• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PPB 1202672 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PPB 1202672 Chapter1"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Setiap orang pasti berharap dapat memiliki masa depan yang sukses. Akan

tetapi, untuk merealisasikannya tidak cukup hanya dengan berharap. Berbagai

usaha harus dilakukan untuk mencapai masa depan yang sesuai dengan harapan.

Salah satu usahanya yaitu dengan mempersiapkan diri sejak dini. Selain berfokus

pada usaha yang dilakukan saat ini, untuk mempersiapkan masa depan, individu

juga harus dapat memutuskan arah dan tujuan dalam hidupnya.

Usia remaja diidentifikasi sebagai masa yang penting untuk mengembangkan

orientasi masa depan. Menurut Trommsdorff, G. (1986, hlm. 121), remaja harus

menghadapi ketidakamanan yang berkaitan dengan pembentukan identitas diri

sekarang dan masa depan mereka, juga terhadap lingkungan masa depan mereka.

Remaja dihadapkan pada berbagai macam tugas perkembangan diantaranya

pembentukan identitas peran gender, pembuatan pilihan karir, dan memperoleh

otonomi dari orang tua. Pencapaian tugas-tugas perkembangan ini tentunya akan

berpengaruh terhadap pencapaian tugas pada periode perkembangan selanjutnya

di masa depan, seperti pernikahan, pekerjaan, dan gaya hidup (Nurmi, J.E., 1991,

hlm. 9).

Pada masa remaja, individu mulai membayangkan akan menjadi apa mereka

di kemudian hari dan muncul keinginan-keinginan untuk mencapai sesuatu yang

pada masa sekarang belum bisa mereka capai. Hal ini sejalan dengan pendapat

Rarasati, N. dkk. (2012, hlm. 1264) yang menyebutkan bahwa orientasi masa

depan tentu saja memengaruhi cara remaja mempersiapkan kehidupan sekarang

untuk mencapai tujuan mereka.

Salah satu minat remaja dalam mengembangkan orientasi masa depan adalah

minat terhadap pendidikan yang juga dipengaruhi oleh minat mereka pada

pekerjaan. Jika mereka mengharapkan pekerjaan yang menuntut pendidikan

(2)

lebih menaruh minat pada pelajaran-pelajaran yang nantinya akan berguna dalam

(3)

Bagi remaja, aspirasi masa depan dapat dikonseptualisasikan sebagai

pendidikan dan jabatan impian yang mereka miliki untuk pekerjaan masa depan

mereka. Sebuah penelitian besar menunjukkan bahwa aspirasi remaja di masa

depan, di bidang karir, pendidikan dan keluarga, secara signifikan mempengaruhi

pengalaman hidup mereka nantinya (Sirin, S.R., dkk, 2004, hlm. 438). Semua

studi mengenai harapan, tujuan, dan ekspektasi menunjukkan bahwa remaja

paling tertarik dalam pekerjaan dan pendidikan masa depan mereka (Nurmi, J.E.,

1991, hlm. 16). Sehingga, dapat dinyatakan bahwa salah satu bidang yang

menjadi pusat perhatian atau titik berat pandangan remaja tentang masa depan

adalah bidang pekerjaan.

Berpikir dan merencanakan masa depan sangat penting bagi remaja karena

beberapa alasan. Pertama, remaja dihadapkan dengan sejumlah tugas

perkembangan normatif (Dittmann-Kohli, 1986; Havighurst, 1948/1974), yang

ditetapkan oleh orang tua mereka, teman sebaya, dan guru, yang sebagian besar

berhubungan dengan perkembangan selama rentang kehidupan. Oleh karena itu,

Nurmi, J.E. menekankan bahwa berpikir tentang masa depan adalah penting.

