• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Faktor Psikologis Dan Faktor Lingkungan Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja SMP Negeri Di Kecamatan Percut Sei Tuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Faktor Psikologis Dan Faktor Lingkungan Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja SMP Negeri Di Kecamatan Percut Sei Tuan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN FAKTOR PSIKOLOGIS DAN FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA SMP NEGERI

DI KECAMATAN PERCUT SEI TUAN

SKRIPSI

Oleh

Rusyadi Abror 121121042

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan

Faktor Psikologis dan Faktor Lingkungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja

SMP Negeri di Kecamatan Percut Sei Tuan”.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi

ini, sebagai berikut:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Erniyati S.Kp, MNS, Ibu Evi Karota S.Kp, MNS , dan Bapak Ikhsanudin

Ahmad Harahap S.Kep, Ns, MNS selaku Pembantu Dekan 1, 2, dan 3

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing yang telah

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

penyusunan proposal ini.

4. Ibu Mahnum Lailan Nst, S.Kep, Ns, M.Kep dan Ibu Fatwa Imelda S.Kep, Ns,

M.Biomed selaku dosen penguji 1 dan 2.

5. Kepala Sekolah SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan serta Kepala Dinas

Pendidikan Pemuda dan Olah Raga yang memberikan bantuan dalam

(4)

6. Orang tua saya tercinta yang selalu memberikan bantuan dukungan material

dan moral, tanpa mereka saya tidak akan mampu mengerjakan skripsi ini

dengan baik.

7. Silmi Kaffah, Abdul Aziz, dan Abdul Rahman selaku adik-adik saya yang

selalu mendoakan dan memberi semangat kepada saya.

8. Sahabat terbaik saya Khairunisa yang selalu menyemangati saya.

9. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu namun sangat

membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan dan profesi keperawatan.

Medan, Februari 2014

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ………..………... i

Prakata ……….……….. ii

3. Perilaku Merokok Pada Remaja …….……….. 14

3.1 Perilaku ………..…………... 14

1. Kerangka Konseptual …..……….………. 25

2. Defenisi Operasional ……..……….. 26

3. Hipotesa Penelitian …..………. 27

Bab 4. Metode Penelitian …………,,,…..……… 28

(6)

2. Populasi dan Sampel Penelitian ……… 28

2.1 Populasi Penelitian …………...…….……… 28

2.2 Sampel Penelitian ………. 29

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 30

4. Pertimbangan Etik ……….………. 30

5. Instrumen Penelitian ……….. 31

6. Validitas Dan Reliabilitas ……….. 33

6.1 Uji Validitas …………..……….…. 33

6.2 Uji Reliabilitas ………..………. 33

7. Prosedur Pengumpulan Data ……….…. 34

8. Analisa Data ………..……….. 35

Bab 5. Hasil Dan Pembahasan ……….….………... 37

1. Hasil Penelitian ……… 37

1.1 Karakteristik Responden ………. 37

1.2 Perilaku Merokok Remaja ……….. 38

1.3 Faktor Psikologis ………. 39

1.3 Faktor Lingkungan ……….. 39

1.4 Hubungan Faktor Psikologis dan Faktor Lingkungan Dengan Perilaku Merokok Remaja SMP Negeri Keca- matan Percut Sei Tuan ………. 40

2. Pembahasan ……… 41

2.1 Perilaku Merokok Remaja ……… 41

2.2 Faktor Psikologis ………. 43

2.3 Faktor Lingkungan ……….. 44

2.4 Hubungan Faktor Psikologis dan Faktor Lingkungan Dengan Perilaku Merokok Remaja SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan ………. 45

2.4.1 Hubungan Faktor Psikologis Dengan Perilaku Merokok Remaja SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan ……… 45

2.4.2 Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Perilaku Merokok Remaja SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan ……… 46

3. Keterbatasan Penelitian ………. 47

Bab 6. Kesimpulan Dan Rekomendasi ……… 49

1. Kesimpulan ……… 49

(7)

Inform Consent Kuesioner Penelitian Uji Reliabilitas Hasil Penelitian

Surat Uji Reliabilitas Kuesioner

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Reliabilitas dari PGRI-9 Percut Sei Tuan

Surat Pengambilan Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan Surat Pengambilan Data Penelitian dari Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Deli Serdang

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari SMP Negeri 1 Percut Sei Tuan

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari SMP Negeri 2 Percut Sei Tuan

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari SMP Negeri 3 Percut Sei Tuan

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari SMP Negeri 5 Percut Sei Tuan

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari SMP Negeri 6 Percut Sei Tuan

Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari SMP Negeri 7 Percut Sei Tuan

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi operasional untuk variabel dependen dan den penelitian ……… 26 Tabel 4.1. Kriteria penafsiran korelasi ………....….. 36 Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik

responden SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan .... 38 Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase perilaku merokok respon-

den SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan ………. 38 Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase faktor psikologis respon-

den SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan ………… 39 Tabel 5.4. Distribusi frekuensi dan persentase faktor lingkungan respon-

den SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan ……… 39 Tabel 5.5. Hasil analisa hubungan antara faktor psikologis dan faktor

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

Judul : Hubungan Faktor Psikologis dan Faktor Lingkungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja SMP Negeri di Kecamatan Percut Sei Tuan.

Remaja mulai merokok karena kemauan sendiri, melihat teman-temannya, diajari merokok oleh teman-temannya dan setelah melihat iklan rokok di televisi. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pendekatan korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor psikologis dan faktor lingkungan dengan perilaku merokok remaja SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan. Sampel penelitian berjumlah 196 responden yang diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling. Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden didapatkan bahwa faktor psikologis yang menyebabkan perilaku merokok termasuk kedalam kategori sedang (53,06%), sedangkan sebagian besar responden didapatkan bahwa faktor lingkungan yang menyebabkan perilaku merokok termasuk kedalam kategori sedang (68,37%). Faktor psikologis tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku merokok (r = 0,30, p-value = 0,07), sedangkan faktor lingkungan memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku merokok (r = 0,96, p-value = 0,003). Sementara itu sebagian besar responden termasuk dalam kategori perilaku merokok ringan (87,25%). Direkomendasikan kepada perawat jiwa – komunitas perlu mempertimbangkan dilakukannya penyuluhan yang berfokus pada remaja untuk mengurangi prevalensi perokok. Hal yang harus dipertimbangkan adalah kemungkinan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku merokok remaja selain faktor psikologis dan faktor lingkungan, seperti kepribadian remaja, pola komunikasi keluarga, pengaruh kegiatan yang disponsori perusahaan rokok dan lain sebagainya.

(11)

Title : Relationship between Psychological Factors, Environmental Factors and Smoking Behavior in Adolescents at SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan.

Name : Rusyadi Abror Student ID Number : 121121042

Program : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year : 2014

Abstract

Adolescents start smoking because of his own accord, see his friends, taught to smoke by his friends and after seeing cigarette advertising on television. This study used a cross-sectional design with a correlational study approach that aims to determine the relationship between psychological factors, environmental factors and adolescents’ smoking behavior at SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan. Sample was 196 respondents were taken using accidental sampling technique. The result showed that more than half of respondents found that the psychological factors that lead to smoking behavior is included into the medium category (53,06%), while the more than half of respondents found that the environmental factors that lead to smoking behavior is included into the medium category (68,37%). Psychological factors have no significant relationship with smoking behavior (r = 0,30, p-value = 0,07), whereas environmental factors have a significant relationship with smoking behavior (r = 0,96, p-value = 0,003). While the majority of respondents are included in the category of light smoking behavior (87,25). It is recommended that psychiatric and community nurses need to consider doing community outreach that focuses on adolescents to reduce smoking prevalence. Things to consider is the possibility of other factors that influence adolescents smoking behavior in addition to psychological factors and environmental factors, such as personality, family communication patterns, the effect of the activities sponsored by tobacco companies and others.

(12)

Judul : Hubungan Faktor Psikologis dan Faktor Lingkungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja SMP Negeri di Kecamatan Percut Sei Tuan.

