• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL DENGAN STATUS IDENTITAS REMAJA JABODETABEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL DENGAN STATUS IDENTITAS REMAJA JABODETABEK"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI

PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL DENGAN

STATUS IDENTITAS REMAJA

JABODETABEK

Suci Ramadhanika Putri

Universitas Bina Nusantara, suciramadhanika@yahoo.com

(Suci Ramadhanika Putri, Raymon Godwin S.Psi., M.Si)

ABSTRACT

This study aimed to see correlation between motivation in using social media and ego identity status in JABODETABEK’S adolescent. The subjects were adolescents aged 15-19 years. This study uses a quantitative approach with purposive sampling technique. Results from this study is that there is a correlation between the intrinsic motivation and identity moratorium (χ²= 30,439; p<0,05).

Keywords: Motivation in use, Ego Identity, Social Media

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada hubungan antara motivasi penggunaan media sosial dengan status identitas ego remaja JABODETABEK. Subjek penelitian ini adalah remaja usia 15-19 tahun. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik purposive sampling. Hasil dari penelitian ini adalah ada hubungan antara motivasi ekstrinsik dengan identityachievement (r= -0,146; p<0,05), motivasi intrinsik dengan identity diffusion (r= -0,117; p<0,05), dan motivasi intrinsik dengan identity moratorium (r= 0;162 p<0,05).

(2)

2

PENDAHULUAN

Di abad 21 sekarang ini manusia sudah dikelilingi oleh teknologi serba canggih salah satunya adalah internet. Karakterisik internet yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun membantu manusia untuk mendapatkan informasi apapun sesuai dengan keperluannya secara cepat. Salah satu perkembangan di internet adalah adanya berbagai situs media sosial. Beberapa contoh dari media sosial itu antara lain adalah Blackberry messenger (BBM), Line, Instagram, Path, Twitter, Whatsapp, Kakao talk, Snapchat, Ask.fm, dan Facebook (Anggraeny, 2015). Media sosial mempermudah hubungan komunikasi satu sama lain, membantu pengguna menemukan jaringan sosial, berbagi kepentingan bersama, terhubung dengan teman, berpartisipasi dalam forum diskusi, dan mengekspresikan diri melalui blog pribadi atau mini homepage (Kim, Shim, & Ahn, 2011). Menurut Kemp (2015) pada Januari 2015 pengguna aktif media sosial berjumlah sebanyak 72 juta orang. Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 2 juta pengguna media sosial pada bulan Maret 2015, sehingga pengguna aktif media sosial berjumlah sebanyak 74 juta orang. Rata-rata setiap harinya pengguna media sosial menghabiskan waktu sebanyak 2 jam 52 menit untuk mengakses media sosial melalui perangkat elektronik apapun (Kemp, Digital, social & mobile in 2015, 2015).

Pengguna internet di Indonesia tidak hanya banyak jumlahnya, namun juga dari berbagai kalangan dan umur. Di Indonesia sendiri lebih dari 60% pengakses internet berumur di bawah 25 tahun. Pengakses internet paling muda, berdasarkan survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) didapati pada rentang umur 5 – 12 tahun (Hendra, 2014). Adapun hasil survei dari Frontier Consulting Group Indonesia, mengenai perilaku digital remaja Indonesia menunjukkan adanya peningkatan drastis pada perilaku digital remaja hanya dalam kurun waktu satu tahun saja (Hanjani, 2013). Responden survei merupakan remaja yang berusia antara 13-19 tahun dan sedang duduk di bangku SMP dan SMA. Survei diadakan di enam kota besar di Indonesia pada tahun 2011 dan 2012. Di tahun 2011, hasil survei

menunjukkan bahwa 91,2% remaja memiliki akun media sosial (Hanjani, 2013). Persentasi ini meningkat pada tahun 2012 dimana sebanyak 97,5% remaja memiliki akun media sosial (Hanjani, 2013).

