• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIV AIDS DARI ASPEK SOSIAL EKONOMI POLIT (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HIV AIDS DARI ASPEK SOSIAL EKONOMI POLIT (1)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

HIV dan AIDS menjadi salah satu isu permasalahan di dunia, sehingga menjadi satu agenda dalam Millenium Development Goals (MDG’s) tahun 2015, disamping pengurangan angka kemiskinan dan masalah sosial lainnya (Friedmann,

Kippax, Mafuya, Rossi and Newman, 2006; Poindexter, 2010). Masalah HIV dan

AIDS menjadi masalah kontemporer yang berkaitan dengan perilaku berisiko

manusia, karena masalah ini bukanlah masalah kesehatan semata, tetapi juga

sebagai masalah sosial yang berkaitan dengan relasi seseorang dengan

lingkungannya. Tak hanya permasalahan sosial saja namun permasalahan dari

berbagai aspek seperti ekonomi, budaya, dan politik orang dengan HIV/AIDS

(ODHA) menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan.

Permasalahan yang dihadapi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) bukan

hanya masalah medis atau kesehatan, tetapi juga menyangkut permasalahan sosial,

politik, dan ekonomi (baba, 2005; Nurul Arifin, 2005). Banyak perubahan yang

terjadi dalam diri individu setelah terinfeksi HIV/AIDS. Perubahan fisik akibat

gejala-gejala penyakit yang disebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh pada

diri ODHA mempengaruhi kehidupan pribadi, sosial, belajar, karir dan bahkan

kehidupan keluarga. Selain itu juga isu-isu stigma dan diskriminasi yang dialami

ODHA, baik dari keluarga, tetangga, dunia kerja, sekolah, dan anggota masyarakat

lainnya, semakin memperparah kondisi dirinya dan bahkan lebih sakit daripada

dampak penyakit yang dideritanya.

Perubahan yang terjadi di dalam diri dan di luar diri ODHA membuat

mereka memiliki persepsi yang negatif tentang dirinya dan mempengaruhi

perkembangan konsep dirinya. ODHA cenderung menunjukkan bentuk-bentuk

reaksi sikap dan tingkah laku yang salah. Hal ini disebabkan ketidakmampuan

ODHA menerima kenyataan dengan kondisi yang dialami. Keadaan ini diperburuk

(2)

Beberapa masalah yang dialami ODHA baik secara fisik maupun psikologis, antara

lain: muncul stress, penurunan berat badan, kecemasan, gangguan kulit, frustasi,

bingung, kehilangan ingatan, penurunan gairah kerja, perasaan takut, perasaan

bersalah, penolakan, depresi bahkan kecenderungan untuk bunuh diri. Kondisi ini

menghambat aktivitas dan perkembangan ODHA sehingga kehidupan efektif

sehari-harinya terganggu.

Kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat mengenai HIV/AIDS

menambah buruk situasi yang dialami penderita. HIV/AIDS masih dianggap

sebagai momok menyeramkan, karena saat divonis sebagai ODHA, yang terbayang

adalah kematian. Di masyarakat penderita sering menerima perlakuan yang tidak

adil atau bahkan mendapatkan diskriminasi dari lingkungan keluarga dan

masyarakat.

Diskriminasi yang dialami ODHA membuat mereka menarik diri dari

lingkungan sekitar, serta stigmatisasi yang berkembang dalam masyarakat

mengenai HIV/AIDS merupakan suatu vonis mati bagi mereka sehingga membatasi

ruang gerak dalam menjalankan aktivitas mereka sebelumnya. Permasalahan yang

dihadapi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) bukan hanya masalah medis atau

kesehatan, tetapi juga menyangkut permasalahan sosial, politik, dan ekonomi (baba,

2005; Nurul Arifin, 2005). Banyak perubahan yang terjadi dalam diri individu

setelah terinfeksi HIV/AIDS. Perubahan fisik akibat gejala-gejala penyakit yang

disebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh pada diri ODHA mempengaruhi

kehidupan pribadi, sosial, belajar, karir dan bahkan kehidupan keluarga. Selain itu

juga isu-isu stigma dan diskriminasi yang dialami ODHA, baik dari keluarga,

tetangga, dunia kerja, sekolah, dan anggota masyarakat lainnya, semakin

memperparah kondisi dirinya dan bahkan lebih sakit daripada dampak penyakit

yang dideritanya.

Perubahan yang terjadi di dalam diri dan di luar diri ODHA membuat

mereka memiliki persepsi yang negatif tentang dirinya dan mempengaruhi

perkembangan konsep dirinya. ODHA cenderung menunjukkan bentuk-bentuk

reaksi sikap dan tingkah laku yang salah. Hal ini disebabkan ketidakmampuan

(3)

dengan anggapan bahwa HIV merupakan penyakit yang belum ada obatnya.

Beberapa masalah yang dialami ODHA baik secara fisik maupun psikologis, antara

lain: muncul stress, penurunan berat badan, kecemasan, gangguan kulit, frustasi,

bingung, kehilangan ingatan, penurunan gairah kerja, perasaan takut, perasaan

bersalah, penolakan, depresi bahkan kecenderungan untuk bunuh diri. Kondisi ini

menghambat aktivitas dan perkembangan ODHA sehingga kehidupan efektif

sehari-harinya terganggu.

Kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat mengenai HIV/AIDS

menambah buruk situasi yang dialami penderita. HIV/AIDS masih dianggap

sebagai momok menyeramkan, karena saat divonis sebagai ODHA, yang terbayang

adalah kematian. Di masyarakat penderita sering menerima perlakuan yang tidak

adil atau bahkan mendapatkan diskriminasi dari lingkungan keluarga dan

masyarakat.

