• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pemerintah pada Developmentalisme dinas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Pemerintah pada Developmentalisme dinas"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERHASILAN PERAN PEMERINTAH PADA DEVELOPMENTALISME DI VIETNAM PASCA KRISIS 1997

MAKALAH INDIVIDU MATA KULIAH DINAMIKA PEMBANGUNAN ASIA TIMUR

GENTA MAULANA MANSYUR (1406618833)

DEPARTEMEN HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

BAB 1

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemeritnah Vietnam menghadapi pilihan yang sulit pada pertengahan dan akhir tahun 80an saat hiperinflasi dan kekurangan makanan menyebabkan kesulitan pada ekonomi dan masyarakat. keputusan mereka pada tahun 1987-88 intuk melaksanakan reformasi ekonomi bernama Doi Moi tidak berlangsung dengan sempurna. Pemerintah memutuskan untuk mengembalikan pertanian kepada petani, memberikan petani hak akai lama pada tanah dan kebebeasan untuk menumbuhkan yang mereka inginkan. Ahrga-harga kemudian dideregulasi dan nilai tukar diperbolehkan untuk merefleksikan supply dan demand dolar. Dengan berkurangnya defisit pemerintah dan pertumbuhan uang melambat, inflasi berkurang. Ketika Soviet hancur, berarti partner perdagangan utama merekad an sumber bantuan mereka hampir secara ekonomi hilang sama sekali. Meskipun begitu bertambahnya supply minyak dan kekuatan agrikultur, juga kemampuan industri untukberubah pada pasar mata uang yang keras memungkinkan adanya transisi yang lembut. Di awal sampai akhir tahun 90-an, Vietnam telah dekat kepada normalisasi politik dengan AS dan mulai menerima bantuan barat jguga tersebtuj banyak gelombang modal swasta yang membanjiri ASIA.

(3)

Semuanya berubah menjadi lebih buruk pada krisis finansial Asia pada tahun 1997. Krisis membawa tantangan bagi arah kebijakan pembangunan Vietnam karena meruncingnya maslaah birokrasi di Vietnam yang menyebabkan efek krisis yang seharusnya tidak terlalu mempegnaruhi kondisi ekonomi Vietnam menjadi sumber masalah, yaitu inefektivitas pemerintahan, lesunya perekonomian yang menghambat pertumbuhan ekonomi, berkurangnya foreign direct investment (FDI), dan memburuknya ekspor. Pemerintah Vietnam kemudian dihadapkan pada pilihan untuk mempercepat reformasi ekonomi ‘doi moi’ ke arah neo-liberal, sesuai dengan panduan International Financial Institusions (IFI) agar mendapatkan dana bagi proses kebangkitan kembali pasca krisis 1997 tersebut. Dari sana, pemerintah Vietnam berambisi untuk mempertahankan kontrolnya dan kewenangannya dengan cara mengembangan metode pemerintaan baru dalam bentuk reformasi kebijakan. Reformasi ini ditujukan untuk menjadikan Vietnam menjadi aspiran devopmental state di kawasan Asia Tenggara dan mengharapkan terjadinya Asian Miracle pasca krisis. Meskipun begitu, poin yang membuat Vietnam menjadi aspiran developmental state bukanlah inisiatif kebijakan yang serupa dengan negara-negara asia timur laiut, melainkan visi umum mengenai peran pemerintah yang sesuai dan pantas untuk membentuk hasil-hasil ekonomi. Peran yang sesuai dan pantas tersebut diterapkan pada tiga kebijakan di Vietnam yang kemudian diterapkan yakni reformasi pajak, distribusi ODA, dan strukturalisasi BUMN.

1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang tersbut, makalah ini ditujukan untuk menjawab pertanyaan permasalahan: Apakah pemerintah berhasil untuk berperan dalam developmentalisme di Vietnam pada pasca krisis 1997 melalui reformasi kebijakan? Makalah ini menggunakan pendekatan nasionalisme, secara spesifik konsep developmental states untuk menjelaskan peranan pemerintah Vietnam dalam melaksanakan developmental state di negaranya melalui reformasi kebijakan ekonomi di tahun 1997.

