesatuan bangsa

serta dapat menghambat pembangunan negara.

Hukum adat yang tidak bertentangan tersebut dalam point a di atas, tetap

berlaku dan merupakan hukum agraria nasional yang berasal dari hukum adat, kecuali

(18)

hak-hak atas tanah menurut hukum adat yang merupakan ketentuan konversi pasal II,

VI, dan VIII. Hukum adat yang bertentangan seperti tersebut dalam point b tidak

diberlakukan lagi (tidak diadatkan).26

Selanjutnya, Boedi Harsono mengemukakan bahwa penggunaan normanorma Hukum Adat sebagai pelengkap dari hukum tanah yang tertulis, haruslah tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan UUPA, bahkan pasal 5 UUPA memberikan syarat yang lebih rinci, yaitu sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta peraturan peratuan yang tercantum dalam UUPA dan dengan peraturan perundang-undangan lainnya.27

Hukum adat yang dimaksudkan oleh UUPA, adalah hukum aslinya golongan

rakyat pribumi, merupakan hukum yang hidup dalam bentuk tidak tertulis dan

mengandung unsur-unsur nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan

kekeluargaan, yang berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana

keagamaan.28

Konsepsi hukum adat dalam hukum tanah nasional dirumuskan sebagai

konsepsi yang komunalistik religius, yang memungkinkan penguasaan tanah secara

individual, dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung

unsur kebersamaan.

Sifat komunalistik religius dari konsepsi hukum Tanah Nasional ditunjukkan oleh Pasal 1 ayat (2) UUPA. Sifat komunalistik menunjukkan semua tanah dalam wilayah negara Indonesia adalah tanah bersama rakyat Indonesia, yang telah bersatu menjadi bangsa Indonesia. Unsur religius dari konsepsi ini ditujukan oleh pernyataan, bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk

26 Iman Soetiknjo, Politik Agraria Nasional, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1994, Hal. 48-49

(19)

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.29

Suasana religius dalam Hukum Tanah Nasional juga terlihat dalam konsideran

UUPA yang menyebutkan : “…..perlu adanya hukum agraria nasional, yang tidak

mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama” : “ harus mewujudkan

penjelmaan daripada Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan Pasal 5 UUPA yang

menyebutkan : ”…..dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum

agama”.

Dengan demikian, dalam rangka pembangunan Hukum Tanah Nasional,

Hukum Adat merupakan sumber bahan utama untuk memperoleh bahan-bahannya,

berupa konsepsi, asas-asas dan lembaga-lembaga hukumnya, untuk dirumuskan

menjadi norma hukum yang tertulis, yang disusun menurut sistem hukum adat

Artinya, Hukum Tanah Nasional dibentuk dengan menggunakan bahan-bahan hukum

adat, yang dituangkan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan sebagai

hukum yang tertulis (Hukum Tanah Nasional positif yang tertulis)30, serta

memperhatikan hukum agama.

Namun meskipun Hukum Adat merupakan sumber utama pembangunan

Hukum Tanah Nasional, tidak tertutup kemungkinan mengadakan lembaga-lembaga

baru yang belum dikenal dalam hukum adat (seperti dari lembaga-lembaga hukum

asing31) guna pengembangan Hukum Tanah Nasional, dengan syarat

lembaga-29Boedi Harsono,Op.cit, Hal. 182. 30 Boedi Harsono,Op.cit, Hal. 202.

(20)

lembaga baru itu tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai konsep

dasar pengelolaan kehidupan nasional.

Asas-asas Hukum Adat yang digunakan dalam Hukum Tanah Nasional, antara

lain asas religiusitas32, asas kebangsaan33, asas demokrasi34, asas kemasyarakatan35,

pemerataan dan keadilan sosial36, asas pemeliharaan tanah secara berencana, serta

asas pemisahan horizontal tanah dengan bangunan dan tanaman yang ada diatasnya.37

