• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Remaja di Kecamatan Padang Bolak Julu (Studi Kasus SMA Negeri 1 Padang Bolak Julu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok Remaja di Kecamatan Padang Bolak Julu (Studi Kasus SMA Negeri 1 Padang Bolak Julu)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Remaja

Masa pencarian jati diri pada remaja seringkali menunjukkan tingkah laku yang susah diatur, mudah emosional, mudah terangsang dan banyak mengalami konflik dalam dirinya maupun lingkungan. Remaja cenderung mudah untuk terpengaruh dalam hal – hal negatif tanpa berpikir panjang.Apa dampak yang terjadi, salah satunya adalah remaja yang memutuskan untuk menjadi pecandu rokok. Meskipun itu dalam kategori pecandu rokok ringan (Sarwono, 2002).

Menurut Papilia (2004) remaja adalah transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang meliputi peubahan secara fisik, kognitif dan perubahan social.Lahey (2004) menyatakan bahwa remaja adalah periode yang dimulai dari munculnya pubertas sampai pada permulaan masa dewasa.

Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja, yaitu:

1. Pada buku – buku pediatri, pada umumya mendefinisikan remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10 – 18 tahun dan umur 12 – 20 tahun anak laki – laki.

2. Menurut undang –undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.

3. Menurut undang – undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16 – 18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.

4. Menurut undang – undang perkawinan No. 1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak laki – laki.

5. Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengahnya. 6. Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10 – 18 tahun.

(2)

2.2 SMA Negeri 1 Padang Bolak Julu

Sekolah SMA Negeri 1 Padang Bolak Julu adalah salah satu sekolah popular yang berada di Kabupaten Padang Lawas Utara yang terletak di Jalan Padangsidimpuan Km. 19 desa Sipupus Kecamatan Padang Bolak Julu.Siswa yang bersekolah di SMA tersebut berasal dari berbagai desa yang ada di Kecamatan Padang Bolak Julu.Dimana, penduduk desa-desa disana masyarakatnya mayoritas bekerja sebagai petani yakni petani padi, petani sawit, dan petani karet. Pada saat orang tua pergi ke kebun para anak yang masih berpedidikan SD akan dititipkan kepada tetangga. Pada saat orang tua pulang dari kebun para orang tua langsung menghabiskan waktu untuk beristirahat, tanpa bisa melakukan pendampingan secara intensif pada perkembangan anak.

Disaat anak-anak mulai masuk SMP, mereka mulai dibawa ke kebun ikut bekerja. Sehingga, anak-anak disana lebih cepat perkembangan psikologisnya dalam pergaulan yang tidak jarang sangat jauh berbeda usia. Mereka mulai bisa bekerja untuk orang lain. Misal bekerja di sawah orang lain, bekerja untuk menjaga ternak sapi dan bekerja menjaga kebun disaat hari libur.Mereka mulai terbiasa terus bekerja dan mendapatkan sejumlah uang.Tidak sedikit dari mereka yang menyalahgunakan uang dari penghasilan mereka sendiri.Mereka mulai mencontoh kebiasan buruk dari teman di tempat mereka bekerja yaitu remaja yang telah lulus SMA dan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.Salah satu kebiasaan buruk tersebut adalah mengkonsumsi rokok.Meski banyak dari orang tua yang melarang dan memarahi anak mereka, tetap saja anak mereka memiliki banyak peluang untuk bisa merokok.Seperti saat mereka sedang berjaga di kebun.Dengan keadaan seperti ini banyak orang tua yang pasrah dan akhirnya membiarkan anak merokok sehingga sudah menjadi hal biasa terkhusus anak SMA yang masa perkembangan fisiknya itu belum matang.

2.3 Defenisi Perilaku Merokok

(3)

Menurut Alisjahbana (1986: 96) bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh manusia tercermin dari segala tindakan dan perbuatan untuk mencapai tujuannya dimana manusia bergantung pada lingkungannya. Jujun (1994: 86) muncul teori KAP (knowledge, attitude and practice) bahwa perilaku orang dipengaruhi oleh sikap (attitude), pengetahuan (knowledge), akan tetapi semua perilaku terdapat variabel penting yang menjembataninya yaitu variabel motivasi

Kalangie (1994: 87) mengatakan bahwa perilaku merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma kelompok yang bersangkutan.

