• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - SKRIPSI BAB I V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - SKRIPSI BAB I V"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Dalam ilmu

sosial tak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan

beberapa jumlah manusia yang harus ada. Sebagai manusia kita dilahirkan

untuk hidup saling ketergantungan dengan orang lain, kita tidak bisa hidup

sendiri didunia ini karena manusia pada hakekatnya adalah sebagai

makhluk sosial.1 Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat misalnya, kita

harus saling mengenal satu dengan yang lainya, saling membantu dan

saling menolong. Setiap orang hidup pasti mempunyai kehendak dan

keinginan dalam dirinya, karena sesungguhnya manusia adalah makhluk

hidup yang bergerak dengan kehendaknya dan ia tidak bisa hidup tanpa

saling berkumpul atau berhubungan. Tidak hanya itu dalam hal keagamaan

juga dituntut untuk selalu berperan aktif, baik dalam shalat jama‟ah di musholla atau masjid, shalat Jum‟at, pengajian, dan lain-lain.2

Beribadah adalah salah satu jalan untuk bisa berinteraksi secara

vertical kepada Yang Maha Kuasa, yakni pengabdian pada Tuhan. Telah

dikemukakan arti ibadah secara bahasa, mula-mula pengertian lengkapnya

dalam peristilahan Islam ialah menyatakan ketundukan atau kepatuhan

1

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 22.

2

(2)

sepenuhnya disertai oleh kekhidmatan sedalam-dalamnya. Dalam

pengertian sehari-hari pengertiannya mengambil sikap jasmani secara

khidmat terhadap sesuatu, sedang rohani dipenuhi oleh pikiran

mengajukan permohonan pada-Nya. Ibadah adalah manifestasi atau

pengertian pengabdian muslim pada Tuhan. Mengabdi kepada Allah

dengan jalan menaati perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya

seperti yang ditunjukkan Al-Qur‟an dan hadits.3 Hakikat ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang dalam kepada

Allah, unsur tertinggi adalah ketundukan. Sedangkan kecintaan merupakan

implementasi dari ibadah tersebut. Di samping itu ibadah juga

mengandung unsur kehinaan, yaitu kehinaan paling rendah di hadapan

Allah SWT.4

Banyak sekali jenis-jenis ibadah dalam agama Islam. Ada yang

hukumnya wajib ada pula yang hukumnya sunnah. Salah satu ibadah wajib

adalah shalat lima waktu. Dan shalat lima waktu itu terdapat shalat Jum‟at. Shalat Jum‟at ialah shalat dua rakaat yang dilaksanakan secara berjamaah setelah dua khutbah waktu zhuhur pada hari Jum‟at. Hukum melaksanakan shalat Jum‟at adalah fardhu „ain. Fardhu „ain adalah status hukum dari

sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan oleh seluruh individu

yang telah memenuhi syarat bagi setiap muslim laki-laki dewasa.

3

Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pstaka Al- Husna, 1994), hlm.14-15.

4

(3)

Shalat Jum‟at adalah shalat yang dikerjakan secara berjamaah tempatnya di Masjid atau yang difungsikan sebagai Masjid di mana salah

seorang bertindak sebagai imam dan lainnya sebagi makmum. Shalat

Jum‟at di dahului oleh khutbah Jum‟at dan merupakan pengganti shalat

dhuhur.5

Shalat Jum‟at adalah Shalat dua rakaat sesudah khutbah pada waktu dhuhur pada hari jum‟at. Shalat Jum‟at itu fardhu „ain, Artinya wajib atas tiap-tiap laki-laki yang dewasa dan beragama Islam, merdeka,

dan tetap di dalam negeri. Tidak wajib Jum‟at atas perempuan, kanak-kanak, hamba sahaya, dan orang yang sedang dalam perjalanan.6

Diberi nama dengan Jum‟at karena berkumpulnya orang-orang pada hari ini. Dikatakan karena berkumpulnya kebaikan pada hari ini.

Atau, karena penciptaan nabi Adam a.s terhimpun di hari ini atau karena

berkumpulnya Adam dan Hawa di bumi pada hari ini. Adapun nama lama

untuk hari Jum‟at pada zaman Jahiliyah dulu adalah hari „Arubah, yaitu jelas besar, dikatakan hari ar-Rahmah‟.7

Shalat Jum‟at adalah ibadah wajib yang tersendiri dan bukan pengganti shalat zhuhur. Karena tidak bisa diganti dengan niat shalat

zhuhur bagi mereka yang tidak berkewajiban melaksanakannya, seperti

musafir dan perempuan. Shalat Jum‟at lebih di tetapkan waktunya dari pada shalat zhuhur, bahkan ia sebaik-baiknya shalat. Hari Jum‟at

5

Mulkhan Abdul Munir, Masalah-masalahTeologi dan Fiqh dalam Tarjih Muhammadiyah, (Yogyakarta : Roykhan, 2005) hal.346.

6

Rasjid H.Sulaiman, dan kawan-kawan, Fiqh Islam , (Bandung: CV. Sinar Baru, 1992) hal.124.

7

(4)

merupakan hari paling baik dari sekian hari yang ada dan sebaik baik hari

yang disinari matahari. Di hari Jum‟at, Allah SWT. mengampuni enam ratus ribu penghuni neraka. Siapa yang meninggal di hari Jum‟at, niscaya Allah akan mencatat baginya pahala syahid di jalan Allah dan di jaga dari

siksa kubur. Sedangkan dalil keutamaan hari Jum‟at di sebutkan dalam hadits yang diriwayatkan secara marfu‟

Hari jum‟at adalah „tuanya‟ semua hari,dan hari yang paling

agung. Di mata Allah, hari Jum‟at lebih agung dari hari Idul Fitri

dan Idul Adha”.8

Shalat Jum‟at merupakan fardhu „ain bagi setiap muslim. Sebab shalat jum‟at adalah sama dengan shalat zhuhur, hanya saja di dalamnya terdapat khutbah yang menjadi rukun Jum‟at, dan pelaksanaan shalatnya hanya dua rakaat. Seorang muslim dilarang meninggalkan shalat Jum‟at kecuali kalau ada udzur syar‟i.9

Rasulullah memberikan peringatan kepada umatnya yang

meninggalkan shalat Jum‟at tiga kali berturut-turut tanpa adanya udzur syar‟i. Yang demikian dapat dimengerti, bahwa mendatangi shalat Jum‟at

adalah fardhu. Bagi kaum lelaki mendatangi dan melaksanakan shalat

Jum‟at adalah wajib. Artinya, bagi kaum lelaki ada dua kewajiban:

8Ibid.

hlm.374-375.

9

(5)

kewajiban mendatangi shalat Jum‟at dengan mendengarkan khutbah, dan kewajiban melaksanakan shalat Jum‟at. Karena itu bila meninggalkan tanpa udzur syar‟i, dia dicap sebagai orang munafik. Sebab telah

mengabaikan kewajiban terhadap Allah. Sedang bagi kaum wanita,

mendatangi shalat Jum‟at dengan mendengarkan khutbah, adalah sunat. Namun kalau sudah datang di tempat pelaksanaan shalat Jum‟at, maka wajib mengikuti pelaksanaan shalat Jum‟at. Sebab pada hakikatnya shalat Jum‟at adalah shalat zhuhur, yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap muslim maupun muslimah.10

Adanya jama‟ah itu di syaratkan di dalam masjid, atau tempat yang jauh menurut pandangan umum. Dan tidak diperbolehkan menjamak dua

shalat dalam waktu yang kedua, karena hal itu terkadang hujan sudah

berhenti, maka menjadi pengeluaran shalat dari waktunya dengan tanpa

ada udzur.11Sebagaimana Allah Ta‟ala berfirman :













































“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum‟at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang

10Ibid

. hlm.324-325.

11

(6)

demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (Surat Al-Jumu‟ah ayat 9).12







Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan.”

Artha‟ bin Yasar meriwayatkan keterangan dari Rasulullah, bahwa beliau bersabda, “Yang menyaksikan adalah hari Jum‟at dan yang

dipersaksikan adalah hari Arafah.”13

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Kita yang terakhir dan kita yang terdahulu, hanya saja mereka diberi kitab terlebih

dahulu sebelum kita dan kita diberi (kitab) setelah mereka. Ini adalah hari

yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada kita pada hari

itu, dan manusia mengikuti kita, orang Yahudi besok dan

orang-orang Nasrani lusa.”14

Mazhab Syafi‟i menetapkan bahwa seseorng yang akil baligh,

merdeka, tidak ada halangan (udzur), dan ber-mukim disuatu negeri wajib

melaksanakan shalat Jum‟at. Adapun halangan untuk melaksanakan shalat Jum‟at diantaranya adalah sakit, di mana apabila menghadiri shalat Jum‟at,

skitnya akan semakin parah atau akan mendapat kesulitan yang tidak

tertahankan. Halangan lainya adalah dipenjara oleh penguasa dan

meninggalnya kaum kerabat atau para sahabat.15Shalat Jum‟at tidak wajib

12

Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan terjemahannya, (Jakarta: 1971). hlm.