Peningkatan terbesar adalah perilaku mereka dalam melakukan download atau upload yang semula hanya 48,8% di tahun 2011, menjadi 71,1% di tahun 2012 (Hanjani, 2013).

Menurut penelitian Kim, Shim, dan Ahn (2011), alasan remaja dalam menggunakan media sosial adalah karena keinginan individu untuk bersosialisasi, untuk melakukan usaha atau bisnis, untuk mencari kesenangan dan hiburan, untuk mencari informasi, menghilangkan stress, dan merekam sejarah pribadi seseorang. Kim, Shim, dan Ahn (2011) melihat keseluruhan alasan tersebut sebagai motivasi remaja dalam menggunakan media sosial dan mereka membaginya ke dalam dua jenis kategori, yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Kim, Shim, dan Ahn (2011) menjelaskan bahwa ada motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik yang mendorong remaja menggunakan media sosial. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi dalam menggunakan media sosial yang berasal dari luar diri seseorang seperti contohnya berkomunikasi dengan teman melalui media sosial (Kim, Shim, & Ahn 2011). Motivasi ekstrinsik juga berkaitan dengan perilaku terlibat dalam menanggapi sesuatu yang tidak melibatkan diri sendiri. Seperti hadiah, pengakuan, atau perintah dari orang lain. Sedangkan motivasi intrinsik adalah motivasi dalam menggunakan media sosial

(3)

3 yang dilakukan untuk kepuasan diri sendiri. Contohnya menggunakan media sosial untuk bersenang-senang tanpa adanya pengaruh dari orang lain (Kim, Shim, & Ahn 2011). Motivasi intrinsik berkaitan dengan fakta melakukan kegiatan untuk kepentingan diri sendiri. Kegiatan itu sendiri seperti kegiatan yang menarik, menyenangkan, atau memuaskan bagi diri sendiri. Yang termasuk motivasi ekstrinsik dalam penggunaan media sosial yaitu kepentingan untuk berkomunikasi dengan orang lain, menggunakan media sosial karna melihat orang lain menggunakan media sosial, serta karena diharuskan untuk memiliki akun media sosial untuk tetap terhubung dengan teman atau keluarga. Sementara yang termasuk motivasi intrinsik dalam menggunakan media sosial adalah untuk menghilangkan stres, merekam sejarah

seseorang, mendokumentasikan kehidupan seseorang, untuk mengejar kesenangan dan kepuasan diri. Masa remaja adalah periode yang berlangsung dari masa pubertas sampai ke dewasa awal. Akhir dari periode ini, remaja harus mencapai perasaan identitas ego yang kuat. Maka dari itu hal yang paling penting pada masa remaja adalah kesadaran remaja akan identitasnya sendiri, yaitu kesadaran bahwa dirinya adalah seseorang yang unik dan siap untuk memasuki peranan yang berarti di tengah masyarakat, entah peranan tersebut bersifat menyesuaikan diri atau bersifat memperbaharui (Erikson dalam Semium, 2013). Menurut Erikson (dalam Semium, 2003) remaja berada di tahapan yang kelima yaitu, identity versus identity confusion yaitu tahap kelima perkembangan Erikson, yang dicari oleh remaja untuk mengembangkan rasa terhadap diri yang berhubungan dengan peran yang dimainkan dalam kelompok sosial. Isu remaja yang yang paling besar adalah pembentukan identitas ego.