Remaja mulai merokok karena kemauan sendiri, melihat teman-temannya, diajari merokok oleh teman-temannya dan setelah melihat iklan rokok di televisi. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pendekatan korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor psikologis dan faktor lingkungan dengan perilaku merokok remaja SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan. Sampel penelitian berjumlah 196 responden yang diambil dengan menggunakan teknik accidental sampling. Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden didapatkan bahwa faktor psikologis yang menyebabkan perilaku merokok termasuk kedalam kategori sedang (53,06%), sedangkan sebagian besar responden didapatkan bahwa faktor lingkungan yang menyebabkan perilaku merokok termasuk kedalam kategori sedang (68,37%). Faktor psikologis tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku merokok (r = 0,30, p-value = 0,07), sedangkan faktor lingkungan memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku merokok (r = 0,96, p-value = 0,003). Sementara itu sebagian besar responden termasuk dalam kategori perilaku merokok ringan (87,25%). Direkomendasikan kepada perawat jiwa – komunitas perlu mempertimbangkan dilakukannya penyuluhan yang berfokus pada remaja untuk mengurangi prevalensi perokok. Hal yang harus dipertimbangkan adalah kemungkinan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku merokok remaja selain faktor psikologis dan faktor lingkungan, seperti kepribadian remaja, pola komunikasi keluarga, pengaruh kegiatan yang disponsori perusahaan rokok dan lain sebagainya.

(13)

Title : Relationship between Psychological Factors, Environmental Factors and Smoking Behavior in Adolescents at SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan.

Name : Rusyadi Abror Student ID Number : 121121042

Program : Bachelor of Nursing (S.Kep) Year : 2014

Abstract

Adolescents start smoking because of his own accord, see his friends, taught to smoke by his friends and after seeing cigarette advertising on television. This study used a cross-sectional design with a correlational study approach that aims to determine the relationship between psychological factors, environmental factors and adolescents’ smoking behavior at SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan. Sample was 196 respondents were taken using accidental sampling technique. The result showed that more than half of respondents found that the psychological factors that lead to smoking behavior is included into the medium category (53,06%), while the more than half of respondents found that the environmental factors that lead to smoking behavior is included into the medium category (68,37%). Psychological factors have no significant relationship with smoking behavior (r = 0,30, p-value = 0,07), whereas environmental factors have a significant relationship with smoking behavior (r = 0,96, p-value = 0,003). While the majority of respondents are included in the category of light smoking behavior (87,25). It is recommended that psychiatric and community nurses need to consider doing community outreach that focuses on adolescents to reduce smoking prevalence. Things to consider is the possibility of other factors that influence adolescents smoking behavior in addition to psychological factors and environmental factors, such as personality, family communication patterns, the effect of the activities sponsored by tobacco companies and others.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat menimbulkan

dampak buruk bagi perokok itu sendiri maupun orang-orang sekitarnya.

Bila telah mengalami ketergantungan akan sulit untuk menghentikan

kebiasaan merokok tersebut (Soetjiningsih, 2004). Hasil survei World

Health Organization (WHO, 2002 dalam Suhaimi, 2012) rokok yang

diisap di dunia mencapai 15 milyar setiap harinya. Indonesia menduduki

peringkat ke-5 dalam konsumsi rokok di dunia. Data terakhir yang

dipublikasikan menyebutkan bahwa Indonesia setiap tahunnya

mengkonsumsi 215 milyar batang rokok, nomor 5 di dunia setelah Cina

1.643 milyar batang rokok tiap tahunnya, Amerika 451 milyar batang

rokok tiap tahunnya, Jepang 328 milyar batang rokok tiap tahunnya, dan

Rusia 258 milyar batang rokok tiap tahunnya. Menurut Bank Dunia,

konsumsi rokok Indonesia setiap tahunnya sekitar 6,6% dari seluruh

konsumsi dunia.

Merokok memiliki dampak negatif yaitu merokok berbahaya bagi

kesehatan, merokok perbuatan yang mubadzir, merokok membahayakan

perokok dan orang-orang sekitar, merokok suatu kebiasaan buruk serta

merokok menghabiskan banyak waktu. Rokok dapat menimbulkan bahaya

(15)

kanker, penyakit gangguan jantung, TBC, berbagai penyakit mulut, bibir,

lidah, gigi, amandel penyakit pencernaan, penyakit saraf dan kandung

kencing (Basyir, 2005).

Suatu survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI di

Jakarta (1990 dalam Sitepoe, 2000) untuk melihat alasan menjadi perokok

dan perilaku para perokok menunjukkan bahwa lebih dari setengah total

jumlah pria adalah perokok. Perokok pria semakin bertambah pada usia

yang lebih muda, pendidikan yang lebih rendah, golongan yang lebih

rendah, dan latar belakang kesehatan yang semakin lemah. Pada laki-laki,

rata-rata mulai merokok pada usia 19,2 tahun, dengan estimasi seorang

laki-laki mulai merokok pada usia remaja 12 sampai 15 tahun (remaja

tingkat SMP). Di mana perokok pria dari jumlah keseluruhan perokok

tersebut lebih setengahnya adalah perokok ringan (1-10 batang/hari). Jenis

rokok yang disukai adalah rokok kretek. Alasan utama merokok adalah

menghilangkan rasa jenuh, ketagihan, dan menghilangkan stres.

Di Indonesia, remaja mulai merokok karena kemauan sendiri,

melihat temannya, diajari atau dipaksa merokok oleh

teman-temannya dan setelah melihat iklan rokok di televisi. Merokok pada

anak-anak remaja karena kemauan sendiri disebabkan ingin menunjukkan

bahwa dirinya telah dewasa. Umumnya mereka bermula dari perokok pasif

(menghisap asap rokok orang lain yang merokok) lantas menjadi perokok

aktif. Semula hanya mencoba-coba kemudian menjadi ketagihan akibat

(16)

Sitepoe (2000) menemukan bahwa di Medan banyak dijumpai

anak-anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang sudah merokok.

Merokok bagi para remaja khususnya remaja yang masih berusia SMP

sudah menjadi hal yang biasa dan dapat membanggakan bagi mereka,

bahkan banyak dari mereka sudah menjadi perokok aktif. Menurut

Komalasari dan Helmi (2008) menyatakan bahwa perilaku merokok selain

disebabkan faktor psikologis juga disebabkan oleh faktor lingkungan.

Faktor psikologis remaja seperti perilaku memberontak dan suka

mengambil barang punya seseorang turut mempengaruhi apakah remaja

akan mulai merokok dan adapun faktor lingkungan menurut Mu’tadin

(2002 dalam Kasfi, 2004) seperti pengaruh orang tua, pengaruh teman,

pengaruh saudara kandung dan pengaruh iklan.

Mengingat banyaknya dampak yang ditimbulkan dari perilaku

merokok dan adanya hubungan dengan faktor lingkungan dan psikologis,

seharusnya konsumsi rokok pada remaja semakin menurun, tetapi tidak

begitu pada kenyataannya. Dalam kondisi di lapangan peneliti masih

menjumpai anak sekolah khususnya siswa Sekolah Menengah Pertama

(SMP) Negeri di kecamatan Percut Sei Tuan yang merokok. Dari

fenomena tersebut, maka peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian

di lapangan dengan judul “Hubungan Faktor Psikologis dan Faktor

Lingkungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja” khususnya SMP

(17)

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang, peneliti merumuskan

permasalahan: bagaimana hubungan faktor psikologis dan faktor

lingkungan dengan perilaku merokok pada remaja SMP Negeri di

Kecamatan Percut Sei Tuan.

3. Tujuan Penelitian 3.1Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan faktor psikologis dan faktor

lingkungan dengan perilaku merokok pada remaja SMP Negeri di

Kecamatan Percut Sei Tuan.

3.2 Tujuan Khusus

3.2.1. Untuk mengetahui perilaku merokok pada remaja SMP

Negeri di Kecamatan Percut Sei Tuan.

3.2.2. Untuk mengidentifikasi faktor psikologis pada remaja SMP

Negeri di Kecamatan Percut Sei Tuan.

3.2.3. Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan pada remaja SMP

(18)

4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

4.1 Pendidikan

Sebagai tambahan informasi pengetahuan dan bahan pembelajaran

pada mata kuliah keperawatan jiwa-komunitas dalam pembahasan tentang

faktor psikologis dan faktor lingkungan yang berhubungan dengan

perilaku merokok pada remaja serta kaitannya dengan intervensi

keperawatan komunitas dalam mengatasi perilaku merokok pada remaja.

