• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Model Pembelajaran Guided P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengembangan Model Pembelajaran Guided P"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 347 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

Pengembangan Model Pembelajaran Guided Project Based Learning Untuk Mengintegrasikan 21st Century Skills Dalam Pembelajaran Sains

Oleh:

Muhammad Randy Fananta1& Tria Umbara2 1,2

STKIP Surya || Gedung SURE Jl. Scientia Boulevard Blok U/7 Gading Serpong, Tangerang 15810 Banten, Indonesia||Email: randy.fananta@stkipsurya.ac.id & tria.umbara@stkipsurya.ac.id

Abstrak

Istilah 21st cntury skills telah mengubah paradigma penelitian di bidang pendidikan oleh pakar-pakar pendidikan di dunia terutama Amerika untuk bersaing dan bertahan dalam waktu yang panjang pada masa ekonomi global (Boyles, 2012: 43). Cavanagh, et.al., dalam Boyles (2012: 41-42) menjelaskan bahwa kerangka pembelajaran abad ke-21 berpusat pada kompetensi inti dalam keterampilan komunikasi, kolaborasi dan literasi digital untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan dunia kerja global. Keterampilan abad ke-21 yang dimaksud dijelaskan oleh Binkley, dkk dalam jurnalnya yang berjudul “Defining 21st Century Skills”. Banyak model pembelajaran yang telah dikembangkan untuk mengintegrasikan 21st Century Skills dalam pembelajaran. Salah satu model yang dikembangkan adalah P roject Based Learning (PjBL). Project Based Learning merupakan pembelajaran berbasis proyek yang dapat mengintegrasikan interdisipliner ilmu seperti sains, teknologi, kemasyarakatan, sejarah, matematika, politik, dan seni (Turgut, 2008: 62), selain itu juga dapat mengintegrasikan keterampilan-keterampilan abad ke-21. Namun berdasarkan penelitian Aiedah (2012: 45) terdapat tantangan penerapan model PjBL seperti adanya kesenjangan komitmen diantara peserta didik dan menyita waktu yang cukup panjang dalam kelas. Oleh karena itu penting dikembangkan modifikasi model PjBL terbimbing yang selanjutnya akan dikenal sebagai Guided Project Base learning.

Kata Kunci : Project Based Learning, PjBL, 21st century skills

PENDAHULUAN

Ide dasar pendidikan itu adalah kerja membangun manusia supaya dia bisa

survive melindungi diri terhadap alam serta mengatur hubungan antar-manusia

(Freud, 2007, dalam BSNP, 2010: 5). Undang-undang Sistem Pendidikan

Nasional merumuskan fungsi pendidikan bertujuan untuk mengembangkan

(2)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 348 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggungjawab (Depdiknas,

2003).

Dengan tujuan pendidikan Indonesia yang telah dirumuskan seharusnya

Indonesia siap menghadapi tantangan abad ke-21, dimana terjadi percepatan

perkembangan ilmu pengetahuan yang ditandai oleh kemajuan teknologi dan informasi serta tidak terdapatnya batas “ruang dan waktu” antar negara yang memunculkan perdagangan bebas. Pendidikan di Indonesia harus siap

menghasilkan generasi muda yang dibekali oleh keterampilan-keterampilan abad

ke-21.

Istilah keterampilan abad ke-21 (21st Century Skills) telah mengubah

paradigma penelitian di bidang pendidikan oleh pakar-pakar pendidikan di dunia,

terutama Amerika untuk bersaing dan bertahan dalam jangka waktu yang panjang

pada masa ekonomi global (Boyles, 2012: 43). Cavanagh, et.al. (dalam Boyles,

2012: 41-42) menjelaskan bahwa kerangka pembelajaran abad ke-21 berpusat

pada kompetensi inti dalam keterampilan komunikasi, kolaborasi dan literasi

digital untuk mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan dunia kerja.