Menurut Tomkinds (1991) ada 4 tipe perilaku merokok sebagai berikut: a. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan merokok,

seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Ditambahkan, ada 3 sub tipe ini yakni (1) merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan. (2) Merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan, dan (3) kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok.

b. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif. Misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak terjadi sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

c. Perilaku merokok yang adiktif. Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang diisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena ia khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya.

(4)

Perilaku Merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan pipa (Sitepoe, 2000: 20). Merokok merupakan suatu aktivitas yang sudah tidak lagi terlihat dan terdengar asing bagi kita. Sekarang banyak sekali bisa kita temui orang-orang yang melakukan aktivitas merokok yang disebut sebagai perokok.

Conrad and Miller dalam Sitepoe (2000: 17) menyatakan bahwa “seseorang akan menjadi perokok melalui dorongan psikologis dan dorongan fisiologis”. Dorongan psikologis biasanya pada anak remaja adalah untuk menunjukkan kejantanan (bangga diri), mengalihkan kecemasan dan menunjukkan kedewasaan. Dorongan fisiologis adalah nikotin yang dapat menyebabkan ketagihan sehingga seseorang ingin terus merokok.

Di Indonesia, kebanyakan anak-anak remaja mulai merokok karena kemauan sendiri, melihat teman-temannya merokok, dan diajari atau dipaksa merokok oleh teman-temannya. Merokok pada remaja karena kemauan sendiri disebabkan oleh keinginan menunjukkan bahwa dirinya telah dewasa. Umumnya mereka mulai dari perokok pasif (menghisap asap rokok orang lain yang merokok) lantas jadi perokok aktif. Mungkin juga semula hanya mencoba-coba kemudian menjadi ketagihan akibat adanya nikotin di dalam rokok. Hampir disetiap tempat berkumpul remaja atau anak-anak usia sekolah menengah banyak ditemukan para remaja sedang merokok.

2.4 Sumber dan Data Sampel

Data merupakan sejumlah informasi yang dapat memberikan gambaran tentang sesuatu keadaan.Informasi yang diperoleh memberikan keterangan, gambaran, atau fakta mengenai suatu persoalan dalam bentuk kategori, huruf, atau bilangan.Data digunakan untuk menyediakan informasi bagi suatu penelitian, pengukuran kinerja, dasar pembuatan keputusan dan menjawab rasa ingin tahu. Jenis-jenis data berdasarkan cara memperolehnya yaitu:

1. Data Primer

(5)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian.Di penelitian ini data sekunder diambil dari rangkuman artikel yang ada.

2.5Skala Pengukuran

Teknik pengukuran data yang digunakan adalah attitude scales, yaitu suatu kumpulan alat pengukuran yang mengukur tanggapan individu terhadap suatu objek atau fenomena.

Skala pengukuran dari data yang diperoleh adalah berupa skala ordinal dengan menggunakan skala Likert, dengan bobot nilai 5, 4, 3, 2, 1.

Berdasarkan skala pengukurannya data dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:

1. Skala Nominal

Misalnya: jenis kelamin, agama, dan sebagainya. Sering juga data nominal diberi simbol bilangan saja.Misalnya : laki-laki diberi nilai 1, perempuan diberi nilai 2.

2. Skala Ordinal Data yang diukur menggunakan ordinal selain mempunyai ciri nominal, juga mempunyai ciri berbentuk peringkat atau jenjang. Misalnya tingkat pendidikan nilai ujian (dalam huruf). 3. Skala Interval Data yang diukur menggunakan skala interval selain

mempunyai ciri nominal dan ordinal, juga mempunyai ciri interval yang sama.

4. Skala Rasio ini selain mempunyai ketiga ciri dan skala pengukuran diatas, juga mempunyai nilai nol yang bersifat mutlak. Misalnya : umur, berat sesuatu, pendapatan, dan sebagainya.

2.6 Teknik Sampling

(6)

maupun dari aspek karakteristik yang dimiliki populasi. Sampling adalah proses pemilihan sejumlah elemen dari populasi sehingga dengan meneliti dan memahami karakteristik sampel dapat digeneralisir untuk karakteristik populasi. Jarang sekali suatu penelitian dilakukan dengan cara memeriksa semua objek yang diteliti (sensus), tetapi sering digunakan sampling (Teken, 1965), alasannya adalah:

1. Biaya, waktu dan tenaga untuk menyelidiki melalui sensus.

2. Populasi yang berukuran besar selain sulit untuk dikumpulkan, dicatat dan dianalisis, juga biasanya akan menghasilkan informasi yang kurang teliti. Dengan cara sampling jumlah objek yang harus diteliti menjadi lebih kecil, sehingga lebih terpusat perhatiannya.

