• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Bagi Hasil dalam Perbankan Syaria

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Bagi Hasil dalam Perbankan Syaria"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan cepatnya akselerasi wacana ekonomi Islam atau Syariah di tengah – tengah masyarakat, fiqh muamalah menjadi bahan diskusi terus menerus. Persoalan yang selalu mengemuka adalah apakah fiqh muamalah persoalan hukum ataukah persoalan ekonomi. Apa lagi didalam istilah “muamalah” tersebut memang terkandung dua sisi, ekonomi dan hukum. Dari sisi bahwa, di dalam muamalah di bahas tentang berbagai macam tehnis transakasi dalam hubunganya dengan aktifitas melakukan produksi, distribusi, dan konsumsi, maka muamalah serat dengan isu – isu ekonomi. Namun dari sisi lain juga dalam muamalah digariskan tentrang berbagai ketentuan dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam sebuah aktifitas produksi, distribusi, dan konsumsi tersebut dapat dianggap syah, maka muamlah serat dengan isu – isu hukum.

Bank syariah mulai digagas di Indonesia pada awal periode 1980-an, di awali dengan pengujian pada skala bank yang relatif lebih kecil, yaitu didirikannya Baitut Tamwil-Salman, Bandung. Dan di Jakarta didirikan dalam bentuk koperasi, yakni Koperasi Ridho Gusti. Berangkat dari sini, Majlis Ulama’ Indonesia (MUI) berinisiatif untuk memprakarsai terbentuknya bank syari’ah, yang dihasilkan dari rekomendasi Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, dan di bahas lebih lanjut dengan serta membentuk tim kelompok kerja pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Syahid Jakarta pada tanggal 22-25 Agustus 1990.

(2)

Menurut mereka masih sangat sulit untuk membedakan antara bagi hasil, margin dan bunga bank konvensional. Kalaupun bisa hanyalah pada tataran teorinya saja, sedang prakteknya masih terlihat rancu untuk membedakan bagi hasil, margin dan bunga. Meski secara teoritis sistem bagi hasil dengan akad mudharabah dan musyarakah sangat baik, namun yang terjadi pembiayaan perbankan syariah dengan pola tersebut belum menjadi barometer bank syariah, sehingga perbandingannya cukup kecil jika dibandingkan dengan pembiayaan dengan pendapatan tetap. Hal tersebut lebih disebabkan pada tuntutan yang harus dipenuhi oleh bank syariah yang mengikuti struktur bank komersial. Sehingga pembiayaan dengan basis pendapatan tetap cenderung menjadi pilihan bagi bank syariah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut :

2.1. Apa yang dimaksud dengan sistem bagi hasil pada perbankan syariah dalam perspektif hukum Islam?

2.2. Bagaimanakah sistem bagi hasil dan pendapat ulama mengenai bagi hasil dalam bank syariah?

2.3. Bagaimana analisis yuridis sistem bagi hasil dalam bank syariah?

1.3. Tujuan Penulisan

Karya ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Hukum Perbankan Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang dan mengkaji lebih dalam mengenai perbankan syariah di indonesia melalui makalah yang berjudul Sistem Bagi Hasil dalam Perbankan Syariah, dengan harapan bahwa karya ilmiah tersebut dapat di pahami sebagai media pengetahuan dan sebagai referensi bagi khalayak umum.

(3)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bank Syariah

1. Pengertian Bank Syariah

Menurut UU No. 10 Tahun 1998 dalam buku Sofyan S. Harahap, dkk (2005 : 3), pengertian bank dan prinsip syariah sebagai berikut,

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan lainnya yang dinyatakan dengan syariah.

Menurut Heri Sudarsono, ”Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah”.(Heri Sudarsono,2003 : 27).

2. Fungsi bank syariah Fungsi bank syariah yaitu

a. Manajer investasi. Bank syariah merupakan manajer investasi dari pemilik dana dan dari dana yang dihimpunnya. Besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh pemilik dana sangat tergantung pada pendapatan yang diterima oleh bank syariah dalam mengelola dana yang dihimpunnya serta pada keahlian, kehati-hatian dan professionalismenya.

b. Investor. Dalam penyaluran dana, bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana).

