• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikanan budidaya air tawar di Indonesia memiliki prospek yang cerah, terutama setelah terjadinya penurunan produksi perikanan tangkap. Permintaan produk akuakultur mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan populasi penduduk. Salah satu komoditi yang mengalami peningkatan produksi yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus). Produksi ikan nila di Jawa Barat pada tahun 2009 mencapai 87.379 ton dan meningkat menjadi 106.889 ton pada tahun 2010 (Pusat Data Statistik dan Informasi KKP 2012).

Ikan nila disukai masyarakat pada umumnya karena sifatnya yang mudah dipelihara, serta rasa daging yang enak dan tebal sehingga ikan nila banyak diekspor dalam bentuk fillet atau surimi. Ekspor fillet ikan nila dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2009 ekspor fillet ikan nila Indonesia menempati urutan ketiga bersamaan dengan Ekuador, dibawah China dan Taiwan (KKP 2010).

Produksi ikan nila yang maksimal akan diperoleh apabila dilakukan pemeliharaan secara intensif, termasuk dalam intensifikasi pemberian pakan. Menurut Sahwan (2003) biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan pakan bisa mencapai 60%-70% dari total biaya produksi. Upaya untuk mengurangi biaya pakan salah satunya yaitu dengan menggunakan bahan pakan alternatif yang mana bahan tersebut pada umumnya berasal dari limbah namun kandungan nutrisinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ikan. Pemilihan bahan pakan sebaiknya mempertimbangkan beberapa ketentuan yaitu mudah didapat, harganya murah, kandungan nutrisinya tinggi dan tidak bersaing dengan manusia (Handajani dan Widodo 2010). Oleh karena itu sebaiknya bahan pakan yang digunakan berasal dari bahan yang berstatus limbah sehingga dapat menekan biaya pakan namun dapat mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan yang

(2)

dibudidayakan. Salah satu contoh bahan pakan alternatif tersebut yaitu kulit kopi yang merupakan limbah dari pengolahan buah kopi.

Produksi kopi Indonesia saat ini cenderung mengalami peningkatan. Tahun 2010 dan 2011, produksi kopi arabika (Coffea arabica) secara berturut- turut yaitu sebanyak 148.487 ton dan 155.383 ton, sedangkan produksi kopi robusta (Coffea robusta) mencapai 535.589 ton dan 553.617 ton (Ditjenbun, Kementrian Pertanian 2011 dalam AEKI 2011). Buah kopi dalam kondisi utuh terdiri dari kulit luar (skin), kulit cangkang (hull), kulit daging buah (pulp), kulit perak (silverskin) dan biji kopi (bean) ( Prawirodigdo 2007). Bagian kulit kopi yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternatif adalah kulit cangkang (hull) dan kulit daging buah (pulp).

Wahyuni (2008) menyatakan bahwa kulit kopi merupakan salah satu limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternatif. Kulit kopi sebelum fermentasi mengandung protein kasar sebesar 6,67%, lemak 1,04%, kalsium 0,21% dan fosfor 0,03% (Londra dkk. 2007), sedangkan menurut Guntoro dkk. (2003) mengandung protein kasar sebesar 8,80%, lemak 1,07%, kalsium 0,23% dan fosfor 0,02%.

Kulit kopi memiliki kelemahan berupa kandungan serat kasar yang tinggi (18,20%-21,40%) dan zat anti nutrisi berupa kafein dan tannin sebesar 2,8% dari bahan kering (Guntoro dkk. 2003, Londra dkk. 2007 dan Murni 2008). Kelemahan tersebut dapat diatasi melalui pengolahan terlebih dahulu yaitu melalui proses fermentasi. Fermentasi mampu meningkatkan kandungan protein kasar, mempertahankan nilai nutrisi selama penyimpanan dan menghilangkan zat anti nutrisi (Sudaryani 1994 dalam Handajani 2007) serta meningkatkan kualitas rasa, aroma dan daya cerna.

Fermentasi merupakan pengolahan secara biologi, yaitu pengolahan dengan memanfaatkan mikroorganisme yang akan menghasilkan enzim untuk melakukan perubahan terhadap molekul-molekul kompleks seperti protein, karbohidrat dan lemak menjadi molekul yang lebih sederhana dan mudah dicerna

(3)

(Jay 1978). Mikroorganisme yang dapat digunakan untuk fermentasi salah satunya adalah Aspergillus niger.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fermentasi kulit kopi dengan menggunakan Aspergilus niger dapat menurunkan serat kasar dari 21,40% menjadi 11,05% dan meningkatkan protein kasar dari 6,67% menjadi 12,43% (Londra dkk. 2007), sedangkan menurut Guntoro dkk. (2003) dapat menurunkan serat kasar dari 18,20% menjadi 11,05%, dan meningkatkan protein kasar dari 8,80% menjadi 12,43%.