3. Percobaan-percobaan yang berbahaya atau bersifat merusak hanya cocok dilakukan dengan sampling.

Keuntungan dengan menggunakan teknik sampling antara lain adalah mengurangi ongkos, mempercepat waktu penelitian dan dapat memperbesar ruang lingkup penelitian (Teken, 1965). Metode pengambilan sampel yang ideal memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti.

2. Dapat menentukan ketepatan hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan baku dari taksiran yang diperoleh.

3. Sederhana dan mudah diperoleh.

4. Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya serendah mungkin.

Dalam menentukan besarnya sampel dalam suatu penelitian, ada empat faktor yang harus dipertimbangkan yaitu:

1. Derajat keseragaman populasi.

2. Ketepatan yang dikehendaki dari penelitian. 3. Rencana analisis.

4. Tenaga, biaya dan waktu.

(7)

a. Simple random sampling (populasi homogen) yaitu pengambilan sampel dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada. Teknik ini hanya digunakan jika populasinya homogen.

b. Proportionale stratifiled random sampling (populasi tidak homogen) yaitu pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan memperhatikan strata yang ada. Artinya setiap strata terwakili sesuai proporsinya.

c. Disproportionate stratifiled random sampling yaitu teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel dengan populasi berstrata tetapi kurang proporsional, artinya ada beberapa kelompok strata yang ukurannya kecil sekali.

d. Cluster sampling (sampling daerah) yaitu teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel jika sumber data sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan.

2. Non probability sampling, meliputi: sampling sistematis, sampling kuota, sampling incidental, purposive sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling.

2.7 Metode Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Proportionale stratifiled random sampling (populasi tidak homogen) yaitu

pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan memperhatikan strata yang ada. Artinya setiap strata terwakili sesuai proporsinya.

Jumlah sampel menggunakan rumus Slovin:

�= �

1+��2 2.1

Keterangan :

n : Jumlah sampel N : Populasi

(8)

2.8 Analisis Data 2.8.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur sesuai dengan apa yang ingin diukur.Seandainya peneliti ingin mengukur kuesioner di dalam pengumpulan data penelitian, maka kuesioner yang disusunnya harus mengukur apa yang ingin diukurnya.

Untuk menghitung nilai �ℎ����� pada item pertanyaan dapat dilakukan dengan rumus:

Untuk melakukan uji validitas secara manual dalam penelitian ini menggunakan tabel t-student untuk menghitung ������ denganmenggunakan nilai α = 5% (0,05). Dalam penelitian ini diperoleh dari rumus.Validitas terbagi atas empat macam, yaitu:

a. Validitas Isi (Content Validity)

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan.Misalnya seorang peneliti ingin mengukur bagaimana persepsi konsumen terhadap suatu produk.

b. Validitas Konstruk (Construct Validity)

(9)

c. Validitas “ada sekarang” (Concurrent Validity)

Validitas ini lebih umum dikenal dengan validitas empiris.Sebuah tes dikatakan memiliiki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman.Misalnya seorang guru ingin mengetahui apakah tes sumatif yang disusun sudah valid atau belum.

d. Validitas Prediksi (Predictive Validity)

Memprediksi artinya meramal, dan meramal selalu mengenai hal yang akan datang, sehingga sekarang ini belum terjadi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas prediksi apabila mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

2.8.2 Uji Reliabilitas

Realibilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan.Pengukuran yang memiliki realibilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reabel.

Nilai Alpha Cronbach diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

�=��−

1� �1−

∑ ��

�� � 2.3

Keterangan:

� : nilai koefisien Cronbach Alpha � : banyaknya variabel penelitian ∑�2 : jumlah varians variabel penelitian �� : varians total

Adapun teknik perhitungan reliabel ada beberapa cara, yaitu sebagai berikut: a. Teknik Pengukuran Ulang (Testretest)

(10)

b. Teknik Belah Dua

Untuk menggunakan teknik belah dua sebagai cara menghitung reliabilitas alat pengukur, maka alat pengukur yang disusun harus memiliki cukup banyak item pertanyaan yang mengukur aspek yang sama.

c. Teknik Bentuk Paralel

Perhitungan reliabilitas dilakukan dengan membuat dua jenis alat pengukur yang mengukur aspek yang sama. Kedua alat ukur tersebut diberikan pada responden yang sama, kemudian dicari validitasnya untuk masing-masing jenis.

d. Internal Consistency Reliability

Internal consistency reliability berisi tentang sejauh mana item-item instrumen bersifat homogen dan mencerminkan konstruk yang sama sesuai dengan yang melandasinya.Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach alpha > 0,60 atau nilai cronbach alpha > 0,80 (Kuncoro, 2003).