Dalam dunia pendidikan, para pendidik diajak untuk secara rutin memperbaharui

strategi belajar untuk lebih terhubung dengan generasi yang dikenal sebagai

generasi milenium. Namun dengan zaman sekarang ini, pergeseran dalam

pembelajaran sangat diperlukan untuk mencapai visi jauh kedepan (Boss, S., &

Krauss, J., 2007: 11).

Twenty-first century skills pertama kali didefinisikan oleh lembaga P21 (2009:

6-7) yaitu meliputi: (a) Learning and inovation skills (Kreatif dan inovatif, bekerja dengan

inovatif dan mengimplementasikan keterampilan berinovasi); (b) Critical thinking and

problem solving (berpikir efektif dan sistematik, Membuat keputusan dan menyelesaikan

masalah); (b) Communication and colaboration (Berkomunikasi dengan jelas dan dapat

berkolaborasi dengan orng lain dan juga bekerja sama dalam tim); (c) Information, media

(3)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 349 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

carier skills (Fleksibel dan beradaptasi, berinisiatif dan mandiri, dapat bersosial dan

berinteraksi antar suku dan bangsa, Produktivitas dan akuntabilitas, berkepemimpinan

dan bertanggung jawab). Kemudian Binkley et.al (2012: 19-20) dalam penelitiannya

bersama ATCS21 membagi 21at century skills menjadi 4 grup yang terdiri dari (a) ways of thingking; (b) ways of working; (c) tools for working; (d) living in the world .

Posisi Indonesia menurut survey Trends in Mathematics and Science Study

(TIMSS) pada bidang sains tahun 2011 menunjukkan bawah Indonesia berada

pada posisi ke-40 dengan skor 406 dari 42 negara (Martin, 2011: 55), Skors tes

sains peserta didik Indonesia ini turun 21 angka dibandingkan TIMSS 2007. Tentu

hal ini menjadi tantangan terbesar untuk memperbaiki kualitas pendidikan di

Indonesia, serta tantangan besar bagi sekolah bagaimana membekali peserta didik

dengan keterampilan-keterampilan abad ke-21 (komunikasi, kolaborasi dan

literasi digital) untuk menghadapi persaingan global.

Banyak penelitian yang mengembangkan model pembelajaran untuk

mempercepat pencapaian tujuan agar tantangan abad ke-21 dapat terjawab dan

membekali peserta didik dengan keterampilan abad ke-21. Salah satu model

pembelajaran tersebut adalah Project Based Learning (PjBL). Definisi PjBL

mengarah pada suatu proyek yang mengintegrasikan sains, teknologi,

kemasyarakatan, sejarah, matematik, politik dan bahkan seni yang memicu peserta

didik untuk berdiskusi secara produktif dan memberikan kebebasan dalam

pembelajaran dipandang sebagai jawaban untuk pertanyaan sebagai strategi

belajar (Turgut, 2008: 62). Dalam PjBL peserta didik diajak untuk menjawab

sebuah pertanyaan masalah yang menantang dan mengajak peserta didik terlibat

dalam kegiatan mendesign, problem solving, membuat keputusan atau kegiatan

investigasi. Proyek yang dimaksud seperti yang disebutkan oleh Railsback (2002:

7) adalah berpusat pada aktivitas, produk, performa dan presentasi yang mengasah

keterampilan kognitif dan belajar. Proyek yang dilakukan itu harus berhubungan

dengan lingkungan akademik, kehidupan sehari-hari dan keterampilan kerja dari

peserta didik.

Railsback (2002: 8) juga menjelaskan bahwa pembelajaran dengan model

(4)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 350 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

bekerja secara mandiri, bekerjasama dan mengahasilkan suatu produk nyata yang

dikomunikasikan dalam presentasi. Guo (2012: 53) dalam penelitiannya juga

menyebutkan keterampilan literasi teknologi informasi dan komunikasi, kapasitas

kepemimpinan dalam kelompok, kemampuan identifikasi dan penyelesaian

masalah meningkat dan berkembang.

Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) secara efektif dapat

meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan abad ke-21. Namun demikian,

berdasarkan hasil penelitian Aiedah (2012: 45), terdapat tantangan ketika

menerapkan model pembelajaran PjBL seperti adanya kesenjangan komitmen

diantara peserta didik dan menyita waktu yang cukup panjang dalam kelas. Tidak

adanya komitmen pada peserta didik bisa terjadi dikarenakan peserta didik

bingung akan melakukan atau memilih tema proyek yang akan dilaksanakan. Pada

model pembelajaran PjBL, peserta didik diberikan kebebasan dalam memilih

proyek sementara guru tidak hanya sebagai sumber belajar, akan tetapi bertindak

sebagai fasilitator dan pembimbing (Guo, 2012: 43). Untuk peserta didik

Indonesia saat ini yang masih bergantung pada guru, pelaksanaan model

pembelajaran PjBL mungkin tidak akan berjalan sesuai harapan. Disamping itu,

muatan konten kurikulum di Indonesia masih sangat banyak, mengakibatkan

waktu yang diberikan untuk satu pokok bahasan menjadi sangat terbatas, tentu hal

ini akan menyulitkan guru dalam melakukan tahap eksplorasi pada PjBL. Oleh

karena itu, penting dikembangkan modifikasi model Preject Based Learning

(PjBL) untuk meningkatkan keterampilan abad 21.

PEMBAHASAN

A. Apa itu Project Based Learning?

Dalam dunia pendidikan dewasa ini, Project Based Learning (PjBL)

merupakan sebuah model pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di

negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Project Based Learning (PjBL)

bermakna harfiah sebagai pembelajaran berbasis proyek. PjBL mengacu

pada kegiatan peserta didik dalam merancang, merencanakan dan

(5)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 351 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

dapat dipamerkan seperti produk, publikasi dan atau presentasi (Patton, 2012:

13). Definisi serupa juga dipaparkan oleh Turgut (2008: 62) bahwa definisi

PjBL mengarah pada suatu proyek yang mengintegrasikan sains, teknologi,

kemasyarakatan, sejarah, matematik, politik dan bahkan seni yang memicu

peserta didik untuk berdiskusi secara produktif dan memberikan kebebasan

dalam pembelajaran dipandang sebagai jawaban untuk pertanyaan sebagai

strategi belajar. Pada dasarnya PjBL berhubungan dengan model pembelajaran

Inquiry Based Learning dan Problem Based Learning. Yang membedakan

PjBL dengan model pembelajaran lain adalah adanya output yang dipamerkan.

Project Based Leaning bukan suatu pendekatan pembelajaran yang

benar-benar baru, pada awal abad ke-20 PjBL sudah mulai dikenal di dunia

pendidikan sebagai pendekatan, bukan sebuah model pembelajaran. PjBL

mulai kembali dikenal pada abad ke-21 ini dikarenakan kemajuan ilmu

komunikasi dan teknologi yang menawarkan kecepatan dalam akses informasi.

Hal ini memberikan kesempatan baik bagi guru maupun peserta didik untuk

terlibat dalam pembelajaran yang berbasis proyek. Disamping itu, dengan

project based learning, guru dapat mendorong keterampilan peserta didik yang

dibutuhkan di universitas maupun dunia kerja seperti keterampilan menajemen

waktu, kolaborasi, dan pemecahan masalah (Patton, 2012: 13).

Menurut Lindsay (2006, dalam Boss & Krauss, 2007:20) Project Based

Learning memberikan keuntungan diluar yang diharapkan. Dengan PjBL

peserta didik mendapatkan pembelajaran tambahan berupa:

1. Peserta didik dapat membangun keterampilan komunikasi dan

menghilangkan batas-batas kultural serta memperoleh sebuah konsensus.

2. Peserta didik dapat membangun keterampilan inquiri dan menimbulkan

sikap rasa ingin tahu pada fenomena disekitar.