1.3 Kerangka Teori / Konsep 1.3.1 Pendekatan Nasionalisme

(4)

akumulasi power tersebut.1 Terdapat tiga argumen utama dari merkantilisme klasik, yaitu (1) national power yang memiliki kaitan erat dengan kemakmuran, (2) perdagangan memberi jalan bagi negara untuk mengakumulasi kekayaan dari luar, (3) beberapa jenis kegiatan ekonomi bersifat jauh lebih menguntungkan (sektor manufaktur). Pendekatan ini percaya bahwa satu-satunya cara untuk memastikan sumber daya ekonomi digunakan secara tepat adalah dengan adanya kontrol langsung dari negara. Dari anggapan tersebut, kebijakan ekonomi diciptakan agar sumber daya yang ada dikelola untuk mencapai dan melindungi kepentingan nasional.2

1.3.2 Konsep Developmental states

Konsep developmental states dikemukakan oleh Chalmers Johnson dalam upaya mengamati pertumbuhan ekonomi di negara Asia Timur yang tumbuh pesat dalam waktu singkat atau yang dikenal sebagai East Asian Miracle. Dalam tulisan yang memuat konsep tersebut, Johnson berfokus kepada pola pembangunan “ajaib” di Jepang yang model pembangunannya juga diaplikasikan oleh negara Asia Timur lainnya; Korea dan Taiwan. Konsep ini melihat pentingnya peranan negara dalam pengalokasian sumber daya ekonomi. Negara memiliki fungsi regulasi terkait dengan kepentingan untuk menjaga kompetisi, proteksi konsumen, dsb. Negara tidak hanya berfungsi sebagai regulator, melainkan negara juga menjalankan fungsi pembangunan. Dengan kata lain konsep developmental state dapat dikatakan sebagai state-led development, atau pembangunan yang diatur oleh negara.3

Berdasarkan pemaparan pendekatan nasionalisme dan developmental states tersebut, penulis melihat adanya keterkaitan antara keduanya. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan developmental state merupakan bagian dari pendekatan nasionalisme. Hal ini disebabkan karena pendekatan developmental states menitikberatkan kepada peran negara dalam alokasi sumber daya ekonomi di mana sejalan dengan pendekatan nasionalisme. Dari konsep developmental states tersebut, penulis menarik tiga poin utama yang hendak dianalisis lebih jauh dalam makalah ini. Pertama, peranan negara dalam alokasi sumber daya ekonomi khususnya dalam memberikan ruang bagi badan usaha di Vietnam untuk berkembang. Kedua, apakah terdapat strategi promosi ekspor sebagai strategi developmental states yang dilakukan

1 M. Griffiths, Terry O’ Callaghan, International Relations: The Key Concept. (London: Routledge, 2002): 187

2 T. Oatley, International Political Economy. (New York: Pearson, 2011): 8-9

(5)
(6)

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Reformasi kebijakan pemerintah Vietnam

Pasca krisis yang terjadi tahun 1997, pemerintah Vietnam berambisis untuk mempertahankan kontrol dan kewenangannya dengan cara mengembangkan mode pemerintahan baru. Mode pemerintahan ini pada dasarnya menempatkan kelompok kepentingan yaitu pemerintah Vietnam dalam partai Komunis sebagai pihak pengatur sebanyak mungkin lini yang berkaitan erat dengan perkembangan ekonomi negaranya. Ambisi ini muncul atas merosotnya perekonomian Vietnam yang selain disebabkan oleh krisis eksternal namun juga adanya ketidaksamaan visi antara pemerintah pusat dan pemerintah subnasional (khususnya pemerintah provinsi) yang sebelum adanya reformasi memegang peran yang sangat besar dalam pembuatan kebijakan negara dan bahkan dapat dikatakan sederajat kadar pengaruhnya dalam penentuan nasib negara. Maka, melalui mode baru ini, pemerintah pusat ingin menegaskan supremasinya dan sentralitasnya agar dapat mencontoh pola intervensi negara developmental di Asia Timur Laut. Adapun mode pemerintahan baru ini dilakukan melalui pembuatan kebijakan reformasi sistem pajak, distribusi ODA, dan Strukturisasi BUMN.4

2.1.1 Reformasi pajak5

Reformasi pajak dilaksanakan pemerintah pusat Vietnam untuk mempertahankan kendalinya atas pemerintahan subnasional hasil desentralisasi. Dalam hal ini, pemerintah pusat memegang kewenangan untuk menentukan jumlah pendapatan pajak yang akan dipertahankan oleh otoritas subnasional, dan berapa banyak yang harus diserahkan ke pemerintah pusat. Reformasi ini dilakukan karena sebelumnya terdapat pembagian yang tidak jelas antara pendapatan pajak bagi pemerintah pusat dan pemerintah subnasional. Ketidakjelasan ini memicu adanya celah-celah bagi tindak korupsi dan inefektivitas pemanfaatan pendapatan negara berbasis pajak. Pada reformasi ini, pendapatan pajak dibagi dalam tiga sumber prinsip dan terdapat pembagian jelas antara pemerintah pusat dan lokal.