Menurut Erikson (dalam Papalia & Feldman, 2014) terdapat dua elemen pembentuk identitas yaitu, eksplorasi dan komitmen. Marcia (dalam Semium, 2003) mendefinisikan eksplorasi sebagai masa pergolakan dimana nilai-nilai atau pilihan-pilihan lama diperiksa kembali. Hasil dari eksplorasi menyebabkan komitmen terhadap nilai atau peranan tertentu. Marcia (dalam Semium, 2013) mengemukakan empat status identitas perkembangan identitas psikologis yang berada dalam suatu rangkaian kesatuan. Keempat status itu antara lain, identity diffusion adalah ketidakhadiran komitmen dan kurangnya pertimbangan yang serius akan pilihan-pilihan. Hasil campuran dengan tingkat perkembangan ego yang rendah, penalaran moral, kompleksitas kognitif, dan ketidakpastian diri, serta kemampuan dalam bekerja sama yang rendah. Remaja belum mengalami eksplorasi atau membuat komitmen apapun. Kedua, identity foreclosure adalah saat ketika individu yang tidak menghabiskan waktu untuk

mempertimbangkan berbagai pilihan (yaitu tidak berada dalam eksplorasi) berkomitmen pada individu lain, yang merencanakan kehidupannya, tetapi mereka telah membuat sejumlah komitmen pada aspek-aspek identitas seperti pekerjaan dan ideologi yang bukan berasal dari pencarian mereka sendiri tapi sudah disiapkan oleh orang disekitar mereka, khususnya orang tua. Ketiga, identity moratorium adalah individu yang mempertimbangkan pilihan-pilihan umum dalam krisis eksplorasi dan tampaknya mengarah pada komitmen namun belum terbentuk. Individu mengalami suatu eksplorasi, hanya saja komitmen belum ditetapkan dengan kuat. Keempat yaitu, identity achievement adalah seseorang yang berkomitmen terhadap pilihan yang dibuat serta diikuti sebuah eksplorasi, menghabiskan waktu untuk ekplorasi pilihan (Marcia dalam Semium, 2013).

Dalam penelitian ini peneliti ingin mencari apakah ada hubungan antara motivasi penggunaan media sosial dengan identitas ego pada remaja di Jakarta. Berdasarkan fenomena yang dilakukan dalam

(4)

4 penelitian yang diteliti oleh Coye Cheshire (dalam Kim, Shim, & Ahn, 2011) yang menegaskan bahwa "kepuasan intrinsik" berasal dari popularitas sesuatu yang telah memberikan kontribusi yang lebih. Informasi sebenarnya meningkatkan keinginan individu untuk berbagi lebih banyak di masa depan. Jika individu mendapatkan umpan balik yang positif, maka individu akan lebih cenderung untuk berbagi lebih. Dalam konteks media sosial, individu yang mendapatkan umpan balik positif dari memasang atau memperbaharui status dan foto maka akan lebih cenderung kembali online ke media sosialnya karena termotivasi oleh persetujuan sosial dan umpan balik yang positif dari orang lain. Maka individu tersebut cenderung akan melakukan hal yang sama yaitu, memasang status baru, informasi baru, serta foto-foto baru yang bertujuan untuk memberikan informasi serta mendapatkan persetujuan sosial serta berharap mendapatkan umpan balik yang positif pula dari sesuatu yang dipasangnya di media sosial, seperti sebelumnya. Hal tersebut menjelaskan tentang perilaku online pada remaja yang sering tampak impulsif yaitu, bersifat cepat bertindak secara tiba-tiba menurut gerak hati. Contohnya dengan membagikan informasi baru di dalam media sosialnya, seperti sedang berada dimana, dengan siapa, dan apa yang dilakukan oleh remaja tersebut. Membagikan informasi baru secara cepat tanpa memikirkan efek negatif dari hal yang dilakukan. Memasang foto tertentu yang terkadang mengundang niat jahat dari orang lain untuk dimanfaatkan. Hal-hal tersebut tidak dipikirkan secara matang-matang oleh remaja karena remaja yang bersikap impulsif biasanya hanya memikirkan kepuasan yang didapat dari memasang atau membagikan informasi yaitu agar dipuji oleh orang yang melihat, agar diberikan tanggapan postitif dll tanpa memikirkan efek negatifnya.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menentukan responden remaja usia 15-19 tahun berdomisili di JABODETABEK dan pengguna media sosial. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu motivasi penggunaan media sosial dan status identitas ego. Alat ukur yang digunakan untuk variabel motivasi penggunaan media sosial adalah kuisioner yang diadaptasi dari penelitian Kim, Shim, Ahn (2011). Dalam variabel motivasi penggunaan media sosial, yang diukur adalah motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Uji validitas pada motivasi ekstrinsik dengan 6 item didapatkan KMO sebesar 0,639 dengan reliabilitas sebesar 0,671 dengan item corelation 0,315-0,452. Uji validitas pada motivasi intrinsik dengan item awal 7 didapatkan hasil KMO sebesar 0,644 dengan reabilitas 0,581 dengan item corelation 0,128-0,546. Setelah dikurangi menjadi 4 item KMO menjadi 0,671 dengan reabilitas 0,695 dengan item corelation 0,399-0,564 yang didapatkan berdasarkan hasil dari 310 responden.