Kedua, keputusan orientasi masa depan remaja, berkaitan dengan karir, gaya

hidup, masa depan keluarga, dan hal-hal penting yang memengaruhi kehidupan

dewasa mereka nanti. Ketiga, cara remaja melihat masa depan memainkan peran

penting dalam pembentukan identitas mereka, yang sering didefinisikan dalam hal

eksplorasi dan komitmen mengenai kepentingan orientasi masa depan (Bosma,

1985; Marcia, 1980) (dalam Nurmi, J.E., 1991, hlm. 1).

Dalam buku penataan pendidikan professional konselor dan layanan

bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan (Depdiknas, 2008, hlm. 197),

menyebutkan bahwa tujuan pelayanan bimbingan dan konseling ialah agar konseli

dapat: (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta

kehidupannya di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan

kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; (3) menyesuaikan diri dengan

lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya; (4)

mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian

(4)

bimbingan dan konseling di sekolah harus mampu membantu peserta didik

mengembangkan orientasi untuk masa depannya.

Perencanaan pekerjaan di masa depan berkaitan dengan pendidikan yang

dipilih pada masa sekarang, seperti dalam peminatan atau penjurusan di Sekolah

Menengah. Pada setiap tahun, banyak anak muda yang menamatkan studi dari

jenjang pendidikan tertentu. Banyak dari mereka mengharapkan dapat

melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun, ada juga yang

memang tidak bermaksud untuk melanjutkan pendidikan tetapi langsung

memasuki dunia pekerjaan, yang tentunya mereka juga mengharapkan agar dapat

diterima pada lapangan kerja yang sesuai (Prayitno & Amti, E., 2004, hlm. 276).

Hal tersebut memang tidak akan menjadi masalah bagi individu yang sudah

mempersiapkan diri menghadapi transisi setelah masa kelulusan. Akan tetapi,

tidak sedikit remaja yang merasa bingung, cemas, dan bahkan tidak punya

rencana sama sekali. Beberapa diantara mereka yang membuat rencana hanya

berdasarkan kemauan dan keinginannya, tidak menyesuaikan dengan kemampuan

dan bakat yang dimiliki. Bahkan ada diantaranya hanya ikut-ikutan teman.

Sehingga, ketika lulusan sudah masuk pada lembaga pendidikan atau jurusan

tertentu, mereka tidak dapat mencapai hasil belajar yang baik. Pada akhirnya,

mereka pun mengundurkan diri, pindah jurusan ataupun pindah sekolah. Sama

halnya ketika seseorang yang diterima pada lapangan pekerjaan tertentu, yang

setelah masuk mereka merasa tidak sesuai dengan pekerjaan tersebut, sehingga

pemenuhan tugas-tugas atau kewajiban-kewajiban tidak berjalan dengan baik dan

hasilnya pun tidak sesuai dengan harapan.

Bagi lulusan SMK yang memang pada masa pendidikan disekolahnya sudah

diarahkan atau disiapkan untuk menghadapi lapangan kerja, mungkin tidak akan

terlalu sulit dalam menentukan rencana setelah menamatkan sekolah. Hal ini

dilihat dari spesialisasi jurusan yang beragam pada pendidikan di SMK dan

banyaknya praktek yang dilakukan pada masa sekolah. Namun, bagi lulusan SMA

tentunya akan berbeda, karena spesialisasi jurusan di SMA hanya terdiri dari

jurusan IPA/MIA, IPS/IIS, dan Bahasa. Di SMK, siswa dibekali dengan ilmu-ilmu

(5)

lulusan SMK sudah langsung siap menghadapi dunia kerja, walaupun tidak

menutup kemungkinan bagi lulusan yang ingin melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi, di SMA, siswa lebih diajarkan teori atau

dasar-dasar keilmuan yang nantinya akan dilanjutkan pada program studi yang

lebih spesifik di perguruan tinggi.

