• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM NOVE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISIS KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM NOVE"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM NOVEL “LOLITA” DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGIS SASTRA DAN ANALISIS NOVEL “SALAH ASUHAN”

DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGIS SASTRA Disusun guna memenuhi tugas mata Kritik Sastra Dosen Pengampu : Uum Qomariyah S.Pd., M.Hum

Disusun oleh

Andri Priatno 2101411100

ROmbel 04

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

ANALISIS KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM NOVEL “LOLITA” DENGAN PENDEKATAN PSIKOLOGIS SASTRA DAN ANALISIS NOVEL “SALAH ASUHAN”

DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGIS SASTRA A. Identitas Novel Lolita

a) Judul : Lolita

b) Penulis : Vladimir Nabokov c) Jumlah halaman : 544 Halaman

d) Penerbit : Serambi Ilmu Semesta

1. Sinopsis

Lolita adalah sebuah narasi panjang atau memoar pengakuan dari tokoh utama seorang narapidana yang menunggu sidang pengadilannya, Humbert Humbert. Humbert lahir pada tahun 1910 di Paris dari keluarga terhormat dan seorang pemilik hotel. Ibunya meninggal ketika Humbert berumur tiga tahun dan semenjak itu dia diasuh oleh kakak ibunya, tante Sybil yang menyukai ayah Humbert.

Humbert terobsesi kepada gadis kecil dan belia yang dia sebut sebagai nymphet atau peri asmara. Hal tersebut disebabkan karena semasa kecil Humbert pernah jatuh cinta kepada Annabel Leigh dan mereka saling memadu kasih. Namun Annabel akhirnya meninggal karena sakit tifus dan sejak saat itu, Humbert selalu menyukai gadis-gadis kecil agar perasaan cinta dan gairah yang pernah dia rasakan tetap terasa seperti saat bersama dengan Annabel.

Sebelum pecah Perang Dunia II, Humbert berpindah dari Paris menuju New York. Di sana untuk pertama kalinya Humbert menikah dengan seorang putri dokter bernama Valeria, namun pernikahan tersebut hanya bertahan empat tahun karena Valeria mengkhianatinya. Tahun 1947 Humbert pindah ke Ramsdale untuk menulis. Di sebuah rumah yang dia tempati, dia menemukan nymphet yang sempurna, anak dari pemilik rumah. Gadis kecil berusia 12 tahun itu bernama Dolores Haze (Dolly, Lolita, Lola, Lo, atau L).

(3)

Charlotte begitu mencintai Humbert dan Humbert begitu rapi dalam menutupi perilakunya tersebut. Hingga suatu ketika, catatan harian Humbert yang berisi pengakuannya mencintai Lolita dibaca oleh Charlotte, tak ayal Charlotte menjadi sangat marah. Humbert mencari akal agar Charlotte percaya padanya bahwa apa yang dia baca hanyalah penggalan dari novel buatannya yang belum selesai ditulis. Namun tak disangka, ketika Humbert hendak mengatakan itu pada Charlotte, ada telefon dari tetangganya yang berkata bahwa Charlotte baru saja tewas tertabrak.

Lantas Humbert pergi menjemput Lolita tanpa mengatakan bahwa ibunya telah meninggal melainkan bahwa ibunya sedang sakit dan sekarang berada di rumah sakit. Humbert kemudian membawa Lolita berkeliling Amerika Serikat, hotel pertama yang dikunjungi adalah The Enchanted Hunters, hotel yang direkomendasikan Charlotte ketika mereka dulu hendak berlibur. Di sana, mereka bertemu dengan orang asing yang terlihat sangat mengenal Humbert, yang kelak diketahui bernama Clare Quilty dan menjadi sangat berhubungan dengan Lolita. Kemudian mereka berpindah-pindah tempat dari satu hotel ke hotel lainnya. Dalam perjalanan itu, mereka merasakan cinta terlarang di antara mereka.