Alat ukur variabel status identitas ego yang diadaptasi dari penelitian Adam, Shea, dan Fitch (dalam Adams, 1998). Dalam variabel status identitas ego, yang diukur adalah identity diffusion, identity foreclosure, identity moratorium, dan identity achievement. Uji validitas pada identity diffusion dengan 6 item didapatkan KMO sebesar 0,712 dengan reliabilitas sebesar 0,646 dengan item corelation 0,210-0,511. Uji validitas pada identity foreclosure dengan item awal 6 didapatkan hasil KMO sebesar 0,645 dengan reabilitas 0,605 dengan item corelation 0,196-0,439. Setelah dikurangi menjadi 4 item KMO

(5)

5 menjadi 0,717 dengan reabilitas 0,699 dengan item corelation 0,379-0,604. Uji validitas pada identity moratorium dengan 6 item didapatkan KMO sebesar 0,707 dengan reliabilitas sebesar 0,614 dengan item corelation 0,220-0,566. Uji validitas pada identity achievement dengan item awal 6 didapatkan hasil KMO sebesar 0,659 dengan reabilitas 0,613 dengan item corelation 0,220-0,566. Setelah dikurangi menjadi 5 item KMO menjadi 0,646 dengan reabilitas 0,615 dengan item corelation 0,274-0,587 yang didapatkan berdasarkan hasil dari 310 responden.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pendekatan kuantitatif yang menekankan korelasi spearman. Pelaksanaan penelitian memakan waktu selama selama enam bulan terhitung sejak pertengahan Febuari 2015 hingga pertengahan juli 2015. Pelaksanaan penelitian meliputi pembuatan dalam penyusunan proposal penelitian, adaptasi alat ukur dan uji coba alat ukur, pengambilan data dilapangan, hingga perhitungan korelasi. Penelitian dimulai dengan mengadakan wawancara kepada 90 responden pada tanggal 11 Mei 2015 untuk adaptasi alat ukur, dilanjutkan dengan pengujian alat ukur awal setelah proses adaptasi selesai dilakukan pada tanggal 8 Juni 2015 yang diberikan kepada 180 responden. Setelah itu dilakukan pengujian alat ukur akhir yang telah diuji validitas dan reabilitasnya pada tanggal 19 Juni 2015 yang diberikan kepada 310 responden. Setelah data diperoleh, kemudian hasil diinput dan dianalisis menggunakan SPSS. Langkah terakhir adalah penulisan laporan.