Beberapa individu yang pindah jurusan ketika di perguruan tinggi

dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, salah satunya yaitu pertimbangan karir

dan prospek ekonomi di masa depan. Oleh karena itu, penting bagi siswa SMA

yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, agar

mempersiapkan diri lebih baik, yaitu memilih peminatan dengan memperhatikan

kemampuan, minat dan bakat yang dimiliki sehingga setelah lulus SMA dan

memasuki perkuliahan nantinya secara bertahap akan membangun jaringan yang

sesuai kompetensi dan akan mempermudah dalam memasuki bidang pekerjaan

yang diharapkan di masa depan. Dengan demikian, penting adanya

pengembangan orientasi masa depan bidang pekerjaan bagi siswa.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa orientasi tujuan masa depan

remaja dan dewasa awal dipengaruhi oleh konteks sosial budaya di tempat mereka

dibesarkan (Jambori, S., dan Sallay, H., 2003, hlm.131). Chen, P. dan Vazsonyi,

A.T., (2013, hlm. 67) meneliti tentang orientasi masa depan, konteks sekolah, dan

perilaku bermasalah pada sampel sebanyak 9163 siswa kelas 9 sampai kelas 12

dari 85 Sekolah National Longitudinal Study of Adolescent Health. Hasil

penelitian memberikan bukti bahwa orientasi masa depan remaja dikaitkan secara

independen dan negatif dengan masalah perilaku. Penelitian Iovu, M.B. (2014,

hlm. 433) tentang harapan positif dan kekhawatiran masa depan remaja pada

transisi mereka menuju dewasa, dengan partisipan sebanyak 3509 siswa,

menunjukkan bahwa remaja merasa masa depan mereka sebagian besar dalam hal

yang positif. Pengaruh terbesar bagi harapan positif yaitu kepercayaan diri dan

dukungan guru, sementara ekspektasi negatif diprediksi oleh rendahnya dukungan

guru, percaya diri, dan dukungan teman sebaya.

Selain itu, dalam sebuah penelitian, perbedaan usia pada orientasi masa depan

(6)

menggunakan delay discounting task yang merupakan pengukuran baru

self-report. Remaja awal secara konsisten menunjukkan orientasi yang lebih lemah

untuk masa depan daripada individu berusia 16 dan lebih tua, serta dalam

karakteristik dirinya, mereka kurang peduli tentang masa depan dan lebih kecil

kemungkinannya untuk mengantisipasi konsekuensi dari keputusan mereka

(Steinberg, L. dkk., 2009, hlm. 28).

Penelitian Rufaidah, I. (2010, hlm. 84) dengan responden siswa SMA

sebanyak 123 orang (51 %) dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49 %)

menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap orientasi masa depan, dilihat

dari hasil perhitungan dengan uji t sebesar 2,306 dan nilai probabilitas (0,022)

lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara signifikan lebih tinggi

dibandingkan siswa SMK.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Anies Baswedan

mengakui tak semua lulusan SMA/sederajat bisa meneruskan ke jenjang

perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta. Menurut Anies hanya 60 persen

yang bisa melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Mereka yang tak melanjutkan

kuliah, pilihan utamanya bekerja. Namun hal ini pun tak mudah. Data di

Kemendikbud menunjukkan, serapan kerja lulusan SMK sebesar 85 persen (dari

total 1.170.748 jumlah lulusan SMK pada 2014). Sementara lulusan SMA

angkanya jauh di bawah itu (dilansir dari Kaltim Post, 2015).