Akhirnya Humbert mengatakan pada Lolita bahwa ibunya telah meninggal dan Lolita tak punya pilihan lain selain bersama dengan ayah tirinya tersebut. Selama hampir setahun berkeliling, mereka akhirnya menetap untuk sementara di Beardsley. Di sana Lolita sekolah di sekolah privat dan elit untuk anak-anak putri. Sikap Humbert terlampau posesif pada Lolita sehingga dia melarang Lolita mengikuti teater dan itu membuat kepala sekolah mengatakan bahwa Humbert adalah orang tua yang ketinggalan zaman karena tidak memperbolehkan anak tirinya bermain teater, juga bergaul dengan anak laki-laki.

Akhirnya Humbert mengizinkan Lolita untuk bermain teater dan di tempat tersebut Lolita bertemu dengan Clare Quilty, yang merupakan akuntan Charlotte, keponakan dokter gigi di Ramsdale, dan sutradara dari teater yang dimainkan oleh Lolita, selain Quilty juga merupakan seorang pedofil dan pembuat film pornografi.

(4)

Humbert yang tidak ingin kembali ke sanatorium, melakukan love affair dan perjalanan secara nomaden selama dua tahun bersama Rita, gadis berusia sepuluh tahun lebih muda dari Humbert dan seorang pemabuk. Pada tahun 1952, Humbert menetap di suatu tempat. Suatu hari dia menerima sebuah surat dari Lolita yang kini berusia 17 tahun, telah menikah dan sedang hamil tua, yang meminta Humbert memberinya sejumlah uang hingga suaminya mendapatkan pekerjaan di Alaska. Humbert yang terbakar amarah sekaligus cinta kepada Lolita, membawa senjata ke rumahnya Lolita. Humbert menyangka bahwa suami Lolita sekarang adalah orang yang membawa kabur Lolita namun ternyata bukan. Humbert tidak akan mungkin membunuh Lolita yang dia cintai seumur hidupnya, maka dia meminta Lolita untuk tinggal bersamanya. Namun ternyata Lolita menolak untuk tinggal bersama Humbert dan hal tersebut membuat patah hati Humbert. Lantas setelah memberikan sejumlah uang kepada Lolita, Humbert mendatangi kediaman Quilty, orang yang membawa kabur Lolita dan membunuhnya di sana secara perlahan.

Setelah membunuh, Humbert semakin tak terkendali dan puncaknya adalah dia melakukan pelanggaran lalu lintas dan lantas ditangkap. Di penjara tersebut kemudian Humbert menulis memoar berupa pengakuannya tentang kehidupan cinta dia bersama Lolita. Beberapa hari sebelum masa persidangannya dimulai, Humbert meninggal dunia dikarenakan penyakit jantung koroner yang diidapnya. Sedangkan Lolita, meninggal saat melahirkan pada tahun yang sama dengan meninggalnya Humbert, 1952.

2. Kajian Psikologis Sastra Novel “Lolita”

Sebuah novel karya Vladimir Nabokov berjudul Lolita yang ditulis pada tahun 1955. Novel ini terdiri dari dua bagian: pada bagian pertama terdapat 33 bab dan bagian kedua terdapat 36 bab. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan karakter tokoh utama dan mendeskripsikan pengaruh kondisi sosial masyarakat yang tergambarkan dalam novel Lolita terhadap karakter tokoh utama.

(5)

estetis. Karya sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa/emosi Roekhan (dalam Aminuddin, 1990:88-91).

Psikologi sastra merupakan gabungan dari teori psikologi dengan teori sastra. Sastra sebagai “gejala kejiwaan” di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang nampak lewat perilaku tokoh-tokohnya, sehingga karya teks sastra dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi. Antara sastra dengan psikologi memiliki hubungan lintas yang bersifat tak langsung dan fungsional, demikian menurut Darmanto Yatman (Aminuddin, 1990:93). Pengarang dan piskolog kebetulan memiliki tempat berangkat yang sama, yakni kejiwaan manusia. Keduanya mampu menangkap kejiwaan manusia secara mendalam. Perbedaannya, jika pengarang mengungkapkan temuannya dalam bentuk karya sestra, sedangkan psikolog sesuai keahliannya mengemukakan dalam bentuk formula teori-teori psikologi.