4.2 Penelitian

Sebagai bahan masukan dan sumber data bagi peneliti lain yang

ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan faktor psikologis

dan faktor lingkungan terhadap perilaku merokok dan upaya menurunkan

derajat perilaku merokok pada remaja.

4.3 Pelayanan

Untuk meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terutama

perawat jiwa-komunitas tentang hubungan faktor psikologis dan faktor

lingkungan terhadap perilaku merokok pada remaja sehingga dapat

menentukan intervensi yang tepat untuk menurunkan jumlah perokok pada

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Rokok

1.1 Kandungan Rokok

Bahan kimia yang terdapat dalam rokok dapat memberikan efek

mengganggu bagi kesehatan diantaranya nikotin, tar, gas karbon

monoksida, dan berbagai logam berat lainnya yang mengakibatkan bila

terus menerus merokok akan mengganggu kesehatan. Hal ini dikarenakan

adanya nikotin di hisapan rokok tersebut yang bersifat adiktif sehingga

menyebabkan seseorang merokok secara terus-menerus. Nikotin bersifat

toksik terhadap jaringan syaraf juga dapat menyebabkan tekanan darah,

denyut jantung bertambah, kontraksi otot seperti dipaksa, pemakaian

oksigen bertambah, aliran darah pada pembuluh darah koroner akan

bertambah, dan vasokontriksi pembuluh darah perifer (Sitepoe, 2000).

Adapun bahan kimia lain yang terkandung dalam rokok yaitu tar

yang mengandung bahan kimia beracun yang bisa menyebabkan

kerusakan pada sel paru-paru dan menyebabkan kanker (Sitepoe, 2000).

Selain nikotin dan tar, ada kandungan dari rokok yang sangat berbahaya

juga bagi tubuh yaitu gas karbon monoksida. Gas karbon monoksida ini

dapat mengurangi kemampuan darah dalam mengalirkan oksigen ke

seluruh tubuh. Gas korbon monoksida ini juga mampu cepat bersenyawa

(20)

tubuh terhambat. Sebagai pentoleransi terhambatnya suplai oksigen ke

seluruh organ-organ tubuh, tubuh terpaksa menyerap unsur timah berat

yang beracun (Basyir, 2005).

Sedangkan timah hitam (Pb) yang merupakan partikel dari asap

rokok ini mengandung 0,5 mikrogram setiap satu batang rokok. Jika kadar

timah hitam (Pb) dikonsumsi oleh tubuh lebih dari 2 mikrogram/hari maka

akan menimbulkan bahaya bagi tubuh (Sitepoe, 2000). Adapun

ammonium karbonat terkandung dalam rokok yang mengakibatkan plak

kuning pada permukaan lidah, mengganggu kelenjar makanan dan perasa

yang terdapat di permukaan lidah tersebut, menyebabkan batuk, dan

membantu tubuh untuk menerima berbagai macam penyakit seperti pilek,

radang mulut, tenggorokan serta amandel (Basyir, 2005).

1.2 Efek Merokok

Merokok merupakan aktivitas menghisap rokok atau tembakau

dengan berbagai cara, dengan kata lain merokok itu perbuatan dari

menyalakan api pada rokok sigaret maupun cerutu, atau tembakau dalam

pipa rokok. Asap dari tembakau maupun bahan sejenis yang terkena api

dihisap melalui mulut sehingga masuk kebagian dalam tubuh, lalu dihisap

masuk ke dalam rongga dada, lalu dilepaskan keluar melalui hidung atau

mulut, maupun melalui keduanya secara bersamaan ke udara (Basyir,

2005). Asap rokok yang dihisap mengandung lebih dari 3040 jenis bahan

(21)

Rokok dapat menimbulkan bahaya langsung terhadap tubuh,

maupun jadi faktor timbulnya berbagai penyakit. Penyakit yang

ditimbulkan oleh rokok diantaranya adalah kanker, berbagai penyakit

disaluran cerna (seperti kanker mulut, dan sebagainya), penyakit

pernapasan, penyakit pembuluh darah, dan lain sebagainya. Rokok juga

dapat mempengaruhi keturunan dan merusak reproduksi, bahkan asapnya

saja yang tersebar diudara pun menjadi bahaya bagi orang lain (Basyir,

2005).

Sedangkan bahaya rokok bagi orang lain yang tidak merokok bila

terhirup asap dari orang yang merokok tersebut ini sama bahayanya

dengan orang yang merokok tersebut bahkan lebih berbahaya orang yang

tidak merokok menghirup asap dari orang yang merokok tersebut, dengan

istilah perokok pasif. Perokok pasif mempunyai resiko cukup tinggi

terhadap penyakit jantung koroner, gangguan pernapasan, dan kanker

paru. Bagi anak-anak dibawah umur, terdapat resiko kematian mendadak

akibat asap rokok (Basyir, 2005).

2. Remaja

2.1 Pengertian Remaja

Defenisi remaja memang sudah sebagian orang mengetahuinya

tapi belum bisa memahami batasan-batasan masih dikatakan remaja.

Menurut WHO (1995 dalam Sarwono, 1997) remaja merupakan suatu

(22)

tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat mencapai kematangan seksual,

mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari

kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan

sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Sarwono (1997) mengatakan bahwa seringkali orang-orang

mendefenisikan remaja sebagai periode masa transisi antara masa

anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan maupun dengan perubahan

sikap tertentu seperti susah diatur, sensitif dan sebagainya. Papalia dan

Olds (2001, dalam Jahja, 2011), mengartikan remaja secara implisit

melalui pengertian masa remaja tersebut. Dimana masa remaja itu adalah

masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang

pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun.

Dariyo (2002) mendefenisikan remaja itu adalah masa

transisi/peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang

ditandai dengan adanya perubahan fisik, psikis, dan psikososial yang

berkisar antara usia 12/13 – 21 tahun. Mappire (1892 dalam Ali & Asrori,

2004) menyatakan masa remaja berlangsung antara umur 12 – 21 tahun

bagi wanita dan 13 – 22 tahun buat pria.

Remaja juga dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi

antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis,

(23)

menggambarkan remaja sebagai masa remaja awal dan masa remaja akhir.

Masa remaja awal (early adolescence) yaitu sama dengan masa sekolah

pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas. Masa remaja

akhir (late adolescence) yaitu setelah usia 15 tahun, serta berminat pada

karir, pacaran, dan eksplorasi identitas (Santrock, 2003).

Adapun batasan-batasan remaja menurut Sarwono (1997) untuk

masyarakat Indonesia sangatlah sulit, dikarenakan Indonesia terdiri dari

berbagai adat, suku, serta tingkatan sosial ekonomi maupun pendidikan.

Walaupun demikian, sebagai pedoman dapat menggunakan batasan usia

11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan

mempertimbangkan:

1. Usia 11 tahun dimana tanda-tanda seksual sekunder mulai tampak

(kriteria fisik).

2. Banyak masyarakat Indonesia usia 11 tahun sudah dianggap akil

balik, baik menurut agama maupun ada, sehingga tidak

memperlakukan lagi seperti anak-anak.

3. Usia 11 tahun sudah memiliki atau mulai ada tanda-tanda

penyempurnaan jiwa.

4. Status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih

sangat penting di masyarakat secara keseluruhan.

5. Batas usia 24 tahun, merupan batas maksimal yaitu untuk memberi

(24)

kepada orang tuanya. Dengan kata lain belum bisa mendapatkan

makan sendiri.