(4)

d. Pelaksana kegiatan sosial. Sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola zakat serta dana-dana sosial lainnya.

3. Tujuan Bank Syariah

Bank syariah mempunyai beberapa tujuan diantaranya:

a. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan. Agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan). Dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.

b. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan invetasi. Gunanya agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.

c. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.

d. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama. e. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan

mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.

(5)

4. Produk Perbankan Syariah

Bank sebagai lembaga perantara keuangan memiliki 2 kegiatan utama yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kembali kepada masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan modal dan pembiayaan, bank syariah memiliki ketentuan-ketentuan yang berbeda dengan bank konvensional. Secara umum alat-alat yang digunakan bank syariah terdiri atas tiga kategori yaitu:

a. Penghimpunan Dana (Funding) b. Penyaluran Dana (Financing) c. Jasa Perbankan (Banking Services)

Bank syariah dapat melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikannya. Produk jasa perbankan tersebut antara lain:

1). Hiwalah (Alih Utang-Piutang)

Dalam bukunya Muhammad (2005 : 188) menyebutkan, ”Hiwalah adalah transaksi pengalihan utang piutang. Dalam praktik perbankan, fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantu pemasok mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.” 2). Wakalah (Perwakilan)

Muhammad (2005 : 189) menyebutkan bahwa dalam wakalah ”nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer uang.”

2.2. Kredit

Pengertian Kredit

Kata “kredit” berasal dari bahasa Latin credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Oleh karena itu, dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga keuangan atau bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan (faith). Berikut beberapa definisi kredit:

(6)

No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga.

Menurut Tjoekam (2000:1) pengertian kredit bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, berarti:

Suatu kegiatan memberikan nilai ekonomi (economic value) kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada kreditur (bank) setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur (bank) dan debitur (user).

Menurut Sastradipoera (2001) dalam Tjoekam (2000:2) kredit dapat didefinisikan dengan empat cara:

a. Kredit dianggap sebagai waktu yang diberikan untuk membayar barang atau jasa yang dijual atas kepercayan.

b. Kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan (yang disamakan dengan uang) berdasarkan persepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang dalam hal ini peminjam berkewajiban melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu dengan (biasanya) sejumlah bunga yang ditetapkan lebih dahulu.

c. Kredit adalah kepercayaan yang diberikan berhubungan dengan kekayaan yang diserahkan atas janji pembayaran kelak.

d. Kredit adalah dana yang tersimpan dalam perkiraan bank. c. Pengertian dan Jenis Pembiayaan pada Bank Syariah.

Pengertian Pembiayaan

(7)

Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah di rencanakan. Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan syariah atau istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif. Menurut ketentuan Bank Indonesia aktiva produktif adalah penanaman dana Bank syariah baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing dalam modal. penyertaan modal sementara, komitmen dan kontenjensi pada rekening administrative serta Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (Peraturan Bank Indonesia No.5/7/PBI/2003. Tujuan Bank Syariah dibedakan menjadi dua bagian yaitu tujuan pembiayaan mikro dan makro. Secara makro bertujuan untuk:

a. Peningkatan Ekonomi Umat b. Meningkatkan Produktivitas

c. Tersedianya Dana Bagi Peningkatan Usaha sedangkan secara mikro untuk:

a. Upaya memaksimalkan laba b. Upaya memaksimalkan resiko c. Pendayagunaan sumber ekonomi d. Penyaluran kelebihan dana

Oleh karena itu tujuan pembiayaan yang dilaksanakan oleh Bank Syariah adalah untuk memenuhi kebutuhan stakeholder, yakni:

1. Pemilik Dari sumber pendapatan diatas para pemilik modal mengharapkan akan memperoleh penghasilan atas dana yang ditanamkan pada bank tersebut.