13

Tartib Imam Asy-Syafi‟i, dari Atha‟ bin Yasar.

14

Riwayat Muslim dari Abu Hurairah.

15

(7)

bagi seseorang yang belum baligh, perempuan, dan budak. Meskipun

demikian, kami menyukai budak yang diizinkan mengerjakan shalat

Jum‟at. Demikian juga bagi orng yang telah tua renta dan anak-anak

apabila mereka diizinkan. Kami pun tidak mengetahui salah seorang dari

mereka dianggap berdosa karena meninggalkan shalat Jum‟at.

Asy-Syafi‟i berpendapat bahwa orang-orang yang boleh meninggalkan shalat Jum‟at baik karena ada udzur, kaum perempuan,

orang-orang yang belum akil baligh, dan budak-budak jika mengerjakan

shalat Zuhur, hendaknya menunggu selesainya shalat Jum‟at. Dengan kata

lain, mengakhirkan pelaksanaan shalat Zuhur sampai benar-benar melihat

imam menyelesaikan shalat Jum‟at.16

Para ulama sepakat bahwa Shalat Jum‟at adalah fardu „ain atas setiap orang mukalaf. Mereka menyalahkan orang yang berpendapat

bahwa shalat jum‟at adalah fardu kifayah. Shalat Jum‟at diwajibkan bagi orang yang mukim dan tidak wajib bagi orang yang berpergian. Demikian

menurut kesepakatan empat imam mazhab. Di riwayatkan dari az-Zuhri

dan an-Nakhi‟i bahwa mereka berpendapat bahwa shalat jum‟at wajib bagi musyafir jika ia mendengar azan.17

Fardhu shalat Jum‟at ada 2, yaitu: yang pertama adalah diharuskan ada dua khutbah, di dalam khutbah kedua ini Khatib harus berdiri dan

16

Ibid, hlm. 129.

17

(8)

duduk diantara dua khutbah itu. Yang kedua adalah harus dikerjakan dua

rakaat dengan berjama‟ah.18

Diwaktu Khatib khutbah disunahkan untuk mendengarkan. Siapa

saja orang yang masuk masjid waktu Jum‟at, sedang imam sedang khutbah, kalau mau melaksanakan shalat tahiyatul masjid harus yang

ringan-ringan saja, maksudnya adalah mengerjakan yang fardhu-fardhu

saja dan diperintahkan untuk duduk untuk mendengarkan khutbah.19

Dalam masyarakat sekarang sering ditemui jama‟ah shalat Jum‟at

yang dalam mendengarkan khutbah Jum‟at tidak memperhatikan khutbah yang sedang berlangsung. Seperti halnya ada yang sambil tidur, berbicara

dengan orang yang ada disampingnya maupun dengan temanya sendiri

dari sebagian anak kecil maupun orang dewasa. Seakan mereka tidak

peduli dengan apa yang disampaikan khotib. Padahal itu adalah sebagian

dari syarat wajibnya shalat Jum‟at.

Uraian di atas telah penulis lihat dan kaji dari beberapa buku dan

karya ilmiah yang lain. Ternyata belum ada yang membahas tentang hal

ini, serta penulis yakin permasalahan ini merupakan persoalan yang

menarik untuk dikaji dan dibahas secara mendalam untuk masa sekarang,

dan diharapkan menjadi pedoman hukum untuk masa-masa yang akan

datang. Dari hal dan permasalahan yang terjadi seperti uraian di atas, maka

penulis merasa sangat tertarik untuk meneliti dan memaparkan serta

18Kyai Masru‟ bin Yahya Arrambaani,

Al-Ghoya Wattaqrib (Bojonegoro), hlm. 28.

19

(9)

menelaah lebih lanjut untuk menciptakan sebuah karya ilmiyah yang

berbentuk skripsi tentang Studi Analisis Larangan Berbicara Pada waktu

Khutbah Jum‟at (Studi kasus jama‟ah Jum‟at di masjid Baitussalam desa

Ngroto Mayong Jepara). Dalam hal ini penulis ingin mengetahui secara

jelas bagaimana pemahaman masyarakat, pendapat para ulama‟, dan apa alasan penyebab terjadinya ikhtilaf dikalangan para ulama‟. Dengan demikian kita bisa mengetahui secara jelas tentang hukum dan syarat

khutbah serta sahnya shalat Jum‟at itu sendiri.

B. Penegasan Istilah Dalam Judul

Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahfahaman di dalam

mengikuti pembahasan skripsi ini, maka penulis memperjelas kata-kata

istilah yang terdapat pada judul skripsi ini, istilah yang memerlukan

penjelasan adalah sebagai berikut:

1. Studi Analisis

pelajaran, penyelidikan, tempat belajar.20

Penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan dsb) untuk

mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya.21

2. Hukum Berbicara

Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat.22

20

Wjs Purwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Bakai Pustaka, 2011, Cet-10, hlm.1146.

21Ibid

hlm.37.

22

(10)

Berkata, bercakap, berbahasa (melahirkan pendapat dengan perkataan,

tulisan dsb).23

3. Waktu Khutbah Jum‟at

Seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada

atau berlangsung.24

Berpidato tentang ajaran agama dsb. Tiap-tiap hari Jum‟at di masjid.25 4. Masjid Baitussalam Karang Anyar Mayong Jepara

Tempat penelitian di desa Ngroto Karang Anyar rt 04 rw 03 kecamatan

Mayong kabupaten Jepara.

Oleh karena itu yang ditulis diatas bertujuan untuk lebih

memperjelas isi tentang skripsi yang penulis buat dengan judul larangan

berbicara pada waktu khutbah Jum‟at dan implikasinya terhadap

keabsahan shalat.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah yang penulis lakukan adalah menetapkan

fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang telah

ada, yaitu ingin mengetahui hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at bagi jama‟ah yang melaksanakan shalat Jum‟at.

D. Rumusan Masalah

Supaya dalam melakukan analisis dapat dilakukan dengan baik dan

mendalam, juga untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi, rumusan

masalah yang penulis paparkan adalah sebagai berikut :

23Ibid

hlm. 148.

24Ibid

hlm. 1267.

25

(11)

1. Bagaimana pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada

waktu khutbah Jum‟at?

2. Bagaimanakah Hukum larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at menurut pendapat para ulama‟?

3. Bagaimanakah istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan pendapat?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara

pada waktu khutbah Jum‟at.

2. Untuk mengetahui Hukum larangan berbicara pada waktu khutbah

Jum‟at menurut pendapat para ulama‟.

4. Untuk mengetahui istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan pendapat.

F. Telaah Pustaka

Dalam penelitian skripsi sampai pada saat ini, yang penulis

ketahui, banyak yang membahas tentang ibadah shalat saja, belum ada

yang membahas tentang hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at. Di antaranya yaitu Dianatus Sa‟adah (tahun 2011) dengan judul skripsi “Aspek Psiko-Religius Ibadah Shalat (Kajian Terhadap Buku Pesikologi

Shalat Karya Sentot Haryanto). dan Ahmad Nurisman (tahun 2013)

(12)

di Masjid Jami‟ Baitul Muslimin Desa Srobyong kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara”.

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memakai telaah pustaka

diantaranya : buku terjemahan kitab subulus salam 2 karya Muhammad

bin Ismail Al-Kahlani yang terkenal dengan nama Ash Shon‟ani,kitab ini sebagai syarah dari kitab Bulughul Maram karya Ahmad bin „Ali bin Muhammad bin Hajar Al Kinani Al „As-qalani yang terkenal dengan nama

Ibnu Hajar, yang di dalamnya membahas tentang berbagai macam shalat

sunat, shalat berjamaah, dan shalat Jum‟at serta shalat jenazah.26 Buku berjudul Fiqih Lima Mazhab Edisi Lengkap dari terjemahan al-fiqh „ala

al-madzahib al-khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah yang

menjelaskan tentang shalat Jum‟at, kewajiban shalat Jum‟at, syarat shalat Jum‟at,serta khutbah Jum‟at.27 Buku Terjemahan Fathul Qarib karya Syekh Syamsuddin Abu Abdillah adalah sebuah kitab panduan fiqh

madzhab Syafi‟i yang lengkap yang menjelaskan kitab hukum-hukum

shalat yang di dalamnya menerangkan pasal syarat-syarat wajib Jum‟at.28 Jumhur ulama sependapat bahwa mendengarkan khutbah itu wajib, dan

berbicara sementara khatib berkhutbah haram hukumnya, ini tercantum

dalam Fikih sunnah 2 karya Sayyid Sabiq.29 Fiqih Islam wa adillatuhu jilid

2, karya prof.DR. Wahbah az-zuhaili buku ini membahas tentang shalat

26

Abubakar muhammad, terjemahan subulus salam 2, surabaya: al ikhlas, 1991, cet.1, hlm.187-235.