Diskriminasi yang dialami ODHA membuat mereka menarik diri dari

lingkungan sekitar, serta stigmatisasi yang berkembang dalam masyarakat

mengenai HIV/AIDS merupakan suatu vonis mati bagi mereka sehingga membatasi

ruang gerak dalam menjalankan aktivitas mereka sebelumnya.

Keterlantaran ODHA pada umumnya selain karena penolakan dari keluarga

juga disebabkan kondisi keluarga yang cenderung tidak memiliki kemampuan

untuk merawat anggota keluarganya. Ketidakmampuan keluarga selain karena

faktor ekonomi sehingga tidak mampu membiayai perawatan kesehatan penderita

HIV dan AIDS. Penderita memerlukan perawatan kesehatan yang memadai karena

Infeksi HIV juga memerlukan penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan CD 4

sehingga penderita tidak drop kondisinya. Ketidakmampuan keluarga lainnya

karena keluarga tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang penyakit HIV

dan AIDS, sehingga keluarga menolak merawat dengan cara mengisolasi, atau

membatasi interaksi dengan penderita.

Fleishman (1998) mengemukakan bahwa orang yang terjangkit HIV/AIDS

akan berhadapan dengan situasi dimana dia harus berhadapan dengan hasil tes HIV

yang positif, berhadapan dengan stigma dan diskriminasi, menghadapi rasa sakit

(4)

sosial dan hukum yang kompleks yang menghasilkan kecemasan dan hambatan

secara berlebihan diluar kemampuan mereka. Oleh karena itu, individu, pasangan

atau keluarga yang menghadapi penyakit dan masalah HIV seringkali

membutuhkan seorang manajer kasus dan pembela untuk dapat membimbing

mereka dalam menghadapi lingkaran masalah kehidupan yang menyulitkan

tersebut.

Assesmen kebutuhan dan assesmen permasalahan apa saja yang dihadapi

orang dengan HIV/AIDA (ODHA) menjadi kunci utama dalam memberikan

pertolongan atau intervensi kepada ODHA. Dengan memahami permasalahan dari

berbagai aspek seperti aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya, pekerja sosial

dapat menggunakan pendekatan yang tepat bagi ODHA. Maka dari itu, didalam

makalah ini penulis akan mencoba menjabarkan apa saja permasalahan yang

dihadapi orang dengan HIV/AIDS dari berbagai aspek.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pengertian HIV/AIDS dan ODHA?

2. Bagaimana Penularan dan Penanggulangan HIV/AIDS

3. Bagaimana permasalahan HIV/AIDS dilihat dari aspek sosial?

4. Bagaimana permasalah HIV/AIDS dilihat dari aspek ekonomi?

5. Bagaimana permasalahan HIV/AIDS dilihat dari aspek politik?

6. Bagaimana permasalahan HIV/AIDS dilihat dari aspek budaya?

7. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh HIV/AIDS?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan Penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran tentang:

1. Pengertian HIV/AIDS dan ODHA

2. Penularan dan Penanggulangan HIV/AIDS

3. Permasalahan HIV/AIDS dilihat dari aspek sosial

4. Permasalah HIV/AIDS dilihat dari aspek ekonomi

5. Permasalah HIV/AIDS dilihat dari aspek politik

6. Permasalah HIV/AIDS dilihat dari aspek budaya

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian HIV/AIDS dan ODHA

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency

Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom)

yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus

HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV,

FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus

(atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh

manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi

oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada

dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum

benar-benar bisa disembuhkan.

AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah

retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia,

seperti sel T CD4 (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T

CD4 secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4 dibutuhkan agar sistem

kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4 hingga

jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL)darah,maka

kekebalandi tingkat selakan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS.

InfeksiakutHIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala

infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasidengan memeriksa

jumlah sel T CD4 di dalam darah serta adanya infeksi tertentu. Tanpa terapi

antiretrovirus,rata - ratalamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah

sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS

hanya sekitar 9,2 bulan.

Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat

bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang

mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV

(6)

HIV secara terus menerus memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara

menyerang dan menghancurkan kelompok-kelompok sel-sel darah putih tertentu

yaitu sel T-helper. Normalnya sel T-helper ini (juga disebut sel T4) memainkan

suatu peranan penting pada pencegahan infeksi. Ketika terjadi infeksi, sel-sel ini

akan berkembang dengan cepat, memberi tanda pada bagian sistem kekebalan

tubuh yang lain bahwa telah terjadi infeksi. Hasilnya, tubuh memproduksi antibodi

yang menyerang dan menghancurkan bakteri-bakteri dan virus-virus yang

berbahaya.

ODHA adalah sebutan untuk orang-orang yang telah mengidap HIV/AIDS. ODHA merupakan kepanjangan dari “Orang Dengan HIV/AIDS” Adapun gejala-gejala seseorang kemungkinan terjangkit HIV diantaranya adalah sebagai berikut :

 Rasa Lelah Berkepanjangan

 Sesak nafas dan batuk yang berkepanjangan  Berat badan turun secara menyolok

 Pembesaran kelenjar (di leher, ketiak, lipatan paha) tanpa sebab yang jelas  Bercak merah kebiruan pada kulit (kanker kulit)

 Sering demam (lebih dari 38 derajat Celcius) disertai keringat malam tanpa sebab yang jelas

 Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas

Pada awal-awal kasus terjangkitnya HIV, kebanyakan orang tersebut

cenderung menunjukkan reaksi-reaksi keras seperti menolak hasil tes, menangis,

menyesali dan memarahi diri sendiri, bahkan mengucilkan diri sendiri. Saat-saat

seperti itu merupakan gejala psikologis yang justru dapat membuat orang tersebut

semaikin terpuruk. Pembinaan terhadap ODHA diperlukan agar selanjutnya ODHA

kembali melanjutkan hidup. ODHA bukan berarti akhir. ODHA masih dapat

bertahan hidup selama 5-10 tahun. Sekarang tinggal bagaimana ODHA itu sendiri

(7)

B. Penularan HIV/AIDS dan Penanggulangannya 1. Penularan HIV/AIDS

Penularan Virus HIV/AIDS dapat melalui berbagai macam cara, yaitu:

a. Seks Bebas serta seks yang kurang sehat dan aman

Berhubungan intim yang tidak sehat dan tidak menggunakan pengaman

adalah peringkat pertama terbesar penyebab menularnya virus HIV AIDS,

transmisi atau penularan HIV (Human Immunodeficiency Virus) dalam

hubungan seksual peluang terjadinya sangat besar, karena pada saat terjadi

kontak antara sekresi pada cairan vagina pada alat kelamin.

