• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Manajemen Lingkungan Reduce Indus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sistem Manajemen Lingkungan Reduce Indus"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS UAS

SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN

Reduce Industri Makanan : Pengolahan Limbah Industri Tempe

Oleh : Yayuk Sugianti

25314710

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang “Reduce dalam Industri Makanan : Pengolahan Limbah Industri Tempe” ini walaupun didalamnya masih terdapat banyak kekurangan. Penulis juga berterima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Katharina Oginawati, M.S, selaku Dosen mata kuliah Sistem Manajemen Lingkungan, Teknik Lingkungan ITB yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai salah satu konsep produksi bersih yaitu reduce atau dalam arti mengurangi atau mereduksi limbah yang dikeluarkan akibat sebuah proses produksi. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa adanya saran yang membangun.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan siapapun yang membacanya.

Bandung, Mei 2015

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dan laju pertumbuhan manusia yang semakin meningkat mengakibatkan kebutuhan manusia cenderung bersifat antroposentris, dan memicu tumbuhnya berbagai jenis industri yang semata-mata hanya menopang kebutuhan manusia. Pertumbuhan industri yang semakin subur ini terus memicu jumlah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah yang dihasilkan oleh setiap industri. Mulai dari industri yang bersifat manufaktur hingga pertanian. Sudah bisa dipastikan bahwa sebuah pencemaran pada akhirnya akan menjadi permasalahan lingkungan hidup. Di Indonesia permasalahan lingkungan hidup berawal dari keinginan untuk melakukan pembangunan dengan alasan untuk pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi pada akhirnya malah mengabaikan faktor lingkungan. Dan ironisnya masalah lingkungan terkadang dijadikan penghambat pembangunan.

Untuk mengatasi permasalahan lingkungan tersebut, sekarang banyak industri-industri menerapkan pendekatan end-of-pipe. Konsep ini merupakan konsep perintah dan pengendalian (command and control) yang hanya meninjau pembebanan pada salah satu media, yaitu udara, air, atau tanah, dan menyelesaikan satu masalah yang tertuju pada suatu kegiatan.

Kendala-kendala yang dialami pada pendekatan end-of-piepe ini pada akhirnya menimbulkan ide untuk mengubah pendekatan yang lebih menekankan pada pengurangan limbah yang dihasilkan pada proses produksi. Selain itu, kendala-kendala tersebut perlu diintegrasikan dalam mengatasi persoalan lingkungan sehingga proses produksi dapat berjalan lebih baik dan pencemaran dapat berkurang. Pendekatan ini dikenal sebagai teknologi bersih atau produksi bersih (cleaner production). Pendekatan teknologi bersih diharapkan lebih efektif dalam menuntaskan permasalahan limbah yang dihasilkan oleh industri (Oginawati, 2015).

(4)

meningkatkan daya saing produk di pasar dengan menerapkan konsep 7R, yaitu : Re-think, Reduction, Reuse, Recycle, Refine, Recovery, dan Retrive to Energy. Dan apapun masalahnya, langkah awal untuk bisa mengatasi kerusakan lingkungan akibat limbah adalah dengan cara „Reduce’ dalam arti mengurangi atau mereduksi limbah yang dikeluarkan akibat proses produksi. Reduce adalah sebuah tindakan mengurangi limbah dengan cara Reuse (pemakaian ulang) atau bisa dengan Recycle (daur ulang). Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana limbah produksi tempe diproses melalui penguraian anaerob kemudian diikuti proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob, sehingga diharapkan konsentrasi COD dari air olahan yang dihasilkan turun menjadi 60 ppm, sehingga jika dibuang tidak lagi mencemari lingkungan sekitarnya.

1.2. Rumusan Masalah

Identifikasi permasalahan yang dibahas pada makalah ini meliputi :  Proses produksi yang dilakukan oleh industri tempe.

 Permasalahan dari limbah yang diproduksi oleh industri tempe.  Penerapan konsep reduce dalam industri tempe.