1. Prinsip pendapatan pajak untuk pusat didasari dari VAT (Value Added Tax) dan konsumsi khusus pajak pada impor, pajak impor dan ekspor, pendapatan dari minyak dan gas, pajak BUMN pusat, dan pendapatan dari investasi modal pemerintah pusat.

(7)

2. Pemerintah lokal di sisi lain mendapatkan pendapatan pajak hampir seluruhnya dari pendapatan pajak lahan, pertanian, pajak perumahan, pajak sumber daya alam non-minyak dan gas, juga pendapatan investasi pemerintah lokal pada badan usaha.

3. Prinsip ketiga merupakan pembagian sumber pajak untuk pusat dan daerah yang bersumber dari VAT (kecuali VAT impor), pajak perusahaan (kecuali BUMN/SOE pusat), pajak pendapatan tinggi sebagian penduduk kaya Vietnam, pajak pendapatan, dan konsumsi pajak khusus pada barang dan jasa domestik. Pemerintah pusat pada akhirnya menentukan distribusi dari akumulasi pajak ke daerah prioritas investasi maupun daerah yang signifikan secara politik. Reformasi ini menghasilkan suatu sistem yang lebih jelas dan mengurangi adanya sengketa pendapatan pajak.

2.1.2 Distribusi ODA6

Pasca krisis finansial 1997, pemerintah Vietnam mengadopsi formula bantuan luar negeri Poverty Reduction Growth Facility (PRGF) yaitu pinjaman untuk mengembalikan momentum pertumbuhan dan memperdalam kualitas pembangunan. Distribusi PRGF diputuskan oleh Ministry of Planning and Industry (MPI) yang dibantu oleh agensi lain seperti Ministry of Finance.7 Melalui MPI, distribusi PRGF diprioritaskan untuk melawan kekuatan yang menentang reformasi. PRGF dialihkan ke tingkat lokal sehingga pemerintah sentral mendapat legitimasi untuk mengontrol aktor lokal. Hal ini terlihat pada Comprehensive Poverty Reduction and Growth Strategy (CPRGS) yang kerangkanya murni produk domestik dari MPI Vietnam untuk mendukung program-program pemerintah yang telah ada sebelumnya sekaligus meningkatkan kapasitas pemerintah sentral.8

Sesuai dengan Dekrit 131/2006/ND-CP tentang manajemen ODA, pemerintah pusat memiliki kontrol absolut pada sumber pendanaan ini. Setiap pengajuan penggunaan ODA wajib melalui persetujuan berbagai “agensi” pemerintah pusat seperti kementerian9 Adapun kementerian yang paling banyak menjadi rujukan ialah kementerian transportasi juga kementerian pertanian dan pembangunan daerah. Sebagai konsekuensinya, kebanyakan pengeluaran ODA digunakan bagi program-program yang digagas oleh pemerintah pusat secara langsung. Pengontrolan ODA ini menjadi penting karena ODA di Vietenam memegang peran yang sangat penting di mana Investasi ODA di tahun 2009, misalnua berjumlah 130 triliun Vietnam Dong atau sekitar 7 miliar dolar dengan pengeluaran yang encapai 3,6 miliar

(8)

dolar. Di antara tahun 1993 dan 2009, pengeluaran ODA mencapai 22 miliar dolar Amerika sebenarnya digagas sejak tahun 1991 namun dipercepat pasca krisis finansial 1997 sebagai prasyarat bantuan luar negeri pasca krisis demi kebangkitan kembali ekonomi yang lesu. Equitisation mendukung kepentingan bisnis domestik karena menguntungkan para manajer yang telah ada sebagai satu-satunya pembeli saham potensial. Para manajer ini memiliki posisi yang tinggi akibat hubungan informal yang telah dibina dengan pemerintah provinsi dan lingkaran partai pada periode sebelum reformasi. Hubungan informal tersebut pada akhirnya menjadi jaminan bahwa perusahaan masih dalam pengawasan hingga kontrol pemerintah.