Hubungan seksual kurang aman dan tanpa dilengkapi pelindung (Kondom)

akan lebih sangat berisiko dibandingkan hubungan seksual yang tanpa

dilengkapi pelindung (Kondom) dan risiko hubungan seks anal lebih besar

dibanding hubungan seks biasa dan oral seks, meskipun tidak berarti bahwa

kedua jenis seks tersebut tidak beresiko.

b. Penggunaan Jarum Suntik yang tidak Steril

Penggunaan jarum suntik yang tidak steril sangat mampu mendorong

seseorang terkena penyakit AIDS, para pengguna Narkoba yang terkadang

saling bertukar jarum suntik sangat rentan tertular penyakit ini, karena penularan

HIV AIDS sangat besar presentasenya terjadi karena cairan pada tubuh penderita

yang terkena HIV AIDS berpindah ke tubuh normal (sehat).

c. Penyakit Menurun

Seseorang ibu yang terkena AIDS akan dapat menurunkan penyakitnya

pada janin yang dikandungnya, transmisi atau penularan HIV melalui rahim

pada masa parinatal terjadi pada saat minggu terakhir pada kehamilan dan pada

saat kehamilan, tingkat penularan virus ini pada saat kehamilan dan persalinan

yaitu sebesar 25%. Penyakit ini tergolong penyakit yang dapat dirutunkan oleh

sang ibu terhadap anaknya, menyusui juga dapat meningkatkan resiku penulaan

HIV AIDS sebesar 4%.

d. Tranfusi darah yang tidak steril

Cairan didalam tubuh penderita AIDS sangat rentan menular sehingga

(8)

penyeleksian donor merupakan tahap awal untuk mencegah penularan penyakit

AIDS, Resiko penularan HIV AIDS di sangat kecil presentasenya di

negara-negara maju, hal ini disebabkan karena dinegara-negara maju keamanan dalam tranfusi

darah lebih terjamin karena proses seleksi yang lebih ketat.

2. Penanggulangan HIV/AIDS

Cara penanggulangan Aids upaya cara penanggulangan Aids upaya

pencegahan program cara Penanggulangan Aids pencegahan HIV/AIDS hanya

dapat efektif bila dilakukan dengan komitmen masyarakat dan komitmen politik

yang tinggi untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku risiko tinggi terhadap

penularan HIV. Upaya pencegahan meliputi :

1) Pemberian penyuluhan kesehatan di sekolah dan di masyarakat harus

menekankan bahwa mempunyai pasangan seks yang berganti-ganti serta

penggunaan obat suntik bergantian dapat meningkatkan risiko terkena

infeksi HIV. Pelajar juga harus dibekali pengetahuan bagaimana untuk

menghindari atau mengurangi kebiasaan yang mendatangkan risiko

terkena infeksi HIV. Program untuk anak sekolah harus dikembangkan

sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan mental serta kebutuhan

mereka, begitu juga bagi mereka yang tidak sekolah. Kebutuhan kelompok

minoritas, orang-orang dengan bahasa yang berbeda dan bagi penderita

tuna netra serta tuna rungu juga harus dipikirkan.

2) Satu-satunya jalan agar tidak terinfeksi adalah dengan tidak melakukan

hubungan seks atau hanya berhubungan seks dengan satu orang yang

diketahui tidak mengidap infeksi. Pada situasi lain, kondom lateks harus

digunakan dengan benar setiap kali seseorang melakukan hubungan seks

secara vaginal, anal atau oral. Kondom lateks dengan pelumas berbahan

dasar air dapat menurunkan risiko penularan melalui hubungan seks.

3) Memperbanyak fasilitas pengobatan bagi pecandu obat terlarang akan

mengurangi penularan HIV. Begitu pula Program “Harm reduction”yang

menganjurkan para pengguna jarum suntik untuk menggunakan metode

dekontaminasi dan menghentikan penggunaan jarum bersama telah

(9)

4) Menyediakan fasilitas Konseling HIV dimana identitas penderita

dirahasiakan atau dilakukan secara anonimus serta menyediakan

tempat-tempat untuk melakukan pemeriksaan darah. Faslitas tersebut saat ini telah

tersedia di seluruh negara bagian di AS. Konseling, tes HIV secara

sukarela dan rujukan medis dianjurkan dilakukan secara rutin pada klinik

keluarga berencana dan klinik bersalin, klinik bagi kaum homo dan

terhadap komunitas dimana seroprevalens HIV tinggi. Orang yang

aktivitas seksualnya tinggi disarankan untuk mencari pengobatan yang

tepat bila menderita Penyakit Menular Seksual (PMS).

5) Setiap wanita hamil sebaiknya sejak awal kehamilan disarankan untuk

dilakukan tes HIV sebagai kegiatan rutin dari standar perawatan

kehamilan. Ibu dengan HIV positif harus dievaluasi untuk memperkirakan

kebutuhan mereka terhadap terapi zidovudine (ZDV) untuk mencegah

penularan HIV melalui uterus dan perinatal.

