• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELUARAN KONSUMSI DAN INVESTASI doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGELUARAN KONSUMSI DAN INVESTASI doc"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELUARAN KONSUMSI DAN INVESTASI

TINJAUAN EKONOMI REGIONAL MENURUT PENGGUNAAN

Struktur ekonomi Jawa Barat ditinjau dari sudut pengeluaran tidak akan terlepas dari Konsumsi, Investasi dan Ekspor-Impor. Konsumsi meliputi konsumsi rumahtangga, pengeluaran lembaga non profit dan konsumsi pemerintah. Selama ini konsumsi merupakan komponen yang paling berperan terhadap perekonomian Jawa Barat, rata-rata setiap tahunnya sejak tahun 2000 mengambil porsi 70 persen dari PDRB. Investasi yang dalam konteks PDRB dibatasi sebagai Pembentukkan Modal Tetap bruto berperan sekitar 15 persen dari PDRB. Ekspor Jawa Barat cukup besar dibanding propinsi-propinsi lainnya di Indonesia yaitu sekitar 40 persen dari PDRB, hal ini disebabkan industri pengolahan baik industri besar, sedang dan kecil, 20 persen terkonsentrasi dari total nasional di propinsi ini. Begitu pula impornya yang mempunyai peranan sekitar 27 persen. Penduduk Jawa Barat yang besar menjadi pangsa pasar yang sangat potensial. Walaupun begitu Jawa Barat merupakan propinsi besar dengan volume ekspor-impor yang besar namun tidak memilki pelabuhan yang memadai untuk kegiatan tersebut.

Tabel 1.

PDRB menurut Penggunaan Jawa Barat adh berlaku Tahun 2000-2004 (milyar rupiah)

Uraian 2000 2001 2002 2003*) 2004**)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] 2. Konsumsi LNP 1.174,46 1.239,90 1.397,89 1.532,10 1.664,72 3. Konsumsi Pem. 11.145,32 12.896,96 14.870,73 17.769,82 21.985,75 4. PMTB 30.581,65 33.585,70 36.073,19 40.873,46 47,749.37 5. Perubahan Stok 3.650,57 5.211,60 3.695,08 4.919,20 6.631,79 6. Ekspor

Jumlah 195.753,03 219.186,97 241.407,39 270.695,00 305,305,61 *) Angka diperbaiki

(2)

Pengeluaran akhir konsumsi rumah tangga meliputi seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh anggota rumah tangga suatu penduduk, baik pengeluaran untuk makanan maupun bukan makanan. Nilai konsumsi rumah tangga seperti yang terlihat di tabel 1 ini jika dibagi jumlah penduduk pertengahan tahun maka akan terlihat rata-rata besarnya pengeluaran perkapita masyarakat Jawa Barat baik untuk makanan maupun non makanan yang meliputi pengeluaran untuk sandang, pendidikan, perumahan, pengeluaran kesehatan, barang-barang tahan lama, rekreasi dsb. Laju pertumbuhan komponen ini tidak lepas dari pertumbuhan penduduk Jawa Barat yang menjadi salah satu tujuan dari migrasi dari propinsi-propinsi lain, selain itu pendorongnya adalah daya beli masyarakat, serta pola konsumsi masyarakat. Percepatan peningkatan daya beli merupakan salah satu target pemda Jabar untuk bisa mencapai IPM dengan angka 80 pada tahun 2010 dan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Target itu bisa dicapai dengan meningkatkan pendapatan melalui perluasan peluang usaha, kesempatan kerja, dan peningkatan produktivitas.

Tabel 2

PDRB menurut Penggunaan Jawa Barat adh konstan 2000 Tahun 2000-2004

(milyar rupiah)

Uraian 2000 2001 2002 2003*) 2004**)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] 2. Konsumsi LNP 1.174,46 1.138,78 1.192,74 1.284,67 1.301,88 3. Konsumsi Pem. 11.145,32 11.354,65 12.688,33 14.985,26 16.793,27 4. PMTB 30.581,65 31.801,63 32.595,28 34.272,57 35.778,03 5. Perubahan Stok 3.650,57 5.100,63 3.161,36 4.658,18 6.601,64 6. Ekspor

Jumlah 195.753,03 203.369,00 211.391,59 220.965,31 232.184,81 *) Angka diperbaiki