Pemanfaatan kulit kopi dengan proses fermentasi ini diharapkan mampu meningkatkan potensi kulit kopi sebagai bahan pakan alternatif yang dapat memberikan pertumbuhan yang baik bagi ikan yang dibudidayakan khususnya untuk ikan nila. Sejauh ini informasi mengenai penggunaan limbah kulit kopi hasil fermentasi jamur Aspergillus niger pada pakan baru diterapkan pada ternak seperti ayam dan pada ruminansia. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai penggunaan kulit kopi hasil fermentasi pada pakan terhadap laju pertumbuhan ikan nila.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, masalah yang dapat diidentifikasi adalah sejauh mana pengaruh fermentasi dengan menggunakan Aspergillus niger terhadap perubahan kualitas gizi kulit kopi dan sejauh mana pengaruhnya dalam pakan terhadap laju pertumbuhan benih ikan nila.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan kualitas gizi kulit kopi sebelum dan sesudah fermentasi serta untuk mengetahui tingkat penggunaan kulit kopi hasil fermentasi Aspergillus niger pada pakan dan bagaimana pengaruhnya terhadap laju pertumbuhan benih ikan nila.

(4)

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan kulit kopi hasil fermentasi menjadi bahan pakan, serta memberikan informasi mengenai tingkat penggunaan kulit kopi hasil fermentasi pada pakan ikan khususnya untuk benih ikan nila.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pakan buatan untuk ikan adalah pakan yang mengandung nutrisi berupa protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral (Watanabe 1988). Kualitas pakan ikan pada umumnya didefinisikan dengan besarnya kandungan protein, karena protein merupakan sumber energi utama dalam pakan ikan. Setiap ikan memiliki kebutuhan protein yang berbeda sesuai dengan umur atau ukuran, namun pada umumnya ikan membutuhkan protein pakan yang berkisar antara 35%-50% (Hepher 1988). Kebutuhan protein yang cukup tinggi dalam pakan menyebabkan perlunya suplai sumber energi lain berupa protein basal yang berasal dari bahan berstatus limbah namun kandungan gizinya dapat mendukung kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan yag dibudidayakan seperti tepung daun lamtoro dan tepung bungkil inti sawit. Protein basal mengandung karbohidrat dan lemak yang cukup tinggi sehingga diharapkan dapat memberikan keuntungan secara ekonomi, karena mampu mengurangi porsi penggunaan protein hewani yang pada saat ini kebanyakan diperoleh dari impor dengan harga yang cukup mahal.

Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar di dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia (AEKI 2011). Produksi kopi robusta dan arabica tahun 2010 dan 2011 mencapai 684.076 ton dan 709.000 ton (Ditjenbun, Kementrian Pertanian 2011). Produksi kopi yang tinggi diiringi dengan meningkatnya limbah yang dihasilkan yaitu berupa kulit kopi yang sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut Simanihuruk dkk. (2010), kulit kopi memiliki proporsi sekitar 40%-45% sehingga dapat diperkirakan bahwa jumlah

(5)

limbah kulit kopi yang dihasilkan sekitar 307.835,1 ton pada tahun 2010 dan 319.050 ton pada tahun 2011.

Penggunaan kulit kopi untuk pakan ternak ruminansia telah diteliti pada kambing (Guntoro dkk. 2003, Londra dkk. 2007), dan pada ayam pedaging (Muryanto dkk. 2004). Kulit kopi sebagai bahan pakan memerlukan pengolahan terlebih dahulu untuk peningkatan kualitas gizi. Salah satu pengolahan yang dapat dilakukan adalah proses fermentasi. Fermentasi dapat mengaktifkan pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme yang dibutuhkan sehingga membentuk produk yang berbeda dengan bahan bakunya (Winarno dkk. 1980). Fermentasi juga dapat mengubah bahan makanan yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat yang sulit dicerna menjadi lebih mudah dicerna dan menghasilkan aroma yang khas (Poesponegoro 1975). Sudaryani (1994) dalam Handajani (2007) menambahkan bahwa fermentasi mampu mempertahankan nilai nutrisi selama penyimpanan dan menghilangkan zat anti nutrisi. Organisme yang mampu melakukan proses fermentasi kulit kopi yaitu Aspergillus niger.

Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler, salah satunya adalah enzim selulase (Rat Ledge 1994) yang dapat merombak selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu menjadi glukosa. Fermentasi kulit kopi dengan menggunakan Aspergillus niger dapat menurunkan serat kasar antara 39,3%-48,36% dan dapat meningkatkan protein kasar antara 36,34%-46,34% (Guntoro dkk. 2003, Londra dkk. 2007) sehingga kulit kopi hasil fermentasi Aspergillus niger dapat digunakan sebagai pakan ternak, baik ternak ruminansia maupun non ruminansia.

Londra dkk. (2007) menyatakan bahwa kandungan protein kasar dan serat kasar kulit kopi hasil fermentasi Aspergillus niger adalah 12,43% dan 11,05%. Kandungan tersebut tidak berbeda jauh dengan kulit buah terong belanda hasil fermentasi Aspergillus niger yaitu 13,92% dan 10,42% (Asmaria 2009) dan tidak jauh berbeda pula dengan kandungan bungkil inti sawit tanpa fermentasi yaitu 15,43% dan 15,47% (Amri dkk. 2006).

(6)

Pendekatan yang bisa dilakukan untuk mengetahui konsentrasi penggunaan tepung kulit kopi fermentasi pada pakan dapat dihubungkan dengan kulit buah terong belanda fermentasi atau bungkil inti sawit tanpa fermentasi, mengingat keduanya merupakan bahan nabati yang tergolong protein basal, memiliki kandungan protein < 20% dan serat kasar < 18%.

Asmaria (2009) telah melakukan penelitian mengenai pemanfaatan tepung kulit buah terong belanda fermentasi Aspergillus niger pada burung puyuh yang memerlukan protein kasar berkisar antara 20%-25% dan memberikan hasil bahwa penggunaan hingga level 12% dapat digunakan dalam ransum burung puyuh.

Amri dkk. (2006) melakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan bungkil inti sawit dalam pakan terhadap performa ikan mas (Cyprinus carpio L.). menyatakan bahwa penggunaan bungkil inti sawit dalam ransum pakan ikan mas sebanyak 12% dapat meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan berat badan tertinggi yaitu 242,33 g/ekor dan 125,83 g/ekor.

Penelitian mengenai penggunaan bungkil inti sawit sebelum fermentasi maupun setelah fermentasi juga telah dilakukan oleh Bintang dkk. (1999) yang memberikan hasil bahwa penggunaan bungkil inti sawit sebelum fermentasi dalam ransum hingga taraf 15% tidak menimbulkan dampak negatif terhadap pertumbuhan itik, begitu pula dengan penggunaan bungkil inti sawit hasil fermentasi Aspergillus niger hingga taraf 15% dalam ransum tidak menimbulkan dampak negatif pada pertumbuhan itik. Sedangkan penelitian Hikmayani dkk. (2000) memberikan hasil bahwa penggunaan tepung bungkil inti sawit sebanyak 20% sebagai pakan ikan mas memberikan bobot individu rata-rata yang baik.

1.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran, maka dapat diambil hipotesis bahwa penggunaan kulit kopi hasil fermentasi jamur Aspergillus niger sebanyak 15% pada pakan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap laju pertumbuhan benih ikan nila.

Referensi

Dokumen terkait

Pada peta kendali p menunjukkan bahwa semua data berada dalam batas kendali dan untuk mengetahui penyebab terjadinya cacat dilakukan analisis dengan diagram sebab

Berdasarkan masalah-masalah yang timbul dalam pembelajaran IPA, penelitian ini difokuskan pada upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa melalui

algoritma kompresi LZW akan membentuk dictionary selama proses kompresinya belangsung kemudian setelah selesai maka dictionary tersebut tidak ikut disimpan dalam file yang

Hal itu di sebabkan karena rongga udara yang besar menambah tekanan udara untuk mendorong air menuju titik yang lebih tinggi, dorongan air dari pipa inlet yang

Fungsi utama kelompok tani pada dasarnya adalah: Sebagai unit belajar, anggota kelompok tani memperoleh inovasi dari penyuluh atau sumber yang lain.. Sebagai unit

(2) Bakal calon Kepala Daerah dan bakal calon Wakil Kepala Daerah yang memenuhi persyaratan sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan,

Selain itu ada indikator pernyataan yang memiliki nilai terkecil dalam variabel persepsi kualitas yaitu indikator pernyataan X.2.1 yaitu “Memilih membeli sepatu Buccheri

Berdasarkan tabel 4.8 diatas, dapat dilihat bahwa nilai prob (F-static) adalah sebesar 0.000458 atau lebih kecil dari 5%, maka ditolak, berarti bahwa variabel