 Manfaat penerapan konsep reduce dalam industri tempe.

 Keuntungan dari penerapan konsep reduce dalam industri tempe.

 Kaitan konsep reduce dalam industri tempe dengan sistem manajemen lingkungan.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari tugas ini adalah :

 Mengetahui penerapan konsep reduce dalam industri tempe.

(5)

BAB II

REDUCE LIMBAH INDUSTRI TEMPE

2.1. Proses Produksi Industri Tempe

Tempe merupakan salah satu makanan yang sering di konsumsi oleh masyarakat, merupakan salah satu produk olahan berbasis bioteknologi. Bioteknologi merupakan bidang ilmu yang vital dan berhubungan dengan tekhnologi pertanian. para pengrajin tempe di Indonesia. Kedelai setelah dilakukan sortasi (untuk memilih kedelai yang baik dan bersih) dicuci sampai bersih, kemudian direbus yang waktu perebusannya berbeda-beda tergantung dari banyaknya kedelai dan biasanya berkisar antara 60-90 menit.

Kedelai yang telah direbus tadi kemudian direndam semalam. Setelah perendaman, kulit kedelai dikupas dan dicuci sampai bersih. Untuk tahap selanjutnya kedelai dapat direbus atau dikukus lagi selama 45-60 menit, tetapi pada umumnya perebusan yang kedua ini jarang dilakukan oleh para pengrajin tempe. Kedelai setelah didinginkan dan ditiriskan diberi ragi tempe, dicampur rata kemudian dibungkus dan dilakukan pemeraman selama 36-48 jam

Untuk memperoleh tempe yang berkualitas baik, maka kedelai yang digunakan juga harus yang berkualitas baik dan tidak tercampur dengan biji-bijian yang lain, seperti jagung, kacang hijau dan biji-bijian lainnya. Selain itu, prosedur pengolahan harus dilakukan dengan cermat. Proses pembuatan tempe pada dasarnya adalah proses menumbuhkan spora jamur tempe, yaitu Rhizopus sp., pada biji kedelai.

Dalam pertumbuhannya, Rhizopus sp. membentuk benang-benang yang disebut sebagai benang hifa. Benang-benang hifa ini mengikatkan biji kedalai yang satu dengan biji kedelai lainnya, sehingga biji-biji kedelai ini membentuk suatu massa yang kompak. Massa kedelai inilah yang selanjutnya disebut sebagai tempe.

(6)

Rhizopus sp. Selain Rhizopus, diperkirakan banyak jenis mkiroorganisme lain yang mungkin turut campur, tetapi tidak menunjukkan aktifitas yang nyata.

Namun demikian, aktifitas yang nyata dari mikroorganisme yang mungkin turut campur ini akan terlihat setelah aktifitas pertumbuhan Rhizopus sp. melampaui masa optimumnya, yakni setelah terbentuknya spora-spora baru yang berwarna putih-kehitaman. Hal ini dapat diketahui, terutama pada tempe yang dibiarkan atau disimpan dalam suhu kamar, yaitu dengan terciumnya bau amoniak. Adanya bau amoniak pada tempe menunjukkan bahwa tempe tersebut mulai mengalami pembusukan. Bau amoniak ini masih terasa sekali pun tempe telah dimasak, sehingga dapat menurunkan cita rasa konsumen.

Oleh karena itu, agar diperoleh tempe yang berkualitas baik dan tahan agak lama, maka selama proses pembuatan tempe perlu diperhatikan mengenai sanitasi dan kemurnian bibit (inokulum) yang akan digunakan.

(7)

2.2. Limbah Industri Tempe a. Karakteristik Limbah

Untuk limbah industri tahu tempe ada dua hal yang perlu diperhatikan yakni karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, suhu, warna dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas.

Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 40°C sampai 46°C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.

Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Di antara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemaklah yang jumlahnya paling besar (Nurhasan dan Pramudyanto, 1987), yang mencapai 40% - 60% protein, 25 - 50% karbohidrat, dan 10% lemak (Sugiharto, 1987). Semakin lama jumlah dan jenis bahan organik ini semakin banyak, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena beberapa zat sulit diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Untuk menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik pengujian seperti BOD, COD dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang sering digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran bahan organik, baik dari industri ataupun dari rumah tangga (Greyson, 1990; Welch, 1992).

(8)

Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2), oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan. Beberapa contoh hasil pengukuran kadar BOD Dan COD di dalam air limbah tahu dan tempe di daerah DKI Jakarta ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisa limbah cair industri tempe

Parameter Lokasi COD (mg/l) BOD (mg/l)

Setia Budi 7.852 5.400

Setia Budi 20.467 11.000

Setia Budi 8.659 4.750

Tebet 28.320 9.475

Tebet 5.285 2.950

Kebayoran Baru 5.597 3.675

Kebayoran Lama 6.423 3.525

Cilandak 6.073 3.600

Pasar Minggu 12.300 7.500

Pasar Minggu 7.912 3.650

Tegal Parang 15.685 8.250

Tegal Parang 23.340 14.000

Cipinang 61.425 13.600

Kebon Pala 2136 2100

Setia Budi 7852 5400

Tebet 28320 9475

Kebayoran Baru 5597 3675

Kebayoran Lama 6423 3525

(9)

Gambar 1. Limbah cair yang berasal dari industri kecil tahu-tempe b. Permasalahan

Limbah cair yang dikeluarkan oleh industri-industri masih menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri-industri, terutama industri rumah tangga mengalirkan langsung air limbahnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Demikian pula dengan industri tahu/tempe yang pada umumnya merupakan industri rumah tangga.

(10)

makanan yang digemari oleh hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia, disamping nilai gizinya tinggi harganya pun relatif murah.

Limbah industri tempe dapat menimbulkan pencemaran yang cukup berat karena mengandung polutan organik yang cukup tinggi. Dari beberapa hasil penelitian, konsentrasi COD (Chemical Oxygen Demand) di dalam air limbah industri tahu-tempe cukup tinggi yakni berkisar antara 7.000 - 10.000 ppm, serta mempunyai keasaman yang rendah yakni pH 4-5. Dengan kondisi seperti tersebut di atas, air limbah industri tempe merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan yang sangat potersial.

2.3. Teknologi Pengolahan Limbah Industri Tempe

Saat ini pengelolaan air limbah industri tahu-tempe umumnya dilakukan dengan cara membuat bak penampung air limbah sehingga terjadi proses anaerob. Dengan adanya proses biologis anaerob tersebut maka kandungan polutan organik yang ada di dalam air limbah dapat diturunkan. Tetapi dengan proses tersebut efisiesi pengolahan hanya berkisar antara 50 % - 70 % saja. Dengan demikian jika konsertarsi COD dalam air limbah 7000 ppm, maka kadar COD yang keluar masih cukup tinggi yakni sekitar 2100 ppm, sehinga hal ini masih menjadi sumber pencemaran lingkungan.

Salah satu cara untuk mengatasi masalah air limbah industri tahu-tempe tersebut adalah dengan kombinasi proses pengolahan biologis anaerob dan aerob yang dikembangkan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). Secara umum proses pengolahannya dibagi menjadi dua tahap yakni pertama proses penguraian anaerob (Anaerobic digesting), dan yang ke dua proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter anaerob-aerob.

a. Penguraian Anaerob

(11)

polutan organik yang ada di dalam air limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerob, menghasilkan gas methan yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Dengan proses tahap pertama konsentrasi COD dalam air limbah dapat diturukkan sampai kira-kira 600 ppm (efisiensi pengolahan 90 %). Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan proses pengolahan lanjut dengan sistem biofilter aerob.

Gambar 2. Diagram proses pengolahan air limbah industri tempe dengan sistem kombinasi biofilter „Anaerob-Aerob‟.