2.2 Ciri-ciri Masa Remaja

Jahja (2011) berpendapat masa remaja itu suatu masa perubahan

yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan

yang terjadi selama masa remaja yaitu: (1) Masa storm and stress,

maksudnya peningkatan emosional yang dikarenakan hasil dari perubahan

fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Sementara dari segi

sosial, peningkatan emosi merupakan tanda bahwa remaja berada dalam

kondisi yang berbeda dari masa sebelumnya, dimana remaja harus lebih

mandiri serta bertanggung jawab. (2) Perubahan secara fisik dan

kematangan seksual, masa ini remaja merasa tidak yakin akan diri dan

kemampuannya. (3) Perubahan yang menarik bagi dirinya dan hubungan

dengan orang lain, dimana diharapkan remaja untuk dapat mengarahkan

ketertarikan pada hal-hal yang lebih penting serta remaja dapat

bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. (4) Perubahan nilai, dimana apa

yang dianggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting

karena telah mendekati dewasa. (5) Sikap ambivalen dalam menghadapi

perubahan yang terjadi, maksudnya remaja di lain sisi berbeda yang mana

di satu sisi remaja menginginkan kebebasan, tetapi disisi lain remaja takut

akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan, serta meragukan

(25)

Remaja akan terlihat bertingkah laku aneh, canggung dan kalau

tidak dikontrol dengan baik dapat menyebabkan kenakalan, dikarenakan

mereka dalam kondisi konflik lantaran mereka binggung di satu pihak

masih anak-anak, tetapi di pihak lain harus bertingkah laku seperti orang

dewasa. Dimana disini masa remaja itu merupakan masa yang penuh

dengan kesukaran,bukan masa-masa yang indah dan penuh romantika

seperti orang-orang lain tanggap (Hidayat, 2009).

Menghadapi remaja bukanlah pekerjaan yang mudah, menurut

Adams dan Gallotta (1983 dalam Sarwono, 1997) ada lima aturan dalam

membantu remaja menghadapi masalah mereka yaitu: (1) Kepercayaan

(trustworthiness), maksudnya kita harus menjalin hubungan saling

percaya dengan para remaja yang kita hadapi. (2) Genuineness,

maksudnya murni serta tidak berpura-pura. (3) Empaty, maksudnya

kemampuan untuk ikut merasakan perasaan-perasaan yang ada pada

remaja. (4) Jujur (honesty), kejujuran dalam menanggapi perasaan remaja.

(5) Adanya anggapan dan pandangan dari remaja bahwa kita memang

memenuhi keempat aturan yang diatas.

Jelaslah menghadapi remaja bukan perkara mudah walaupun empat

syarat dari yang lima syarat itu terpenuhi, tapi jika satu syarat saja yang

tidak terpenuhi maka remaja akan menganggap kita tidak

sungguh-sungguh membantu mereka dan mereka tidak akan mempercayai kita lagi.

(26)

jiwa mereka maka perlu ditinjau dari segi konsep diri, intelegensi, emosi,

motif sosial (Sarwono, 1997).

2.3 Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja

Ali dan Asrori (2004) mengemukakan bahwa remaja sebetulnya

tidak mempunyai tempat yang jelas, dimana remaja itu tidak bisa

digolongkan anak-anak tetapi belum juga bisa digolongkan ke orang

dewasa. Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya

meninggalkan sikap serta perilaku kekanak-kanakan dan berusaha untuk

mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa.

Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Harlock

(1995 dalam Ali & Asrori, 2004) adalah berusaha: (1) Mampu menerima

keadaan fisiknya, (2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia

dewasa, (3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok

yang berlainan jenis, (4) Mencapai kemandirian emosional, (5) Mencapai

kemandirian ekonomi, (6) Mengembangkan konsep dan keterampilan

intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota

masyarakat, (7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang

dewasa dan orang tua, (8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab

sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, (9) Mempersiapkan

diri untuk memasuki perkawinan, dan (10) Memahami dan

(27)

Kay (1999 dalam Jahja, 2011) mengemukakan tugas-tugas

perkembangan remaja itu adalah: (1) Menerima fisiknya sendiri dan

keragaman kualitasnya, (2) Mencapai kemandirian emosional dari orang

tua atau figure-figur yang mempunyai otoritas, (3) Mengembangkan

keterampilan komunikasi interpersonal dan belajar bergaul dengan teman

sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok, (4)

Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya, (5) Menerima

dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya

sendiri, (6) Memperkuat self-control atau kemampuan mengendalikan diri

atas dasarnilai, prinsip-prinsip, serta falsafah hidup, dan (7) Mampu

meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri kekanak-kanakan.

3. Perilaku Merokok Pada Remaja

3.1 Perilaku

Perilaku merupakan perwujudan dari adanya kebutuhan dan usaha

untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Purwanto,

1998). Skinner (1938 dalam Notoatmodjo, 2012) mengatakan perilaku

adalah suatu respon atau reaksi seseorang terhadap rangsangan dari luar,

yang dimana respon itu dapat berbentuk dalam covert behavior (sikap dan

penilaian terhadap objek) dan overt behavior ( respon yang berbentuk

tindakan).

Notoatmodjo (2012) mendefenisikan perilaku itu dari segi biologis

(28)

langsung, maupun yang tidak bisa diamati dari luar yang dalam bentuk

respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan.

Notoatmodjo (2012) mengemukakan perilaku dikembangkan

menjadi tiga level yakni: pengetahuan (knowledge), sikap (attitude),

tindakan atau praktik (practice). Pengetahuan (knowledge), merupakan

penginderaan manusia terhadap objek melalui panca indera yang

dimilikinya. Pengetahuan dibagi menjadi enam level, yaitu: (a). Tahu

(know) yang diartikan sebagai mengingat dan mengingat kembali (recall)

sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya. (b). Memahami

(comprehension) yang diartikan sebagai kemampuan untuk

menginterprestasikan serta menjelaskan suatu objek secara benar. (c).

Aplikasi (aplication) yang diartikan kemampuan menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi kondisi yang sebenarnya. (d). Analisis

(analysis) yang diartikan kemampuan untuk menjabarkan materi suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tapi masih dalam bentuk

terstruktur. (e). Sintesis (synthesis) artinya kemampuan menyususn

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. (f). Evaluasi

(evaluation) diartikan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu materi.

Adapun sikap (attitude) merupakan reaksi yang masih tertutup dan

memiliki batasan-batasan dari seseorang terhadap suatu stimulus. Sikap

terdiri dari beberapa level yaitu: (a). Menerima (reciving), diartikan bahwa

(29)

Merespon (responding), artinya memberikan jawaban bila

ditanya,mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan. (c).

Menghargai (valuing), maksudnya mengajak individu lain atau

mendiskusikan suatu masalah. (d). Bertanggung Jawab (responsible),

maksudnya bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko (Notoatmodjo, 2012).

Tindakan atau praktik (practice), suatu sikap belum tentu otomatis

terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu

perbuatan nyata perlu adanya faktor pendukung atau suatu kondisi yang

memungkinkan, antara lain adanya fasilitas. Tindakan memiliki tingkatan,

tingkatannya yaitu: (a). Respon Terpimpin (guided respons), maksudnya

dapat melakukan sesuatu tindakan dengan urutan yang benar dan sesuai

dengan contoh. (b). Mekanisme (mechanism), menunjukkan apabila

seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis.

(c). Adopsi (adoption), maksudnya suatu tindakan yang sudah

dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut

(Notoatmodjo, 2012).

3.2 Perilaku Merokok

Perilaku merokok adalah suatu tindakan yang dilakukan seseorang

berupa membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik

menggunakan rokok maupun menggunakan pipa kemudian asapnya

(30)

yang ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok tidak pernah surut

dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh

masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari

dilingkungan rumah, kantor, sekolahan, maupun di jalan-jalan. Hampir

setiap saat dapat dijumpai orang yang sedang merokok (Sitepoe, 2000).

Penelitian Moolchan dkk (2000 dalam Kasfi, 2004) menunjukkan

bahwa tiga fase klinikal penting yang mendahului tingkat ketergantungan

individu terhadap rokok secara positif adalah trial (coba-coba), occasional

use (sesekali merokok), dan daily use (perokok harian).

Mu’tadin (2002 dalam Kasfi, 2004), mengkategorikan perilaku

merokok individu atas: (1) Perokok ringan, yaitu perokok yang

menghabiskan rokok lebih kurang 10 batang rokok perhari dengan waktu

mulai merokok rata-rata lebih dari satu jam setelah bangun pagi setiap

hari. (2) Perokok sedang, yaitu bila menghabiskan rokok lebih kurang11 -

21 batang perhari dengan waktu mulai merokok rata-rata 31 – 60 menit

sesudah bangun pagi tiap hari. (3) Perokok berat, yaitu bila menghabiskan

lebihdari 31 batang rokok sehari dan merokok rata-rata 6 – 30 menit

setelah bangun pagi tiap hari.