6) Berbagai peraturan dan kebijakan telah dibuat oleh USFDA, untuk

mencegah kontaminasi HIV pada plasma dan darah. Semua darah donor

harus diuji antibodi HIV nya. Hanya darah dengan hasil tes negatif yang

digunakan. Orang yang mempunyai kebiasaan risiko tinggi terkena HIV

sebaiknya tidak mendonorkan plasma, darah, organ-organ untuk

transplantasi, sel atau jaringan (termasuk cairan semen untuk inseminasi

buatan). Institusi (termasuk bank sperma, bank susu atau bank tulang)

yang mengumpulkan plasma, darah atau organ harus menginformasikan

tentang peraturan dan kebijakan ini kepada donor potensial dan tes HIV

harus dilakukan terhadap semua donor. Apabila mungkin, donasi sperma,

susu atau tulang harus dibekukan dan disimpan selama 3 – 6 bulan. Donor

yang tetap negatif setelah masa itu dapat di asumsikan tidak terinfeksi pada

waktu menjadi donor.

7) Jika hendak melakukan transfusi Dokter harus melihat kondisi pasien

dengan teliti apakah ada indikasi medis untuk transfusi. Transfusi otologus

(10)

8) Hanya produk faktor pembekuan darah yang sudah di seleksi dan yang

telah diperlakukan dengan semestinya untuk menonaktifkan HIV yang

bisa digunakan.

9) Sikap hati-hati harus dilakukan pada waktu penanganan, pemakaian dan

pembuangan jarum suntik atau semua jenis alat-alat yang berujung tajam

lainnya agar tidak tertusuk. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung

tangan lateks, pelindung mata dan alat pelindung lainnya untuk

menghindari kontak dengan darah atau cairan yang mengandung darah.

Setiap tetes darah pasien yang mengenai tubuh petugas kesehatan harus

dicuci dengan air dan sabun sesegera mungkin. Kehati-hatian ini harus di

lakukan pada semua pasien dan semua prosedur laboratorium (tindakan

kewaspadaan universal).

10) WHO merekomendasikan pemberian imunisasi bagi anak-anak dengan

infeksi HIV tanpa gejala dengan vaksin-vaksin EPI (Expanded Programme

On Immunization); anak-anak yang menunjukkan gejala sebaiknya tidak

mendapat vaksin BCG. Di AS, BCG dan vaksin oral polio tidak

direkomendasikan untuk diberikan kepada anak-anak yang terinfeksi HIV

tidak perduli terhadap ada tidaknya gejala, sedangkan vaksin MMR

(measles-mumps-rubella) dapat diberikan kepada anak dengan infeksi

HIV.

C. Permasalahan HIV/AIDS Dari Aspek Sosial

(Djoerban, 1999) jurnalis dari media baik media cetak maupun elektronik

dalam peliputan mengenai ODHA dan hal-hal yang terkaitan dengan HIV / AIDS

adakalanya tidak empati dan jauh dari nilai-nilai humanismeantara lain:

1. Diskriminasi, memperlakukan orang secara berbeda-beda dan tanpa alasan

yang tidak relevan, misalnya diskriminasiterhadap ras, gender, agama dan

politik. Dalam kasus pemberitaan HIV / AIDS, media sering melakukan

(11)

jahat (ODHA) versus orang baik-baik. Orang bermoral versus orang tidak

bermoral, perempuan pekerja seks versus orang baik.

2. Kekerasan Pada kasus pemberitaan terhadap seorang pekerja seks misalnya,

media melakukan kekerasan karena telah mengekspose seorang pekerja

seks tanpa meminta ijin. Akibatnya ia dikucilkan hidupnya setelah

pemberitaan tersebut.

3. Stigmatisasi Proses pelabelan (stereotip) yang dilakukan pada orang lain ini

sering dilakukan oleh media ketika memberitakan tentang pekerja seks dan

HIV / AIDS. Misalnya pekerja seks adalah orang tidak baik sebagai

penyebar HIV/AIDS, untuk itu mereka harus dijauhi.

4. Sensasional Dalam pemberitaan HIV / AIDS, seringkali judul berita

menampilkan sesuatu yang sangat bombastis, tidak sesuai dengan realitas

sebenarnya.

Adanya stigma dan diskriminasi akan berdampak pada tatanan sosial

masyarakat. Penderita HIV dan AIDS dapat kehilangan kasih sayang dan

kehangatan pergaulan sosial. Sebagian akan kehilangan pekerjaan dan sumber

penghasilan yang pada akhirnya menimbulkan kerawanan sosial. Sebagaian

mengalami keretakan rumah tangga sampai perceraian. Jumlah anak yatim dan

piatu akan bertambah yang akan menimbulkan masalah tersendiri. Oleh sebab

itu keterbukaan dan hilangnya stigma dan diskriminasi sangat perlu mendapat

perhatian dimasa mendatang.

Fenomena orang-orang dengan HIV positif masih dianggap sebagai sesuatu

yang asing tapi menarik bagi kebanyakan masyarakat. Kita sering dengar

bahwa orang dengan HIV/AIDS menghadapi banyak masalah sosial. Di

perlakukan berbeda oleh orang lain. dalam pergaulan dikucilkan oleh

teman-temannya, bahkan oleh keluarga sendiri. Ketakutan akan perlakuan yang

dibedakan ini pun membuat orang HIV+ susah menjembatani diri dengan

orang lain. Takut untuk membagi pengalamannya, bahkan untuk menyatakan

bahwa dirinya sakit dan perlu pertolongan kepada orang lain. Ia senantiasa

khawatir akan reaksi dan penerimaan orang lain atas dirinya. Sebaliknya, orang

(12)

menyebabkan keresahan. Baik dalam kelompok kecil, maupun dalam skala

yang amat besar.