2. Pegawai Para pegawai mengaharapkan dapat memperoleh kesejahteraan dari bank tersebut.

(8)

4. Pemerintah Akibat penyediaan pembiayaan pemerintah terbantu dalam pembiayaan pembangunan negara, disamping memperoleh pajak penghasilan yang diperoleh bank dan perusahaan-perusahaan.

Fungi Pembiayaan

1. Meningkatkan daya guna uang 2. Meningkatkan daya guna barang 3. Meningkatkan peredaran uang 4. Menimbulkan kegairahan usaha 5. Stabilisasi ekonomi

Macam-macam Kegiatan Kredit atau Pembiayaan pada Bank Syariah

a. Kredit Musyarakah, Yang dimaksud dengan Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

b. Kredit Mudarabah, Kredit Mudharabah adalah kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan selurah modal (100%) sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal.

c. Al-Muzara'ah, Muzara'ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap dimana pemilik lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. (Yazid Afandi,2009 : 23).

Resiko Perkreditan Akibat Pembiayaan bermasalah

(9)

1. Pihak Internal bank, Sebab pembiayaan bermasalah yang ditimbulkan oleh bank sendiri antara lain:

a. Kebijakan pembiayaan yang kurang tepat. Maksudnya adalah bank tidak lagi memperhitungkan kondisi kemampuan dalam menyalurkan pembiayaan dari kondisi perekonomian/kondisi sosial/politik, tingkat resiko maupun Sumber Daya Manusia (SDM). Keadaan ini memungkinkan terjadinya pembiayaan yang tidak memperhatikan prinsip prudential banking practice.

b. Kuantitas, kualitas dan integritas Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang memadai sehingga memungkinkan untuk terjadinya pembiayaan bermasalah contohnya adalah investigasi awal dan analisa pembiayaan tidak dilaksanakan secara mendalam.

c. Memberikan perlakuan khusus kepada nasabah yang kurang tepat atau berlebihan sehingga dapat terjadi pemberian pembiayaan hanya didasarkan atas agunan yang diserahkan tanpa memperhatikan kelayakan/proyek yang dibiayai.

d. Kelemahan organisasi dan sistem dan proses pembiayaan.

e. Sarana dan prasarana yang tersedia kurang mendukung baik yang berkaitan dengan teknis pekerjaan maupun administrasi

2. Pembiayaan Bermasalah Yang Disebabkan Pihak Nasabah

Pembiayaan bermasalah yang disebabkan oleh nasabah terdiri dari beberapa aspek sebagai berikut:

a. Aspek Legal/Yuridis, Maksudnya adalah bahwa persyaratan legal atas pembiayaan tidak dipenuhi, misalkan tidak dipenuhinya persyaratan ijin usaha yang diperlukan dan persyaratan status badan hukum.

b. Aspek karakter

Aspek karakter diantaranya adalah:

1. Manajemen/pengurus perusahaan tidak capable/tidak profesional, misalkan tidak bisa memimpin, menggunakan power bisnis.

2. Kesalahan dalam kebijakan pengembangan perusahaan seperti keberanian berspekulasi pada sektor yang beresiko tinggi.

(10)

4. Aspek Agunan, Aspek agunan ini contohnya adalah tidak ada agunan tambahan atau agunan yang diserahkan tidak mencukupi.

5. Aspek teknis/produksi, Aspek teknis ini diantaranya adalah target produksi tidak tercapai, tidak mampu memenuhi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau biaya produksi atau harga pokok penjualan tinggi. 6. Aspek pemasaran. Pada aspek ini contohnya adalah adanya pesaing-pesaing

baru yang sangat potensial.

3. Pembiayaan bermasalah yang disebabkan oleh pihak eksternal Pembiayan bermasalah yang disebabkan faktor eksternal antara lain: a. Krisis ekonomi/moneter atau perubahan makro ekonomi.

b. Ketidakmampuan nasabah dalam memenuhi ketentuan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

c. Bencana alam/gangguan keamanan.

d. Prosedur Penanganan Pembiayaan Bermasalah. (Yazid Afandi,2009 : 23).