**) Angka sementara

(3)

pemerintah baik tingkat propinsi, tingkat kabupaten, pemerintahan desa di seluruh Jawa Barat dan alokasi pusat untuk Jawa Barat. Konsumsi tersebut merupakan penjumlahan belanja barang dengan belanja pegawai, penyusutan barang modal dikurangi pendapatan dari barang dan jasa yang di produksi sendiri. Otonomi daerah yang dilaksanakan penuh pada tahun 2001 berdampak kepada nilai tambah yang dilakukan oleh sektor pemerintah, hal ini disebabkan perubahan status kepegawaian dan perda-perda tentang perekonomian. Walaupun begitu, penghitungan konsumsi tidak berubah secara signifikan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada konsumsi pemerintah lebih banyak disebabkan besarnya perubahan dari belanja barang karena sesuai dengan pertumbuhan APBD dan APBN.

Pembentukkan Modal Tetap Bruto yang dilakukan berbagai institusi di Jawa Barat seperti BUMN/BUMD, Pemerintah, Swasta dan rumah tangga dari tahun 2000 sampai 2004 mengalami peningkatan. Institusi ini tersebar di sembilan sektor lapangan usaha, dari sektor pertanian sampai dengan sektor jasa-jasa. Investasi dilakukan pada berbagai jenis barang modal seperti bangunan, kendaraan, mesin, peralatan, ternak dan yang lainnya. Iklim investasi yang makin membaik, terutama masalah keamanan, berkurangnya pungutan-pungutan liar serta birokrasi yang tidak berbelit-belit diharapkan dapat menarik banyak investor baru. Begitu pula bagi para investor lama, pengembangan usaha baru dengan menambah barang-barang modal ini memerlukan kondisi yang diyakini dapat mengembalikan semua yang ditanam dengan menguntungkan. Pertumbuhan pada investasi diharapkan mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan dapat mengurangi pengangguran walaupun penambahan mesin-mesin baru yang berteknologi tinggi di satu sisi sangat efisien untuk perusahaan tapi disisi lain juga tidak menjadi solusi buat pengangguran. Perlu dipikirkan sektor apa saja yang perlu teknologi padat modal atau padat karya tanpa mengesampingkan efisiensi perusahaan. Pengembangan investasi pada Usaha Kecil Menengah juga perlu mendapat perhatian karena surplus usaha dari untuk UKM dibawa keluar Jawa Barat kemungkinannya kecil sekali sehingga setiap kenaikan investasi ini dapat membawa peningkatan kesejahteraan bagi penduduk Jawa Barat sendiri.

(4)

merupakan faktor eksternal bagi perusahaan bahkan bagi pemda Jawa Barat sendiri. Kebijakan tentang ekspor-impor hampir semuanya kebijakan nasional termasuk kemudahan-kemudahan ekspor-impor di kawasan berikat yang banyak berlokasi di Jawa Barat. Kestabilan kurs sebagai salah satu penentu perubahan ekspor-impor saja tidak bisa di siasati di tingkat propinsi dimana dari tahun 2000 ke 2004 kurs dolar berfluktuasi antara 8000 rupiah sampai dengan 11000. Tetapi banyak hal yang bisa dilakukan disini seperti pengawasan kualitas produk, efisiensi berusaha dengan tidak adanya biaya ekonomi tinggi sehingga harga produk bisa bersaing di dunia, menjadi fasilitator bagi para pengusaha dengan buyers, inovasi produk-produk baru sehingga dapat menciptakan brand image yang baik.

Untuk lebih jelasnya pada bab ini akan dibahas kinerja masing-masing komponen pengeluaran lebih rinci, baik menyangkut nilai nominal dan peranannya terhadap struktur ekonomi Jawa Barat, perubahannya secara riil yang bisa menunjukkan laju pertumbuhan setiap komponennya dan pengaruhnya terhadap perekonomian regional pada berbagai sektor ekonomi di Jawa Barat.