3. Peserta didik belajar untuk menyesuaikan pada waktu tugas yang didapat,

karena peserta didik tahu pekerjaannya berkaitan dengan teman

sekolompoknya pada batas tenggat waktu tertentu.

4. Peserta didik membangun pemahaman yang utuh bagaimana sesuatu itu

(6)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 352 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

5. Peserta didik akan memperoleh kesan dapat merubah dunia dengan cara

berkomunikasi yang baik dan memahami teman sekolompok lainnya.

Berdasarkan definisi dan lingkungan belajar yang akan diterapkan, maka dapat

dikatakan bahwa model Project Based Learning dikembangkan berdasarkan

faham filsafat konstruktivisme dalam pembelajaran. Konstruktivisme

mengandung faham bahwa pengetahuan dibangun dan pembelajaran terjadi

ketika peserta didik mengkreasi produk atau artefak, peserta didik akan lebih

menyukai untuk terlibat dalam pembelajaran ketika artefak yang dihasilkan

secara personal relevan dan bermakna (Wood, K. C., et.al., 2010: 37) .

Project based learning merupakan model pembelajaran yang

memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk merencanakan aktivitas

belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya

menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada orang lain.

Terdapat tujuh komponen kunci dalam Project Based Learning. Komponen ini

digunakan untuk mendeskripsikan, perencanaan dan penilaian proyek yang

akan dilakukan (Han, S., & Bhattacharya, K. 2010: 135 ). Ketujuh komponen

tersebut adalah: (1) Berpusat pada peserta didik (Learner-centered

environment); (2) Kolaborasi (Collaboration); (3) Konten kurikulum

(Curricular content); (4) Tugas yang autentik (authentic tasks); (5) Cara

presentasi yang beragam (Multiple presentation modes); (6) Manajemen waktu

(Time management); dan (7) Assesmen yang inovatif (Innovative assessment).

Pada model Project Based Learning, pengajar berperan sebagai

fasilitator bagi peserta didik untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penuntun. Sedangkan pada kelas ”konvensional” pengajar dianggap sebagai seseorang yang paling menguasai materi dan karenanya semua

informasi diberikan secara langsung kepada peserta didik. Pada kelas

Project Based Learning, peserta didik dibiasakan bekerja secara

(7)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 353 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

aspek hasil daripada proses, dan sumber belajar cenderung stagnan.

Langkah-langkah pembelajaran dalam Project Based Leraning sebagaimana

yang disebutkan dalam Patton (2012: 34-69) berikut ini.

1. Get an idea (mendapatkan sebuah ide proyek)

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan

yang dapat memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu

aktivitas. Mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia nyata

dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam. Pengajar berusaha

agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik. Selain itu,

pengajar harus tahu betul tujuan proyek dan apa yang akan dihasilkan.

Proyek dapat berupa produk (seperti mesin atau karya seni), pertunjukan

(teater atau debat) atau pertahanan hidup (untuk pembelajaran adik tingkat).

2. Design the Project (perencanaan proyek)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan

peserta didik. Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan

esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai mata pelajaran yang

mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat digunakan untuk

membantu penyelesaian proyek. Namun demikian, pengajar diharapkan

mencoba sendiri proyek yang akan dilakukan oleh peserta didik. Hal ini

berguna untuk menentukan proyek mana yang cocok untuk setiap kelompok

dan juga untuk memberi saran-saran ketika peserta didik berkonsultasi

dengan pengajar. Disamping itu, pengajar juga harus mulai mempersiapkan

assemen yang akan dipakai oleh pengajar dan peserta didik.

3. Tune the project (mempersiapkan proyek)

Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal

aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:

(1) membuat timeline untuk menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline

penyelesaian proyek, (3) membawa peserta didik agar merencanakan cara

(8)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 354 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik

untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.

4. Do the project (melakukan proyek)

Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap

aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring

dilakukan dengan cara menfasilitasi peserta didik pada setiap proses.

Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi aktivitas peserta

didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang

dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting. Penilaian dilakukan

untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian standar,

berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing-masing peserta didik,

memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai

peserta didik, membantu pengajar dalam menyusun strategi

pembelajaran berikutnya. melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil

proyek yang sudah dijalankan.

Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok.

Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan

pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan peserta didik

mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses

pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru

(new inquiry) untuk menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap

pertama pembelajaran

5. Exhibit the project (pameran proyek)

Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik

melakukan pameran untuk menampilkan hasil karya dari peserta didik.

Pengajar harus sudah menentukan tempat dilangsungkannya pameran

tersebut. Pameran dapat dilakukan di lingkungan sekolah maupun luar

(9)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 355 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

didik dilatih untuk menjadi team work yang baik, berlatih mengorganisasi

suatu kegiatan, berlatih untuk mepresentasikan (keterampilan

berkomunikasi) hasil karya ke lingkungan luar.

B. Tantangan model Project Based Learning

Akar permasalahan yang diangkat dalam kajian ini adalah bagaimana

mengintegrasikan 21st Century Skill dalam pembelajaran sains melalui model

Project Based Learning dan tantangan yang mungkin dihadapi selama

pembelajaran serta ajuan modifikasi model Project Based Learning untuk

mengatasi tantangan yang terjadi.

Bagaimana Project Based Learning dapat membangun keterampilan

abad ke-21 telah dilaporkan oleh berbagai penelitian yang telah dilakukan.

Dalam Project Based Learning pesesrta didik menghabiskan waktu belajar

berpusat pada konsep penting melalui pengalaman belajar yang menekankan

pada berpikir kritis, kolaborasi, kratifitas dan komunikasi. Banyak peneliti

menyebutkan keuntungan Project Based Learning termasuk peningkatan

sikap dalam pembelajaran, kebiasaan dalam bekerja, kapasitas

problem-solving, meningkatkan motivasi, minat siswa, komunikasi dan kolaborasi

yang merupakan keterampilan abad ke-21. (Guo, 2012; Boss & Krauss, 2007;

Turgut, 2008; Aiedah, 2012; Hung, C.-M., et.al., 2012).

Berdasarkan hasil penelitian Aiedah (2012: 45) menyimpulkan bahwa

terdapat beberapa tantangan ketika menerapkan model Project Based

Learning seperti adanya kesenjangan komitmen diantara siswa dan menyita

waktu yang cukup panjang dalam kelas. Tidak adanya komitmen pada siswa

bisa terjadi dikarenakan siswa bingung akan melakukan atau memilih tema

proyek yang akan dilaksanakan, serta ketidaksiapan guru dalam hal

perencanaan, monitoring dan penilaian selama proses pembelajaran

berlangsung.

Pada model Project Based Learning, siswa diberikan kebebasan dalam

memilih proyek sementara guru tidak hanya sebagai sumber belajar, akan

(10)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 356 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

siswa Indonesia saat ini yang masih bergantung pada guru, pelaksanaan

model Project Based Learning mungkin tidak akan berjalan sesuai harapan.

Disamping itu, muatan konten kurikulum di Indonesia masih sangat banyak,

mengakibatkan waktu yang diberikan untuk satu pokok bahasan menjadi

sangat terbatas, tentu hal ini akan menyulitkan guru dalam melakukan tahap

eksplorasi pada Project Based Learning.

Proyek yang dilakukan dapat ditentukan oleh pengajar. Pengajar dan

peserta didik berkolaborasi sebagai tim melalui Project Based Learning.