Kedudukan asas-asas tersebut dalam pembangunan hukum yaitu sebagai

landasan dan alasan lahirnya peraturan hukum selanjutnya. Namun demikian,

penerapan asas-asas tersebut dalam kasus-kasus konkrit selalu memperhatikan faktor.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi

diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang

konkrit, yang disebut dengan operational definition.38 Pentingnya definisi

operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran

mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.39

Konsepsional penting dirumuskan agar tidak adanya kesalah pahaman dalam

mengartikan maksud penulisan. Konsepsional ini merupakan alat yang dipakai oleh

hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan

32Pasal 1 UUPA 33Pasal 1, 2 dan 9 UUPA 34Pasal 9 UUPA

35Pasal 6, 7, 10, 11 dan 13 UUPA 36Pasal 14 dan 15 UUPA

37Boedi Harsono,Op.cit, Hal. 203

38Sutan Remy Sjahdeini,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para

Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, Hal. 10. 39Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan

(21)

untuk membentuk konsepsional merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan

penting dalam hukum. Konsepsional adalah suatu konstruksi mental, yaitu suatu yang

dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan

analisi.40

Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus

didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil

penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut :

a. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah

secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi : pengumpulan,

pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data

yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang dan

satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi

bidang-bidang yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun

serta hak-hak tertentu yang membebaninya.41

b. Grant sultan adalah sebentuk surat keterangan sebagai tanda bukti hak atas

tanah yang berada di wilayah kesultanan daerah Sumatera Timur yang

selanjutnya Grant tersebut diberikan kepada Kaula Swaparaja.42

c. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara,

merupakan instansi vertikal Badan Pertanahan Nasional di Provinsi yang

40Aminuddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta. RajaGrafindo Persada), 2005, Hal. 48-49.

41Pasal 1 angka 1 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

(22)

berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Badan

Pertanahan Nasional.43

d. Sengketa Pertanahan, dimaksudkan sebagai perselisihan yang terjadi antara

kedua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tertentu untuk

penggunaan dan penguasaan hak atas tanahnya yang diselesaikan melalui

musyawarah atau melalui pengadilan.44

e. Implementasi, artinya pelaksanaan atau penerapan,45dalam hal ini pelaksanaan

dan penerapan dari Hukum Pertanahan/Agraria khususnya yang mengatur

mengenai penyelesaian sengketa pertanahan.

G. Metode Penelitian

Menurut Sunaryati Hartono, metode penelitian adalah cara atau jalan atau

proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan

teori yang logis-analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus- rumus, dan

teori-teori satu ilmu (atau beberapa cabang ilmu) tertentu untuk menguji kebenaran (atau

mengadakan verifikasi) satu hipotesis atau teori tentang gejala- gejala atau peristiwa

hukum tertentu.46

Penelitian hukum merupakan satu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

43Pasal 1 ayat 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan. 37 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Op.cit, Hal. 1252

44Badan Pertanahan Nasional RI Bidang Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, op.cit., hal. 3

45Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008, Edisi Keempat, hal. 1529.

(23)

atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, kecuali itu juga

diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk

kemudian mengusahakan satu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam

gejala yang bersangkutan.47

Penelitian hukum pada dasarnya dibagi 2 (dua) jenis penelitian yaitu

penelitian normatif dan penelitian empiris. Penelitian normatif merupakan dengan

menggunakan data sekunder sehingga disebut pula penelitian kepustakaan, sedangkan

yang dimaksud dengan penelitian empiris adalah penelitian secara langsung di

masyarakat, ada yang melalui wawancara langsung. Penelitian dilakukan dengan

metode yuridis normatif dengan melakukan kajian yang komprehensif dengan

penelitian kepustakaan.

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan

padametode, sitematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Saat ini

sangat diperlukan metode yang akan dipergunakan untuk memberikan gambaran dan

jawaban atas masalah yang akan dibahas.

Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis

yaitu analisis data yang dilakukan tidak keluar dari lingkup permasalahan dan

(24)

tentangseperangkat data atau menunjukkan komparisi atau hubungan seperangkat

datadengan seperangkat data yang lain.48

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis empiris didukung

olehpendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk

melihat kenyataan secara langsung yang terjadi dalam praktek di lapangan sedangkan

pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan hukum dengan melihat

peraturan-peraturan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder atau pendekatan

terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dengan mengingat permasalahan yang diteliti pada peraturan

perundang-undangan yaitu hubungan peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya serta

kaitannya dengan penerapannya dalam praktek.