Tomkins (1988 dalam Basyir, 2005), terdapat empat kategori

perilaku merokok berdasarkan Management of Affect Theory: (1) Perilaku

merokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif, maksudnya seseorang

(31)

Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif, maksudnya

seseorang merokok dikarenakan adanya perasaan cemas, gelisah, dan

marah maka rokok akan dianggapnya sebagai penenang. (3) Perilaku

merokok yang adiktif atau yang sering disebut kecanduan, maksudnya

seseorang yang merokok akan sangat ketergantungan terhadap rokok

tersebut. (4) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan, maksudnya

seseorang merokok bukan dikarenakan untuk mengendalikan perasaan lagi

tetapi merokok memang sudah rutinitasnya sehari-hari.

Tempat merokok mencerminkan pola perilaku merokok.

Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka

penggolongkan tipe perilaku merokok menjadi: (1) Merokok di tempat

umum, yang dibagi ke kelompok homogen (sama-sama perokok) secara

bersamaan menikmati kebiasaanya tapi kelompok ini masih menghargai

orang lain disekitarnya. Kelompok heterogen merupakan kelompok yang

merokok ditengah-tengah orang yang tidak merokok yang tergolong orang

yang tidak berperasaan, tidak etis, dan tidak punya tata karma. (2)

Merokok di tempat pribadi, merokok seperti memilih di kamar tidur

pribadi atau di kantor dapat digolongkan sebagai individu yang kurang

menjaga kebersihan diri, serta penuh dengan perasaan gelisah yang

mencekam. (3) Merokok di toilet, dapat digolongkan sebagai orang yang

suka berfantasi (Basyir, 2005).

(32)

3.3 Faktor-faktor Resiko Perilaku Merokok Remaja

Perilaku merokok merupakan sebuah kelakuan kebiasaan yang

dapat memberikan kenikmatan dan adiktif, namun dapat juga

menimbulkan dampak buruk terhadap perokok tersebut maupun

orang-orang disekitarnya (Soetjiningsih, 2004). Merokok juga memberikan

resiko tinggi terhadap berbagai jenis penyakit serta memberikan resiko

kematian (Sitepoe, 2000). Seperti penggunaan zat-zat lainnya, terdapat

beberapa faktor resiko perilaku merokok remaja sehingga menjadi perokok

yaitu faktor psikologis, faktor lingkungan, dan faktor biologis serta faktor

regulasi atau peraturan penjualan rokok (Soetjiningsih, 2004).

3.3.1 Faktor Psikologis

Faktor psikologis yaitu merokok dapat dianggap meningkatkan

konsentrasi atau hanya sekedar untuk menikmati asap rokok serta

berhubungan dengan aspek perkembangan remaja, merokok pada remaja

merupakan sebuah cara agar mereka tampak bebas dan dewasa saat

menyesuaikan diri dengan teman-teman sebayanya yang merokok. Adapun

faktor psikologis lainnya diantaranya adalah rasa ingin tahu untuk

mencoba sesuatu yang dianggap baru, untuk relaksasi ataupun ketenangan,

berhubungan dengan gambaran diri, dalam stres ataupun tekanan, rasa

bosan, ingin terlihat gagah, dan sifat suka menantang (Soetjiningsih,

(33)

Seorang remaja bisa memperlihatkan perilaku merokok yang

tampil sebagai pelarian-pelarian karena mengalami kesulitan dalam

mengikuti pelajaran-pelajaran di sekolah dan kesulitan bersumber pada

kemampuan dasar yang kurang baik, taraf kemampuan terletak dibawah

rata-rata dan seorang remaja bisa memperlihatkan perilaku yang tampil

sebagai sikap menentang, sikap tidak mudah menerima nasihat-nasihat

orang lain, serta sikap kompensatoris (Gunarsa & Gunarsa, 2003).

Sedangkan faktor resiko lainnya adalah rasa rendah diri, kurang mampu

mengatasi stres, hubungan antar-perorangan yang jelek, sosial ekonomi

yang rendah,tingkat pendidikan orang tua yang rendah, serta tahun-tahun

transisi antara sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Merokok

sering dihubungkan dengan remaja putus sekolah, penggunaan alkohol

serta obat-obat, absen sekolah, rendah diri dan suka melawan

(Soetjiningsih, 2004).

Berhubungan dengan stres dan gambaran diri, penelitian Soewondo

(1998 dalam Tandra 2003) dari Fakultas Psikologi UI mengunggkapkan

bahwa merokok dianggap dapat menimbulkan ide-ide ataupun inspirasi,

mengatasi susah konsentrasi, gelisah, bahkan kegemukan. Temuan yang

juga penting adalah bahwa remaja dengan gejala depresi dan kecemasan

ternyata menunjukkan resiko yang lebih tinggi akan inisiatif merokok

disbanding dengan remaja tanpa gejala serupa.

Mausner dan Platt (1971 dalam Oskamp, 1984) menyatakan motif

(34)

mana perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus tetap

dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat negatif atau pun positif.

Seseorang merokok hanya untuk meneruskan perilakunya tanpa tujuan

tertentu. b). Reaksi emosi positif dimana merokok digunakan untuk

menghasilkan emosi yang positif, misalnya rasa senang, relaksasi, dan

kenikmatan rasa. c). Reaksi untuk penurunan emosi, yang mana merokok

ditujukan untuk mengurangi rasa tegang, cemas biasa, ataupun kecemasan

yang timbul karena adanya interaksi dengan orang lain. d). Alasan sosial,

maksudnya merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan kelompok

(umumnya pada remaja dan anak-anak), identifikasi dengan perokok lain,

dan untuk menentukan gambaran diri seseorang. Merokok pada anak-anak

juga dapat disebabkan adanya paksaan dari teman-temannya. e). Leventhal

dan Cleary (1980 dalam Oskamp, 1984) juga menyatakan ketagihan atau

kecanduan sebagai akibat dari merokok yang mana seseorang merokok

karena mengaku telah mengalami kecanduan. Yang dikarenakan adanya

nikotin yang terkandung didalam rokok. Semula hanya mencoba-coba

rokok, tetapi akhirnya tidak dapat menghentikan perilaku tersebut karena

kebutuhan tubuh akan nikotin.

3.3.2 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan berkaitan erat dengan keadan sekitar remaja

serta penggunaan tembakau antara lain orang tua, saudara kandung, teman

sebaya yang merokok, maupun melihat reklame tembakau. Orang tua

(35)

menjadi merokok. Sedangkan reklame tembakau diperkirakan mempunyai

pengaruh yang lebih kuat dari pada pengaruh orang tua atau teman sebaya,

mungkin karena mempengaruhi persepsi remaja terhadap penampilan dan

manfaat merokok (Soetjiningsih, 2004). Dimana lingkungan tersebut

tempat proses remaja bersosialisai. Lingkungan terbagi menjadi

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat (Ali

& Asrori, 2004).

Menurut Ali dan Asrori (2004) berpendapat bahwa lingkungan

keluarga sangat dibutuhkan oleh remaja dalam perkembangan sosialnya

adalah suasana kehidupan keluarga yang kondusif (harmonis-tidaknya,

intensif-tidaknya interaksi antara anggota keluarga) yang erat

hubungannya karena remaja hidup dalam kelompok keluarga yang akan

mempengaruhi perkembangan sosial remaja yang ada di dalam keluarga.

Lingkungan sekolah merupakan salah satu lingkungan tempat

remaja hidup dalam keseharian. Sebagaimana dalam lingkungan keluarga

yang dituntut kondusif, lingkungan sekolah juga dituntut kondusif (Ali &

Asrori, 2004). Menurut Barrow dan Woods (1982 dalam Ali & Asrori,

2004), kondusif tidaknya suasana sekolah bagi perkembangan sosial

remaja tergambar dalam interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan

siswa, keteladanan perilaku guru, kualitas guru yang ditampilkan dalam

melaksanakan tugas profesionalnya sehingga dapat menjadi model bagi

(36)

secara favourable dapat mempengaruhi perkembangan sosial remaja

meskipun disadaribahwa sekolah bukanlah satu-satunya faktor penentu.