2.9 Transformasi Data Ordinal menjadi Interval

Proses transformasi merupakan upaya yang dilakukan untuk merubah data ordinal menjadi data interval misalnya analisis faktor dimana variabel bebasnya harus berskala interval. Data ordinal yang ditransformasikan menjadi data interval adalah data penelitian yang diperoleh menggunakan instrumen berupa angket yang memiliki jawaban berupa skala likert. Cara melakukan proses transformasi data ordinal menjadi data interval menggunakan MSI (Method Sof Successive Interval). Adapun langkahnya sebagai berikut:

1. Mencari F (Frekuensi) jawaban responden.

2. Setiap frekuensi dibagi dengan banyaknya responden dan hasilnya disebut proporsi

3. Menentukan nilai proporsi kumulatif dengan menjumlahkan nilai proporsi berurutan perkolom skor.

(11)

5. Menentukan nilai densitas untuk setiap nilai Z yang diperoleh dengan menggunakan tabel densitas.

6. Menentukan SV (Scale Value = nilai skala) dengan rumus sebagai berikut:

��= ������������������� − �������������������

������������������� − �������������������

Keterangan:

SV = nilai skala

Density at lower limit = kepadatan batas bawah Density at upper limit = kepadatan batas atas

Area below upper limit = daerah dibawah batas bawah Area below lower limit = daerah diatas batas bawah 7. Menentukan nilai transformasi dengan rumus:

� =��+ |�����|

Keterangan:

� : Nilai hasil Penskalaan akhir �� : Nilai Skala

|��min| : Nilai Skala minimum

2.10 Analisis Komponen Utama

Analisis komponen utama adalah teknik statistic yang digunakan manakala peneliti tertarik pada sekumpulan data yang saling berkorelasi. Tujuannya adalah untuk menemukan sejumlah variabel yang koheren dalam sub kelompok yang secara relative independen terhadap yang lain. Analisis komponen utama adalah kebalikan dari analisis faktor dimana analisis komponen utama bersifat konvergen dan analisis faktor bersifat divergen (Tabachnick, 1983).

Analisis komponen utama biasanya digunakan untuk:

(12)

2. Mengurangi banyaknya dimensi himpunan variabel asal yang terdiri atas banyak variabel yang saling berkorelasi.

3. Menetralisir variabel-variabel asal yang memberikan sumbangan informasi yang relative kecil.

Analisis komponen utama terkonsentrasi pada penjelasan struktur variansi dan kovariansi melalui suatu kombinasi linear variabel-variabel asal, dengan tujuan utama melakukan reduksi data dan membuat interpretasi.Analisis komponen utama lebih baik digunakan jika variabel-variabel asal saling berkorelasi. Di dalam proses analisis faktor metode yang digunakan untuk melakukan proses ekstraksi adalah komponen utama, metode ini dipilih karena tujuan utama dari analisis faktor adalah untuk mereduksi data. Umumnya analisis komponen utama merupakan analisis intermediate yang berarti hasil komponen utama dapat digunakan untuk analisis selanjutnya (Supranto, 2010).Keunggulan analisis komponen utama adalah tidak adanya asumsi mengenai acak sebaran tertentu, tidak ada hipotesis yang diuji dan tidak ada model yang mendasarinya (Chatfield, 1980).

2.11 Analisis Faktor

Menurut Johnson dan Wichern (1982),secara umum analisis faktor atau analisis komponen utama bertujuan untuk mereduksi data dan menginterprestasikannya sebagai suatu variabel baru yang berupa variabel bentukan. Andaikan dari p buah variabel awal/asal terbentuk k buah faktor/komponen di mana k < p, misalkan dari sejumlah variabel p sebanyak 10 variabel terbentuk k = 2 buah faktor/komponen yang dapat menerangkan kesepuluh variabel awal/asal tersebut. K buah faktor/komponen utama dapat mewakili p buah variabel aslinya sehingga lebih sederhana.