Khusus lulusan SMA yang terpaksa mencari kerja, mereka dihadapkan pada

persaingan yang tidak berimbang dengan lulusan SMK dari segi keterampilan dan

mentalitas kerja. Vivi Alatas, analisis Ekonom Senior Bank Dunia

mengungkapkan, “Sebanyak 20 persen tenaga kerja lulusan SMA banyak bekerja

di sektor tanpa keterampilan, 65 persen semi-skilled”, statistik ini disebabkan

minimnya akses lulusan SMA ke bursa kerja dan mengambil lapangan kerja yang

diperuntukkan untuk lulusan SD dan SMP. Fenomena ini imbas dari kegagalan

lulusan pendidikan tinggi, khususnya para sarjana yang juga menganggur, dan

(7)

Selain itu, faktor-faktor yang juga mempengaruhi masalah terkait bidang

pendidikan dan pekerjaan seperti contoh kasus diatas yaitu kesejahteraan

keluarga, rendahnya harapan peserta didik dan orang tua terhadap proses

pendidikan, dan kurangnya orientasi untuk masa depan. Selain itu, ada beberapa

penelitian sebelumnya yang mendukung data tersebut. Dalam sebuah penelitian

dengan partisipan sebanyak 1.774 orang (51,9% perempuan) berusia antara 9 dan

16 tahun yang melaporkan keterhubungan (connectedness) mereka dengan

keluarga dan sekolah dengan persepsi mereka tentang orientasi masa depan.

Temuan tersebut menunjukkan persepsi yang lebih positif dari orientasi masa

depan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui efek dari variabel

konteks satu sama lain (Crespo, C. dkk, 2013, hlm. 993).

Dalam interaksi dengan orang tua, teman sebaya, dan guru, individu

mempelajari harapan normatif mengenai perkembangan kehidupan, model peran

yang terkait, dan standar perilaku (Nurmi, J.E., 1991, hlm. 30), sehingga hal-hal

tersebut akan mempengaruhi cara pandang individu tentang masa depan. Hal ini

karena, dari interaksi dengan orang-orang terdekat, individu mendapatkan

informasi-informasi yang bisa dijadikan sebagai referensi dalam perencanaan

masa depannya.

Lembaga pendidikan membuat konteks penting lain dari banyaknya

kehidupan remaja, yang secara khusus ditujukan untuk memberikan sumber daya

pada remaja dalam mempersiapkan mereka untuk masa dewasa (Brown, B.B. &

Larson, R.W., 2002, hlm. 7). Di sekolah siswa-siswa dibimbing dan dibina serta

diberikan ilmu pengetahuan sebagai bekal untuk menjalankan kehidupannya. Hal

ini juga didukung oleh pendapat Sirin, S.R., dkk. (2004, hlm. 437), yang

menyebutkan bahwa sekolah dan mentoring disediakan untuk remaja oleh orang

tua dan orang dewasa lainnya, yang bertujuan membantu mempersiapkan mereka

menuju peran dewasa yang sesuai dengan budaya.

Menurut Bowlby (dalam Crespo, dkk., 2013, hlm. 995), orientasi masa depan

mungkin berkembang dengan baik saat remaja merasa terhubung dengan baik

dengan konteks keluarga dan sekolah yang dapat memberikan basis rasa aman

(8)

connectedness mengacu pada kepercayaan siswa bahwa orang dewasa di sekolah

peduli tentang pembelajaran mereka seperti halnya mereka sebagai individu

(Blum, R.W. & Libbey, H.P., 2004, hlm. 231).

Sejauh ini, telah dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor

yang memprediksi orientasi masa depan dan menguji faktor-faktor tersebut dalam

membentuk pemikiran dan perencanaan remaja tentang masa depan mereka.

Dilihat dari penelitian sebelumnya, khususnya di Indonesia, secara spesifik

penelitian tentang keterhubungan sekolah (school connectedness) dan orientasi

masa depan belum dilakukan. Maka dari itu, penelitian ini bermaksud untuk

meneliti seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)