3.1. Pengeluaran Konsumsi RumahTangga

(5)

Tabel 3

Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga, Inflasi dan PDRB Perkapita Propinsi Jawa Barat

Uraian 2000 2001 2002 2003 2004

[1] [2] [3] [4] [5] [6]

Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga 1.90 3.41 2.77 2.34

Inflasi KRT 9.50 8.50 4.70 9.08

Distribusi KRT 62.85 62.63 63.80 61.23 60.60

PDRB Perkapita (milyar Rp) 5.479,685 6.017,73 6.494,10 7.134,25 7.880,89

Kenaikan riil ini merupakan perubahan konsumsi rumah tangga atas dasar harga konstan dan menunjukkan Konsumsi Rumah Tangga yang sebenarnya tanpa dipengaruhi oleh besarnya inflasi. Kenaikan tersebut merupakan perubahan daya beli masyarakat Jawa Barat. Peningkatan daya beli ini juga ditandai juga dengan PDRB perkapita yang setiap tahunnya meningkat sekitar 9,5 persen walaupun ini merupakan angka rata-rata dan tidak semua PDRB perkapita ini dinikmati masyarkat Jawa Barat.

Peranan Konsumsi Rumah tangga di Jawa Barat sejak tahun 2000 sampai tahun terakhir 2004 mengambil porsi diatas 60 persen, sehingga mempunyai

multiplier effect yang tinggi sehingga perubahan yang kecilpun akan berpengaruh terhadap laju pertumbuhan ekonomi regional. Jika melihat komposisi pengeluaran untuk makanan dan non makanan, maka rata-rata dalam lima tahun terakhir sekitar 60 persen untuk pengeluaran makanan dan hampir 40 persen untuk non makanan. Dari tahun 2000 sampai dengan 2004 komponen ini tidak mengalami perubahan yang signifikan, tetapi jika dibandingkan atas dasar harga konstan 1993, ada sebagian porsi dari Konsumsi Rumah Tangga yang terambil terutama oleh investasi dan net ekspor.

3.2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit

(6)

kepentingan orang miskin atau pihak yang terpinggirkan, memberikan pelayanan sosial dasar, atau melakukan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Maraknya Lembaga Non Profit di Indonesia khususnya di Jawa Barat dimulai tahun 2000 sejak ada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2000 tentang cara pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Tetapi untuk lembaga non profit yang bersifat keagamaan, di Jawa barat sudah lama ada dan cukup banyak.

Porsi Lembaga Non Profit di Jawa Barat sangat kecil kurang dari 1 persen dari nilai PDRB. Dari tahun 2000 sampai dengan 2004 komponen ini hanya sekitar 0,55 sampai dengan 0,60 persen. Laju pertumbuhan untuk Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit adalah –3,04 pada tahun 2001 karena booming komponen ini terjadi di tahun 2000, meningkat lagi 4,74 persen pada tahun 2002 dan selanjutanya 7,71 persen pada tahun 2003 dan 1,34 persen pada tahun 2004. Lembaga ini selain mendapat dukungan pemerintah juga mendapat bantuan dari berbagai lembaga donor internasional.

Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pemerintah selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang dikembangkan oleh lembaga ini namun perkembangannya belum mampu mendongkrak perkembangan ekonomi Jawa Barat secara agregat jika dibandingkan dengan komponen-komponen penyusun PDRB yang lain.

3.3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

(7)

Secara teoritis kenaikan pengeluaran pemerintah sejak tahun 2000 hingga tahun 2004 merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan pembangunan lewat instrumen kebijakan fiskal. Instrumen ini diambil untuk meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat meningkatkan kehidupan perekonomian.

Selama periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 pengeluaran pemerintah secara nominal selalu semakin membesar dari tahun ke tahunnya sesuai dengan peningkatan pada APBD dan APBN. Kontribusi Konsumsi Pemerintah pada periode tersebut berkisar antara 6 sampai dengan 7 persen, tahun 2004 mencapai 7,23 persen karena pengeluaran pemerintah pada tahun ini melonjak dengan adanya pemilu. Rata rata setiap tahun, pengeluaran belanja barang menghabiskan sekitar 32 -35 persen dari konsumsi pemerintahan dan belanja pegawainya punya porsi berkisar antara 58 sampai 65 persen, sedangkan penyusutan barang modal antara 3 – 5 persen dan tahun 2004 porsi belanja barang mencapai 35,4 persen. Kecuali untuk tahun 2000 belanja barangnya mencapai 44 persen, belanja pegawai 52 persen, polanya mengalami pergeseran setelah Otonomi Daerah diterapkan secara utuh, dan pegawai pusat banyak yang dilimpahkan menjadi pegawai pemerintah daerah. Secara teoritis kenaikan pengeluaran pemerintah sejak tahun 2000 hingga tahun 2004 merupakan salah satu kebijakan untuk meningkatkan pembangunan lewat instrumen kebijakan fiskal. Instrumen ini diambil untuk meningkatkan daya beli masyarakat sehingga dapat meningkatkan kehidupan perekonomian.

Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah secara riil terus bergerak. Laju pada tahun 2002 lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya sebesar 11,75 persen, selanjutnya 18,10 persen dan 12,07 persen.

3.4. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

(8)

masih terkandung unsur penyusutan, atau nilai barang modal sebelum diperhitungkan nilai penyusutannya. PMTB adalah semua pengadaan barang modal untuk digunakan/dipakai sebagai alat yang tetap (fixed assets). Selama ini pertumbuhan ekonomi Jawa Barat ditopang oleh konsumsi, besarnya kontribusi konsumsi memberikan andil terbesar dari pertumbuhan ekonomi, sesungguhnya motor pertumbuhan ekonomi adalah pembentukan modal. Untuk itu kedepannya diharapkan investasi dan ekspor dapat memperbaiki kinerjanya dan tanda-tandanya pada tahun-tahun terakhir cukup positif.

Walaupun dalam perkembangan ilmu ekonomi ditemukan bahwa ada perbedaan antara pertumbuhan ekonomi dengan tingkat penambahan stok modal dan angkatan kerja. Perbedaan ini merupakan faktor residual sebagai hasil peningkatan produktivitas faktor-faktor produksi dari perubahan teknologi dan peningkatan kualitas SDM. Atas dasar itu berkembang konsep modal manusia. Berdasarkan penelitian menunjukkan investasi tersebut telah menghasilkan sumber pertumbuhan yang tidak kalah pentingnya dengan investasi modal fisik tetapi informasi mengenai investasi yang ada dalam publikasi ini hanya terbatas pada investasi modal fisik.

Korelasi antara LPE dengan Investasi dikenal dengan Incremental Capital Output Ratio (ICOR). ICOR menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi relatif akibat adanya investasi. Dengan ICOR kita dapat melihat efisiensi penggunaan modal yang secara signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di suatu daerah pada tahun tertentu.

(9)

2001-2004 selalu di atas 3 persen dan laju yang paling tinggi terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 5,15 persen. Dari data-data tersebut dapat ditarik kesimpulan nilai investasi yang ditanamkan di Jawa Barat pada periode tahun 2001-2004 selalu mengalami peningkatan dengan penambahan besaran investasi yang stabil (walaupun terjadi inflasi) tiap tahunnya.

Grafik. PMTB Propinsi Jawa Barat Tahun 2000-2004

0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000

2000 2001 2002 2003 2004

(M

il

y

a

r)

Adh Berlaku Adh Konstan

Di dalam andilnya terhadap perkembangan ekonomi di Jawa Barat, komponen PMTB pada periode tahun 2000-2004 mempunyai peranan yang stabil, yaitu di kisaran 15 persen. Kecuali di tahun 2002 dengan 14,94 persen, pada tahun lainnya mempunyai andil di atas 15 persen, andil terbesar terjadi pada tahun 2004 dengan 15,64 persen. Dengan data-data tersebut menunjukkan bahwa investasi mempunyai peranan yang cukup besar terhadap perkembangan perekonomian di Jawa Barat.

(10)

Umar Juoro (ketua Dewan Direktur Cides) dalam makalahnya “kebijaksanaan investasi semestinya diarahkan pada kegiatan yang berorientasi ekspor, sehingga tidak hanya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menambah devisa sehingga memperkuat nilai rupiah”.