Dalam novel Lolita tokoh utama bernama humbert, dimana humber memiliki gangguan psikologis yaitu dia seorang pedofilia atau lebih dikenal sebagai penyuka anak dibawah umur. Semua bermula ketika humbert kecil mengalami kegagalan dalam perjalanan cintanya, yaitu ketika dia putus dengan seorang gadis yang bernama anabel pacar masa kecilnya itu meninggal sebelum dia sempat mengungkapkan segala rasa cintanya. Rupanya rasa-cinta-terputus membekas begitu dalam meskipun ia sudah berumur tigapuluhan.

Bukti kutipan bahwa humerts seorang pedofilia yaitu

“Dia adalah Lo yang biasa-biasa saja di pagi hari, setinggi seratus lima puluh senti, mengenakan sebelah kaus kaki. Dia adalah Lola saat mengenakan celana panjang longgar. Dia adalah Dolly di sekolah. Dia adalah Dolores pada data isian bertitik-titik. Namun, dalam pelukanku dia adalah Lolita," demikian ungkap Humbert (hlm.15) mengenai kekasih kecilnya. Selain itu Humbert juga memiliki sifat super prosesif dan paranoid, terlihat dalam kutipan-kutipan berikut ini bagaimana posesif dan paranoianya seorang Humbert dengan pikiran-pikirannya, antara keinginan yang satu dengan keinginan yang lain.

‘Sementara Humbert si Kacau berdebat dengan Humbert si Kecil apakah Humbert Humbert sebaiknya membunuh Valeria atau membunuh kekasihnya, atau membunuh keduanya, atau justru tidak membunuh kedua-duanya.’

(6)

‘Dan dia adalah milikku. Milikku. Kuncinya ada dalam kepalan tanganku, kepalan tanganku ada dalam sakuku. Milikku.’

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa tokoh utama yang bernama Humbert memiliki karakter pedofil, nomad, dan cenderung skizofrenia dan paranoia. Adapun pengaruh sosial masyarakat terhadap karakter Humbert adalah bahwa Humbert bertindak atau berperilaku di luar tatanan norma sosial masyarakat pada masanya, sehingga disimpulkan bahwa karakter Humbert adalah antitesis dari kondisi sosial masyarakat yang tergambarkan dalam novel Lolita.

B. Identitas Novel Salah Asuhan

Judul : Salah Asuhan

Penulis : Abdoel Moeis

Jumlah halaman : 271 halaman Penerbit : Balai Pustaka

1. Sinopsis

(7)

berat bagi Corrie sebagai bangsa Eropa karena kaum pribumi dianggap tidak sederajat dengan mereka.

Jalan Hanafi untuk menggapai Corrie semakin sulit ketika ibu Hanafi memberitahukan perjodohan Hanafi dengan Rapiah. Hanafi tidak bisa menolak karena perjodohan tersebut, menurut ibunya, adalah bentuk balas budi kepada mamak-mamak Hanafi yang telah menyekolahkannya sampai HBS. Hanafi pun menerima perjodohannya dengan Rapiah, walaupun ia sama sekali tidak pernah menganggap Rapiah sebagai seorang istri yang harus ia cintai bahkan sampai anak mereka, Syafei, lahir. Hidup semakin sulit bagi Hanafi dan keluarganya. Hanafi merasa tertekan, pun Rapiah yang menjadi sasaran pelampiasan Hanafi. Ibunya pun sangat tidak tega melihat menantunya selalu menangis akibat perlakuan buruk suaminya.

Suatu ketika Hanafi digigit anjing gila. Karena takut rabies, ia pun pergi berobat ke Betawi. Entah mengapa Rapiah sudah merasakan firasat bahwa suaminya pergi tidak untuk sementara saja. Betul sekali firasat Rapiah itu, karena Hanafi bertemu kembali dengan Corrie di Betawi. Saat itu Corrie sedang menlanjutkan sekolahnya di HBS.