Prosedur Pemberian Kredit atau Pembiayaan

(11)

BAB III PEMBAHASAN

(12)

Bagi hasil menurut terminologi asing (bahasa Inggris) dikenal dengan profit sharing. Profit dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definisi profit sharing diartikan "distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu Perusahaaa". Menurut Antonio, bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maa/) dan pengelola (Mudharib). (Muhammad Syafi’i,2011 : 90).

Secara umum prinsip prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu, al Musyarokah, al Mudharabah, al muzara’ah, dan al musaqolah. Sungguhpun demikian prinsip yang paling banyak dipakai adalah al musyarakah dan al mudharabah, sedangkan al muzara’ah dan al musaqolah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian untuk beberapa Bank Islam. (Muhammad Syafi’i,2011 : 90).

Bagi Hasil adalah Keuntungan/Hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana baik investasi maupun transaksi jual beli yang diberikan kepada Nasabah dengan persyaratan:[6]

a. Perhitungan Bagi Hasil disepakati menggunakan pendekatan/pola :

1. Revenue Sharing 2. Profit & Loss Sharing.

b. Pada saat akad terjadi wajib disepakati sistem bagi hasil yang digunakan, apakah RS, PLS atau Gross Profit. Kalau tidak disepakti akad itu menjadi gharar.

c. Waktu dibagikannya bagi hasil harus disepakati oleh kedua belah pihak, misalnya setiap bulan atau waktu yang telah disepakati.

d. Pembagian bagi hasil sesuai dengan nisbah yang disepakati diawal dan tercantum dalam akad.

(13)

masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. (Bakhrul Muchtasib,2006 : 30).

Konsep Bagi Hasil

Konsep bagi hasil ini sangat berbeda sekali dengan konsep bunga yang diterapkan oleh sistem ekonomi konvensional. Dalam ekonomi syariah, konsep bagi hasil dapat dijabarkan sebagai berikut.

A. Pemilik dana menanamkan dananya melalui institusi keuangan yang bertindak sebagai pengelola dana.

B. Pengelola mengelola dana-dana tersebut dalam sistem yang dikenal dengan sistem pool of fund (penghimpunan dana), selanjutnya pengelola akan menginvestasikan dana-dana tersebut kedalam proyek atau usaha-usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi semua aspek syariah.

C. Kedua belah pihak membuat kesepakatan (akad) yang berisi ruang lingkup kerjasama, jumlah nominal dana, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.

D. Sumber dana terdiri dari:

1. Simpanan: tabungan dan simpanan berjangka.

2. Modal : simpanan pokok, simpanan wajib, dana lain-lain. 3. Hutang pihak lain. (Syafei Antonio, 1999 : 129).

Jenis-jenis Akad Bagi Hasil

(14)

Namun, pada penerapannya prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umumnya bank syariah menggunakan kontrak kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah.

a. Musyarakah (Joint Venture Profit & Loss Sharing)

Menurut Antonio Musyarakah adalah akad kerja sama antara dun pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana masing-mating pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Manan mengatakan, musyarakah adalah hubungan kemitraan antara bank dengan konsumen untuk suatu masa terbatas pada suatu proyek baik bank maupun konsumen memasukkan modal dalam perbandingan yang berbeda dan menyetujui suatu laba yang ditetapkan sebelumnya, Lebih lanjut Manan mengatakan bahwa sistem ini juga didasarkan atas prinsip untuk mengurangi kemungkinan partisipasi yang menjerumus kepada kemitraan akhir oleh konsumen dengan diberikannya hak pada bank kepada mitra usaha untuk membayar kembali saham bank secara sekaligus ataupun secara berangsurangsur dari sebagian pendapatan bersih operasinya.