(13)

1. Untuk mereduksi sejumlah variabel asal yang jumlahnya banyak menjadi sejumlah variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit dari variabel asal dan variabel baru tersebut dinamakan faktor.

2. Untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel penyusun faktor atau dimensi dengan faktor yang terbentuk dengan menggunakan pengujian koefisien korelasi antar faktor dengan komponen pembentuknya.

3. Adanya validasi data untuk untuk mengetahui apakah hasil analisis faktor tersebut dapat digeneralisasikan ke dalam populasinya sehingga setelah terbentuk faktor maka peneliti sudah mempunyai suatu hipotesis baru berdasarkan analisis faktor.

2.12 Langkah-Langkah Analisis Faktor 2.12.1 Tabulasi Data

Data yang telah diperoleh dari penyusunan serta penyebaran kuesioner di tempat yang telah ditentukan, kemudian data-data ini dikumpulkan serta ditabulasikan pada kolom-kolom agar mempermudah untuk dikonversi pada software yang akan digunakan.

2.12.2 Pembentukan Matriks Korelasi

Matriks korelasi merupakan matrik yang memuat koefisien korelasi dari semua koefisien korelasi dari semua pasangan variabel dalam penelitian ini.Matriks ini digunakan untuk mendapatkan nilai kedekatan hubungan antar variabel penelitian.Nilai kedekatan ini dapat digunakan untuk melakukan beberapa pengujian untuk melihat kesesuaian dengan nilai korelasi yang diperoleh dari analisis faktor. Dalam tahap ini, ada dua hal yang perlu dilakukan agar analisis faktor dapat dilaksanakan yaitu:

(14)

setiap variabel berkorelasi dengan dirinya sendiri secara sempurna dengan (r =1) akan tetapi sama sekali tidak berkorelasi dengan lainnya (r = 0).

Statistik uji Bartlett’s adalah:

�2 = − �(� −1) (2�+5)

6 �ln |�| 2.7

dengan derajat kebebasan(degree of freedom) df = �(� −1)/2

Keterangan :

� = jumlah observasi � = jumlah variabel

|�| = determinan matriks korelasi

b. Penentuan Keiser-Meyesr-Okliti (KMO) Measure of Sampling Adequacy, yang digunakan untuk mengukur kecukupan sampel dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisien korelasi parsialnya.

rij :Koefisien korelasi sederhana antara ke-i dan ke-j.

aij : Koefisien korelasi parsial antara variabel ke-i dan ke-j.

i : 1,2,3,...,p dan j = 1,2,3,...,p

MSA digunakan untuk mengukur kecukupan sampel.

MSA = ∑ ∑ ���

���2 = Kuadrat matriks korelasi sederhana

���2 = Kuadrat matriks korelasi parsial.

(15)

Kriteria kesesuaian dalam pemakaian analisis faktor adalah (Kaiser, 1974): 1. Jika harga KMO sebesar 0,9 berarti sangat memuaskan

2. Jika harga KMO sebesar 0,8 berarti memuaskan 3. Jika harga KMO sebesar 0,7 berarti harga menengah 4. Jika harga KMO sebesar 0,6 berarti cukup

5. Jika harga KMO sebesar 0,5 berarti kurang memuaskan 6. Jika harga KMO kurang dari 0,5 tidak dapat diterima

Angka MSA bekisar antara 0 sampai dengan 1, dengan kriteria yang digunakan untuk intepretasi adalah sebagai berikut:

1. Jika MSA = 1, maka variabel tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel yang lainnya.

2. Jika MSA lebih besar dari setengah 0,5 maka variabel tersebut masih dapat diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut.

3. Jika MSA lebih kecil dari 0,5 dan atau mendekati nol (0), maka variabel tersebut tidak dapat dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari variabel lainnya.

2.12.3 Ekstrasi Faktor

Pada tahap ini, akan dilakukan proses inti dari analisis faktor, yaitu melakukan ekstrasi terhadap sekumpulan variabel yang ada KMO>0,5 sehingga terbentuk satu atau lebih faktor. Metode yang digunakan untuk maksud ini adalah Principal Component Analysis dan rotasi faktor dengan metode Varimax (bagian dari

orthogonal).