Hanafi bertemu dengan Corrie yang sedang merindukan kebebasan. Ayahnya telah meninggal dunia. Ia harus menikah agar bisa mendapatkan hak untuk mengelola warisan dari ayahnya. Perasaan Hanafi terhadap Corrie tidak pernah berubah. Ia pun mengirimkan ”surat cerai” kepada ibu dan istrinya yang sedang menanti di Solok.

Hanafi dan Corrie sama-sama mengetahui perasaan mereka. Hanafi terus berusaha agar bisa menikahi Corrie. Ketika akhirnya Hanafi berhasil mendapatkan persamaan hak dengan warga Eopra, ia berani melamar Corrie. Awalnya Corrie merasakan kebimbangan, tetapi ia menyadari bahwa selain Hanafi, tidak ada lelaki lain yang sanggup membuatnya berpaling. Pernikahan Corrie dan Hanafi tidak seindah yang mereka bayangkan. Kawan-kawan Corrie sesama warga Eropa mulai menjauhkan diri darinya. Ia merasa tertekan dan terkudilkan. Begitu pula dengan Hanafi. Dalam keadaan demikian, Hanafi menuduh COrrie berzina karena sering bergaul dengan Tante Lien yang seorang mucikari. TIdak terima mendapat tuduhan seperti itu dari suaminya sendiri, Corrie pun pergi.

(8)

Tanpa punya harapan apa-apa lagi, Hanafi memutuskan untuk pulang ke Solok menemui ibunya. Saat tiba di Sumatera, secara tidak sengaja ia bertemu kembali dengan si Buyung, bujangnya, dan Syafei, anak yang ditelantarkan oleh Hanafi. Ia pun bertemu kembali dengan Rapiah secara tidak sengaja.

Bersama ibunya, Hanafi singgah di rumah kerabatnya. Di sana Hanafi merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi. Ia meminum sublimat dosis tinggi yang mengakibatkan lambungnya hancur. Setlah sebelumnya meminta maaf kepada ibunya dan membaca dua kalimat syahadat, Hanafi menutup mata untuk yang terakhir kalinya.

2. Kajian Sosiologi Sastra Novel “Salah Asuhan”

Pendekatan yang digunakan dalam analasis novel Salah Asuhan ini yaitu pendekatan sosiologis sastra, pendekatan sosiologis sastra itu sendiri merupakan pendekatan yang bertolak dari orientasi kepada semesta, namun bisa juga bertolak dari orientasi kepada pengarang dan pembaca. Menurut pendekatan sosiologi sastra, karya sastra dilihat hubungannya dengan kenyataan, sejauh mana karya sastra itu mencerminkan kenyataan. Kenyataan di sini mengandung arti yang cukup luas, yakni segala sesuatu yang berada di luar karya sastra dan yang diacu oleh karya sastra.

Konflik sosial yang terjadi dalam novel ini antara lain:

1) Seorang bumiputera yang merasa lebih bangga akan kebudayaan asing. Padahal kebudayaan asing itu adalah bawaan dari penguasa kolonial.

2) Pandangan kaum Eropa terhadap kaum bumiputera. 3) Perkawinan campuran antara orang Eropa dan pribumi.

(9)

“Makin lama makin bimbanglah hatinya melihat anak yang kebelanda-belandaan itu. Pakaiannya cara Belanda, pergalannya dengan orang Belanda saja. (hal. 25 paragraf 6)” Dengan benci kepada kebudayaannya sendiri, ia mengagung-agungkan budaya Belanda. “… ialah karena bagi Hanafi segala orang yang tidak pandai bahasa Belanda, tidaklah masuk bilangan. Segala hal-ikhwal yang berhubungan dengan orang Melayu, dicatat dan dicemoohkannya… (hal. 25 paragraf 7)”

“Ibu orang kampung dan perasaan ibu kampung semua,” demikian ia berkata, kalau ibunya mengembangkan permadani di beranda belakang, buat menanti tamu yang sesama tuanya. “Di rumah gedang, di Koto Anau, tentu boleh duduk menabur lantai sepenuh rumah, tapi di sini kita dalam kota, tamuku orang Belanda saja.” (hal. 25 paragraf 3)

Pandangan kaum Eropa sendiri terhadap kaum bumiputera saat itu menunjukkan suatu diskriminasi kelas dalam masyarakat. Pribumi saat itu adalah golongan masyarakat ketiga setelah kaum Eropa dan keturunan Cina.