Hidup dengan HIV/AIDS memang pada kenyataannya sulit dan

menyedihkan. Menerima kenyataan bahwa kita mengidap suatu virus yang tak

bisa disembuhkan bukan hal bisa dianggap biasa-biasa saja, terutama secara

psikologis. Selain itu, ODHA seringkali harus menutup-nutupi status HIV jika

mau aman. Ada resiko diskriminasi di lingkungan di tempat kerja, dalam

mendapatkan pelayanan, bahkan di rumah dan di tempat perawatan kesehatan.

Belum lagi pandangan masyarakat yang merendahkan dan penuh ketakutan

yang masih kuat di sekeliling ODHA. Selain itu, ingin menjaga kesehatan

fisikpun sulit. Obat-obatan tidak tersedia ataupun tidak terjangkau harganya,

fasilitas tes kesehatan dan perawatan minim dan terbatas, kesediaan dan

kemampuan para tenaga kesehatan dan perawatan juga minim dan terbatas, dan

jaminan kerahasiaan yang meragukan adalah beberapa contohnya.

Beberapa dampak sosial dari epidemi HIV/AIDS antara lain adalah: • Menurunnya produktivitas masyarakat

Salah satu masalah sosial yang dihadapi ODHA adalah menurunnya

produktivitas mereka. Daya tahan tubuh yang melemah, dan angka harapan

hidup yang menurun, membuat daya produktivitas ODHA tidak lagi sama

seperti orang pada umumnya. Hal ini menyebabkan kebanyakan dari mereka

kehilangan kesempatan kerja ataupun pekerjaan tetapnya semula. Hal ini juga

berpengaruh terhadap permasalahan dalam aspek ekonomi yang mereka

dihadapi.

• Mengganggu terhadap program pengentasan kemiskinan

Berkaitan dengan point yang pertama, ketika ODHA mengalami penurunan

produktivitas, mereka akan kehilangan pekerjaan mereka dan mulai

menggantungkan hidupnya kepada keluarganya ataupun orang lain. Tanpa

disadari hal ini akan menganggu terhadap program pemerintah dalam

mengentaskan kemiskinan.

(13)

Meningkatnya angka pengangguran ini juga merupakan salah satu dampak

sosial yang ditimbulkan HIV/AIDS. Daya tahan tubuh yang melemah,

antibody yang rentan dan ketergantungan kepada obat membuat ODHA merasa

di diskriminasi dalam hal pekerjaan, sehingga mereka susah untuk mencari

pekerjaan yang sesuai.

• Mempengaruhi pola hubungan sosial di masyarakat

Pola hubungan sosial di masyarakat akan berubah ketika masyarakat

memberikan stigma negatif kepada ODHA dan mulai mengucilkan ODHA.

Hal ini bukan saja terjadi pada diri ODHA namun berdampak juga pada

keluarga ODHA yang terkadang ikut dikucilkan oleh masyarakat sekitar. • Meningkatkan kesenjangan pendapatan/kesenjangan sosial

Kesenjangan sosial dapat terjadi ketika masyarakat di sekitar tempat ODHA

tinggal mulai memperlakukan beda atau mendiskriminasi, memberi stigma

negatif dan mengkucilkan ODHA.

• Munculnya reaksi negatif dalam bentuk; deportasi, stigmatisasi, diskriminasi dan Isolasi, tindakan kekerasan terhadap para pengidap HIV dan

penderita AIDS.

D. Permasalahan HIV/AIDS Dari Aspek Ekonomi

Dampak HIV dan AIDS di bidang ekonomi dapat dilihat dari 2 sisi

yaitu dampak secara langsung dan secara tidak langsung. Dampak ini dimulai

dari tingkat individu, keluarga, masyarakat dan akhirnya pada negara dan

mungkin dunia.

 Dampak Ekonomi secara Langsung

Epidemi HIV dan AIDS akan menimbulkan biaya tinggi, baik pada pihak

penderita maupun pihak rumah sakit. Hal ini dikarenakan obat penyembuh

yang belum ditemukan. Sehingga biaya harus terus dikeluarkan hanya untuk

perawatan dan memperpanjang usia penderita. Di lain pihak, penelitian harus

terus menerus dilakukan dan biaya lainnya sangat dibutuhkan seperti biaya

untuk upaya-upaya pencegahan.

(14)

Sumber daya alam yang besar menjadi kurang mampu dikelola oleh sumber

daya manusia baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai konsumen potensial

akibat terganggunya kesehatan mereka. Hal ini tentu akan mengakibatkan

menurunnya produksi dari berbagai investasi.

HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan

menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human

capital). Tanpa nutrisi yang baik, fasilitas kesehatan dan obat yang ada di

negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban

AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan

fasilitas kesehatan yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan

runtuhnya ekonomi dan hubungan di daerah.

Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan

meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya

pendapatan menyebabkan berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek

pengalihan dari pengeluaran pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan

penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukkan bahwa rumah tanggal

dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya dua kali lebih banyak untuk

perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah tangga lainnya.

E. Permasalahan HIV/AIDS Dari Aspek Politik

Dampak HIV dan AIDS pada bidang politik merupakan akibat yang

ditimbulkan oleh dampak HIV dan AIDS pada bidang lainnya seperti

kesehatan, sosial, ekonomi, budaya dan agama

Akibat sosial yang disebabkan oleh wabah HIV dan AIDS

berdampak secara langsung pada bidang keamanan dan ketertiban masyarakat.

Kejahatan dalam semua segi, mutu pelayanan yang menurun, terjadinya

diskriminasi di masyarakat dan menurunnya moral akan berdampak di bidang

keamanan dan ketertiban masyarakat dan hal ini akan berakibat luas pada

segi pembangunan yang akhirnya akan berdampak politik.

Dampak negatif HIV dan AIDS pada kondisi sosial, ekonomi,

(15)

suatu negara akan melemahkan ketahanan nasional negara yaitu edeologi,

politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan

(IPOLEKSOSBUDHANKAM). Hal demikian akan berakibat terjadinya

ketidakstabilan politik dan kemelut politik yang panjang. Hal ini tentunya akan

menghambat laju pembangunan nasional.