HASIL DAN BAHASAN

Menurut Brade, Kemp, dan Snelgar (2012) standar untuk melihat tingkat korelasi adalah : Tabel Tingkat Korelasi

Tingkat Korelasi Nilai Korelasi

Tinggi 0,7 - 1

Sedang 0,3 - 0,6

Rendah 0 - 0,2

Sumber : (Brade, Kemp, & Snelgar, 2012)

Tabel Uji Korelasi Motivasi Ekstrinsik dengan Status Identitas Ego

Variabel r Signifikasi

Ekstrinsik * Diffusion 0,092 0,106

Ekstrinsik * Foreclosure -0,072 0,205

Ekstrinsik * Moratorium 0,070 0,220

Ekstrinsik * Achievement -0,146 0,010

(6)

6 Pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa motivasi ekstrinsik tidak berkorelasi secara signifikan dengan diffusion (r= 0,092; p>0,05). Dari hasil ini maka H01 diterima, yang artinya bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity diffusion pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial. Pada bagian motivasi ekstrinsik tidak berkorelasi secara signifikan dengan foreclosure (r= -0,072; p>0,05). Dari hasil ini maka H02 diterima yang artinya bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity foreclosure pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial. Motivasi ekstrinsik juga tidak berkorelasi secara signifikan dengan moratorium (r= 0,070; p>0,05). Dari hasil tersebut maka H03 diterima yang artinya bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity moratorium pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa motivasi ekstrinsik berkorelasi secara signifikan dengan achievement (r= -0,146; p<0,05). Dari hasil tersebut maka H04 ditolak yang artinya bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity achievement pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial. Keduanya memiliki korelasi yang rendah, dengan arah negatif. Artinya semakin rendah motivasi ekstrinsik remaja dalam menggunakan media sosial maka semakin tinggi kecenderungan remaja untuk memiliki identity achievement. Yang dimaksud dengan arah yang negatif yaitu semakin rendah motivasi ekstrinsik yang dimiliki oleh pengguna media sosial maka semakin tinggi remaja memiliki komitmen yang dimiliki oleh status identity achievement. Sebaliknya, semakin rendah pengguna media sosial memiliki kecenderungan identity achievement maka semakin tinggi pengguna media sosial menggunakan motivasi ekstrinsik dalam penggunaan media sosial. Hal ini dapat dipahami bahwa remaja yang memiliki motivasi ekstrinsik seperti membina hubungan dengan orang lain dan mencari informasi dalam menggunakan media sosial telah menentukan komitmen dalam penggunaan media sosial, jadi tidak hanya untuk mencari hiburan semata saja. Melainkan telah memiliki tujuan yang pasti dalam menggunakan media sosial. Sebaliknya motivasi ekstrintik berkaitan dengan komitmen yang dimiliki oleh kecenderungan status identity achivement. Sedangkan identitity achivement tidak

berhubungan dengan motivasi intrinsik yang merupakan kegiatan seperti melepas stres, membunuh waktu, mencari hiburan, dan merekam peristiwa (Kim, Shim, & Ahn 2011). Karena remaja dengan status identitity achivement telah memiliki komitmen dalam menggunakan media sosial, mereka telah memiliki tujuan untuk apa menggunakan media sosial. Jadi mereka tidak hanya menggunakan media sosial disaat merasa bosan dan untuk mencari hiburan.

(7)

7 Tabel Uji Korelasi Motivasi Intrinsik dengan Status Identitas Ego

Variabel R Signifikasi

Intrinsik * Diffusion -0,117 0,040

Intrinsik * Foreclosure 0,048 0,402

Intrinsik * Moratorium 0,162 0,004

Intrinsik * Achievement -0,063 0,270

Sumber : Pengolahan data SPSS 22

Pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa motivasi intrinsik berkorelasi secara signifikan dengan diffusion (r= -0,117; p<0,05). Dari hasil ini maka H05 ditolak yang artinya bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik dengan status identitas ego identity diffusion pada remaja