Keunggulan proses anaerobik dibandingkan proses aerobik adalah sebagai berikut (Lettingan et al, 1980; Sahm, 1984; Sterritt dan Lester, 1988; Switzenbaum, 1983) :  Proses anaerobik dapat segera menggunakan CO2 yang ada sebagai penerima

elektron. Proses tersebut tidak membutuhkan oksigen dan pemakaian oksigen dalam proses penguraian limbah akan menambah biaya pengoperasian.

(12)

 Proses anaerobik menghasilkan gas yang bermanfaat, metan. Gas metan mengandung sekitar 90% energi dengan nilai kalori 9.000 kkal/m3, dan dapat dibakar ditempat proses penguraian atau untuk menghasilkan listrik. Sedikit energi terbuang menjadi panas (3-5%). Pruduksi metan menurunkan BOD dalam Penguraian lumpur limbah.

 Energi untuk penguraian limbah kecil.

 Penguraian anaerobik cocok untuk limbah industri dengan konsentrasi polutan organik yang tinggi.

 Memungkinkan untuk diterapkan pada proses Penguraian limbah dalam jumlah besar.

 Sistem anaerobik dapat membiodegradasi senyawa xenobiotik (seperti chlorinated aliphatic hydrocarbons seperti trichlorethylene, trihalo-methanes) dan senyawa alami recalcitrant seperti liGnin.

(13)

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak kontaktor anaerob dengan arah aliran dari atas ke dan bawah ke atas. Di dalam bak kontaktor anaerob tersebut diisi dengan media dari bahan plastik atau kerikil/batu split. Jumlah bak kontaktor anaerob ini bisa dibuat lebih dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah. Penguraian zat-zat organik yang ada dalam air limbah dilakukan oleh bakteri anaerobik atau facultatif aerobik Setelah beberapa hari operasi, pada permukaan media filter akan tumbuh lapisan film mikro-organisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap.

(14)

Proses pengolahan lanjut dengan sistem Biofilter Anaerob-Aerob ini mempunyai beberapa keuntungan yakni :

 Adanya air buangan yang melalui media kerikil yang terdapat pada biofilter mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang menyelimuti kerikil atau yang disebut juga biological film. Air limbah yang masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada bak pengendap bila melalui lapisan lendir ini akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi biofilter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikro-organisme yang menempel pada permukaan media filter tersebut. Makin luas bidang kontaknya maka efisiensi penurunan konsentrasi zat organiknya (BOD) makin besar. Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BOD dan COD, cara ini dapat juga mengurangi konsentrasi padatan tersuspensi atau suspended solids (SS) , deterjen (MBAS), ammonium dan posphor.

 Biofilter juga berfungsi sebagai media penyaring air limbah yang melalui media ini. Sebagai akibatnya, air limbah yang mengandung suspended solids dan bakteri E.coli setelah melalui filter ini akan berkurang konsentrasinya. Efesiensi penyaringan akan sangat besar karena dengan adanya biofilter up flow yakni penyaringan dengan sistem aliran dari bawah ke atas akan mengurangi kecepatan partikel yang terdapat pada air buangan dan partikel yang tidak terbawa aliran ke atas akan mengendapkan di dasar bak filter. Sistem biofilter anaerob-aerb ini sangat sederhana, operasinya mudah dan tanpa memakai bahan kimia serta tanpa membutuhkan energi. Poses ini cocok digunakan untuk mengolah air limbah dengan kapasitas yang tidak terlalu besar.

(15)

organik) yang ada di dalam air limbah. Efisiensi penghilangan BOD akan berjalan baik apabila perbandingan antara BOD dan phospor (P) lebih besar 10. (Metcalf and Eddy, 1991). Selama berada pada kondisi aerob, senyawa phospor terlarut akan diserap oleh bakteria/ mikroorganisme dan akan sintesa menjadi polyphospat dengan menggunakan energi yang dihasik oleh proses oksidasi senywa organik (BOD). Dengan demikian dengan kombinasi proses anaerob-aerob dapat menghilangkan BOD maupun phospor dengan baik. Proses ini dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan beban organik yang cukup besar.