Jika dikaitkan HIV dalam ranah politik, maka pembahasannya

adalah mengenai bagaimana peran dan tanggungjawab pemerintah di dalam

menangani HIV ini. yang menjadi pokok utama konsentrasi pemerintah

sebagai pelaku politik adalah dua hal yaitu preventif dan kuratif. Preventif

adalah mencegah bagaimana virus ini tidak sampai menular dari penderitanya

ke orang sehat normal. Kuratif adalah tindakan pemerintah untuk melakukan

penanganan dan penyembuhan penderita virus ini. Kegiatan preventif haruslah

dapat untuk menyentuh akar permasalahan yang ada. penularan virus HIV ini

kebanyakan adalah dari hubungan seksual dan juga penggunaan jarum suntik

narkoba secara bergantian. Maka, dua hal inilah yang harusnya diberantas

untuk memberantas HIV dari akarnya.

F. Permasalahan HIV/AIDS Dari Aspek Budaya.

Perubahan sosial dialami oleh setiap masyarakat yang pada dasarnya tidak

dapat dipisahkan dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang

bersangkutan. Perubahan sosial dapat meliputi semua segi kehidupan

masyarakat, yaitu perubahan dalam cara berpikir dan interaksi sesama warga

menjadi semakin rasional; perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan

ekonomi menjadi makin komersial; perubahan tata cara kerja sehari-hari yang

makin ditandai dengan pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang makin

tajam; Perubahan dalam kelembagaan dan kepemimpinan masyarakat yang

makin demokratis; perubahan dalam tata cara dan alat-alat kegiatan yang

makin modern dan efisien, dan lain-lainnya.

Perubahan sosial dalam suatu masyarakat diawali oleh tahapan perubahan

nilai, norma, dan tradisi kehidupan sehari-hari masyarakat yang bersangkutan,

(16)

perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh tindakan diskriminasi dari

masyarakat umum terhadap penderita HIV/AIDS, serta pengabaian nilai-nilai

dari kebudayaan itu sendiri.

Perilaku seksual yang salah satunya dapat menjadi faktor utama tingginya

penyebaran HIV/AIDS dari bidang budaya. Ditemukan beberapa budaya

tradisional yang ternyata meluruskan jalan bagi perilaku seksual yang salah ini.

Meskipun kini tidak lagi nampak, budaya tersebut pernah berpengaruh kuat

dalam kehidupan masyarakat. Seperti budaya di salah satu daerah di provinsi

Jawa Barat, kebanyakan orangtua menganggap bila memiliki anak perempuan,

dia adalah aset keluarga. Menurut mereka, jika anak perempuan menjadi

Pekerja Seks Komersial (PSK) di luar negeri akan meningkatkan penghasilan

keluarga. Dan bagi keluarga yang anak wanitanya menjadi PSK, sebagian

warga wilayah Pantura tersebut bisa menjadi orang kaya di kampungnya. Hal

tersebut merupakan permasalahan HIV/AIDS dalam aspek budaya, dan budaya

adat seperti ini seharusnya dihapuskan.

G. Dampak yang Ditimbukan oleh HIV/AIDS

Selain menimbulkan masalah pada diri ODHA, adapun dampak-dampak

lain yang ditimbulkan dari HIV AIDS yaitu :

1. Dampak Demografi

Salah satu efek jangka panjang endemi HIV dan AIDS yang telah

meluas seperti yang telah terjadi di Papua adalah dampaknya pada indikator

demografi. Karena tingginya proporsi kelompok umur yang lebih muda

terkena penyakit yang membahayakan ini, dapat diperkirakan nantinya akan

menurunkan angka harapan hidup. Karena semakin banyak orang yang

diperkirakan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek, kontribusi yang

diharapkan dari mereka pada ekonomi nasional dan perkembangan sosial

menjadi semakin kecil dan kurang dapat diandalkan. Hal ini menjadi

masalah yang penting karena hilangnya individu yang terlatih dalam jumlah

besar tidak akan mudah dapat digantikan. Pada tingkat makro, biaya yang

(17)

pekerja yang tidak hadir, meningkatnya biaya pelatihan, pendapatan yang

berkurang, dan sumber daya yang seharusnya dipakai untuk aktivitas

produktif terpaksa dialihkan pada perawatan kesehatan, waktu yang

terbuang untuk merawat anggota keluarga yang sakit, dan lainnya,juga akan

meningkat.

2. Dampak Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan

Tingginya tingkat penyebaran HIV dan AIDS pada kelompok

manapun berarti bahwa semakin banyak orang menjadi sakit, dan

membutuhkan jasa pelayanan kesehatan. Perkembangan penyakit yang

lamban dari infeksi HIV berarti bahwa pasien sedikit demi sedikit menjadi

lebih sakit dalam jangka aktu yang panjang, membutuhkan semakin banyak

perawatan kesehatan. Biaya langsung dari perawatan kesehatan tersebut

semakin lama akan menjadi semakin besar. Diperhitungkan juga adalah

waktu yang dihabiskan oleh anggota keluarga untuk merawat pasien, dan

tidak dapat melakukan aktivitas yang produktif. Waktu dan sumber daya

yang diberikan untuk merawat pasien HIV dan AIDS sedikit demi sedikit

dapat mempengaruhi program lainnya dan menghabiskan sumber daya

untuk aktivitas kesehatan lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh John Kaldor dkk pada tahun 2005

memprediksi bahwa pada tahun 2010, bila upaya penanggulangan tidak

ditingkatkan maka 6% tempat tidur akan digunakan oleh penderita AIDS

dan di Papua mencapai 14% dan pada tahun 2025 angka – angka tersebut

akan menjadi 11% dan 29%. Meningkatnya jumlah penderita AIDS berarti

meningkatnya kebutuhan ARV. Rusaknya sistem kekebalan tubuh telah

memperparah masalah kesehatan masyarakat yang sebelumnya telah ada

yaitu tuberkulosis. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa kejadian

TB telah meningkat secara nyata di antara kasus HIV. TB masih merupakan

salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia dimana

setiap tahunnya ditemukan lebih dari 300.000 kasus baru, maka perawatan

untuk kedua jenis penyakit ini harus dilakukan secara bersamaan.