terhadap orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMA Negeri 6

Bandung pada tanggal 23 maret 2016 melalui wawancara dengan guru BK,

diketahui bahwa untuk kurikulum yang digunakan saat ini mengharuskan

peminatan dimulai sejak siswa masuk ke SMA. Penetapan belajar siswa dilakukan

sesuai dengan kondisi dan daya dukung masing-masing satuan pendidikan. Guru

BK/Konselor mempertimbangkan beberapa alternatif dalam proses pemilihan dan

penetapan peminatan siswa, dintaranya yaitu berdasarkan prestasi belajar siswa

ketika di SMP/MTs, prestasi UN, prestasi non akademik di SMP/MTs, minat

belajar siswa, data deteksi/rekomendasi dari guru BK di SMP/MTs, serta

perhatian dan harapan orang tua. Namun, ketika penetapan peminatan tersebut

sudah diumumkan, ada beberapa siswa yang tidak setuju dengan hasil penetapan

tersebut. Hal itu terjadi setiap tahunnya, yaitu ketika penerimaan siswa baru.

Berbagai alasan melatarbelakangi ketidaksetujuan terhadap hasil keputusan

peminatan, seperti siswa yang memang merasa tidak berkeinginan masuk pada

jurusan tertentu atau menginginkan masuk pada jurusan tertentu, yang biasanya

disebabkan karena siswa memandang suatu jurusan lebih unggul dibandingkan

dengan jurusan lainnya. Selain itu, orangtua siswa yang menginginkan anaknya

memasuki jurusan tertentu karena obsesi mereka agar anaknya dapat masuk

jurusan yang menurut mereka lebih unggul ataupun pandangan mereka tentang

(9)

Hal tersebut menjadi sulit ketika keinginan siswa/orangtua siswa tidak

didasarkan atau tidak mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki siswa.

Ketika masalah tersebut muncul, maka guru BK memberikan pemahaman kepada

siswa dan orangtua yang tidak setuju dengan hasil peminatan yang telah

ditetapkan. Namun, jika siswa/orangtua siswa tetap bersikeras agar pindah

peminatan, maka guru BK mencari alternatif lain yaitu dengan melihat

persyaratan untuk memasuki suatu peminatan, apakah kemampuan siswa tersebut

cukup memadai walaupun tidak terlalu tinggi, selanjutnya siswa pun diberi

kesempatan untuk pindah peminatan. Dampaknya, beberapa siswa yang pindah

peminatan tapi tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, ketika di

semester 2 atau ketika memasuki kelas XI, beberapa diantaranya ada yang

mengeluh karena merasa tertinggal dari teman-temannya, sehingga prestasi siswa

tersebut pun cenderung rendah.

Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, menunjukkan bahwa beberapa siswa

ketika memutuskan untuk memasuki suatu peminatan di SMA, diantaranya tidak

memperhatikan/mempertimbangkan kemampuannya dengan tuntutan dalam suatu

peminatan/jurusan yang berkaitan dengan pengembangan dirinya dalam

mempersiapkan masa depan terutama dalam bidang pekerjaan. Sehingga hal ini

menunjukkan adanya ketidaksesuaian dengan salah satu penelitian sebelumnya

yang mengatakan bahwa orientasi masa depan remaja SMA sudah tinggi, dan

memang seharusnya pada masa remaja, seseorang harus sudah mampu

mengembangkan orientasi masa depannya, namun kenyataannya beberapa remaja

masih belum memiliki orientasi masa depan yang jelas, termasuk dalam bidang

pekerjaannya. Ketidaksesuaian itulah yang dijadikan gap dan melatar belakangi

penelitian ini.

Dalam penelitian ini akan mengungkap bagaimana orientasi masa depan

siswa dalam bidang pekerjaan atau karir, karena ketika siswa memutuskan untuk

memasuki suatu peminatan/jurusan, tentunya penting untuk mempertimbangkan

prospek kedepannya dari pilihan peminatan ketika di SMA dan kesesuaian

peminatan tersebut terhadap pemilihan jurusan di Perguruan Tinggi dan cita-cita

(10)

pengembangan orientasi masa depan siswa. Dukungan-dukungan dari berbagai

pihak sekolah akan membantu siswa dalam mendapatkan ilmu pengetahuan untuk

bekal menjalani kehidupan dan mempersiapkan masa depan, termasuk juga

membantu siswa dalam mendapatkan informasi-informasi yang berkaitan dengan

karir masa depan. Berdasarkan wawancara dengan guru BK SMA Negeri 6

Bandung, diketahui bahwa beberapa siswa kelas XI masih merasa bingung dalam

mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depannya, terutama masa depan

bidang pekerjaan.