Musyarakah adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara keduanya. Dalam pengertian lain musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. (Syafei Antonio, 1999 : 129).

b. Mudharabah (Trustee Profit Sharing)

(15)

Mudharabah termasuk juga perjanjian antara pemilik modal (uang dan barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha /proyek dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian. Di samping itu mudharabah juga berarti suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai maal), pihak kedua sebagai pelaksana usaha (mudharib). Syarat keduanya adalah pemodal dan pengelola harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum. 2. Objek mudharabah (modal dan kerja). Objek merupakan konsekuensi logis dari

tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan berbentuk uang. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian, ketrampilan, selling skill, management skill dan lain-lain.

3. Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul). "Persetujuan kedua belah pihak merupakan konsekuensi dari prinsip 'an-taraadhim minkum (sama-sama rela)” (Q.S. An-Nisa ayat 29). Kedua belah pihak harus secara rela bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Si pemilik dana setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan dana dan si pelaksana usaha pun setuju dengan perannya untuk mengkontribusikan kerja. Syaratnya adalah melafazkan ijab dari yang punya modal dan qabul dari yang menjalankannya.

(16)

atas kerjanya, sedangkan shahib al-maal mendapat imbalan atas penyertaan modalnya. Nisbah keuntungan inilah yang akan mencegah terjadinya perselisihan antara kedua belah pihak mengenai cara pembagian keuntungan. (Rachmat Syafei, 2001 : 223)

Adapun bentuk-bentuk mudharabah yang dilakukan dalam perbankan syariah dari penghimpunan dan penyaluran dana adalah:

a. Tabungan Mudharabah. Yaitu, simpanan pihak ketiga yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat atau beberapa kali sesuai perjanjian.

b. Deposito Mudharabah. Yaitu, merupakan investasi melalui simpanan pihak ketiga (perseorangan atau badan hukum) yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu (jatuh tempo), dengan mendapat imbalan bagi hasil.

c. Investai Mudharabah Antar Bank (IMA). Yaitu, sarana kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar uang antar Bank Syariah berdasarkan prinsip mudharabah di mana keuntungan akan dibagikan kepada kedua belah pihak (pembeli dan penjual sertifikat IMA) berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. (Rachmat Syafei, 2001 : 225)

3.2. SISTEM BAGI HASIL DAN PENDAPAT ULAMA MENGENAI BAGI HASIL BANK SYARI’AH

Dalam aplikasinya, mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu :

(17)

suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pada perbankan syariah istilah yang sering dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang telah dilakukan. (Syariah IBI, 2001 : 264)

2. Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan). Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales revenue). Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. Penghitungan menurut pendekatan ini adalah perhitungan laba didasarkan pada pendapatan yang diperoleh dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan biaya usaha untuk memperoleh pendapatan tersebut. Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Syafi'i yang mengatakan bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan menetap maupun bepergian (diperjalanan) karena mudharib telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu (nafkah) dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari bagian shahibul maal. Sedangkan, untuk profit sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Abu hanifah, Malik, Zaidiyah yang mengatakan bahwa mudharib dapat membelanjakan harta mudharabah hanya bila perdagangannya itu diperjalanan saja baik itu berupa biaya makan, minum, pakaian dan sebagainya. Hambali mengatakan bahwa mudharib boleh menafkahkan sebagian dari harta mudharabah baik dalam keadaan menetap atau bepergian dengan ijin shahibul maal, tetapi besarnya nafkah yang boleh digunakan adalah nafkah yang telah dikenal (menurut kebiasaan) para pedagang dan tidak boros. (Syariah IBI, 2001 : 264)

(18)

Pengumpulan dana yang dilakukan oleh Bank Syariah yang berasal dari para Nasabah, para pemilik modal atau dana titipan dari pihak ketiga perlu dikelola dengan penuh amanah dan istiqomah, dengan harapan dana tersebut mendatangkan keuntungan yang besar, baik untuk nasabah maupun syariah. (Warkum Sumitro, 2004 : 32)