Seperti tergambarkan dalam kutipan-kutipan berikut.

”Baik, marilah kita umpamakan bahwa engkau sudah bertemu, dengan buah hatimu yang serupa itu. Kita umpamakan pula, ia suka membuang kebumiputraannya. Tapi dengan bangsanya tentulah engkau tak suka bergaul, bukan?”

”Sudah tentu tidak, Pa! Corrie tak suke bergaul dengan orang Bumiputra.” (hal. 20 paragraf 5-6)

(10)

Hanafi yang walaupun secara hukum telah disamakan statusnya dengan bangsa Eropa, tetap saja tidak mendapatkan perlakuan yang sederajat dengan orang-orang Eropa. Seperti tergambarkan dalam kutipan:

“Hanafi sudah berasa dirinya masuk golongan orang Barat, oleh karena itu diharapnya pergaulan dari pihak itu. Tapi pengharapannya sia-sia, karena sekalipun kenalannya di kantor … hanya mengenalnya di jalan saja. (hal. 161 par. 2)”

Seorang bumiputra yang “meniru-niru” kebudayaan Barat pun menjadi sangat dibenci karena berusaha menyejajarkan status dengan bangsa Eropa. Orang bumiputra yang demikian dianggap melakukan kesalahan dan telah besar kepala. Seperti digambarkan dalam kutipan:

““Selama Hanafi belum ‘berkesalahan’, yaitu belum mengambil bangsa Eropa buat istrinya, tentu sekalian orang Eropa akan suka bergaul dengan dia. Dipandang ia sebagai Bumiputra yang terpelajar dan sopan. Tapi sehari ia mengambil bangsa Eropa menjadi istrinya, maka fiilnya sudah disebutkan ‘tekebur’, ‘besar kepala’. Dan menjauhlah orang semua daripadanya.” (hal. 21 par. 1)”

Dengan kondisi kelas sosial yang sangat diskriminatif, perkawinan campuran antara bangsa Eropa dan peibumi menjadi hal yang sangat ditentang. Seperti yang dialami oleh ayah Corrie, Tuan du Bussee, dan juga yang dialami oleh Corrie dan Hanafi.

Ayah Corrie menyatakan bahwa ”…. Kaum keluarga kita sangat memandang hina kepada sekalian orang yang berwarna kulitnya, memandang hina pada sesama Baratnya yang bukan ’turunan’ yang dipandangnya masuk bagian manusia ’lapis di bawah’. … Bagi papa bukan begitu. Yang papa muliakan ialah budi dan batin orang. Warna kulit, turunan, uang dan harta, semua itu bagi papa tidak akan menambah atau mengurangi bungkal neraca dalam pergaulan. Itulah sebabnya maka papa sudah mengasingkan diri; dan sampai bertemu untung dengan mamamu. Dan meskipun mamamu itu bilangan tahun enyah dari dunia ini, tapi sekejap pun papa tidak melupakannya.” (hal. 17 paragraf 4-18 par. 1)”

(11)

”Jika Hanafi dan Corrie bertanya kepada salah seorang yang serupa tersisih, apakah ia suka melihat komidi gambar atau pesiar dengan taksi sebelum pulang, maka kawan itu menjawab, ”Oh, sayang sekali saya sudah berjanji dengan si Anu hendak ke Gambir,” atau sesuatu jawab yang maksudnya, yaitu hendak menolak permintaan Hanafi. (halaman 161 par. 2-hal.162 par. 1)”