27

Mughniyah, muhammad jawad. fiqih lima mazhab, jakarta: lentera, 2001, hlm.122-123.

28

Syekh Syamsuddin Abu Abdillah,Terjemah Fathul Qarib, Surabaya: tim grafis mutiara ilmu, 2010,cet.1, hlm.98.

29

(13)

wajib, shalat sunnah, zikir setelah shalat, qunut dalam shalat, shalat

jama‟ah, shalat jama‟ dan qashar. Dalam shalat Jum‟at pembahasan ini

berbicara tentang kewajiban dan kedudukan shalat Jum‟at, keutamaan, hikmah-hikmahnya, siapa saja yang di wajibkan atas shalat Jum‟at. Selanjutnya, tata cara dan waktu pelaksanaanya, sunnah-sunnah dan hal

yang dimakruhkan dalam khutbah. Berikutnya hal-hal yang dapat

membatalkan khutbah, dan shalat zuhur pada hari Jum‟at.30

Dari berapa buku dan skripsi tersebut Penulis juga menelaah lagi

buku-buku atau skripsi yang berkaitan dengan kajian Penulis. Penulis

membatasi kajian hanya pada Analisis hukum berbicara pada waktu

khutbah Jum‟at menurut hukum Islam di Indonesia.

G. Metodologi Penelitian

Metode mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai

suatu tujuan, dengan memakai teknik serta alat-alat untuk mendapatkan

kebenaran yang objektif dan terarah dengan baik.

1. Metode Pendekatan

Untuk menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif,

yaitu melakukan taraf analisis hanya sampai taraf deskriptif,

menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat

lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan, kesimpulan yang

30

(14)

disimpulkan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu

dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.31

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus dan lapangan (case study and

field research) dengan metode penelitian deskriptif atau penelitian

yang bermaksud membuat penyandraan secara sistematis, faktual, dan

akurat mengenahi fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu.32

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang lebih

menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan

induktif, penulis menggunakan penyimpulan deduktif ketika penulis

menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi penulis,

yaitu dari teori-teori yang berhubungan dengan penelitian penulis,

kemudian penulis mengambil sebuah kesimpulan. Sedangkan

penyimpulan induktif melalui fakta-fakta yang ada di tempat

penelitian kemudian penulis menarik sebuah kesimpulan,serta analisis

terhadap dinamika hubungan antara fenomena yang diamati dengan

menggunakan logika ilmiah.33 Penelitian ini juga menghasilkan

data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

31

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, Cet-10, hlm 6.

32

Masyhuri, MP, dan M. Zainuddin, Metodologi Penelitian, (Bandung : PT Refika Aditama, 2008), Cet. 1, hlm. 34

33

(15)

perilaku yang dapat diamati.34Atau dapat dikatakan pula bahwa

penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan

secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenahi

populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha

menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan

semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari

penjelasan, menguji hepotesis, membuat prediksi maupun

mempelajari implikasi.35Jadi deskriptif analisis disini mempunyai

tujuan untuk menggambarkan aspek-aspek yuridis atau hukum shalat

jum‟at khususnya tentang khutbahnya dalam undang-undang hukum

Islam dan hukum fiqh serta pendapat 4 Madzhab dan jumhur ulama.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer yaitu

sumber data yang diperoleh langsung melalui sumber dari pihak

pertama atau data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan

yakni dari tempat yang akan menjadi obyek penelitian yaitu di masjid.

Disamping itu juga dari sumber data sekunder yaitu sumber data yang

berupa peraturan perundang-undangan yang relevan, buku-buku,

tulisan-tulisan, dan sumber data tertulis lainnya dari hasil studi

pustaka dan arsip.

4. Pengumpulan Data

34

Lexi J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 2

35

(16)

Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk penelitian, maka

penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Data Primer

Pengumpulan data menggunakan cara dengan mengadakan

penelitian langsung ke objek penelitian atau riset lapangan (field

reseach) untuk memperoleh data dengan jalan:

1) Observasi

Cara pengumpulan data observasi yaitu perhatian terfokus

terhadap gejala, kejadian atau sesuatu dengan maksud

menafsirkannya, mengungkapkan faktor-faktor penyebab dan

menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya.36 Metode

pengumpulan data dilakukan dengan cara langsung mengenai

bagaimana gambaran tentang khutbah Jum‟at dalam undang-undang hukum Islam dan hukum fiqh.

2) Wawancara

Pengumpulan data dengan wawancara, dalam penelitian ini

pada dasarnya merupakan metode tambahan atau pendukung

dari keseluruhan bahan hukum yang dihimpun melalui studi

kepustakaan. Adapun wawancara yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah melakukan wawancara dengan cara

meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti

36

(17)

yang berputar disekitar pendapat dan keyakinannya.37 Hal ini

dilakukan adanya keterbatasan waktu, biaya dalam penelitian.

Sample yang diambil dari penelitian ini adalah dari

masyarakat dan pengurus masjid.

b. Data Sekunder

Dalam pengumpulan data sekunder ini dipergunakan car-cara:

1) Riset kepustakaan / Library Reseach

Riset kepustakaan yaitu metode pengumpulan data dengan

cara mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,

literatur-literatur, catatan-catatan, laporan-laporan38serta

obyek penelitian yang berkaitan dengan khutbah Jum‟at. 2) Jenis data dari sudut sumber dan kekuatan mengikat

Oleh karena yang hendak diteliti adalah perilaku hukum,

dalam penelitian ini data sekunder yang dari sudut

mengikatnya digolongkan dalam:

a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang

mempunyai kekuatan mengkikat, terdiri dari Al-qur‟an, Hadits, Fiqih Islam, Fiqih Empat Mazhab, Fiqih Sunnah.

b) Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku,

makalah, hasil penelitian dan lain-lain.

37Ibid

.,hlm.49.

38

(18)

c) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang dapat

memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan

hukum primer maupun bahan hukum sekunder yaitu

berupa kamus-kamus hukum dan ensiklopedi dibidang

hukum.39

5. Analisis Data

a) Metode deduktif : yaitu menganalisis terhadap data-data yang ada

dengan bertitik dengan kaidah atau pengetahuan yang bersifat

umum untuk mengetahui kejadian-kejadian yang bersifat khusus.

b) Metode induktif : yaitu cara berfikir yang bertolak dari hal-hal

yang bersifat khusus kemudian digeneralisasikan kedalam

kesimpulan yang umum. Dalam hal ini yang dapat di teliti adalah

pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada waktu

khutbah Jum‟at, yang berkaitan tentang pokok kajian dan kemudian ditarik kesimpulan umum tentang keadaan suatu

peristiwa yang terjadi.40

Untuk menganalisis data dipergunakan analisis kualitatif

yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasi dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan

yang dapat dikelola, menemukan apa yang penting dan apa yang

39

Soerjono Soekanto, op. cit., hlm.13.

40

(19)

dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada

orang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan

secara induktif, setelah data terkumpul maka langkah berikutnya

adalah menganalisis data yang merupakan cara untuk mencari dan

menata secara sistematis catatan hasil wawancara, observasi dan

lainnya.41

H. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk mengetahui isi atau materi skripsi secara menyeluruh, maka

penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:

1. Bagian Muka, terdiri dari:

a. Halaman judul

b. Halaman nota persetujuan pembimbing

c. Halaman pengesahan

d. Pernyataan

e. Motto

f. Persembahan

g. Kata pengantar

h. Abstrak

i. Daftar isi dan daftar tabel

2. Bagian isi, terdiri dari beberapa bab:

BAB I : Pendahuluan

Bab ini meliputi:

41

(20)

a. latar belakang masalah

b. Penegasan istilah judul

c. Pembatasan masalah

d. Rumusan masalah

e. Tujuan penelitian

f. Telaah pustaka

g. Metodologi penelitian

h. Sistematika penulisan skripsi

BAB II : Landasan Teori

Bab ini membahas tentang:

A. Definisi khutbah

B. Isi Khutbah

C. Hukum khutbah

D. Syarat khutbah dan Rukun khutbah

1. Syarat khubah Jum‟at 2. Rukun khutbah

E. Macam- macam khutbah

BAB III : Objek Kajian

Bab ini membahas tentang:

A. Sedikit Gambaran Tentang Desa Ngroto Mayong Jepara

1. Letak Geografis

2. Struktur Organisasi Balai Desa

(21)

B. Sekilas Tentang Masjid Baitussalam Desa Ngroto Karang

Anyar Mayong Jepara

1. Sejarah berdirinya Masjid Baitussalam desa Ngroto Mayong

Jepara

2. Lokasi dan Wilayah Masjid Baitussalam Mayong Jepara

3. Struktur Organisasi

4. Jadwal Waktu Adzan

5. Jadwal Nadhir (Imam) masjid

6. Jadwal Bilal Jum‟at

7. Jadwal Khotib Khutbah Jum‟at

8. Sarana dan Prasarana

BAB IV : Hasil Penelitian Dan Pembahasan.