JABODETABEKpengguna media sosial. Hubungan keduanya termasuk korelasi rendah dengan arah yang negatif. Yang dimaksud dengan arah yang negatif yaitu semakin rendah motivasi intrinsik yang dimiliki oleh pengguna media sosial maka semakin tidak memiliki eksplorasilah pengguna media sosial tersebut. Sebaliknya semakin rendah pengguna media sosial memiliki kecendrungan identity diffusion dalam menggunakan media sosial makan akan semakin tinggi pengguna media sosial memiliki motivasi intrinsik dalam menggunakan media sosialnya. Dengan kata lain semakin rendah remaja yang

menggunakan media sosial untuk menghilangkan stress dan mencari hiburan, maka semakin tidak memiliki eksplorasilah remaja tersebut. Tidak memiliki eksplorasi termasuk pada kecenderungan status identity diffusion maka, semakin rendah remaja menggunakan motivasi intrinsik dalam penggunaan media sosial maka semakin tinggilah kecenderungan status identity diffusion. Remaja yang berada dalam status identity diffusion tidak melakukan eksplorasi dan belum memiliki komitmen, sehingga terkait dengan media sosial, mereka lebih melihatnya sebagai fasilitas untuk meluangkan waktu dan mencari hiburan saja, tanpa ada tujuan terkait dengan identitas dirinya.

Motivasi intrinsik tidak berkorelasi secara signifikandengan foreclosure (r= 0,048; p>0,05). Dari hasil ini maka H06 diterima yang artinya bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik dengan status identitas ego identity foreclosure pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial. Sedangkan motivasi intrinsik berkorelasi secara signifikan dengan moratorium (r= 0,162; p<0,05). Dari hasil tersebut maka H07 ditolak yang artinya bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik dengan status identitas ego identity moratorium pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial. Hubungan keduanya termasuk korelasi rendah dengan arah yang positif. Yang dimaksud dengan arah yang positif yaitu semakin rendah motivasi intrinsik yang dimiliki oleh pengguna media sosial maka semakin rendah pula remaja memiliki kecenderungan identity moratorium. Sebaliknya, semakin rendah pengguna media sosial memiliki kecenderungan identity moratorium maka semakin rendah pula pengguna media sosial menggunakan motivasi intrinsik dalam penggunaan media sosial. Hal ini dapat

(8)

8 dipahami bahwa remaja yang memiliki motivasi intrinsik seperti mencari hiburan dan melepaskan stress artinya remaja tersebut telah bereksplorasi dalam menggunakan media sosial. Remaja telah mencari hal-hal apa saja dalam media sosial yang menjadi hiburan dan untuk melepas stress. Remaja yang telah mengalami eksplorasi kecendrungannya berada pada status identity moratorium. Maka semakin rendah motivasi intrinsik digunakan dalam penggunaan media sosial maka akan semakin rendah pula

kecenderungan untuk memiliki identity moratorium. Sedangkan identity moratorium tidak berhubungan dengan motivasi ekstrinsik karena remaja dengan kecendrungan status identitity moratorium tidak menggunakan media sosial untuk berhubungan dengan orang lain dan mencari informasi yang mengarah pada komitmen yang tidak dimiliki oleh status identity moratorium. Pada bagian motivasi intrinsik tidak berkorelasi secara signifikan dengan achievement (r= -0,063; p>0,05). Dari hasil tersebut maka H01 diterima yang artinya bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik dengan status identitas ego identity achievement pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil olahan data dapat disimpulkan bahwa:

1.Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity diffusion pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial.

2.Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity foreclosure pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial.

3. Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity moratorium pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial.

4. Ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity achievement pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial.

5. Ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity diffusion pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial.

6. Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity foreclosure pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial.

7. Ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity moratorium pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial.

8. Tidak ada hubungan yang signifikan antara motivasi ekstrinsik dengan status identitas ego identity achievement pada remaja JABODETABEKpengguna media sosial.

Saran dari peneliti yaitu individu diharuskan seimbang dalam memiliki kedua motivasi

penggunaan media sosial yaitu motivasi ekstrinsik dan intrinsik dalam menggunakan media sosial. Seperti menggunakan media sosial untuk membina hubungan dengan orang lain dan menggunakan media sosial untuk hiburan. Disarankan agar melakukan kedua hal tersebut agar terjadi keseimbangan dalam

(9)

9 menggunakan media sosial, baik secara motivasi ekstrinsik maupun motivasi intrinsik. Hal tersebut dilakukan agar individu mengetahui kecenderungan status identitasnya.