Setelah sejumlah variabel terpilih, maka dilakukan ekstrasi variabel tersebut sehingga menjadi beberapa faktor. Setelah memproses variabel-variabel yang layak, maka dengan program SPSS versi 17 akan diperoleh nilai hasil statistik yang menjadi indikator utama yaitu tabel communalities, tabel Total Variance Explained, Grafik Scree, tabel component matrix dan tabel rotated

component matrix.

(16)

yang dilihat adalah extraction yang terdapat pada tabel communalities.Makin kecil nilainya, makin lemah hubungan antara variabel yang terbentuk. Perhitungan communality setiap variabel dengan persamaan:

ℎ�2 =

�1 2 +

�2

2 ++

��2 2.10

Keterangan:

ℎ� = communality variabel ke-i ��21 = Nilai faktor Loading

Communality adalah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu

variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis.Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan oleh common faktor atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel.

Tabel Total Variance Explained, menunjukkan persentase variance yang dapat dijelaskan oleh faktor secara keseluruhan. Nilai yang menjadi indikatornya eigenvalues yang telah mengalami proses ekstrasi. Pada tabel akan tercantum nilai

extraction sum of square loading. Hal ini disebabkan nilai eigenvalues tidak lain

merupakan jumlah kuadrat dari faktor loading dari setiap variabel yang termasuk ke dalam faktor. Factor Loading ini merupakan nilai yang menghubungkan faktor-faktor dengan variabel-variabel.Variabel yang masuk ke dalam faktor adalah yang nilainya lebih dari satu ( ≥1).Dari sini akan terlihat pula jumlah faktor yang akan terbentuk.

Perhitungan nilai karakteristik (eigen value), dimana perhitungan ini berdasarkan persamaan karakteristik:

det(� − ��) = 0 2.11

Keterangan:

� = matriks korelasi dengan orde n x n � = matriks identitas

(17)

Eigen value adalah jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor.

Penentuan vektor karakteristik (eigen vector) yang bersesuaian dengan nilai karakteristik (eigen value), yaitu dengan persamaan:

��= �� 2.12

Keterangan:

� = eigen vector dengan orde n x n � =eigen value

Matriks loading factor (� ) diperoleh dengan mengalikan matriks eigen vector (�) dengan akar dari matriks eigen value (�). Atau dalam persamaan matematis ditulis:

�=� × �� 2.13

Keterangan:

� = loading factor � = matriks eigen vektor � = eigen value

Factor loading merupakan korelasi sederhana antara variabel dengan

faktor.

Grafik Scree Plot menggambarkan tampilan grafik dari tabel Total Variance

Explained.Grafik ini sebenarnya menunjukkan peralihan dari satu faktor ke faktor

lainnya garis menurun disepanjang sumbu y. Sumbu x menunjukkan jumlah komponen faktor yang terbentuk, sedangkan sumbu y menunjukkan nilai eigenvalues.

(18)

2.12.4 Rotasi Faktor

Pada rotasi faktor, matrik faktor ditransformasikan ke dalam matrik yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah diinterpretasikan.Dalam analisis ini rotasi faktor dilakukan dengan metode rotasi varimax. Hasil dari rotasi ini terlihat pada tabel Rotated Component Matrix, dimana dengan metode ini nilai total variance dari

tiap variabel yang ada di tabel component matrix tidak berubah. Yang berubah hanyalah komposisi dari nilai faktor Loading dari tiap variabel. Interpretasi hasil dilakukan dengan melihat Faktor Loading.

Faktor Loading adalah angka yang menunjukkan besarnya korelasi antara suatu variabel dengan faktor satu, faktor dua, faktor tiga, faktor empat atau faktor lima yang terbentuk. Proses penentuan variabel mana akan masuk ke faktor yang mana, dilakukan dengan melakukan perbandingan besar korelasi pada setiap baris di dalam setiap tabel.

Dalam penelitian ini digunakan metode Varimax, karena bertujuan untuk mengekstraksi sejumlah variabel menjadi beberapa faktor.Selain itu metode ini menghasilkan struktur relatif lebih sederhana dan mudah diinterpretasikan.

2.12.5 Penamaan Faktor

Pada tahap ini akan diberikan nama-nama faktor yang telah terbentuk berdasarkan factor loading suatu variabel terhadap faktor terbentuknya. Setelah tahapan

pemebrian nama faktor terbentuk. 2.12.6 Deskripsi Variabel

Faktor Sikap (X1)

Faktor sikap adalah faktor yang mencakup bagaimana anak menerima, merespon pengaruh dari luar yang membuat anak cenderung untuk melakukan suatu tindakan merokok.