Bab ini membahas tentang:

1. Analisis Pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara

pada waktu khutbah Jum‟at.

2. Analisis Hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at menurut pendapat para ulama‟.

3. Analisis istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan

pendapat.

BAB V : Penutup

Bab ini berisi tentang:

(22)

2. Saran

3. Penutup

3. Bagian Akhir, terdiri dari:

a. Daftar Pustaka

b. Daftar Riwayat Hidup

(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi Khutbah

Khutbah adalah pidato, terutama yang menguraikan tentang ajaran agama.42 Atau

penyampaian pesan-pesan keagamaan berdasarkan ajaran islam di depan

jama‟ah.43

Khutbah sama halnya dengan berpidato akan tetapi yang membedakan

adalah isi pesan yang disampaikan. Khutbah lebih cenderung berisi pesan-pesan

bertemakan dengan keagamaan, sedangkan pidato lebih cenderung berisi

pesan-pesan yang sifatnya umum. Khutbah Jum‟at merupakan salah satu metode dakwah

bi al-lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan, yang dilakukan antara

lain dengan ceramah-ceramah, khutbah, diskusi dan lain-lain. Metode ini sudah

cukup banyak dilakukan oleh para juru dakwah di tengah-tengah masyarakat.44

Khutbah Jum‟at ialah perkataan yang mengandung mau‟izhah dan tuntunan ibadah yang diucapkan oleh Khatib dengan syarat yang telah di tentukan syara‟

dan menjadi rukun untuk memberikan pengertian para hadlirin, menurut rukun

dari shalat Jum‟at.45 Dalam khutbah Jum‟at ini Khatib menjelaskan secara jelas

tentang apa yang mau dibacakan dalam isi khutbahnya, untuk itu seorang Khatib

harus pandai dan mampu menguasai materi yang akan disampaikan dengan

bahasa yang mudah dimengerti oleh Jama‟ah (Pendengar).

42

Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 4 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993. xix) hlm. 437.

43Bambang S. Ma‟arif,

komunikasi Dakwah Paradigma Untuk Aksi, (Bandung: simbiosa Rekatama Media, 2010), hlm. 150.

44

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: amzah, 2009), hlm, 11.

45

(24)

Khutbah Jum‟at terbagi menjadi dua yang antara keduanya diadakan waktu

istirahat yang pendek dan khutbah ini di lakukan sebelum shalat.46 Khutbah

berfungsi untuk memberikan pelajaran dan nasihat kepada kaum muslimin, dan

yang mendengar diperintahkan supaya tenang (mendengarkan dan memperhatikan

isi khutbah itu).47

Dalam riwayat dari Salmah bin Al-Akwa‟ dikatakan bahwa Rasulullah berkhutbah dengan dua khutbah dan duduk sebanyak dua kali. Seseorang bercerita kepada

kami, “Rasulullah berdiri tegak pada tingkat kedua setelah tingkat yang digunakan

untuk istirahat (duduk), kemudian beliau memberi salam dan duduk. Apabila

muadzin telah selesai mengumandangkan azan, beliau kembali berdiri dan

membaca khutbah kedua,” perkataan ini sejalan dengan makna hadis.

Bila kita lihat selama ini yang terjadi dalam proses penyampaian pesan atau

penyerapan materi khutbah Jum‟at oleh jama‟ah, ini berbeda-beda karena karakteristik jama‟ah yang heterogen dan berbeda tingkat pendidikanya. Sejauh

mana masyarakat bisa memahami dan mengerti tentang hukumnya

mendengarkann khutbah Jum‟at. Adapun yang dibaca dalam khutbah ialah

tahmid, tasyahud, dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. serta wasiat

taqwa. Setelah itu kemudian diakhiri dengan do‟a.48

Khutbah mempunyai arti yaitu memberi nasehat, Dan ada sebagian fuqaha

berpendapat bahwa khutbah Jum‟at adalah dalam rangka memberikan nasehat

sebagaimana nasehat-nasehat yang diberikan kepada para jama‟ah Jum‟at. Khutbah Jum‟at merupakan salah satu media yang strategis untuk dakwah Islam,

46Ibid

. Hlm. 185

47

Rasjid H.Sulaiman, dan kawan-kawan, Fiqh Islam , (Bandung: CV.Sinar Baru, 1992) hal.124.

48

(25)

karena bersifat rutin dan wajib dihadiri oleh kaum muslimin secara berjama‟ah.

Sayangnya, media ini terkadang kurang dimanfaatkan secara optimal. Para Khatib

seringkali menyampaikan khutbah yang membosankan yang berputar-putar dan

itu-itu saja. Akibatnya, banyak para hadirin yang terkantuk-kantuk dan bahkan

tertidur. Bahkan, ada satu anekdot yang menyebutkan, khutbah Jum‟at adalah obat

yang cukup mujarab untuk insomnia, penyakit sulit tidur. Maksudnya, kalau Anda

terkena penyakit itu, hadirilah khutbah Jum‟at, niscaya Anda akan dapat tertidur

nyenyak!. Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa khutbah Jumat itu

dilakukan sebelum shalat Jumat. Berbeda dengan khutbah Idul fitri atau Idul Adha

yang justru dilakukan setelah selesai shalat Id.49

Didalam pesan khutbah yang disampaikan pasti terdapat suatu pembelajaran yang

bisa dipetik. Hal inilah yang dapat mempengaruhi keadaan sikap seseorang.

Charles Bird mengartikan sikap adalah sebagai suatu yang berhubungan dengan

penyesuain diri seseorang kepada aspek-aspek lingkungan sekitar yang di pilih

atau kepada tindakannya sendiri. Bahkan lebih luas lagi, sikap dapat diartikan

sebagai predisposisi (kecenderungan jiwa) atau orientasi kepada suatu masalah,

institusi dan orang-orang lain.50 Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa

khutbah itu sangat penting untuk mendidik sikap dan perilaku kita serta untuk

menyampaikan dakwah tentang ajaran agama islam.

B. Isi Khutbah

Bahan khutbah hendaknya dipilih yang berguna bagi pembangunan

iman para pendengarnya, sehingga mereka terasa dibimbing kepada agama Allah

49Hasan, Syamsi dan Ahmad Ma‟ruf Asrori, Khutbah Jum‟at Sepanjang

Masa Membangun Kehidupan Dunia Akhirat, (Surabaya: Karya agung 2002), hlm.3.

50

(26)

SWT. Bukan menimbulkan sakit hati terhadap yang lain. Wallahu a‟lam!51

Tarjih

dalam HPT menyatakan, sebelum shalat hendaklah Imam berkhutbah dua kali

dengan berdiri dan duduk diantara kedua khutbah itu. Di dalam khutbah imam

supaya membaca ayat Qur‟an dan memberikan peringatan-peringatan kepada orang banyak. tuntunan demikian didasarkan hadits Sumarah r.a. Ibnu „Umar, dan

hadits Abu Hurairah.52

Disunatkan khutbah itu mengandung pujian kepada Allah swt. dan

sanjungan terhadap Nabi saw. nasihat dan bacaan Al-Qur‟an.

Dari Ibnu Mas‟ud, bahwa Nabi saw. bila memulai khutbahnya beliau

mengucapkan:

“Segenap puji bagi Allah, kami memohonkan pertolongan serta keampunan kepada-Nya, dan kami berlindung kepada-Nya dari kejahatan-kejahatan dari kami sendiri. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkanya, sebaliknya barang siapa yang disesatkan-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.

Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Saya bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya yang diutus-Nya dengan kebenaran, sebagai pembawa berita gembira menjelang datangnya hari kiamat.

51

Kahar Masyhur, Bulughul Maram Terjemahan, jilid, 1. Cet, 1 (jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991) hlm. 201.

52

(27)

Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul, berarti mereka telah menemukan jalan yang benar, dan barang siapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul, maka tiada akan merugikan kecuali kepada dirinya sendiri, dan sekali-kali tidaklah akan merugikan sedikitpun kepada Allah.”