Lingkungan masyarakat, salah satu yang dialami remaja dalam

proses sosialisainya adalah tidak jarang masyarakat bersikap tidak

konsisten terhadap remaja, maksudnya remaja tidak diberikan kesempatan

atau peran penuh sebagaimana orang yang sudah dewasa. Untuk

masalah-masalah yang dipandang penting dan menentukan, remaja masih sering

dianggap anak kecil atau dianggap belum mampu sehingga menimbulkan

kekecewaan atau kejengkelan pada remaja. Keadaan ini yang seringkali

menjadi penghambat perkembangan sosial remaja (Ali & Asrori, 2004).

Usia remaja merupakan masa dimana remaja berupaya untuk

mencari dan membentuk persahabatan dengan teman kelompok

sebayanya. Persahabatan pada remaja dapat mengembangkan dan belajar

keterampilan sosial serta menomorsatukan hubungan dengan temannya

dibandingkan dengan keluarganya. Namun demikian remaja yang patuh

terhadap orang tuannya akan selalu memperhatikan nasihat, bimbingan,

dan arahan orang tuanya serta sadar membedakan mana yang baik dan

mana yang buruk. Dalam hal ini remaja dikatakan dalam bersikap kritis

dan kadang memberontak terhadap nilai-nilai yang dianggap ketinggalan

zaman. Maka dari pada itu salah satu ciri perkembangan remaja yaitu

selalu bergejolak untuk mencari kemapaman, keseimbangan, dan

(37)

3.3.3 Faktor Biologis

Berikutnya faktor biologi disini terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhinya, yaitu: (1) Faktor kognitif, efek adiktif dari nikotin

dapat dirasakan adanya efek bermanfaat dari nikotin tersebut buat tubuh.

(2) Faktor jenis kelamin, belakangan ini kejadian merokok meningkat pada

remaja wanita dikarenakan menjadi percaya diri, merasa cakap, dan suka

menentang. (3) Faktor genetik, variasi genetik mempengaruhi fungsi

reseptor dopamin dan enzim hati yang memetabolisme nikotin yang

konsekuensinya meningkatkan resiko kecanduan nikotin pada beberapa

individu (Soetjiningsih, 2004).

Leventhal dan Cleary (1980 dalam Oskamp, 1984) menyatakan

mekanisme biologi terhadap nikotin yang terdapat pada rokok yaitu: a)

Fixed effects model, maksudnya nikotin telah pasti bercampur dengan

seluruh sistem yang ada pada tubuh manusia yang dapat mengakibatkan

penyakit. b) Nicotine regulation model, maksudnya jumlah kandungan

nikotin yang diperlukan tubuh lama kelamaan akan meningkat

dikarenakan pada nikotin adanya zat adiksi.

3.3.4 Faktor Regulatori

Terakhir faktor regulatori yaitu peningkatan harga jual tinggi akan

menurunkan pembelian dan konsumsi. Pembatasan fasilitas untuk

merokok, dengan menetapkan kawasan bebas rokok diharapkan

(38)

memulai merokok pada remaja walaupun telah dibuat usaha-usaha untuk

(39)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara penggeneralisasian satu terhadap

penggeneralisasian yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan

variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Kerangka konseptual di bawah ini untuk mengidentifikasi hubungan faktor

psikologis dan faktor lingkungan dengan perilaku merokok pada remaja.

Keterangan: Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti

Skema 3.1. Faktor resiko perilaku merokok pada remaja

Perilaku Merokok Pada remaja:

• Derajat Merokok Remaja

• Tempat Merokok Remaja

Management of Affect

(40)

2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi operasional untuk variabel dependen dan independen

(41)

• Faktor

Hipotesa yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesa null :

3.1 Tidak ada hubungan antara faktor psikologis dengan perilaku

merokok remaja.

3.2 Tidak ada hubungan antara faktor lingkungan dengan perilaku

(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan

dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Desain yang

digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dengan pendekatan

korelasi yang bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor psikologis dan

faktor lingkungan dengan perilaku merokok remaja SMP Negeri Kecamatan

Percut Sei Tuan.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

2.1 Populasi Penelitian

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik

tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa (murid laki-laki) SMP Negeri di Kecamatan Percut

Sei Tuan sebanyak 2071 orang siswa. Dimana rincian dari jumlah siswa

dari seluruh SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan adalah sebagai

berikut: a) SMP Negeri 1 Kecamatan Percut Sei Tuan, yang mana

siswanya sebanyak 389 orang. b) SMP Negeri 2 Kecamatan Percut Sei

Tuan, yang mana siswanya sebanyak 556 orang. c) SMP Negeri 3

Kecamatan Percut Sei Tuan yang mana siswanya sebanyak 320 orang. d)

(43)

265 orang. e) SMP Negeri 5 Kecamatan Percut Sei Tuan, yang mana

siswanya sebanyak 204 orang f) SMP Negeri 6 Kecamatan Percut Sei

Tuan yang mana siswanya sebanyak 289 orang. g) SMP Negeri 7

Kecamatan Percut Sei Tuan yang mana siswanya sebanyak 48 orang.

Maka jumlah populasi siswanya sebanyak 2071 orang.

2.2 Sampel Penelitian

Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau

sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat,

2007). Dalam Nursalam (2009) jika jumlah populasi lebih dari 1000 orang

maka besar sampel yang diambil 10% - 20% sudah cukup. Jadi dalam

penelitian ini sampel yang diambil adalah 20% dari 2071 populasi yaitu

414 orang (digenapkan dari 414,2).

Pelaksanaan penelitian ini sampel tidak mencukupi dari yang sudah

ditentukan (414 orang) karena peneliti mendapatkan kendala yang

disebabkan siswa (murid laki-laki) yang masih aktif merokok tidak sampai

414 orang di SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan, sehingga peniliti

mengambil sampel sebanyak 196 orang. Teknik pengambilan sampel ini

adalah accidental sampling, dimana peneliti mengambil sampel yang

sesuai dengan kriteria penelitian dan yang ditemukan pada saat itu tanpa

melewati proses randomisasi (Notoatmodjo, 2010). Proses randomisasi

tidak dilakukan karena peneliti mengalami kesulitan terutama dalam hal

(44)

penelitian. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah siswa yang masih

aktif merokok dari seluruh siswa di SMP Negeri Kecamatan Percut Sei

Tuan.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri Kecamatan Percut Sei

Tuan. Alasan peneliti memilih tempat penelitian karena belum ada yang

meneliti hubungan faktor psikologis dan faktor lingkungan dengan

perilaku merokok pada remaja SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan

ini sebelumnya. Pengumpulan data pada penelitian ini dilaksanakan pada

bulan Oktober s/d November 2013.

4. Pertimbangan Etik

Melakukan penelitian ini peneliti terlebih dahulu mengajukan

permohonan pada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara untuk melakukan studi pendahuluan dalam penyusunan

proposal ini. Kemudian dengan pengantar tersebut peneliti akan

memberikan kuesioner kepada responden yang akan diteliti dengan

terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada

responden dengan menekankan pada masalah yang meliputi:

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar

(45)

dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi

responden. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,

maka peneliti harus menghormati hak mereka.

2. Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat

ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data

atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan

pada hasil riset (Hidayat, 2007).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner

yang disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada konsep dan tinjauan

pustaka. Instrumen pada penelitian ini terdiri dari 3 bagian, yaitu kuisioner

data demografi responden, kuesioner faktor perilaku merokok, kuesioner

faktor resiko perilaku merokok pada remaja: faktor psikologis, dan

(46)

Kuesioner data demografi berisi: inisial, tanggal, usia, kelas,

pertama sekali merokok, dan pertanyaan apakah ada anggota keluarga di

dalam keluarga yang merokok.

Kuesioner perilaku merokok terdiri dari 10 pernyataan, perokok

berat 2 pernyataan (nomor 1 dan 10), merokok di tempat umum 3

pernyataan (nomor 2, 3, dan 4), merokok di tempat pribadi 1 pernyataan

(nomor 5), merokok di toilet 1 pernyataan (nomor 6), perilaku merokok

adiktif 1 pernyataan (nomor 7), perokok ringan 1 pernyataan (nomor 8),

dan perokok sedang 1 pernyataan (nomor 9).