Metode ini dikenal dengan istilah student-guided service learning project

yang melibatkan siswa dalam proses desain teknologi yang membangun dan

meningkatkan konten pengetahuan, kemampuan pemecahan masalah, sistem

berpikir, dan keterampilan komunikasi (Baker, Erica., et.al., 2011:1). Project

based learning yang dibimbing yang selanjutnya akan dikenal sebagai

Guided-Project Based Learning merupakan sebuah modifikasi yang akan

dikembangkan untuk menjembatani antara pembelajaran konvensional

dengan project based learning. Adapun kerangka pembelajaran yang diajukan

(11)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 357 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

Tabel 1

Deskripsi pembelajaran Guided-Project Based Learning

No. Tahap

Pembelajaran Deskripsi pembelajaran Guided-Project Based Learning

1. Get an idea Pengajar sudah menentukan tema-tema proyek dan prosedur

sampai proyek tersebut jadi. Namun pengajar mendesain

seolah-olah peserta didik yang menemukan tema proyek

tersebut. Pengajar mengarahkan dengan

pertanyaan-pertanyaan esensial.

2. Design the Project Desain proyek intinya pada kolaborasi antara pengajar dan

peserta didik, serta sesama peserta didik. Pada tahap ini

peserta didik diberikan batasan alat dan bahan (sesuai tema

proyek) dan kemudian diminta mendesain sebuah

percobaan/langkah kerja sesuai dengan alat dan bahan yang

disediakan untuk diajukan. Pengumpulan informasi

dilakukan melalui media digital. Peserta didik melakukan

revisi setelah berkonsultasi dengan pengajar.

3. Tune the project Setelah langkah kerja disetujui oleh pengajar, Pengajar dan

peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal

aktivitas dalam menyelesaikan proyek.

4. Do the project Pengajar bertanggungjawab untuk melakukan monitor

terhadap aktivitas peserta didik selama menyelesaikan

proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi

peserta didik pada setiap proses.

5. Exhibit the project Produk yang dihasilkan masing-masing kelompok

dipresentasikan depan kelas untuk membangun pengetahuan

yang utuh seluruh peserta didik. Kemudian dibuat panitia

kecil untuk menyelenggarakan pameran di luar kelas untuk

memamerkan produk yang dihasilkan dan sebagai sarana

komunikasi dengan orang luar.

Model Guided Project Based Learning dapat didesain dengan cara

menyediakan modul yang membimbing peserta didik dalam melakukan

proyek. Modul yang dikembangkan harus memuat tahapan Project Based

(12)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 358 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

digunakan sebagai sarana komunikasi peserta didik dan pengajar dalam

bentuk tertulis, sehingga memudahkan peserta didik dalam merekam

aktivitas dan bagi pengajar sebagai salah satu bahan penilaian.

Dengan dikembangkannya model Project Based Learning menjadi

Guided Project Based Learning diharapkan menjadi penghubung antara

pembelajaran konvensional dengan pembelajaran dengan Project Based

Learning yang sesungguhnya. Pengajar dapat memanfaatkan model

pembelajaran ini agar siswa mulai terbiasa dengan penugasan berbasis

proyek. Disamping itu, model pembelajaran Guided Project Based Learning

dapat menjadi model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan

abad ke-21.

I. Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembahasan sebagaimana yang

telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Model project Based

Learning dapat membangun keterampilan abad ke-21 (Guo, 2012; Boss &

Krauss, 2007; Turgut, 2008; Aiedah, 2012; Hung, C.-M., et.al., 2012).

Namun demikian, terdapat tantangan yang dihadapi ketika penerapan model

project based learning dalam pembelajaran seperti komitmen siswa dan

memakan waktu yang cukup panjang (Aiedah, 2012: 45).

Guided Project Based Learning diajukan sebagai jawaban untuk

mengatasi permasalah yang terjadi, terutama di Indonesia yang muatan

kontennya masih terlalu padat dan terdapat kecenderungan mengalami proses

peralihan dari metode belajar konvensional yang berpusat pada guru (teacher

centered) ke metode belajar yang berpusat pada siswa (stundent centered).