3.5. Ekspor dan Impor

Seperti yang sudah diuraikan di atas Indonesia sangat terpengaruh oleh dunia global juga tergantung pada pertumbuhan ekonomi global. Dalam dunia yang sudah semakin terbuka maka upaya meningkatkan kapasitas ekonomi suatu wilayah dapat dilakukan dengan jalan mendorong terjadinya perdagangan antar wilayah. Semakin intensif dan besar volume perdagangan yang terjadi antara wilayah satu dengan wilayah yang lain maka akan semakin besar pula kapasitas ekonomi kedua belah pihak untuk berkembang. Suatu wilayah dikatakan memperoleh manfaat dari perdagangan jika terdapat surplus perdagangan. Oleh karenanya upaya mendorong ekspor sudah merupakan strategi tersendiri yang pada saat sekarang akan menentukan hidup matinya suatu negara. Usaha membangun daya saing nasional dan Jawa Barat di dalamnya harus menjadi prioritas utama dalam mengembangkan perdagangan antar wilayah. Komoditi unggulan Jawa Barat selama ini sebagai komoditi ekspor harus didukung dengan berbagai sarana yang harus diciptakan oleh kebijakan ekonomi secara makro dan strategi perusahaan secara mikro.

(11)

tahun 2003 peranan ekspor Jawa Barat yang mencapai 38,65 persen, maka pada tahun 2004 andilnya meningkat menjadi 41,15 persen.

Neraca perdagangan di Propinsi Jawa Barat pada periode tahun 2000-2004 ini mengalami surplus. Net ekspornya selalu positif, artinya ekspor lebih besar dari impor. Dan surplus yang terbesar dicapai pada tahun 2004 yaitu ditandainya dengan adanya besaran net ekspor yang mencapai 42.261,50 milyar.

Secara riil volume ekspor-impor Jawa Barat pada tahun 2004 bila dibandingkan tahun 2003 mengalami kenaikan. Dimana ekspor lajunya meningkat 13,41 persen, sedangkan impor mencapai hingga 16,04 persen. Laju ekspor sangat dipengaruhi oleh peningkatan pada ekspor antar negara dengan laju 16,95 persen, dan laju impor sangat ditunjang dengan kenaikan pada impor antar propinsi yang mencapai 23,12 persen.

3.6. Kesimpulan

Uraian di atas memperlihatkan bahwa pada periode tahun 2000-2004 PDRB Propinsi Jawa Barat menurut Penggunaan baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan hampir selalu mengalami peningkatan kecuali untuk ekspor dan impor yang pada beberapa tahun terkontraksi dengan pertumbuhan negatif yang cukup besar. Laju Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat tahun 2001 sebesar 3.89 persen, selanjutnya tumbuh 3.94 persen, tahun 2003 tumbuh 4,53 persen dan tahun 2004 tumbuh cukup tinggi untuk periode setelah krisis yaitu 5,08 persen.

(12)

sekitar 14 persen. Peranan pengeluaran lembaga non profit hampir tidak menunjukkan sumbangan yang berarti karena hanya sekitar 0,6% dari PDRB total.

Gambar

Tabel 1.PDRB menurut Penggunaan Jawa Barat adh berlaku
Tabel 2PDRB menurut Penggunaan Jawa Barat adh konstan 2000
Grafik. PMTB Propinsi Jawa Barat Tahun 2000-2004

Referensi

Dokumen terkait

tersebut tidak lebih hanya sebatas sesuatu yang dibangga- banggakan, lebih jauh lagi umat muslim merasa bahwa teks yang dihasilkan sudah final dan tidak perlu

Sama dengan di negara lain yang tergabung dalam ASEAN Information System for Food Security belum terlalu baik/efektif padahal seperti yang dikemukakan Pak Irsal

Campuran (aspal beton) harus diangkut dari instalasi pencampur ke tempat pekerjaan sesuai dengan ketentuan Spesifikasi.Pengangkutan material jangan sampai terlambat sehingga

Akuntan Publik yang menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja dan tidak membuat kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan akan dipidana penjara paling lama

Penanda genetik env SU dengan metode RT- PCR atau PCR dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi sapi Bali yang dicurigai terin- feksi penyakit

Adapun parameter yang diamati adalah vitamin C, kadar air, dan uji organoleptik yang meliputi rasa, warna, aroma, dan tekstur selai mangga. Untuk analisa vitamin C

Juga gaya pengencangan engkol harus diatur setepat mungkin dengan mengatur tebal paking rumah bantalan (yang mempunyai tebal standar 0,8 mm) sampai dapat mulai berputar sendiri

Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, menganalisa dan menyajikan data secara sistematis, sehingga