Prinsip utama yang harus dikembangkan bank syariah dalam kaitan dengan manajemen dana adalah bahwa Bank Syariah harus mampu memberikan bagi hasil kepada penyimpan dana, minimal sama dengan atau lebih besar dari suku bunga yang berlaku di bank-bank konvensional dan mampu menarik bagi hasil dari debitur lebih rendah daripada bunga yang berlaku di bank konvensional. Oleh karena itu upaya manajemen dana bank syariah perlu dilakukan secara baik. Hal tersebut harus dilakukan guna untuk mencapai hasil keuntugan yang besar, agar bagi hasil yang dilakukan dapat peningkatan tabungan nasabah. (Warkum Sumitro, 2004 : 37)

Selain mengenai pengumpulan dana, yang perlu di analisis lagi adalah mengenai perbedaan anatara bagi hasil dengan bunga bank pada perbankan konvensional.

Bunga Bagi Hasil

(19)

diragukan ( kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk islam. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil. (Nurul Haq, 2011 : 112).

BAB IV PENUTUP

3.2. Simpulan

(20)

pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu usaha /proyek dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian.

Sedangkan mekanisme penghitungan bagi hasil dapat dilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu :

a. Pendekatan profit sharing (bagi laba)

b. Pendekatan revenue sharing (bagi pendapatan). 3.2. Saran

Hakekat dari Perbankan tiap perbankan termasuk Perbankan Syariah, semuanya memiliki tujuan yang baik yakni meningkatkan dan menstabilakn perekonomian negara, namun terkhusus pada perbankan syariah yang diterapkan di Indonesia menurut penulis perlu ada sebuah dasar hukum yang jelas terkait dengan tujuannya, karena menurut banyak sarjana Ekonomi Indonesia, perbankan syariah menuai banyak polemik dan bersifat kontroversional dengan sebagian struktur perbankan konvensional atau perbankan pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA

M. Yazid Afandi.2009.Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan Syariah Yogyakarta : Logung Pustaka

Syafi’I Antonio.1999.Bank Syari’ah Wacana Ulama’ dan Cendekiawan Jakarta : Tazkia Institut dan Bank Indonesia

Syafi’I Antonio.2001.Bank Syariah Teori dan Praktek Jakarta : Gema Insani

(21)

Jakarta : Gema Insani

M. Syafei Antonio.1999.Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum Jakarta : Tazkia Institute dan BI

Rachmat Syafei.2001.MA. Fiqh Muamalah Bandung : Pustaka Setia

Warkum Sumitro.2004.Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga-Lembaga Terkait Jakarta : PT. Grafindo Persada

Referensi

Dokumen terkait

tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada

Tugas Karya Seni yang berjudul “Problematika Sepakbola Indonesia sebagai Sumber Inspirasi Lukisan” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana S-1

Salah satu tanaman di Indonesia yang sering digunakan sebagai bahan pengobatan alami yaitu daun kucai.Tanaman kucai (Allium schoenoprasum L.).daun dari tanaman kucai

Pendapatan Pemerintah Umum ( General Government Revenue ) atau Pendapatan Negara Konsolidasian di Wilayah Provinsi Jawa Timur pada Triwulan I tahun 2019 sebesar Rp 56,30

Kosakata dari buku Pingpong Neu 1 Lehrbuch dilihat, diteliti terlebih dahulu penyajiannya dalam bab dan II berdasarkan jenis-jenis penyajian dan krietria-kriteria penyajian

The purpose of doing this research is to get actual information about the students’ English speaking ability in teaching and learning atmosphere organized by the English native

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diambil hipotesis, bahwa pelayuan daging perempat depan pada suhu 4 0 C secara vakum selama 16 hari menghasilkan sifat

pembiayaan.Menjadi pertanyaan besar pada kalangan masyarakat dan pengelola Pos PAUD, apa yang sudah dilaksanakan oleh Penilik dengan baik sebagaimana tugas pokok dan