2.4. Keunggulan Proses Biofilter Anaerob-Aerob

Beberapa keunggulan proses pengolahan air limbah dengan biofilter anaerb-aerob antara lain yakni : pengelolaannya sangat mudah, biaya operasinya rendah, dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang dihasilkan relatif sedikit, dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat menyebabkan euthropikasi, suplai udara untuk aerasi relatif kecil, dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang cukup besar, dan dapat menghilangan padatan tersuspensi (SS) dengan baik.

(16)

analisa kualitas air limbah sebelum dan sesudah pengolahan., tanpa proses tanpa aerasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisa air sebelum dan sesudah pengolahan secara anaerob No. Parameter Konsentrasi Air kondisi proses tanpa aerasi menunjukkan bahwa dengan proses secara anaerobik didapatkan efisiensi penghilangan BOD 74,5 %, COD 75,4 % dan efisiensi penghilangan padatan tersuspensi (SS) 84 %.

Jika dilakukan kombinasi proses anaerobik dan aerobik, proses pengolahan akan berjalan lebih baik. Dari hasil uji coba kombinasi proses pengolahan anaerobik-aerobik, dapat menurunkan konsentrasi BOD dari 585 mg/lt menjadi 62 mg/l, COD turun dari 1252 mg/l menjadi 148 mg/lt, dan padatan tersuspensi SS) turun dari 429 mg/lt menjadi 26 mg/lt. Dengan kombinasi proses biofilter anaerob-aerob didapatkan efisiensi penghilangan BOD 89,4 %, COD 88,2 % dan SS 94 % (Tabel 3).

(17)

anaerob-2.5. Sistem Manajemen Lingkungan Dalam Kegiatan Reduce Industri Tempe Isu tentang manajemen lingkungan kini menjadi kajian yang sangat intens terkait dengan semakin tingginya kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan akibat pesatnya era industrialisasi (Amine, 2003). Realitas ini akhirnya tidak bisa terlepas dari tuntutan terhadap pemenuhan produk yang ramah lingkungan atau lebih dikenal dengan green product (Aoyagi-Usui, 2003). Intensitas riset tentang problem isu manajemen lingkungan pada akhirnya memicu pertanyaan apakah hal ini dapat meningkatkan kesadaran produsen untuk meningkatkan kepedulian bagi proses produksi yang lebih ramah lingkungan (Diamantopoulos et al., 2003)

Penanganan terhadap limbah pada dasarnya sangat terkait dengan peran masyarakat. Pengertian masyarakat tidak hanya terbatas penduduk di permukiman, tapi juga semua penghasil limbah, termasuk pengusaha kecil tahu – tempe. Sampai kini andalan utama menyelesaikan masalah limbah yaitu pemusnahan dengan landfilling di TPA. Problem penanganan limbah disebabkan menurunnya kinerja dari pengelolaan limbah akibat perubahan tatanan pemerintahan (Wibisono, 1995). Untuk menangani limbah, pemerintah telah menentukan perencanaan strategis dalam Kebijakan Nasional Bidang Persampahan (2006-2010), yaitu :

 Pengurangan sampah semaksimal mungkin yaitu dimulai dari sumbernya,  Mengedepankan peran dan partisipasi masyarakat sebagai mitra pengelolaannya,  Perkuatan kapasitas kelembagaan pengelolaan persampahan,

 Pemisahan fungsi regulator dan operator  Pengembangan kemitraan dengan swasta,  Peningkatan pelayanan untuk mencapai sasaran

 Model penerapan prinsip pemulihan biaya secara bertahap  Peningkatan efektifitas penegakan hukum

(18)

1. Sampah yang dibuang harus dipilah sehingga tiap bagian bisa dikomposkan atau didaur-ulang secara optimal, daripada dibuang ke sistem pembuangan limbah yang tercampur seperti yang ada saat ini.