Dan dari Ibnu Syihab r.a. bahwa ia ditanya mengenai pembukaan khutbah Nabi saw. maka disebutkanlah seperti diatas, kecuali penghabisanya yang berbunyi sebagai berikut:

“Waman ya‟shihimafaqad ghawa.” Artinya:

“Dan barang siapa yang durhaka kepada keduanya, maka ia telah jatuh sesat."53

Dan dari Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu‟man, katanya:

“Saya tak dapat menghafalkan „Qaaf, WalQur-„anil Majid‟ itu hanyalah dari mendengar bacaan Rasulullah saw. di atas mimbar setiap Jum‟at, yakni di kala beliau memberikan khutbah kepada manusia.”54

Ketahuilah bahwa khutbah yang disyari‟atkan itu ialah biasa dilakukan oleh

Rasulullah saw. yakni berisi kabar gembira atau mempertakut umat manusia.

Inilah sebenarnya yang menjadi jiwa khutbah. Adapun syarat-syarat seperti

Alhamdulillah, Shalawat atas Rasul, bacaan Al-Qur‟an, semua itu adalah di luar tujuan utama dari disyari‟atkannya khutbah, dan hal itu kebetulan dikerjakan oleh

Nabi saw. Maka hal itu tidak bisa dipandang sebagai suatu syarat yang wajib

dilakukan. Setiap orang yang sadar tentu mengakui bahwa tujuan utama dari

khutbah ialah memberi nasehat dan bukan bacaan Alhamdulullah atau Shalawat

Nabi itu. Memang, adalah suatu hal yang lazim bagi bangsa Arab, bila hendak

mengucapkan pidato, selalu dimulai dengan pujian kepada Allah dan Rasul-Nya,

53

Sayyid sabiq, Fikih Sunnah 2, (bandung: PT. Alma‟arif, 1976) hlm. 326-327.

54

(28)

dan hal ini memang baik dan terpuji. Tapi ini bukanlah yang dituju, karena yang

sebenarnya dituju ialah uraian sesudah itu. Seandainya ada yang berkata bahwa

maksud seseorang tampil memberikan wejangan ditempat umum, ialah untuk

mengucap puji-pujian kepada Allah dan Shalawat semata; sudah terang hal itu tak

dapat diterima, dan setiap pikiran yang sehattentu akan menyangkalnya. Nah,

apabila ini telah anda pahami, ternyatalah bahwa uraian dalam khutbah

Jum‟atsebenarnya telah cukup dan terpenuhi dengan adanya nasehat yang

dikemukakan oleh khatib, dan memang itulah yang diperintahkan. Hanya saja

kalau ia memulai uraiannya itu dengan pujian kepada Allah serta Rasul-Nya

kemudian dalam kupasannya itu dibacakanya pula ayat-ayat Al-Qur‟an yang ada sangkut-pautnya dengan acara, maka demikian itu adalah lebih bagus dan lebih

sempurna.55

C. Hukum Khutbah

Jumhur atau golongan terbesar dari para ulama‟ berpendapat bahwa khutbah Jum‟at itu adalah wajib. Mereka berpegang kepada hadits-hadits shahih yang

menyatakan bahwa Nabi saw. Setiap mengerjakan shalat Jum‟at, selalu disertai khutbah.

Firman Allah swt.:



































55
(29)











“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.”56

Maksudnya: Apabila imam Telah naik mimbar dan muadzin Telah adzan di hari

Jum'at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muadzin itu

dan meninggalkan semua pekerjaannya.

Dalam ayat ini ada perintah pergi dzikir, hingga dengan demikian dzikir itu

hukumnya wajib. Karena tidaklah wajib pergi, kalau bukan kepada yang wajib.

Dzikir disini mereka tafsirkan sebagai khutbah, karena di dalamnya terdapat dzikir

tersebut. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh jumhur- jumhur itu, disanggah

oleh Syaukani. Mengenai alasan pertama, dijawabnya hanya semata- mata

mengerjakan saja, belum berarti wajib. Alasan kedua bahwa Nabi menyuruh umat

supaya melakukan shalat sebagaimana telah dilakukannya, maka yang diperintah

mencontoh itu hanyalah shalatnya, bukan khutbahnya, sebab khutbah bukan

termasuk shalat. Mengenai alasan ketiga, dijawbnya bahwa dzikir yang diperintah

Allah mengunjunginya itu, tiada lain dari shalat, atau paling-paling masih

diragukan di antara shalat dengan khutbah. Padahal shalat telah disepakati hukum

wajibnya, sedang khutbah masih diperdebatkan, hingga dengan demikian ayat

tersebut tidak mungkin menjadi dalil atas wajibnya khutbah.57

56

Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-Qur‟an, Al-Qur‟an dan terjemahannya, (Jakarta: 1971). hlm.133.

57

(30)

Sebagian ulama‟ berpendapat bahwa khutbah itu hendaklah mempergunakan

bahasa Arab, karena di masa Rasulullah SAW. dan sahabat-sahabat beliau

khutbah itu selalu berbahasa Arab. Tetapi mereka lupa bahwa keadaan di waktu

itu hanya memerlukan bahasa Arab karena bahasa itulah yang umum

dipergunakan oleh para pendengar. Mereka lupa bahwa maksud mengadakan

khutbah ialah memberikan pelajaran dan nasihat kepada kaum muslimin, dan yang

mendengar diperintahkan supaya tenang mendengarkan dan memperhatikan isi

khutbah itu.

Firman Allah Swt.:



















“Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan

perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”58

Maksudnya, jika dibacakan Al-Quran kita diwajibkan mendengar dan

memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam sembahyang maupun di luar

sembahyang, terkecuali dalam shalat berjamaah ma'mum boleh membaca

Al-Faatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat Al-Quran. Beberapa orang ahli

58

(31)

tafsir mengatakan bahwa ayat ini diturunkan karena berkaitan dengan urusan

khutbah.59

Jumhur ulama‟ berpendapat bahwa khutbah merupakan syarat sah dari shalat Jum‟at dan wajib untuk dilaksanakan. Para ulama‟ tersebut mengambil alasan dengan adanya sabda Nabi diatas. Akan tetapi alasan para ulama‟ di sanggah oleh

Syaukani. Mengenai sabda Nabi diartikan Syaukani bahwa hal tersebut

semata-mata mengerjakan saja belum berarti wajib. Kemudian memberikan alasan bahwa

Nabi menyuruh umatnya supaya melakukan shalat sebagaimana yang

dilakukanya, maka menurut pandangan Syaukani yang diperintah mencontoh itu

hanyalah shalatnya, bukan khutbahnya. Karena khutbah bukan termasuk shalat.

Oleh sebab itu hukum khutbah dibagi menjadi 2:

1. wajib

Dikatakan wajib karena termasuk Fardhu Jum‟at60

2. sunah

Dikatakan sunnah sebab berkhutbah masih disanggah oleh syaukani

dengan perkataanyan dan mengambil pendapat dari sebagian ulama‟ yaitu Hasan basri, Daud zhahiri, dan Juwaini yang berpendapat sama dengan Syaukani yaitu

sunah.61 Tetapi masalah hukum khutbah ini masih diperdebatkan sampai sekarang.

Karena memang tidak ada penjelasan secara khusus didalam Al-Qur‟an. D. Syarat dan Rukun Khutbah

59

H. Sulaiman Rasjid, Fiqih islam (hukum fiqih islam lengkap), (Bandung: PT. Sinar baru Algensindo, 1994), cet. 27, hlm. 126-127.

60

Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Al- Bajuri, Juz 1, (Surabaya: Al-haromain tt), hlm. 216-217.

61

(32)

Dalam pembahasan khutbah pastinya tidak akan lepas dari syarat dan rukunnya,

Sebelum mengerjakan shalat Jum‟at, terlebih dahulu dimulai dengan khutbah,

karena mengikuti perbuatan Nabi SAW. Adapun syarat dan rukun dua khutbah itu

adalah:

1. Syarat Khutbah Jum’at

Bahwa Sebelum mengerjakan shalat jum‟ah, terlebih dahulu dimulai dengan khutbah, adapun syarat dua khutbah itu ialah:

a. Hendaknya kedua khutbah itu dimulai sesudah tergelincir matahari, setelah

masuknya waktu dhuhur.

b. Sewaktu berkhutbah hendaklah berdiri jika kuasa.

c. Khatib hendaklah duduk diantara dua khutbah.

d. Hendaklah dengan suara yang keras dan jelas.

e. Hendaklah berturut-turut, baik rukun, jarak keduanya dengan shalat.

f. Khotib harus suci dari hadats dan najis.

g. Khotib harus menutup auratnya.62

h. Yang berkhutbah harus laki-laki.

i. Yang berkhutbah bukan orang yang tuli, yang tidak dapat mendengar sama

sekali

j. Khutbah harus dilakukan dalam bangunan yang digunakan shalat Jum‟at.

k. Rukun-rukun khutbah itu harus dengan bahasa Arab.63

l. Berturut-turut membaca khutbah dan khatib tidak menyelingi dengan istirahat

(batas) yang lama. Sebuah Hadits menyebutkan:

62

Rasjid H.Sulaiman, dan kawan-kawan, Fiqh Islam , (Bandung: CV.Sinar Baru, 1992) hal.124.