Proses strukturalisasi yang memungkinkan negara untuk mempertahankan kontrol terhadap BUMN yang strategis. Kontrol tersebut datang dari batasan kepemilikan privat yang hanya 60%.11 Selain itu, pemilik baru perusahaan merupakan mantan manajer yang masih terhubung dengan pemerintah pusat. Dari keterhubungan ini, terjadi proses yang Adan Fforde gambarkan sebagai ‘‘embryonic state-focused developmentalism.’’ Kontrol negara juga diraih melalui kendali atas state-owned commercial banks (SOCBs) yang meskipun hanya berjumlah enam dari 85 bank yang ada, namun menguasai 75% total aset.12

2.2 Analisis pendekatan developmental states dalam peran pemerintah Vietnam melalui reformasi

Terdapat tiga aspek utama dari pendekatan developmental states yang hendak dianalisis lebih jauh dalam makalah ini untuk menyoroti peran reformasi pemerintah dalam developmentalisme di Vietnam pasca krisis 1997. Pertama, adalah karakteristik developmental states dalam menjalankan fungsi pembangunan melalui intervensi dalam kebijakan industri. Kedua, karakteristik developmental states yang mendorong perekonomian

(9)

berorientasi ekspor. Ketiga, karakteristik developmental states yang ditandai dengan kedekatan antara negara dengan perusahaan besar swasta (konglomerat).

2.2.1 Intervensi pemerintah dalam kebijakan industri

Pada karakteristik developmental state yang pertama yaitu intervensi pemeritnah dalam kebijakan industri, pemerintah Vietnam dalam reformasi pasca krisis di tahun 1997 menunjukkan adanya bentuk intervensi pada sektor industri yaitu pada butir reformasi pendistribusian ODA dan reformasi pajak. Bentuk intervensi yang ada berupa kontrol seluruhnya ODA di tangan pemerintah pusat dan bentuk penyaluran pajak yang juga jelas bagi badan usaha yang bergerak di bawah pemerintah pusat dan subnasional. ODA yang sebelum krisis telah banyak tersalurkan ke Vietnam dan kemudian banyak bertambah sejak adanya kerjasama BTA dengan AS di tahun 2000 telah menjadi salah satu sumber utama pendanaan berbagai sektor industri di Vietnam. Meskipun terdapat mekanisme intervensi yang jelas, terdapat kekurangan dalam pelaksanaannya.

Penggelontoran dana pada badan usaha dan pada lingkaran pemerintah tanpa diiringi oleh kebijakan industri yang jelas dan otoritatif cenderung mengarah pada kronisme di Vietnam. Usaha pemerintah pusat Vietnam untuk mempertahankan kendali di BUMN terlalu terfokus pada reformasi institusionalnya, daripada menggunakan kebijakan industri untuk mempromosikan investasi pemerintah di area prioritas pembangunan.13 Akibatnya investasi pemerintah mayoritas diarahkan pada pembangunan infrastruktur dan proporsi bagi badan usaha dan industri tidak terlalu besar. Terbentuknya kronisme dari kontrol sumber pendanaan di pemerintah pusat, memunculkan ketidakmampuan dan keengganan untuk mendisiplinkan perusahaan yang gagal dalam kinerjanya. Hal ini berbeda dengan bentuk ‘alliance capitalism’ antara BUMN dan pemerintah yang terlaksana di negara-negara Asia Timur Laut. Bentuk ini memungkinkan pemerintah untuk mengendalikan BUMN murni berdasarkan pertimbangan ekonomi, perekrutan berdasarkan meritokrasi, dan manajemen ekonomi ‘‘arm’s length”.14 Maka pada strukturalisasi institusional BUMN di Vietnam menempatkan BUMN dalam situasi ‘‘carrot without stick’’. Maksudnya BUMN memiliki hak khusus untuk perlindungan dan keistimewaan, namun pemerintah memiliki sedikit kekuatan atau pengaruh atas apa yang sebenarnya mereka lakukan.15 Absennya kebijakan industri yang diiringi oleh tidak

(10)

kompetitifnya BUMN mengakibatkan usaha proteksionisme dari pemerintah pusat Vietnam kedalam bentuk semi swasta, tidak terjadi perkembangan daya saing industri Vietnam yang memungkinkan ekspor dapat dilaksanakan secara besar-besaran karena adanya kronisasi kepentingan dari kelompok kepentingan pemerintah pusat dan manager perusahaan hasil equitisation. Rendahnya daya saing ini juga seperti yang telah dijelaskan sebelumnya disebabkan ketiadaan peraturan industri yang jelas dan bentuk hukuman pada industri yang gagal.