2. Industri harus mendesain ulang produk-produk mereka untuk lebih memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk semua jenis dan alur sampah dan limbah. Pembuangan sampah - limbah yang tercampur merusak dan mengurangi nilai dari material yang mungkin masih bisa dimanfaatkan lagi. 3. Program-program sampah dan limbah kota haruslah disesuaikan dengan kondisi

setempat agar berhasil, dan tidaklah mungkin dibuat sama dengan kota lainnya. Khususnya sektor informal (tukang sampah atau pemulung) menjadi komponen penting dalam sistem penanganan sampah dan limbah yang ada saat ini, dan peningkatan kinerja mereka harus bisa menjadi komponen utama dalam sistem penanganan sampah di perkotaan.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Amine, L.S. (2003), An integrated micro and macro level discussion of global green issues, Journal of International Management, Vol. 9, No. 4, hal. 375-389. Aoyagi-Usui, M., Vinken, H., dan Kuribayashi, A. (2003), Pro-environmental

attitudes and behaviors: An international comparison, Human Ecology Review, Vol. 10, No. 1, hal. 23-31.

Oginawati, Katharina. 2015. Produksi Bersih. Bandung: Penerbit ITB.

Said, N.I, H. Indriatmoko, N. Raharjo dan A. Herlambang. 2015. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu-Tempe Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob. www.kelair.bppt.go.id. Diakses tanggal 25 April 2015.

(20)

Lampiran 1. Percontohan unit pengolahan air limbah industri tempe di lokasi Pusat Industri Kecil Tempe, Semanan, Jakarta Barat.

Bak pengurai anaerob sebelum dipasang Bak pengurai anaerob bagian atas

Kontruksi bag. inlet bak pengurai anaerob Lubang control pada bak reaktor pengolahan lanjut

Kontruksi bag. dalam bak reaktor pengolahan lanjut

Gambar

Gambar 1. Bagan proses pembuatan tempe
Tabel 1. Hasil analisa limbah cair industri tempe
Gambar 1. Limbah cair yang berasal dari industri kecil tahu-tempe
Gambar 2.  Diagram proses pengolahan air limbah industri tempe dengan sistem kombinasi biofilter „Anaerob-Aerob‟
+2

Referensi

Dokumen terkait

EVALUASI DESAIN BALOK PADA PELAKSANAAN PROYEK PEMBANGUNAN RUMAH DINAS 2 UNIT FLAT 2 LANTAI BRIMOB POLDA MALUKU DENGAN.. MENGGUNAKAN REKAYASA NILAI ( VALUE

Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya, dapat ditingkatkan menjadi penelitian analitik, baik tentang faktor-faktor risiko OSA, hubungan mendengkur atau

Biasanya disediakan menu yang fungsinya sebagai navigasi bagi pengguna agar dapat masuk ke layanan tertentu dengan mudah. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah

10:15-11:05 Saraf Kranial, sensibilitas dan Aplikasi Klinis pada Indra Khusus Dr.dr. Noro

(c) Sebutkan tiga tempat di dunia yang juga sering dilanda gempa bumi selain lokasi-lokasi yang disebutkan pada soal (b) di atas.. Juga berikan penjelasan singkat mengapa

Untuk mengatasi hal tersebut, Prof. Yamamoto menciptakan Bendung Saringan Tipe Gabungan, yaitu gabungan antara Tipe Tirol dengan Tipe Arus Balik. Tipe ini memungkinkan penyadapan

Dari sembilan varietas beras pecah kulit yang diuji diperoleh hasil bahwa secara umum beras lokal Bogor dan beras IR 64 Parung banteng memiliki ketahanan yang lebih

Tujuan penelitian ialah (1) mengetahui kombinasi perlakuan Gliocompost yang dapat mengendalikan penyakit layu Fusarium dan dapat meningkatkan produktivitas bunga krisan potong