63H. Moh. Rifa‟i, Op., Cit

(33)

Dari Jabir bin Samurah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW. membaca khutbah sanbil berdiri, kemudian beliau duduk, kemudian beliau berdiri, lalu beliau membaca khutbah sambil berdiri, dan pada satu riwayat, beliau duduk antara keduanya, membaca ayat al-Qur‟an dan beliau memberi peringatan (nasihat) kepada manusia."(HR Muslim)64

Sedangkan syarat khutbah Jum‟at menurut imam Taqiyyuddin ada enam macam:

a. Waktunya setelah tergelincirnya matahari, maka tidak sah

mendahului waktu tersebut.

b. Mendahulukaan dua khutbah sebelum shalat.

c. Khatib harus berdiri bagi yang mampu.

d. Duduk diantaara dua khutbah, dan wajib tuma‟ninah pada waktu

duduk. maka, ketika tidak mampu untuk berdiri boleh khutbah dengan duduk dan

duduk diantara dua khutbah diganti dengan cara memisahkan antara dua khutbah

dengan diam sewajarnya.

e. Suci dari hadas dan najis didalam badan, pakaian,dan tempat. begitu

pula wajib menutup aurat.

f. mengeraskan suara sampai kira-kira terdengar oleh empat puluh

orang ahli jum‟ah dan jika tidak, asalkan maksud isi khutbah sudah dapat

mengerti.65

2. Rukun Khutbah Jum’at

Yang menjadi rukun khutbah itu adalah berikut ini:

64

Imam Taqiyyuddin, Khifayah Al-Akhyar, (Semarang: Toha Putra tt) hlm. 149

65Ibid,

(34)

a. Memuji Allah, sekurang-kurangnya mengucapkan:

“Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam."

Dalam sebuah hadis disebutkan:

“Dari Jabir r.a. bahwasanya Nabi SAW. Telah membaca khutbah di hari Jum‟at,

lalu beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya.” (H.R. Muslim).

b. Mengucap shalawat atas Nabi SAW. Sekurang-kurangnya:

“Dan shalawat atasRasulullah SAW.”

c. Membaca tasyahud kepada Allah dan kepada Rasul-Nya, sekurang-kurangnya:

“Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan saya bersaksi

bahwa Muhammad itu Rasul Allah.”

Dalam sebuah hadis disebutkan:

(35)

Hadis lain menyatakan:

“Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata,‟Nabi SAW. bersabda,‟Tiap-tiap khutbah yang tidak ada bacaan tasyahud, tak ubahnya seperti tangan terkena penyakit kusta.” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad sahih)

d. Berwasiat dengan takwa kepada Allah pada tiap-tiap dua khutbah. Hal ini

tujuan khutbah itu ialah memberi peringatan kepada manusia supaya takut kepada

Tuhan, sekurang-kurangnya menjelaskan:

“Ikutilah Allah dan ikutilah Rasul-Nya.”

Keteranganya ialah seperti disebutkan dalam hadis Jabir bin Samurah di atas yang

diriwayatkan oleh Muslim, di dalamnya diceritakan bahwa Rasulullah SAW.

memberi peringatan kepada manusia supaya takut kepada Allah.

e. Membaca ayat Al-Qur‟an dalam salah satu dari kedua khutbah itu. Lebih afdal pada khutbah yang pertama karena mengikuti kebiasaan Nabi SAW. Sebagaimana

dinyatakan dalam hadis di atas.

f. Mendo‟akan kaum muslimin laki-laki dan perempuan, seperti di contohkan ulama‟ salaf dan khalaf, sekurang-kurangnya:

“Ya Allah, ampunilah dosa orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan dan

(36)

Dalam kitab I‟anah At-Talibin disebutkan, “Cukup mendoakan kaum muslimin dengan membaca rahima kumullah, artinya:”Mudah-mudahan Allah memberi kamu rahmat.” Dibaca di akhir khutbah yang kedua sebagaimana dicontohkan

ulama salaf dan khalaf.66

Sedangkan rukun Jum‟at menurut Imam Taqiyyuddin ada lima macam:

a. memuji Allah swt. dan mengucapkan lafaz Alhamdulillah dengan jelas.

b. Mengucapkan Shalawat pada Rasulullah SAW. dan mengucapkan lafaz

Asshalatu dengan jelas.

c. Memberikan wasiat untuk bertaqwa kepada Allah. walaupun hanya dengasn

kata Athi‟ullaha ta‟ala maka sudah cukup. d. Mendo‟akan orang mukmin.

e. Membaca salah satu ayat dari Al-Qur‟an paling sedikit satu ayat.67

Kemudian rukun khutbah Jum‟at Menurut Syekh Ibrahim Al-Bajuri juga ada lima: a. Memuji Allah, walaupun pujian tersebut termasuk dalam sebuah ayat seperti,

Sekiranya maksud dari bacaan ayat tersebut adalah memuji Allah saja, namun jika

maksudnya adalah memuji dan membaca ayat Al-Qur‟an maka boleh.

b. Membaca sholawat, terkadang ada juga yang langsungmenyambung antara

memuji Allah, sholawat pada rasul, dan wasiat bertaqwa dengan berurutan.

c. Wasiat bertaqwa,

66H. Ibnu Mas‟ud dan

H. Zainal Abadin, Fiqih madzhab Syafi‟i, (Bandung: CV. Pustaka Setia) hlm. 341- 343.

67

(37)

d. Membaca ayat Al-Qur‟an yang dapat di fahami maknanya, seperti ayat janji, ancaman, dan peringatan

e. Mendoakan Mu‟min dan Mu‟minat pada waktu khutbah ke dua68

E. Macam- macam khutbah 1. Khutbah jum‟at.

Khutbah ini dilakukan pada waktu hari jum‟at sebelum shalat jum‟at 2. Khutbah Idul Adl-ha.

Khutbah ini dilakukan pada hari raya Idul Adl-ha dan dilaksanakan setelah shalat

dua reka‟at shalat Idul Adl-ha.

3. Khutbah Idul Fitri.

Khutbah ini dilakukan pada waktu hari raya Idul Fitri.

4. Khutbah Gerhana Matahari.

Kutbah ini dilakukan pada waktu terjadinya Gerhana Matahari.

5. Khutbah Gerhana Bulan.

Khutbah ini dilakukan pada waktu terjadinya Gerhana Bulan.

6. Khutbah Istitsqa/meminta hujan.

Khutbah ini dilakukan pada waktu meminta diturunkan hujan.

7. Khutbah Nikah.

Dibacakan sebelum akad nikah dilakasanakan, dan tidak boleh dilakukan di

tengah-tengah prosesi akad nikah.

Khutbah- khutbah ini di lakukan sesudah shalat, selain kutbah Jum‟at dan khutbah Nikah.69

68

Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Al- Bajuri, Juz 1, (Surabaya: Al-haromain tt), hlm. 218.

69

(38)

Sedangkan macam-macam khutbah menurut Syekh Ibnu Qasim Al- Khuzzi ada

sepuluh, yaitu:

1. Khutbah Jum‟at

2. Khutbah Idul Fitri

3. Khutbah idul Adha

4. Khutbah Gerhana Matahari

5. Khutbah Gerhana Bulan

6. Khutbah Shalat Istisqa‟

7. Khutbah Hari Zaiyyinah

8. Khutbah Hari Arafah

9. Khutbah Hari Nahr

10. Khutbah Hari Nafr70

70

(39)

BAB III OBJEK KAJIAN

A. Sedikit Gambaran Tentang Desa Ngroto Mayong Jepara 1. Letak Goegrafis

 Sebelah Utara Desa Datar dan Pancur

 Sebelah Selatan Desa Jebol

 Sebelah timur Desa Buaran

 Sebelah Barat Desa Rajekwesi71

2. Struktur Organisasi Balai Desa

 Kepala Desa : Hj. Nurihah

 Sekretaris : Nabaul Ulum

 Kamituwa I : Nahis

 Kamituwa II : Suharso

 Kebayan I : Khudoifah

 Kebayan II : Isrotun

 Petengan I : Fandil

 Petengan II : Sukiswoyo

 Petengan III : Ashadi

 Ladu : Sholekan

 Modin : Lukman Hakim

71 Wawancara dengan Staff TU. Bapak Karsono, di Balai Desa, Hari Jum‟at,

(40)

 Staff TU : Karsono72

3. Angket Desa

a. Luas Wilayah : 424 Ha, 4,24 km2

b. Luas Lahan :

 Sawah : 179, 545

 Kering : 244,455

c. Jumlah Penduduk :

 BPD : 9 Orang

 RT : 15 Orang

 RW : 3 Orang

 Kepala Keluarga : 1035

 Laki-laki : 2033

 Perempuan : 2103

d. Pekerjaan :