Kuesioner faktor resiko perilaku merokok: faktor psikologis terdiri

dari 10 pernyataan, yaitu merokok supaya menunjukkan gambaran diri 2

pernyataan (nomor 1 dan 10), merokok untuk relaksasi ataupun

ketenangan 2 pernyataan (nomor 2 dan 4), merokok supaya muncul ide-ide

ataupun inspirasi 1 pernyataan (nomor 3), merokok dalam keadaan stres

dan dalam tekanan 3 pernyataan (nomor 5, 6 dan 7), merokok dalam

keadaan bosan 1 pernyataan (nomor 8), merokok supaya kelihatan gagah 1

pernyataan (nomor 9).

Kuesioner faktor resiko perilaku merokok: faktor lingkungan

terdiri dari 8 pernyataan, yaitu merokok karena orang tua ataupun saudara

kandung 1 pernyataan (nomor 1), merokok karena lingkungan tempat

tinggal 2 pernyataan (nomor 5 dan 6), merokok karena teman 4 pernyataan

(nomor 2, 3, 7 dan 8), merokok karena iklan atau reklame di media 1

(47)

Penilaian menggunakan skala Guttman dan skala Likert. Skala

Guttman dengan jawaban “ya” bernilai 1 atau “tidak” bernilai 0 dengan

total skor terendah pada kuesioner faktor resiko perilaku merokok: faktor

psikologis dengan total skor terendah 0 serta total skor tertinggi 10,

dimana 0 – 4 adalah rendah, 5 – 7 adalah sedang, dan 8 – 10 adalah tinggi.

Serta pada kuesioner faktor resiko perilaku merokok; faktor lingkungan

dengan total skor terendah 0 serta total skor tertinggi 8, dimana 0 – 3

adalah rendah, 4 – 6 adalah sedang, dan 7 – 8 adalah tinggi. Skala Likert

dengan pilihan jawaban jarang (J) bernilai 1, kadang-kadang (K) bernilai

2, sering (SR) bernilai 3, selalu (SSL) bernilai 4. Total skor terendah

adalah 10, sedangkan skor yang tertinggi adalah 40. Dimana 10 – 20

adalah ringan, 21 – 30 adalah sedang, dan 31 – 40 adalah berat.

6. Validitas dan Reliabilitas 6.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunujukkan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoadmodjo, 2010). Suatu

instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sebaliknya

instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

Instrumen dalam penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti. Untuk

instrumen baru perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas untuk

mengetahui seberapa besar derajat kemampuan alat ukur dalam mengukur

(48)

Uji validitas instrumen dilakukan oleh dua orang dosen yang ahli

dalam keperwatan jiwa dan keperawatan komunitas di Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan yaitu Sri Eka Wahyuni,

S.Kep, Ns, M.Kep dan Lufthiani S.Kep, Ns, M.Kes.

6.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap

asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala

yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo,

2010) yang mana lokasinya di SMP PGRI-9 Kecamatan Percut Sei Tuan

sebanyak 50 sampel.

7. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian deskriptif ini dilaksanakan

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada

institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) serta ke Kantor

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga.

2. Mengirimkan permohonan izin yang diperoleh ke tempat

penelitian (SMP Negeri di Kecamatan Percut Sei Tuan).

3. Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti menentukan

(49)

4. Menjelaskan pada calon responden tentang prosedur, manfaat

penelitian, dan cara mengisi kuisioner.

5. Peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti

penelitian.

6. Calon responden yang bersedia, diminta menandatangani

informed consent (surat persetujuan) dan pengumpulan data

dimulai.

7. Peneliti melakukan pengumpulan data

8. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul maka peneliti akan mengadakan

analisa data melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data

yang diperoleh atau dikumpulkan yang dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini

sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan

komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode

dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali

(50)

3. Data Entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian

membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel

kontigensi.

4. Melakukan Teknik Analisis

Analisa dilakukan secara univariat dan bivariat. Analisa univariat

yaitu melihat distribusi frekuensi dan persentase untuk faktor

psikologis, lingkungan, dan derajat perilaku merokok remaja. Analisa

bivariat yaitu menguji hipotesa antara hubungan faktor psikologis

dengan derajat perilaku merokok remaja, dan hubungan faktor

lingkungan dengan derajat perilaku merokok remaja dengan

menggunakan Product Moment Pearson atau biasa disebut Pearson’s

r. Nilai r berkisar antara -1 sampai +1 untuk menunjukkan derajat

hubungan antara 2 variabel. Nilai 0 menunjukkan tidak ada hubungan

linear.

Untuk menafsirkan hasil pengujian statistik tersebut lebih lanjut

digunakan kriteria penafsiran korelasi menurut Burns dan Grove

(51)

Tabel 4.1. Kriteria penafsiran korelasi

Nilai r Penafsiran

-0,1 sampai -0,3 Korelasi negatif rendah: hubungan negatif dengan interpretasi lemah.

-0,3 sampai -0,5 Korelasi negatif sedang: hubungan negatif dengan interpretasi memadai.

Di atas -0,5 Korelasi negatif tinggi: hubungan negatif dengan interpretasi kuat.

0,1 sampai 0,3 Korelasi positif rendah: hubungan positif dengan interpretasi lemah.

0,3 sampai 0,5 Korelasi positif sedang: hubungan positif dengan interpretasi memadai.

(52)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bagian ini diuraikan tentang hasil penelitian berdasarkan

pengumpulan data pada tanggal 7 s/d 13 November 2013 di SMP Negeri

Kecamatan Percut Sei Tuan terhadap 196 responden. Penyajian data

meliputi karakteristik responden, perilaku merokok remaja, faktor

psikologis, faktor lingkungan, dan hubungan faktor psikologis dan faktor

lingkungan dengan perilaku merokok remaja SMP Negeri Kecamatan

Percut Sei Tuan.

1.1 Karakteristik Responden

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa sebagian besar responden

berusia 15 tahun (62,24%) dan merupakan siswa kelas 3 SMP (62,24%).

Sebagian besar responden (79,08%) pertama sekali merokok awal masuk

SMP. Sementara itu anggota keluarga responden sebagian besar (62,24%)

(53)

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan karakteristik

responden SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan (N = 196)

Karakteristik Responden Frekuensi %

Data yang diperoleh dari hasil penelitian bahwa dari semua

responden yang memiliki perilaku merokok aktif, sebagian besar

responden (87,25%) dimasukkan pada kategori perilaku merokok ringan.

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase perilaku merokok responden

SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan (N = 196)

Perilaku Merokok Frekuensi %

Ringan 171 87,25

Sedang 23 11,73

(54)

1.3 Faktor Psikologis

Dari penelitian diperoleh data bahwa sebagian besar responden

(53,06%) menilai faktor psikologis yang menyebabkan perilaku merokok

termasuk dalam kategori bernilai sedang.

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase faktor psikologis responden

SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan (N = 196)

Faktor Psikologis Frekuensi %

Ringan 89 45,41

Sedang 104 53,06

Berat 3 1,53

1.4 Faktor Lingkungan

Dari penelitian diperoleh data bahwa sebagian besar responden

(68,37%) menilai faktor lingkungan yang menyebabkan perilaku merokok

termasuk kategori sedang.

Tabel 5.4. Distribusi frekuensi dan persentase faktor lingkungan responden

SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan (N = 196)

Faktor Lingkungan Frekuensi %

Ringan 46 23,47

Sedang 134 68,37

Berat 16 8,16

(55)

1.5 Hubungan Faktor Psikologis dan Faktor Lingkungan dengan Perilaku Merokok remaja di SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan

Dalam penelitian ini, analisa dilakukan pada hubungan antara

faktor psikologis dan faktor lingkungan dengan prilaku merokok remaja.