Disamping itu, model pembelajaran Guided Project Based Learning dapat

menjadi model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan abad

(13)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 359 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

Daftar Pustaka

Aiedah A.K. & Audrey Lee K.C. 2012. Application of Project-Based Learning in Students’ Engagement in Malaysian Studies and English Language. Journal of Interdisciplinary Research in Education (JIRE), Vol. 2 (37-46).

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Jakarta: BNSP

Baker, Erica., et.al. 2011. Project-based Learning Model, Relevant Learning for the 21st Century. Washington D.C: Pacific Education Institute

Binkley, Marilyn et al. 2012. Defi ning Twenty-First Century Skills. Dalam Grifin, P., Care, E., & McGaw, B(eds), Assessment and Teaching of 21st Century Skills (pp.17-66). London: Springer

Boss, Suzie., & Krauss, Jane. 2007. Reinventing Proect-Based Learning: Your Field Guide to Real-WorldProjects in Digital Age. Washington D.C.: ISTE

Boyles, Trish. 2012. 21ST Century Knowledge, Skills, And Abilities And Entrepreneurial Competencies: A Model For Undergraduate Entrepreneurship Education. Journal of Entrepreneurship Education, 15, (41-55).

Depdiknas.2003. Undang-Undang RI Nomor 20, Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Guo, S. & Yang, Y. 2012. Project-based learning: an effective approach to link teacher professional development and students learning. Journal of Educational Technology Development and Exchange, 5(2), 41-56.

Han, S., & Bhattacharya, K. 2010. Constructionism, Learning by Design, and Project-Based Learning. Dalam Michael Orey (Eds.), Global Text: Emerging Perspectives on Learning, Teaching, and Technology. Zurich: Creative Commons Attribution 3.0 License.

Hung, C.-M., Hwang, G.-J., & Huang, I. 2012. A Project-based Digital Storytelling Approach for Improving Students' Learning Motivation, Problem-Solving Competence and Learning Achievement. Educational Technology & Society, 15 (4), 368–379.

Martin, Michael O., et.al. 2011. TIMSS 2011 International Results in Science. Boston: TIMSS & PIRLS International Study Center.

(14)

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan 360 26 Oktober 2013, Program Pascasarjana, UNY

P21. 2009. P21 Framework Definitions. Diambil pada september 2013, dari

http://www.p21.org/storage/documents/P21_Framework_Definitions.p df

Railsback, J. 2002. Project-based instruction: creating excitement for learning. Portland, OR: Northwest Regional Educational Laboratory.

Turgut, Halil. 2008. Prospective Science Teachers’ Conceptualizations About Project Based Learning. International Journal of Instruction, Vol. 1 (61- 78).

Referensi

Dokumen terkait

Sebagaimana diatur dalam Pasal 53 dan Pasal 56 KUHP. Selain itu, di luar KUHP, peringanan pidana diberikan bagi pelaku tindak pidana di bawah umur, sebagaimana

Berdasarkan hasil tersebut menunjukan bahwa dari setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam budidaya tambak polikultur udang windu dan bandeng di Desa Simpang

Interest in learning is very supportive and influencing the implementation process of teaching and learning in schools which ultimately lead to the achievement of

Sebetulnya, Meskipun Allah tidak menjelaskan dalam kitab suci bahwa sebuah janji harus ditepati, akal manusia sudah mengerti bahwa janji itu memang harus ditepati

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister pendidikan dalam bidang psikologi pendidikan. Oleh

17 Menerapkan tata laksana perikanan yang bertang-gungjawab 80 18 Menerapkan penanganan dan penyimpanan hasil tangkap 80 19 Melakukan penangkapan ikan dengan berbagai alat 80 20

Dengan cara memahami kekristenan dalam konteks budaya Jawa, para pengikut Tunggul Wulung merasa tidak sejalan dengan pola kekristenan yang diajarkan Janz sebagai

Oleh karena itu, limbah udang digunakan untuk menambah kandungan unsur hara, penelitian ini bertujuan untuk mencari komposisi penambahan limbah udang yang