Menurut Hurlock, E.B. (1980, hlm. 221), anak SMA mulai memikirkan masa

depan mereka secara bersungguh-sungguh. Remaja akhir/remaja yang lebih tua

lebih memikirkan apa yang akan dilakukan dan apa yang mampu dilakukan.

Semakin mereka mendengar dan membicarakan berbagai jenis pekerjaan, semakin

ia kurang yakin mengenai apa yang akan dilakukan. Remaja juga memikirkan cara

untuk memperoleh pekerjaan yang diinginkan.

Penelitian tentang kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)

terhadap orientasi masa depan siswa dalam bidang pekerjaan perlu dilakukan

untuk mendapatkan data yang empiris tentang orientasi masa depan bidang

pekerjaan dan keterhubungan sekolah (school connectedness). Penelitian ini

diharapkan mampu dijadikan pertimbangan dalam pembuatan layanan bimbingan

dan konseling yang nantinya setelah diketahui kontribusinya, konselor mampu

menyusun layanan yang dapat meningkatkan keterhubungan sekolah (school

connectedness) siswa di sekolah, sehingga dapat mengembangkan orientasi masa

depan mereka.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Tujuan dan kepentingan pribadi memainkan peran penting pada

perkembangan manusia karena keduanya mengarahkan perencanaan kehidupan,

pengambilan keputusan, dan tentu saja untuk kehidupan masa depan. Tujuan

remaja biasanya berhubungan dengan pekerjaan masa depan dan pendidikan

(11)

Teori di lapangan setuju bahwa orientasi masa depan dibentuk oleh

kekuatan-kekuatan dalam dunia sosial remaja dan harus dipahami pada kerangka relasional,

baik secara kontekstual dan interpersonal (Nurmi, 1991; Nuttin, 1984). Pada

tingkat kontekstual, hal itu adalah dalam konteks sosialisasi primer seperti

keluarga dan sekolah, saat pandangan diri, orang lain, dunia, dan masa depan

disampaikan dan diperoleh. Pada tingkat interpersonal, remaja sering membahas

rencana masa depan mereka dengan orang-orang penting dalam hidup mereka

seperti orang tua, saudara, teman dan guru (dalam Crespo, C., dkk, 2013).

Berkenaan dengan pengaruh sekolah, literaturnya masih jarang. Namun,

penelitian Israelashvili, M. (1997, hlm. 525) menemukan hubungan antara rasa

keanggotaan sekolah yang tinggi dan harapan masa depan remaja. Selain itu

penelitian yang dilakukan oleh Goodenow, C. dan Grady, K.E. (2010, hlm. 60)

menunjukkan hubungan positif antara rasa memiliki sekolah dan hasil (outcome)

yang dekat dengan orientasi masa depan seperti harapan siswa, motivasi sekolah

dan usaha/ketekunan pada pekerjaan akademik yang sulit.

Penelitian Steinberg, L. dkk., (2009, hlm. 28) menyatakan bahwa remaja awal

secara konsisten menunjukkan orientasi yang lebih lemah untuk masa depan

daripada individu berusia 16 dan yang lebih tua. Selain itu, penelitian Crespo, C.

dkk. (2013, hlm. 993) dengan partisipan sebanyak 1.774 orang (51,9%

perempuan) berusia antara 9 dan 16 tahun yang melaporkan keterhubungan

(connectedness) mereka dengan keluarga dan sekolah dengan persepsi mereka

tentang orientasi masa depan. Temuan tersebut menunjukkan persepsi yang lebih

positif dari orientasi masa depan baik secara langsung maupun tidak langsung

melalui efek dari variabel konteks satu sama lain.