 Buruh Tani

 Buruh Tukang

e. Jumlah Masjid : 3

f. Jumlah Musholla : 11

g. Jumlah Sekolah :

 TK : 2

 SD : 2

72 Wawancara dengan Staff TU. Bapak Karsono, di Balai Desa, Hari Jum‟at,

(41)

 MI : 1

 MTS : 1

 TPQ : 4

 MADIN : 2

h. Polindes : 173

B. Sekilas Tentang Masjid Baitussalam

1. Sejarah berdirinya Masjid Baitussalam Desa Ngroto Mayong Jepara

Masjid Baitussalam berdiri tahun 1988. Pendirinya adalah Mbah Sholkhan (Alm). Beliau dulunya adalah Petinggi (Kepala desa) dan

menjadi sesepuh desa ngroto. Beliau dibantu oleh Mbah Shofian Anwar,

(Alm), selaku Kepala Dusun dan Bapak H. Usman selaku Modin di desa

ngroto. Serta dibantu warga Ngroto. Adapun status tanahnya adalah

pemberian wakaf dari Mbah Sengkik dan sebagian lagi wakaf dari Mbah

Sholkhan. Dulunya sebagian tanah itu terdapat bangunan rumah tempat

tinggal Mbah Sholkhan. Setelah tanah itu diwakafkan untuk dibuat

bangunan masjid, rumah Mbah Sholkhan dipindahkan di belakang Masjid.

Tidak mudah perjuangan untuk mendirikan Masjid Baitussalam di

desa Ngroto dusun Karang Anyar ini. Banyak sesepuh desa Ngroto yang

menentang akan dibangunya Masjid yang Ketiga di desa Ngroto ini, yang

sebelumnya memang sudah ada dua bangunan masjid di desa Ngroto yang

73

Wawancara dengan Staff TU. Bapak Karsono, di Balai Desa, Hari Jum‟at, Tgl.

(42)

berada di dusun yang berbeda. Para sesepuh dari dusun yang lain berbeda

pendapat tentang akan dibangunya masjid ini. Mereka tidak setuju dan

beradu Argumen, sampai membuka dan membacakan kitab- kitab yang

pernah mereka pelajari, menurut para Jumhur ulama‟ yang menjadi dasar pegangan mereka. Karena memang sebagian para ulama‟ ada yang

mengatakan dalam sebuah desa tidak dibolehkan ada bangunan Masjid

lebih dari satu. Di karenakan nanti dalam melaksanakan Shalat terutama

Shalat Jum‟at, Shalatnya tidak Sah. Dan ada juga yang berpendapat boleh,

karena alasan tertentu. Oleh karena itu para sesepuh desa Ngroto

bersitegang karena masalah itu. Tetapi akhirnya sesepuh dari dusun

Karang Anyar menemukan pendapat dari Jumhur ulama‟ dan mampu

menerangkan dengan baik tentang dibolehkanya mendirikan masjid lebih

dari satu dalam sebuah desa untuk alasan tertentu dan memenagkan

perdebatan itu, dan akhirnya menjadi kesepakatan bersama untuk

mendirikan Masjid yang diberi nama Baitussalam.

Sebelum berdirinya bangunan Masjid Baitussalam yang ada di

dusun Karang Anyar desa Ngroto RT. 04 RW. 03, kecamatan Mayong,

kabupaten Jepara ini, warga desa banyak yang tidak menjalankan ibadah

shalat berjama‟ah. Karena memang dulu di desa Ngroto sudah ada Masjid

tetapi tempatnya jauh dari dusun Karang Anyar. Banyak warga yang malas

untuk pergi beribadah ke masjid. Dan dikarenakan juga SDM warga

memang rendah, terutama dalam masalah Pendidikan dan Agamanya.

(43)

ini berdiri, banyak warga yang antusias dan mau pergi ke Masjid untuk

beribadah. Dan semakin lama semakin banyak warga yang datang ke

Masjid sampai sekarang ini.

Itulah sekilas tentang gambaran sejarah berdirinya Masjid

Baitussalam yang berada di desa Ngroto dusun Karang Anyar, kecamatan

Mayong kabupaten Jepara.74

2. Lokasi dan Wilayah Masjid Baitussalam Mayong Jepara

Masjid Baitussalam Mayong menempati bangunan milik sendiri,

yang luas tanah seluruhnya (945.m2), batas tanah: sebelah timur jalan,

sebelah utara tanah milik Bapak Karsidi, sebelah barat tanah milik Ibu

Kasminah dan sebelah selatan tanah milik Bapak Ngasan. Masjid

Baitussalam bertempat di desa Ngroto, dukuh Karang Anyar RT.04

RW.03. Lokasi wilayah jalan raya jalur alternatif Mayong-Pancur,

Jepara.75

3. Struktur Organisasi

Susunan Kepengurusan Masjid Baitussalam desa Ngroto Karang

Anyar Mayong Jepara Periode Tahun 2013-2017. a. Pelindung :

1. Petinggi Ngroto

74

Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari, Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.00 wib.

75

(44)

2. Kamituwo RW. 03

b. Ketua : Bpk. H. Kusnan

c. Sekretaris : Bpk. Karsono

d. Bendahara : Bpk. Karsidi

e. Seksi Pendidikan : Lukman Aris

f. Seksi Pembangunan : Bpk. Karsan

g. Seksi Pemeliharaan : Bpk. Yunus

h. Seksi Usaha :

1. Ketua RT 1 : Bpk. Sumian

2. Ketua RT 2 : Bpk. Surahman

3. Ketua RT 3 : Bpk. Nasikun

4. Ketua RT 4 : Bpk. Surip

5. Ketua RT 5 : Bpk. Paiman76

4. Jadwal Waktu Adzan

a. Pukul: 11:45 wib. Adzan Dzuhur : Bpk. Yunus

b. Pukul: 15:00 wib. Adzan Ashar : Bpk. Yunus

c. Pukul: 17:00 wib. Adzan Maghrib : Bpk. Sholekan

d. Pukul: 18:00 wib. Adzan Isa‟ : Bpk. Rosidi

e. Pukul: 04:00 wib. Adzan Subuh : Bpk. Yunus77

76

Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari, Minggu, Tgl. 15 Maret 2015 Jam: 19.25 wib.

77

(45)

5. Jadwal Imam (Nadhir) Masjid a. Bapak Kasnadi

b. Bapak Mulyadi

c. Bapak Zamroni78

6. Jadwal Bilal Jum’at

a. Bapak Zamroni

b. Bapak Marno

c. Bapak Rosidi79

7. Jadwal Khatib Khutbah jum’at

a. Jum‟at Pon : Bapak Kusnadi b. Jum‟at Kliwon : Bapak Ramelan c. Jum‟at Wage : Bapak Jumari d. Jum‟at Paing : Bapak Mulyadi e. Jum‟at Legi : Bapak Arif80

8. Sarana dan Prasarana a. 3 buah Mix

b. 2 buah set Tape lengkap

78

Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari, Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.28 wib.

79

Wawancara di kediaman Bpk. H. Kusnan (Ketua Pengurus Masjid), Hari, Minggu, Tgl. 15 Maret 2015, Jam: 19.28 wib.

80

(46)

c. 1 buah DVD

d. 12 buah Kipas Angin

e. 7 buah Sepeaker/ Pengeras Suara

f. 2 buah Almari Tempat Al-Qur‟an dan Peralatan Ibadah Shalat g. 4 buah Sapu

h. 2 buah Alat Pel

i. Tempat Wudlu

j. Tempat Kencing dan WC

(47)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melihat uraian yang penulis sajikan, maka dalam karya

tulis ini bisa dapat difahami bahwa, permasalahan tentang hukum

berbicara pada saat khutbah Jum‟at terdapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Banyak sekali jenis-jenis ibadah dalam agama Islam. Ada yang hukumnya wajib ada pula yang hukumnya sunnah. Salah satu ibadah wajib adalah shalat lima waktu. Dan shalat lima waktu itu terdapat shalat Jum‟at. Shalat Jum‟at ialah Shalat dua rakaat yang dilaksanakan secara berjama‟ah setelah dua khutbah waktu zhuhur pada hari Jum‟at. Pendapat dari seorang masyarakat mengenai hukum berbicara di waktu khutbah Jum‟at, dia mengatakan makruh hukumnya, alasanya adalah isi kandungan dalam khutbah adalah termasuk rukun dari shalat Jum‟at. Karena kandungan dari khutbah itu mengandung wasiat-wasiat atau perintah kebaikan bagi pendengarnya. Untuk itu sebaiknya diam pada saat Khatib membacakan khutbahnya. Hanya sebagian masyarakat saja yang mengerti tentang hukum berbicara pada waktu khutbah Jum‟at, yaitu orang-orang yang memang pendidikanya lebih tinggi

dibandingkan dengan masyarakat yang lain. mengenai larangan berbicara pada saat khutbah Jum‟at dibacakan oleh Khatib.