Sampai kemudian dilaksanakan penandatanganan kesepakatan dagang bilateral (BTA) degnan Amerika Serikat pada 13 Juli 2000 yang ditujukan untuk memberikan Vietnam akses pada pasar AS yang juga memungkinkan produk AS Masuk ke pasar Vietnam. Dari sini, barulah muncul banyak investasi karena sektor manufaktur menigkat dan Vietam kemudian menjadi negara yang berorientasi pada ekspor dan merupakan sebuah awal baru bagi pembangunan ekonomi di Vietnam. Meskipun pada akhirnya terdapat pola kebajakan yang sesuai dengan karakteristi developmentalisme ini, bukan semata-mata hasil murni reformasi mode kepemimpinan pusat di tahun 1997 namun karena adanya dorongan dari pihak asing. Pemerintah hanya berperan sebagai pengatur utama dalam distribusi investasi yang datang dari pihak asing. Pada tahun 2001 Partai Komunis Vietnam menyetujui kerjasama ekonomi yang menunjang sektor swasta dan meneguhkan supremasi state. Pertumbuhan ekonomi kemudian meningkat pada 6% sampai 7% pada 2000 dan 2002 meski terjadi di tengah resesi global, menjadikan Vietnam menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Pada waktu yang bersamaan investasi tumbuh tiga kali lipat dan simpanan domestik tumbuh empat kali lipat. Ekspor yang tejadi di tahun 2000an bermula dari adanya tekanan dari luar dalam bentuk kerjasama perdagangan dan kucuran investasi yang sangat besar, itupun masih berkutat di ekspor agrikultur.

(11)

Ketiga, penulis melihat terdapat perbedaan pula pada karakteristik developmental states ketiga di Vietnam dengan karakteristik developmental states Jepang dan Korea. Dalam kasus Jepang dan Korea, kedekatan antara negara dan perusahaan besar seperti Zaibatsu (di Jepang) ataupun Chaebol (di Korea) adalah salah satu strategi pembangunan negara. Di Vietnam, tidak terdapat suatu bentuk badan usaha besar yang dekat dengan pemerintah pusat secara umum karena badan usaha yang berkembang kebanyakan merupakan milik kroni pemerintah yang sama-sama memiliki pengaruh besar dan perbedaan kepentingan. Maka dari itu tidak ada suatu badan usaha yang “dianak-emaskan”. meskipun begitu, tidak berarti tidak ada kedekatan antara pemerintah dengan badan usaha.

(12)

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Bahasa merupakan satu sistem yang unik dan melibatkan proses kognitif. Bahasa juga merupakan wadah untuk menyampaikan mesej kepada individu lain untuk difahami dan memberi

Analisis data menggunakan program statistik SPSS (Statistical Product and Service Solutions). Analisis yang dilakukan adalah uji validitas, uji reliabilitas,

Gambar 2 : Larva Penggerek Buah Kopi ( Hypothenemus hampei Ferr.) (Sumber : Normauli Manurung, 2010).. Larva penggerek buah kopi (Gambar 2) yang menetas akan

Penelitian Dwita Darmawati, Bambang Subekti, Sri Murni S, Sumarsono (2007:16) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Pengaruh Kebudayaan, Sosial, Kepribadian dan

[r]

- Pencatatan hasil bimbingan ditulis pada lembar kerja untuk setiap peserta didik ( Biasanya disiapkan oleh pihak pendidikan, dan kalau tidak disiapkan maka CE harus menyiapkan

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pentingnya penguasaan keterampilan komunikasi interpersonal pada remaja SMA di RPSAA (Rumah Perlindungan Sosial Asuhan Anak) Ciumbuleuit

Kejahatan tersebut antara lain mengenai penyalahgunaan BBM bersubsidi secara ilegal, merupakan kegiatan yang dengan tanpa izin mengumpulkan, menampung dan menyimpan BBM