Penelitian Rufaidah, I. (2010, hlm. 84) dengan responden siswa SMA

sebanyak 123 orang (51 %) dan siswa SMK sebanyak 120 orang (49 %)

menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap orientasi masa depan, dilihat

dari hasil perhitungan dengan uji t sebesar 2,306 dan nilai probabilitas (0,022)

lebih kecil dari alpha (0,05), sehingga penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

siswa SMA memiliki orientasi masa depan yang secara signifikan lebih tinggi

(12)

siswa SMA yang memiliki orientasi masa depan yang masih kurang atau belum

jelas.

Menurut Bowlby (dalam Crespo, C. dkk., 2013, hlm. 995), orientasi masa

depan mungkin berkembang dengan baik saat remaja merasa terhubung dengan

konteks keluarga dan sekolah yang dapat memberikan basis rasa aman untuk

mengeksplorasi pilihan masa depan dan menavigasi dunia sosial. Persepsi siswa

tentang dukungan guru dan rasa memiliki sekolah (school belonging) memainkan

peran krusial dalam perasaan keterhubungan ke sekolah dan kesejahteraan

sosio-emosional (Stracuzzi, N.F. & Mills, M.L. 2010, hlm. 7). Dengan demikian, siswa

terhubung dengan lingkungan sekolah ketika terjalinnya hubungan yang positif

dan saling menghormati dan/atau menghargai antara siswa dengan orang-orang

yang ada di sekolah, seperti guru, staf sekolah dan siswa lainnya. Hal ini salah

satunya ditunjukkan dengan perasaan siswa yang mendapat dukungan kuat dari

gurunya dalam proses pembelajaran.

Siswa yang merasa terhubung pada sekolah, suka untuk pergi ke sekolah,

mereka menyukai guru mereka dan siswa lainnya, dan mereka berkomitmen untuk

belajar, menyelesaikan tugas mereka, dan melakukan yang terbaik. Menurut

Eccles (1993) sebagian besar saat di SD, siswa merasa terhubung pada sekolah

mereka, school connectedness pada umumnya mulai menurun di SMP. Di SMA,

sebanyak 40-60% dari semua remaja, baik itu remaja urban (perkotaan), sub

urban, dan rural (pedesaan), melaporkan terputus dari sekolah/tidak terhubung ke

sekolah (Klem & Connel, 2004), menunjukkan bahwa mereka tidak menyukai

guru mereka, kurangnya minat di sekolah, dan tidak menemukan pekerjaan

sekolah yang bermakna atau menarik (dalam Monahan, K.C. dkk., 2010, hlm. 3).

Survei BC Kesehatan Remaja (2008 dan 2013) menegaskan bahwa siswa

yang melaporkan school connectedness yang tinggi lebih mungkin berharap

untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (BC School Centered

Mental Health Coalition, 2014, www.healthyschoolbc.ca).

Beberapa penelitian telah menunjukkan betapa pentingnya orientasi masa

depan bagi remaja, selain membantu merencanakan juga membantu

(13)

masih kesulitan dalam menentukan arah dan tujuan dalam hidupnya, seperti dalam

menentukan pentingnya pendidikan bagi kehidupan mereka di masa yang akan

datang, dengan kata lain kurangnya orientasi masa depan dalam diri mereka.

Penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia, telah menghubungkan

berbagai faktor yang berpengaruh terhadap orientasi masa depan remaja, seperti

dukungan orangtua dan hubungan dengan teman sebaya, namun belum ada yang

secara spesifik meneliti tentang school connectedness dengan orientasi masa

depan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian kembali di Indonesia

pada usia remaja serta disesuaikan dengan budaya lokal, agar didapat data empiris

tentang seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)

terhadap orientasi masa depan siswa khususnya di Indonesia.