(48)

3. Akar dari terjadinya ikhtilaf dikalangan ulama‟ adalah berdasarkan pemahaman hadis dari Rasulullah SAW.

“Jika kamu berkata kepada temanmu, „Diamlah,‟ pada hari Jum‟at,

sementara imam sedang berkhutbah maka kamu telah berbuat

sia-sia.”81

Berdasarkan hadis tersebut, sebagian ulama‟ yang tidak menghukumi

wajib mendengarkan khutbah beralaskan, perintah pada hadis tersebut

bertentangan dengan dalil khitab yaitu, Ayat Al-qur‟an.

“Dan apabila dibacakan Al-Qur‟an maka dengarkanlah baik-baik

dan perhatikanlah dengan tenang!” (Al-A‟raaf:204)82

Bahwasanya selain bacaan Al-qur‟an tidak wajib hukumnya untuk diam dan mendengarkan. Adapun latar belakang terjadinya khilafiyah

mengenai menjawab salam dan membaca tasymit dikarenakan

umumnya perintah untuk diam dalam hadis tersebut diatas. Dan

kesimpulanya perintah diam berlaku umum dalam pembicaraan dan

berlaku khusus dalam waktu, sedangkan perintah menjawab salam dan

membaca tasymit itu umum didalam waktu serta khusus dalam

pembicaraan.

B. Saran-saran

81

Diriwayatkan oleh semua imam hadits, kecuali Ibnu Majah dari Abi Hurairah,

Naylul Awthaar, jilid.3/ hlm. 271.

(49)

1. Sebagai kaum muslimin sebaiknya melaksanakan salat Jum‟at.

2. Ketika khutbah Jum‟at sedang berlangsung bersikap diam dan memperhatikan dengan baik untuk lebih memahami isi pesan Khatib

yang disampaikan.

3. Mengambil hikmah yang tekandung di dalam pesan khutbah yang

disampaikan.

4. Saling menghormati sesama kaum Muslimin terutama ketika khutbah

berlangsung.

C. Penutup

Skripsi ini saya buat dengan tema “Hukum berbicara pada waktu khutbah jum‟at” dengan tujuan agar lebih memahami secara mendalam

atas keberlangsungan serta hal-hal yang harus diperhatikan demi

kesempurnaan dalam melaksanakan shalat jum‟at yang menjadi bagian

dalam agama Islam dan dituntut untuk melakukan sepenuh hati karena

Allah SWT.

Dengan demikian saya berharap agar karya tulis yang saya buat ini

bisa menjadi sebuah karya yang bisa berguna bagi umat manusia dan

dapat menjadi motivasi untuk senantiasa mengerjakan shalat jum‟at dengan lebih memperhatikan syarat-syarat dan rukun yang sudah

ditentukan oleh hukum syara‟.

Demikianlah hasil pemikiran serta pengetahuan yang dapat saya

(50)

dan arahan yang diberikan oleh para dosen terkhusus dosen yang telah

membimbing karya tulis ini.

Semoga karya tulis ini dapat menjadi sebuah acuan atau inovasi

bagi para orang lain untuk menjabarkan lebih luas lagi. Serta dapat

bermanfaat bagi kita semua dan menambah wawasan kita, wallahu

(51)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Munir Mulkam, Teologi Fiqih, Yogyakarta: Roykan, 2005.

Abi Abdillah Muhamma Ismail Al -Bukhari, Matan Bukhari, Surabaya,

Al- Kharomain.

Abu Bakar Muhammad, Terjemahan subulus salam 2, surabaya: al ikhlas.

Akhmad Hasan, Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar, Jakarta: Departemen Urusan

Wakaf, Dakwa pengarahan kerajaan Arab Saudi.

Al-Hafiz Ibnu Hajar Al- „Asqalani, Bulughul Maram. Semarang, Toha putra, 773-852 hijriyah.

Arifin, Psikolog Dakwa Suatu Pengantar Studi, Jakarta: Bumi Aksara,

2000.

Asmaji Muchtar, Fatwa- fatwa Imam Asy-Syafi‟i, Ed. 1, Cet. 1. Jakarta:

Amzah, 2014.

Az-Zuhaili Wahbah, Fiqih Islam 2. Cet. 1, Jakarta: Gema Insani, 2010.

Bambang S. Ma‟arif, komunikasi Dakwah Paradigma Untuk Aksi,

Bandung: simbiosa Rekatama Media, 2010.

Naylul Awthaar, jilid.3, Diriwayatkan oleh semua imam hadits, kecuali

(52)

Maman Abd. Djalil, Fiqih Madzhab Syafi‟i, buku 1 – Ibadah, bandung:

CV. Pustaka Setia.

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, Jakarta: Rajawali

Pers, 2011, Cet. 2.

Faishal bin Abdul Aziz,Terjemahan Naylul Authar, jilid. 3, Surabaya:

Bina Ilmu Offset 2009.

H. Ibnu Mas‟ud dan H. Zainal Abadin, Fiqih madzhab Syafi‟i, Bandung:

CV. Pustaka Setia.

H. Moh. Rifa‟i, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1978.

H. Sulaiman Rasjid, Fiqih islam (hukum fiqih islam lengkap), Bandung:

PT. Sinar baru Algensindo, 1994, cet. 27.

Hasan, Syamsi dan Ahmad Ma‟ruf Asrori, Khutbah Jum‟at Sepanjang

Masa Membangun Kehidupan Dunia Akhirat, Surabaya: Karya agung

2002.

HR. Muslim, dan diriwayatkan dalam judul oleh dari Jabin, Naylul

Awthaar, jilid.3.

Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, Semarang: Toha Putra,

773-852 H.

(53)

Imam Taqiyyuddin, Khifayah Al-Akhyar, Semarang: Toha Putra tt.

Kahar Masyhur, Bulughul Maram Terjemahan, jilid, 1. Cet, 1 jakarta: PT.

Rineka Cipta, 1991.

Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, cet. 4 Jakarta: Balai Pustaka, 1993. xix.

Kyai Masru‟ bin Yahya Arrambaani, Al-Ghoya Wattaqrib Bojonegoro.

Lexi J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2001.

Mahali Ahmad Mujab, Hadis-hadis ahkam riwayat Asy-Syafi‟I, Ed.1,

Cet.1 Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003.

Masyhuri, MP, & M. Zainuddin, Metodologi Penelitian. Bandung : PT

Refika Aditama, 2008), Cet. 1.

Mughni al-Muhtaaj, Jilid.1.

Mughniyah Muhammad Jawad. fiqih lima mazhab, Jakarta: lentera, 2001.

Mulkan, Abdul Munir, Masalah-masalah teologi dan fiqh dalam tarjih

Muhammadiyah. Yogyakarta: Roykhan, 2005.

Musthafa Daib Al-Bagha, Terjemah At Tadzhib Fi Adillatil Ghayati Wat

Taqrib, Semarang: CV. Toha Putra Semarang, 1993.

(54)

Rahman Ritonga dan Zainuddin, Fiqih Ibadah, Jakarta: Gaya Media

Pratama, 1997.

Rasjid H.Sulaiman, dkk, Fiqh Islam, Bandung: CV. Sinar Baru, 1992.

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010,

Cet-10.

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, Jakarta: amzah, 2009.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 2, Bandung: PT. Alma‟arif,1976, cet.1.

Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pstaka

Al- Husna, 1994.

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2006.

Syaifudin Azwar, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pel

Referensi

Dokumen terkait

Sistem pembelajaran pada metoda Supervised learning adalah system pembelajaran yang mana setiap pengetahuan yang akan diberikan kepada sistem, pada awalnya diberikan suatu acuan

Penelitian ini merupakan uji diagnos- tik untuk menentukan validitas foto polos sinus paranasal 3 posisi dan CT scan potongan koronal sebagai alat diagnosis pada pasien dengan

• Sebagai usaha pengangkutan harus tunduk kepada UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas & Angkutan Jalan, serta peraturan pelaksanaannya LATAR BELAKANG • Bukan kategori

Variabel jumlah cabang yang diteliti Firdaus (2013) menunjukkan terdapat pengaruh negatif dan signifikan atau dengan kata lain semakin banyak jumlah cabang atau

kaidah, tata cara dan etika ilmiah dalam rangka menghasilkan solusi, gagasan, desain atau kritik seni. Mampu menyusun deskripsi saintifik hasil kajian tersebut di atas dalam bentuk

Dengan teknologi single board computer yang didukung oleh Gambas, sistem antrian elektronik dapat membantu melayani pasien di puskesmas Baleendah sehingga penanganan pasien

Hal ini masih berlanjut yang mana survey yang dilakukan pada tahun 2010 oleh Loka (Konservasi Kawasan Perairan Nasional) KKPN Pekanbaru yang mana mendapatkan

SHOLIHIN WAHYU