Faktor Norma Lingkungan (X2)

(19)

Faktor Lingkungan Keluarga (X3)

Faktor lingkungan keluarga dalam perilaku merokok merupakan persepsi seseorang mengenai tekanan fisik atau tekanan mental dari keluarga, misalnya orang tua dan anggota keluarga lainnya yang bebas merokok sehingga mempengaruhi anak untuk melakukan tindakan merokok.

Faktor Iklan (X4)

Faktor iklan dalam perilaku merokok adalah dengan adanya iklan-iklan di setiap bungkus rokok atau iklan yang ada di media atau yang ada di poster pinggir jalan, sehingga mempengaruhi anak untuk melakukan tindakan merokok.

FaktorMedia Iklan (X5)

Sedikitnya keterpaparan informasi mengenai bahaya merokok dan dimana dalam iklan juga terlihat bintang ikalan sehingga mendorong anak untuk melakukan tindakan merokok.

Faktor Kedekatan Orang Tua (X6)

Faktor kedekatan orang tua dalam perilaku merokok adalah orang tua yang terlalu sibuk bekerja sehingga kurang memperhatikan perilaku anak

Faktor Status Merokok Orang Tua(X7)

Kebiasaan dimana sejak anak kecil anak telah melihat perilaku merokok sehingga membuat mereka berpikir bahwa merokok merupakan perilaku yang baik.

Faktor Teman Sebaya (X8)

Tingkah laku dimana individu berusaha untuk mencari dan memelihara kedekatan dengan teman-temannya sehingga mencontoh seorang teman yang berperilaku merokok.

Faktor Gaya Hidup (X9)

(20)

Faktor Kepribadian (X10)

Kepribadian dalam perilaku merokok adalah ciri khas, ekspresi, perasaan dan keseluruhan sikap. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen tersebut akan terwujud dalam tindakan seseorang kalau dihapkan kepada situasi tertentu, misalnya tindakan merokok.

Faktor Ketergantungan (X11)

Ketergantungan dalam perilaku merokok adalah situasi dimana menghisap rokok telah mengubah perilaku, menciptakan kebutuhan untuk terus menghisap sehingga menjadi perokok aktif atau pecandu rokok.

Faktor Lingkungan Sekolah (X12)

Faktor lingkungan sekolah dalam perilaku merokok merupakan persepsi seseorang mengenai tekanan fisik atau tekanan mental di lingkungan sekolah misalnya guru dan siswa – siswi lainnyayang merokok di area sekolah.

Faktor Kurangnya Pengarahan Tentang Bahaya Rokok (X13)

Kurangnya pengarahan tentang bahaya rokok dalam perilaku merokok adalah kurangnya atau ketiadaan pemberitahuan secara jelas efek dari merokok.Sehingga siswa, kurang atau tidak memahami dampak perilaku merokok ke depannya.Pengarahan seharusnya banyak didapatkan di sekolah, seperti kampanye anti rokok.

Faktor MudahDidapat(X14)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pendekatan korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor psikologis dan faktor lingkungan dengan perilaku

total variance pada data yang diperhatikan yaitu diagonal matriks korelasi, setiap elemennya sebesar 1 dan full variance digunakan untuk dasar pembentukan

Dari penelitian ini ditemukan bahwa pada usia remaja banyak waktu yang dihabiskan bersama teman –teman yang merupakan sebuah kelompok pertemanan yang terdiri dari teman –teman

Untuk menguji apakah matriks korelasi sederhana bukan merupakan suatu matriks identitas, maka digunakan uji Bartlett dengan pendekatan statistik chi square. Berikut ini

Didalam PCA total variance pada data yang diperhatikan yaitu diagonal matriks korelasi, setiap elemennya sebesar 1 dan full variance digunakan untuk dasar

Penelitianinibermaksuduntukmengetahui faktor – faktor yang mempengaruhiperilakumerokok remaja di SMANegeri 1 Padang Bolak Julu.Saya sangat mengharapkan siswa memberikanjawaban

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa korelasi antara variabel pengetahuan kesehatan reproduksi dan variabel perilaku seksual menunjukkan koefisien korelasi r=-0,939

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pendekatan korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor psikologis dan faktor lingkungan dengan