Saran dari peneliti untuk penelitian selanjutnya adalah mencari waktu yang tepat dan disesuaikan dengan keadaan partisipan agar dapat mencari partisipan sebanyak-banyaknya. Saran selanjutnya, sebaiknya item kuisoner dibuat sesederhana mungkin, baik dari segi bahasa maupun banyaknya item yang dipergunakan sehingga mudah untuk dimengerti dan tidak menimbulkan kebosanan dan ketidaksungguhan pada partisipan saat mengisi kuisioner.

REFERENSI

Adams, G. R. (1998).

The Objective Measure of Ego Identity Status.

Thesis, Canada.

Anggraeny, B. D. (2015, Maret 11).

Punyanya belia

. Dipetik Maret 28, 2015, dari

Media sosial paling polpuler di indonesia:

http://beliadewyanggraeny.blogspot.com/2015/03/media-sosial-paling-populer-di-indonesia.html

B. M., K. R., & S. R. (2012).

SPSS for psychologist.

United Kingdom: Palgrave

MacMillan .

Hanjani, F. A. (2013, Juli 3). Peningkatan kebutuhan akan media sosial pada remaja,

salah siapa ?

Persoanal growth

, hal. 1-4. Dipetik Maret 28, 2015, dari

http://www.personalgrowth.co.id/en/journal-viewarticle.php?id=91

Hendra. (2014, Januari 3).

Gaptek

. Dipetik Maret 28, 2015, dari Fenomena internet pada

anak dan remaja:

http://hendra.room318online.com/fenomena-internet-pada-anak-anak-dan-remaja/

Kemp, S. (2015, Januari 21).

Digital, social & mobile in 2015

. Diambil kembali dari

We are social: http://wearesocial.sg/blog/2015/01/digital-social-mobile-2015/

Kim, J. Y., Shim, J. P., & Ahn, K. M. (2011). Social networking service : motivation,

pleasure, and behavioral intention to use.

The journal of computer information

system

, 92-101.

Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2014).

Experience Human Development

(12th ed.).

(M. Masykur, Penyunt., & F. W. Herarti, Penerj.) Jakarta: McGraw-Hill

Education (Asia) and Salemba Empat.

Semium, Y. (2013).

Teori-teori kepribadian psikoanalitik kontemporer2.

Yogyakarta:

Kanisius.

(10)

10

RIWAYAT PENULIS

Suci Ramadhanika Putri, Jakarta pada 16 Februari 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Psikologi tahun 2015.

Referensi

Dokumen terkait

Pada status identitas foreclosure remaja tidak mencari tahu mengenai bidang pekerjaan, namun mereka sudah menentukan pilihan jenis pekerjaan yang

Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner untuk kedua variabel yang akan diuji hubungannya, yaitu status identitas kategori identity achievement

Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan pola asuh orangtua dengan status identitas diri remaja kepada 87 responden di SMAN 6 Pekanbaru dapat

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi dengan jud ul “Hubungan ant ara Status Identitas Vokasional dengan Harapan Remaja” beserta isinya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada kekhasan status identitas remaja, yaitu pertama merupakan status identitas achievement , kedua yaitu memiliki status identitas

Dari hasil ini disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara konformitas kelompok dengan motivasi berprestasi pada remaja akhir, yang berarti bila

Hasil dari analisa yang sudah dilakukan menunjukkan ada hubungan antara pengenalan status identitas remaja dengan aktualisasi diri di Pondok Pesantren

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara durasi penggunaan media sosial dengan motivasi belajar remaja di SMAN 1 Gringsing responden yang menggunakan durasi media sosial