2. Sumber dan Jenis Data

Sumber data penelitian ini diperoleh dari penelitian kepustakaan (Library

Research) dan penelitian lapangan (Field Research). Melalui penelitian kepustakaan

diperoleh jenis data sekunder.49 Data sekunder dimaksud meliputi bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.50

a. Bahan hukum primer yaitu merupakan bahan-bahan yang mengikat sebagai

landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini diantaranya adalah

48Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, Hal. 38

49Bambang Waluyo,Metode Penelitian Hukum, (Semarang, Ghalia Indonesia), 1996, Hal 10 50

(25)

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang-undang Nomor 5

Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria,

b. Bahan hukum sekunder yaitu merupakan bahan pustaka yang meliputi

buku-buku hasil karya para sarjana, hasil penelitian dan penemuan ilmiah yang

berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang berfungsi memberikan

penjelasan terhadap bahan primer dan bahan hukum sekunder, berupa kamus

hukum dan kamus lainnya.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini, metode pengumpulan data yang dilakukan

adalah dengan penelitian kepustakaan (library Research) dan penelitian lapangan

(field Research). Dalam penelitian ini, studi kepustakaan bertujuan untuk

menghimpun data-data yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang- undangan,

kamus hukum, jurnal ilmiah maupun majalah – majalah yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti.

4. Alat Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

melaluistudi kepustakaan (Library Research) yaitu dilakukan untuk memperoleh

atau mencarikonsepsi-konsepsi teori-teori atau doktrin-doktrin yang berkaitan

(26)

bahan hukum sekunder danbahan hukum tertier. Bahkan menurut Ronny Hanitijo

Soemitro dokumen pribadi danpendapat ahli hukum termasuk dalam bahan

hukum sekunder.51

b. Wawancara

Disamping studi kepustakaan, penelitian ini juga melakukan wawancara

langsungdengan narasumber dengan mempergunakan pedoman wawancara yang

bertujuan untukmendapatkan data pendukung menjamin ketepatan dan keabsahan

hasil wawancara.Wawancara dilakukan pegawai ataupun hakim Pengadilan

Negeri dan Pengadilan tinggi, Kepala Seksi V Bagian Sengketa di Badan

Pertanahan Nasional Kota Medan, para pihak yang bersengketa serta Ahli hukum

agraria adat.

5. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa

secarakualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode yang bersifat interaktif,

yaitu metode yang lebih menekankan pada pencarian makna sesuai dengan realitas.52

Semua data yang telah diperoleh terlebih dahulu diolah untuk

mendapatkangambaran yang sesuai dengan kebutuhan, kemudian dianalisi dengan

menggunakananalisis kualitatif, data-data primer, data skunder maupun data tertier

dikumpulkankemudian diseleksi dan kemudian ditentukan data yang penting dan data

yang tidakpenting kemudian ditarik suatu kesimpulan agarmendapatkan jawaban dari

permasalahan.

51Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit, Hal 24

Referensi

Dokumen terkait

Kedua, gerakan dakwah lewat seminar/konferensi ilmiah baik tingkat nasional maupun internasional sebagai penanaman cinta tanah air dan bangsa. Luthfi telah menyelenggarakan

(A Survey Study on the Second Semester Students of English Education Department in Universitas Muhammadiyah Purwokerto in Academic

Lembar observasi dalam penelitian ini hanya dijadikan sebagai data pendukung untuk membuktikan bahwa peserta didik pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen memiliki

Penelitian ini akan melihat indikator sosial ekonomi suatu wilayah, indikator sosial ekonomi perempuan miskin, serta faktor faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan,

Sehingga dapat dirumuskan pengertian pendidikan menurut Al-Ghazali adalah proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai pada diri anak didik

Untuk menangani permasalahan terkait rumah tidak layak huni yang dimiliki oleh kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), pemerintah kota Bandung menjalankan

Problem kemacetan yang kian parah, pengembangan daerah permukiman yang tidak memperhatikan faktor geologis, semakin tingginya tingkat polusi udara, hingga peralihan

Penurunan kontribusi dari ekspor komoditas subsektor fashion tidak disebabkan oleh penurunan nilai dari ekspor komoditas tersebut pada tahun 2016, tetapi lebih disebabkan