(18)

Mengingat bahwa HIV lebih banyak menjangkiti orang muda dan

mereka yang berada pada umur produktif utama (94% pada kelompok usia

19 sampai 49 tahun), epidemi HIV dan AIDS memiliki dampak yang besar

pada angkatan kerja, terutama di Papua. Epidemi HIV dan AIDS akan

meningkatkan terjadinya kemiskinan dan ketidakseimbangan ekonomi yang

diakibatkan oleh dampaknya pada individu dan ekonomi. Dari sudut

pandang individu HIV dan AIDS berarti tidak dapat masuk kerja, jumlah

hari kerja yang berkurang, kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan

pekerjaan dengan gaji yang lebih baik dan umur masa produktif yang lebih

pendek.

Dampak individu ini harus diperhitungkan bersamaan dengan

dampak ekonomi pada anggota keluarga dan komunitas. Dampak pada

dunia bisnis termasuk hilangnya keuntungan dan produktivitas yang

diakibatkan oleh berkurangnya semangat kerja, meningkatnya

ketidakhadiran karena izin sakit atau merawat anggota keluarga, percepatan

masa penggantian pekerja karena kehilangan pekerja yang berpengalaman

lebih cepat dari yang seharusnya, menurunnya produktivitas akibat pekerja

baru dan bertambahnya investasi untuk melatih mereka. HIV dan AIDS juga

berperan dalam berkurangnya moral pekerja (takut akan diskriminasi,

kehilangan rekan kerja, rasa khawatir) dan juga pada penghasilan pekerja

akibat meningkatnya permintaan untuk biaya perawatan medis dari pusat

pelayanan kesehatan para pekerja, pensiun dini, pembayaran dini dari dana

pensiun akibat kematian dini, dan meningkatnya biaya asuransi.

Pengembangan program pencegahan dan perawatan HIV di tempat

kerja yang kuat dengan keikutsertaan organisasi manajemen dan pekerja

sangatlah penting bagi Indonesia. Perkembangan ekonomi akan tertahan

apabila epidemi HIV menyebabkan kemiskinan bagi para penderitanya

sehingga meningkatkan kesenjangan yang kemudian menimbulkan lebih

banyak lagi keadaan yang tidak stabil. Meskipun kemiskinan adalah faktor

yang paling jelas dalam menimbulkan keadaan resiko tinggi dan memaksa

(19)

pula berlaku pendapatan yang berlebih, terutama di luar pengetahuan

keluarga dan komunitas dapat pula menimbulkan resiko yang sama.

Pendapatan yang besar (umumnya tersedia bagi pekerja terampil pada

pekerjaan yang profesional) membuka kesempatan bagi individu untuk

melakukan perilaku resiko tinggi yang sama: berpergian jauh dari rumah,

pasangan sex yang banyak, berhubungan dengan PS, obat terlarang,

minuman keras, dan lainnya.

4. Dampak Terhadap Tatanan Sosial

Adanya stigma dan diskriminasi akan berdampak pada tatanan sosial

masyarakat. Penderita HIV dan AIDS dapat kehilangan kasih sayang dan

kehangatan pergaulan sosial. Sebagian akan kehilangan pekerjaan dan

sumber penghasilan yang pada akhirnya menimbulkan kerawanan sosial.

Sebagaian mengalami keretakan rumah tangga sampai perceraian. Jumlah

anak yatim dan piatu akan bertambah yang akan menimbulkan masalah

tersendiri. Oleh sebab itu keterbukaan dan hilangnya stiga dan diskriminasi

sangat perlu mendapat perhatian di masa mendatang.

5. Dampak Sosial Ekonomi

Dampak ekonomi yang akibat dari HIV / AIDS sendiri terjadi bukan

hanya semata-mata karena dikarenakan jumlah orang yang terinfeksi HIV

yang tinggi, tetapi juga karena orang yang terinfeksi kebanyakan berada

pada usia yang produktif yaitu antara 15 – 40 tahun. Dalam rentan usia yang

produktif tersebut, terdapat ODHA yang tidak dapat melaksanakan

fungsinya untuk mencari nafkah, membesarkan anak, memberikan

pendidikan terhadap anak dan lain – lain. Dampak sosial ini tidak hanya

terjadi pada saat orang yang terinfeksi HIV berupa kehilangan pekerjaan,

tetapi juga mempunyai dampak ekonomi karena memerlukan biaya

perawatan dan biaya pengobatan yang cukup besar. Demikian juga untuk

masa yang akan datang dampak ini akan terasa pada generasai penerus yakni

akan terjadi kemiskinan yang lebih berat bagi keluarga maupun bagi negara.

Anak – anak dari orang tua yang terinfeksi HIV akan menjadi yatim piatu,

(20)

HIV tidak hanya menyerang sistem kekebalan tubuh. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa virus ini juga merusask otak dan sistem saraf

pusat. Otopsi yang dilakukan pada otak pengidap AIDS yang telah meniggal

mengungkapkan bahwa virus ini juga menyebabkan hilangnya banyak

sekali jaringan otak. Pada waktu yang bersamaan, peneliti lain telah

berusaha untuk mengisolasi HIV dengan cairanl dari orang yang tidak

menunjukkan gejala-gejala terjangkit AIDS. Penemuan ini benar-benar

membuat risau. Sementara para peneliti masih berpikir bahwa HIV hanya

menyerang sistem kekebalan, semua orang yang terinfeksi virus ini tetapi

tidak menunjukkan gejala terjangkit AIDS atau penyakit yang berhubungan

dengan HIV dapat dianggap bisa terbebas dari kerusakan jaringan otak. Saat

ini hal yang cukup mengerikan adalah bahwa mereka yang telah terinfeksi

virus Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika

Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit.