Dari hasil analisa pada hubungan antara variabel faktor psikologis dengan

perilaku merokok remaja tersebut didapatkan nilai koefisien korelasi

Pearson atau r sebesar 0,30 dimana nilai dapat dibaca berdasarkan tabel

kriteria penafsiran korelasi menurut Burns dan Groove (2001) memiliki

hubungan positif dengan interpretasi memadai (0,3 < r ≤ 0,5 ). Uji hipotesa

null antara hubungan antara variabel faktor psikologis dengan perilaku

merokok remaja tersebut diterima karena p-value 0.07 (p > 0,05) sehingga

bermakna tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan

dengan perilaku merokok remaja SMP Negeri Kecamatan Percut Sei Tuan.

Sedangkan antara variabel faktor lingkungan dengan perilaku

merokok remaja tersebut didapatkan nilai koefisien korelasi Pearson atau r

sebesar 0,96 , dimana nilai tersebut berdasarkan tabel kriteria penafsiran

korelasi menurut Burns dan Groove (2001) memiliki hubungan positif

dengan interpretasi kuat (r > 0,5). Uji hipotesa null antara variabel faktor

lingkungan dengan perilaku merokok remaja tersebut ditolak karena

p-value 0.003 (p < 0.05) sehingga bermakna ada hubungan yang signifikan

antara faktor lingkungan dengan perilaku merokok remaja SMP Negeri

(56)

Tabel 5.5. Hasil analisa hubungan antara faktor psikologis dan faktor

lingkungan dengan perilaku merokok responden SMP Negeri Kecamatan

Percut Sei Tuan

Variabel 1 Variabel 2 r p-value Keterangan

Faktor Psikologis Perilaku Merokok 0,30 0,07 hubungan

Remaja positif dengan

interpretasi memadai.

Faktor Lingkungan Perilaku Merokok 0,96 0,003 hubungan

Remaja positif dengan

interpretasi

kuat.

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, pembahasan dilakukan

untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang hubungan faktor psikologis

dan faktor lingkungan dengan perilaku merokok remaja di SMP Negeri

Kecamatan Percut Sei Tuan.

2.1 Perilaku Merokok Remaja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

(87,25%) termasuk kategori perilaku merokok ringan yang mana alasan

seperti dikemukakan Tomkins (1988 dalam Basyir, 2005) dikarenakan

perilaku merokok remaja dipengaruhi oleh bertambahnya rasa yang

positif, remaja merokok dipengaruhi perasaan negatif (seperti cemas,

(57)

yang sudah menjadi kebiasaan. Perilaku merokok remaja dalam penelitian

ini diukur berdasarkan frekuensi merokok responden berdasarkan

pendapat Mu’tadin (2002 dalam Kasfi, 2004), tempat dimana responden

menghisap rokok berdasarkan pendapat Basyir (2005), pengaruh stimulus

eksternal responden terhadap perilaku merokok, ketergantungan, serta

kebutuhan psikologis yang menyertai konsumsi rokok berdasarkan

pendapat Tomkins (1988 dalam Basyir, 2005) untuk dikategorikan atas

perilaku merokok yang ringan, sedang dan berat.

Dari hasil penelitian ini juga diperoleh bahwa sebagian besar

responden (79,08%) mencoba merokok pertama sekali pada waktu yang

belum lama atau sejak masuk SMP. Perilaku merokok responden dengan

mencoba rokok pertama sekali belum terlalu lama atau sejak masuk SMP,

akan berada pada derajat perilaku merokok ringan karena penelitian

Moolchan dkk (2000 dalam Kasfi, 2004) menunjukkan bahwa tiga fase

klinikal penting yang mendahului tingkat ketergantungan individu

terhadap rokok secara positif adalah trial (coba-coba), occasional use

(sesekali merokok), dan daily use (perokok harian).

Kemudian sebanyak 20,92% responden mulai merokok pertama

sekali saat SD dan 79,08% nya lagi sejak awal masuk SMP mulai

merokok. Hal tersebut sesuai dengan survei yang dilakukan Departemen

Kesehatan RI di Jakarta (1990 dalam Sitepoe, 2000) dimana laki-laki

(58)

pendapat Sitepoe (2000) bahwa di Medan banyak dijumpai anak-anak usia

Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang sudah merokok.

2.2 Faktor Psikologis

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar

responden (53,06%) menilai faktor psikologis yang menyebabkan perilaku

merokok termasuk dalam kategori bernilai sedang. Soetjiningsih (2004)

mengatakan tentang faktor psikologis yang meliputi rasa ingin tahu untuk

mencoba sesuatu yang dianggap baru, untuk relaksasi ataupun ketenangan,

berhubungan dengan gambaran diri, dalam stres ataupun tekanan, rasa

bosan, ingin terlihat gagah, dan sifat suka menantang akan didapati pada

setiap remaja. Sementara itu Gunarsa dan Gunarsa (2003), berpendapat

seorang remaja bisa memperlihatkan perilaku merokok yang tampil

sebagai pelarian-pelarian karena mengalami kesulitan dalam mengikuti

pelajaran-pelajaran di sekolah dan kesulitan bersumber pada kemampuan

dasar yang kurang baik, taraf kemampuan terletak dibawah rata-rata dan

seorang remaja bisa memperlihatkan perilaku yang tampil sebagai sikap

menentang, sikap tidak mudah menerima nasihat-nasihat orang lain, serta

sikap kompensatoris.

Ditinjau dari aspek periode perkembangan remaja (middle

adolescence), Hidayat (2009) mengemukakan remaja penuh konflik

karena remaja bingung di satu pihak masih anak-anak, tetapi di pihak lain

(59)

bukan masa-masa yang indah serta penuh romantika seperti orang-orang

lain tanggapi. Adams dan Galotta (1983 dalam Sarwono, 1997) juga

berpendapat tentang cara menghadapi remaja bukanlah pekerjaan yang

mudah dalam membantu menyelesaikan masalah mereka.

2.3 Faktor Lingkungan

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar

responden (68,37%) menilai faktor lingkungan yang menyebabkan

perilaku merokok termasuk dalam kategori bernilai sedang. Dariyo (2002)

menyatakan usia remaja merupakan masa dimana remaja berupaya untuk

mencari dan membentuk persahabatan dengan teman kelompok sebayanya

serta menomorsatukan hubungan dengan temannya dibandingkan dengan

keluarganya.

Sebagaimana Soetjiningsih (2004) juga mengatakan bahwa

lingkungan berkaitan erat dengan remaja serta penggunaan tembakau

antara tiap individu maupun melihat reklame tembakau. Dapat

diasumsikan juga bahwa faktor lingkungan ini mengambil faktor resiko

supaya responden menjadi merokok.

Dari hasil penelitian juga diperoleh data bahwa sebagian besar

responden (62,24%) memiliki anggota keluarga dalam keluarga yang tidak

merokok. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ali dan Asrori (2004) bahwa

bukan di lingkungan keluarga saja yang menyebabkan remaja hidup dalam

Gambar

gambaran diri.
Tabel 3.1. Definisi operasional untuk variabel dependen dan independen
Tabel 4.1. Kriteria penafsiran korelasi
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi dan persentase perilaku merokok responden
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pembekalan PPL merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pihak LPPMP sebagai lembaga yang menangani program PPLdi Universitas Negeri Yogyakarta melalui

dikarepake kuwi umure luwih tuwa sing keceke umur ora adoh karo Sudi Yatmini, ora dadi pikiran nemen-nemen. Sing baku padha-padha tresnane, padha-padha ngerteni

Yang dimana tujuan dalam penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh ketanggapan, perhatian, keandalan, jaminan, bukti langsung terhadap kepuasan masyarakat di

Pada siklus I atau setelah dilakukan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, skor rata-rata hasil belajar siswa pada pokok

Pelaksanaan evaluasi ini tidak hanya ditujukan untuk siswa saja, akan tetapi juga pada guru yaitu bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar dikelas apakah

Sedangkan perbedaannya terletak pada fokus penelitian, jika Yulis Purnomowati fokus mengkaji bimbingan dan konseling untuk remaja dari perspektif Islam, berbeda dengan

Hasil ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Kim dan Shi (2011) dan Santana, dkk (2013) yang menunjukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif

It is an important political or 'philosophical' point to make to remind us that human labour was involved, but is it strictly a necessary one, essential to grasp- ing the