Secara eksplisit Corrie menjelaskan keadaan yang dialaminya ini karena sebab aku bersuamikan orang Melayu, maka dunia menjadi sempit bagiku.” (hal. 165 par. 7)”

Corrie merasa tertekan dengan pernikahannya ini karena dulu ia orang yang pandai bergaul dan punya banyak teman. ”Dari kecilku biasalah aku menjadi pusat pergaulan kawan-kawan. Ke mana aku pergi, kawan-kawan itu menurutkan diri mengelilingi aku. (hal. 166 par. 1)” Akan tetapi sekarang Corrie merasa, ”Semua kawan-kawan berupa segan, berupa jijik bergaul dengan kita. (hal. 167 par. 1)”

Penlusis Novel Salah Asuhan Abdul Moesis sendiri adalah pengarang jaman Balai Pustaka yang berasal dari daerah Minangkabau. Ayahnya orang Minang dan ibunya orang Sunda. Ia adalah seorang pejuang kebangsaan Indonesia yang sezaman dengan H.O.S. Cokroaminoto dan Ki Hajar Dewantara. Moeis sendiri mulai menerjuni lapangan politik sejak tahun 1920 sebagai anggota Indie Werbar, kemudian menjadi pemimpin Sarekat Islam dan menjadi anggota Volksraad.

Setelah menyelesaikan pelajarannya di sekolah rendah Belanda di Bukittingi, ia melanjutkan pelajaran di Stovia, tetapi tidak sampai selesai. Kemudian ia menjadi wartawan di Bandung. Abdoel Moeis adalah saksi sejarah kolonialisme Belanda dan merekam sejarah tersebut dalam karya sastra.

Dengan mengetengahkan tokoh Hanafi dalam Salah Asuhan, Abdoel Moeis mengkritik sikap kaum borjuis yang kebarat-baratan dan lupa daratan1 melalui tokoh Hanafi.

(12)

Di kebudayaan Minang, kedudukan mamak sangat berpengaruh bagi seorang anak. Seorang anak yang lahir tidak mendapatkan warisan dari orang tuanya, melainkan dari mamak-mamaknya. Mamak dianggap lebih kuat kedudukannya dibandingkan dengan orang tua. Hanafi pun diceritakan mendapat bantuan dari mamak-mamaknya sehingga bisa mendapatkan pendidikan sampai tamat HBS.

Masyarakat Minang sangat menjunjung tinggi musyawarah keluarga. Keputusan yang diambil dalam musyawarah keluarga dianggap bernilai tinggi. Hanafi diusir dari keluarganya pun atas keputusan dari musyawarah keluarga ini. Ibunya pun tidak bisa berbuat apa-apa jika keluarga besar sudah memutuskan demikian.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk meningkatkan kinerja dinding b-panel dalam mereduksi suara, maka perlu dilakukan modifikasi terhadap dinding b-panel tersebut, yaitu dengan cara memperbanyak jumlah lubang

Keberhasilan dari lesson study bukanlah prestasi seorang guru atau kepala sekolah, namun merupakan pencapaian hasil dari suatu proses kolaborasi banyak

23 PEMANFAATAN PROGRAM GEOGEBRA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN PADA POKOK BAHASAN SEGITIGA DITINJAU DARI HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII. Adi

Adanya penambahan mikroorganisme pengurai terutama EM 4 (Effective Micorganism) ini dapat mempersingkat waktu pembentukan kompos, yaitu hanya 1 bulan. Selain itu kompos yang

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

gambaran hitung jenis leukosit pada siswa kelas 1-3 SDN 03 Selupu Rejang yang terinfeksi cacing nematoda usus, maka dari pemeriksaan sampel feses sebanyak 30 pot sampel yang

Persyaratan utama dalam penyusunan kriteria ini harus mengacu pada PP 20/2010 tentang Angkutan di Perairan, yang penjabarannya sekurang-kurangnya memenuhi aspek-aspek Wajib