Dalam upaya penanggulangan masalah HIV / AIDS, khususnya

masalah- masalah yang dihadapi oleh ODHA dituntut adanya kesediaan

masyarakat memberi pelayanan sosial dan dukungan dalam perawatan serta

pendampingan. Hal ini dikarenakan permasalahan yang dihadapi oleh

ODHA berkaitan dengan status HIV positif dan bernagai penyakit penyerta

atau infeksi oportunistik yang mungkin memperburuk derajat kesehatan

mereka, membutuhkan penanganan secara lintas sektoral yang melibatkan

unsur LSM atau orsos dan masyarakat serta Kelompok Dukungan Sebaya.

Upaya kerjasama lintas sektoral ini juga diduking dengan adanya pergeseran

paradigma dalam penyelenggaraam pemerintah di Indonesia yang memberi

peluang kepada masyarakat untuk aktif ikut berpartisipasi dalam

pelaksanaan penanganan masalah sosial, termasuk penanganan masalah

HIV / AIDS. Selain itu kemampuan pemerintah sangat terbatas, sementara

jumlah pertambahan kasus HIV positif masaih masih terus meningkat.

Sehubungan dengan itu perlu di upayakan strategi baru dengan

(21)

Penanganan ODHA berbasis masyarakat dan keluarga akan lebih

diarahkan pada pelayanan sosial yang berkaitan dengan upaya – upaya

pencegahan, perawatan, dan dukungan serta pendampingan soasial secara

langsung maupun tidak langsung, terutama daerah – daerah yang dinilai

rawan atau beresiko tinggi penularan HIV / AIDS seperti daerah wanita

penjaja seks, daerah mangkal supir – supir truk, daerah rawan

penyalahgunaan NAPZA suntik, daerah miskin, beberapa aerah yang

memiliki nilai tertentu, yang cenderung menikahkan anaknya pada usia

(22)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang

memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini

akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena

tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju

perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa

disembuhkan.

Permasalahan yang dihadapi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) bukan

hanya masalah medis atau kesehatan, tetapi juga menyangkut permasalahan

sosial, politik, dan ekonomi (baba, 2005; Nurul Arifin, 2005). Kita sering

dengar bahwa orang dengan HIV/AIDS menghadapi banyak masalah sosial.

Di perlakukan berbeda oleh orang lain. dalam pergaulan dikucilkan oleh

teman-temannya, bahkan oleh keluarga sendiri. Ketakutan akan perlakuan

yang dibedakan ini pun membuat orang HIV+ susah menjembatani diri dengan

orang lain.

Dampak HIV dan AIDS pada bidang politik merupakan akibat yang

ditimbulkan oleh dampak HIV dan AIDS pada bidang lainnya seperti

kesehatan, sosial, ekonomi, budaya dan agama. Akibat sosial yang disebabkan

oleh wabah HIV dan AIDS berdampak secara langsung pada bidang keamanan

dan ketertiban masyarakat. Perilaku seksual yang salah satunya dapat menjadi

faktor utama tingginya penyebaran HIV/AIDS dari bidang budaya.

Seperti budaya di salah satu daerah di provinsi Jawa Barat, kebanyakan

orangtua menganggap bila memiliki anak perempuan, dia adalah aset keluarga.

Menurut mereka, jika anak perempuan menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK)

di luar negeri akan meningkatkan penghasilan keluarga.

Pada aspek ekonomi, HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi

dengan menghancurkan jumlah manusia dengan kemampuan produksi (human

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Aritohang, A. Nelson, et al.(2014) Konsep Diri Orang Dengan HIV/AIDS,

Pusat Kajian HIV/AIDS, STKS Bandung.

Susilawati, Ellya, et al. (2012) Manajemen Kasus Bagi Orang Dengan

HIV/AIDS (ODHA) Di Rumah Perlindungan Sosial Phalamartha

Sukabumi. Jurnal Ilmiah Pekerjaan Sosial Volume 11 Nomor 2.

Cannon, Cynthia, (2010) Handbook of HIV and Social Work, New Jersey.

John Wiley & Sons, Inc.

Rahmat, box. (2013) Analisis Masalah Sosial HIV (online), Tersedia di

Referensi

Dokumen terkait

Data pada penelitian ini diperoleh dari instrumen berupa angket tentang ekstrakurikuler tapak suci yang diberikan kepada seluruh peserta didik SMA Muhammadiyah 3

Antara lain belajar dari mendengarkan dan melihat video ( youtube ) pembelajaran teknik dan melihat buku pelajaran teknik bermain alat musik. Cara mereka

Moreover, the role of technology applied in teaching has also adjusted the development of modern teaching.Base d on the study result, it shows that teacher’s training model

Berdasarkan persentase dari masing ± masing tingkat pendidikan, tingkat kepercayaan yang tinggi paling banyak dimiliki oleh pasien dengan pendidikan terakhir perguruan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemanfaa- tan pelayanan kesehatan pada masyarakat disekitar sungai tergolong rendah, sebagian besar masyarakat di sekitar sungai

Engel, et al., 1990 (dalam Tjiptono, 2008: 24), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya

dilakukan pengawasan dan pembinaan secara berkala setiap hari dan dilakukan evaluasi setiap 3 bulan sekali jika ada insiden keselamatan pasien selanjutnya dilakukan

peningkatan nilai absorbansi yang lebih tinggi pada media dengan pH 7 dibandingkan dengan media pada pH 12, kemungkinan hal tersebut terjadi akibat stres lingkungan pada