Berdasarkan identifikasi masalah penelitian yang telah dipaparkan diatas,

maka rumusan masalah dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai

berikut:

1.2.1 Bagaimana gambaran umum keterhubungan sekolah (school connectedness)

siswa kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?

1.2.2 Bagaimana gambaran umum orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa

kelas XI di SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?

1.2.3 Seberapa besar kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness)

terhadap orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA

Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pernyataan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian ini

adalah menghasilkan gambaran empirik mengenai:

1.3.1 Gambaran umum orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di

SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

1.3.2 Gambaran umum keterhubungan sekolah (school connectedness) siswa

(14)

1.3.3 Kontribusi keterhubungan sekolah (school connectedness) terhadap

orientasi masa depan bidang pekerjaan siswa kelas XI di SMA Negeri 6

Bandung Tahun Ajaran 2015/2016.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan serta referensi khususnya mengenai gambaran keterhubungan

sekolah (school connectedness) dengan orientasi masa depan serta membantu

perkembangan teori orientasi masa depan, khususnya dalam seting sekolah.

1.4.2 Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat, yaitu:

a. Menjadi pertimbangan konselor/guru BK untuk meningkatkan orientasi masa

depan siswa terutama dalam bidang pekerjaan melalui layanan bimbingan dan

konseling dengan pendekatan yang juga meningkatkan keterhubungan

sekolah (school connectedness) bagi seluruh siswa di sekolah.

b. Bahan kajian dan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan

dengan keterhubungan sekolah (school connectedness) dan orientasi masa

depan, diharapkan peneliti selanjutnya mengembangkan hasil penelitian ini

dengan menguji seberapa efektif intervensi dengan menggunakan pendekatan

keterhubungan sekolah (school connectedness) pada siswa terhadap orientasi

masa depan bidang pekerjaannya.

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Struktur organisasi skripsi mengenai kontribusi keterhubungan sekolah

(school connectedness) dengan orientasi masa depan bidang pekerjaan, studi

deskriptif pada siswa kelas XI SMA Negeri 6 Bandung Tahun Ajaran 2015/2016

terdiri dari lima bab. Bab 1 Pendahuluan, memaparkan latar belakang penelitian,

identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian

(15)

konsep-konsep/teori-teori dalam bidang yang dikaji, penelitian terdahulu yang relevan,

dan kerangka pemikiran. Bab III Metode penelitian memaparkan desain

penelitian, partisipan penelitian, populasi dan sampel, perumusan dan

pengembangan instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan anlisis data. Bab IV

Temuan dan pembahasan memaparkan tentang temuan penelitian berdasarkan

hasil pengolahan dan analisis data sesuai dengan urutan rumusan permasalahan

penelitian Bab V Simpulan, implikasi, dan rekomendasi terdiri dari simpulan,

implikasi, rekomendasi, utamanya bagi yang berkaitan dengan bimbingan dan

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan menghasilkan multimedia pembelajaran kegunungapian berbasis android yang layak bagi pengunjung Museum Gunung Api Merapi. Materi Kegunungapian yang

Pada penelitian ini terdapat tiga data yaitu tentang Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Belanja Modal. Untuk mendeskripsikan dan menguji pengaruh antara

Sistem informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengelola data-data kepegawaian yaitu data Administrasi Kepegawaian seluruh pegawai, pengontrolan kenaikan pangkat pegawai,

Hal tersebut dapat pula menjadi style of humor jenis Self Defeating yang mana anggota GAMSU merasa dengan melakukan humor yang mengejek dirinya sendiri walaupun ia merasa

Private cloud merupakan salah satu model deployment dari cloud computing , dimana pengelolaan dari infrastruktur yang diperlukan dikelola dalam jaringan internal

[r]

[r]

Pada Pembubaran yang demikian ini, bahwa Pembubaran yang dimaksud adalah penghentian operasional Perseroan Terbatas yang dilakukan oleh organ-organ Perseroan