• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DAN HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS) TERHADAP KEMAMPUAN DISPOSISI MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP TAMAN SISWA TELUK BETUNG TAHUN AJARAN 2016/2017 - Raden Intan Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DAN HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS) TERHADAP KEMAMPUAN DISPOSISI MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP TAMAN SISWA TELUK BETUNG TAHUN AJARAN 2016/2017 - Raden Intan Repository"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DAN HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS) TERHADAP KEMAMPUAN

DISPOSISI MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP TAMAN SISWA TELUK BETUNG

TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Dalam Ilmu Matematika

Oleh

OMY OGISTINA WATI NPM : 1311050051

Jurusan: Pendidikan Matematika

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

(2)

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DAN HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS) TERHADAP KEMAMPUAN DISPOSISI

MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP TAMAN SISWA TELUK BETUNG

TAHUN AJARAN 2016/2017

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Matematika (S.Pd)

Dalam Ilmu Matematika

Oleh

OMY OGISTINA WATI NPM : 1311050051

Jurusan : Pendidikan Matematika

Pembimbing I : Mujib, M.Pd.

Pembimbing II : Busmayaril, S.Ag., M.Ed.

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN

(3)

ABSTRAK

PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DAN HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS) TERHADAP KEMAMPUAN

DISPOSISI MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP TAMAN SISWA TELUK BETUNG

TAHUN AJARAN 2016/2017 Oleh

OMY OGISTINA WATI

Sasaran dalam pembelajaran matematika diantaranya adalah kemampuan disposisi matematis. Rendahnya kemampuan disposisi matematis peserta didik kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk Betung disebabkan rendahnya kemauan peserta didik untuk berpikir dan bertindak secara positif yang mencakup minat belajar, keinginan, kegigihan,kemauan dan kesungguhan yang kuat dalam belajar matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS) terhadap kemampuan disposisi matematis peserta didik.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment design dengan populasi kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk Betung. Sampel yang digunakan sebanyak 2 kelas dengan teknik simple random sampling dengan sampling jenuh. Kelas VIII B dan A sebagai kelas eksperimen dan kontrol. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket kemampuan disposisi matematis, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t dua sampel tidak berkorelasi. Pengujian analisis data dilakukan dengan metode Liliefors untuk uji normalitas dan uji kesamaan dua varians untuk uji homogenitas.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS) mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan disposisi matematis peserta didik. Hal ini dilihat dari Perhitungan Uji-t dua sampel tidak berkorelasi menunjukkan > yaitu 3.189 > 2.003 sehingga keputusan ujinya ditolak dan diterima, yaitu rata-rata kemampuan disposisi matematis peserta didik dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS) tidak sama dengan rata-rata kemampuan disposisi matematis peserta didik dengan menggunakan metode konvensional. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat terdapat perbedaan kemampuan disposisi matematis peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan disposisi matematis peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS).

(4)

MOTTO





































)

حاﺮﺸﻧﻻا

:

٥

-

٨

(

(5)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillahirobbil’alamin

Sujud syukur kupersembahkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih nan Maha Penyayang nan Maha Bijaksana nan Maha Kuasa atas segala sesuatu, pada akhirnya tugas akhir (skripsi) ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada manusia pembawa risalah. Manusia yang memiliki cinta yang teramat luas kepada umatnya. Aku senantiasa berdoa, semoga suatu aku bisa bertemu dengannya di telaga Al-Kautsar, amin. Karya sederhana ini aku persembahkan kepada :

1. Kedua orang tuaku yang tercinta, Buya Aman Syuri dan Emak Atni Wati yang telah memberikan cinta, kasih sayang, pengorbanan, nasehat, semangat, dan do’a yang tiada henti untuk kesuksesanku. Mereka yang begitu teristimewa dalam hidupku dan kucinta karena Allah. Terimakasih Mak, terimakasih Buya.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Omy Ogistina Wati, lahir di Desa Gunung Katun Tanjungan Kecamatan Tulang Bawang Udik Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, pada tanggal 08 Oktober 1995. Anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Aman Syuri dan Ibu Atni Wati.

(7)

KATA PENGANTAR

ِمْﯾِﺣﱠرﻟا ِنَﻣْﺣﱠرﻟا ِﷲ ِمــــــــــــــــــْﺳِﺑ

Rasa syukur senantiasa kucurahkan kepada Sang Pencipta, Sang Pemilik Cinta, Allah SWT. Jikalau tanpa kuasa-Nya penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW manusia yang mengajarkan kepada umat manusia betapa indahnya iman dan Islam. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Chairul Anwar, M.Pd selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung beserta jajarannya.

2. Bapak Dr. Nanang Supriyadi, M.Sc selaku ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung.

(8)

inspirasi kepada penulis untuk berkarya sebaik-baiknya, serta pelajaran yang

tiada ternilai harganya demi keberhasilan penulis.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (khusunya Jurusan

Pendidikan Matematika) yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan

kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN

Raden Intan Lampung, jasa kalian akan selalu terpatri di hati.

5. Bapak Ki Subur, selaku Kepala SMP Taman Siswa Teluk Betung yang banyak

membantu dan membimbing penulis selama mengadakan penelitian.

6. Ibu Sumarsih, S.Pd selaku guru matematika di kelas VIII SMP Taman Siswa

Teluk Betung yang telah memberikan kesempatan serta arahan selama penulis

melakukan penelitian.

7. Bapak dan Ibu Guru beserta Staf TU SMP Taman Siswa Teluk Betung yang

banyak membantu dan membimbing penulisan selama mengadakan penelitian.

8. Murobbiyah-murobbiyahku yang telah mentarbiyah ruhiyah dan fikriyah saya

tentang Islam, dan ukhtina-ukhtina, syukran jazakumullah atas ukhuwah selama

ini.

9. Sahabat dan teman tersayang kontrakan I13 (Puji, Cahya, Naimah, Nita, Olif,

Laili), persahabatan dan kebersamaan kita tak akan kulupakan dan juga ucapan

terimakasih atas perhatiannya selama ini terhadap penulis. Tanpa semangat,

dukungan dan bantuan kalian semua tak kan mungkin saya sampai di sini,

terimakasih untuk canda tawa, tangis, dan perjuangan yang kita lewati bersama

(9)

10.Teman-teman Fakultas Tarbiyah dan Keguruan khususnya jurusan pendidikan

matematika kelas A Pendidikan Matematika angkatan 2013 dan semua pihak

yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

membantu dan mendoakan dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua yang

telah memberikan bantuan, bimbingan, dan kontribusi dan sekaligus sebagai catatan

amal ibadah dari Allah SWT. Aamiin Ya Robbal ‘Alamin. Penulis menyadari bahwa

masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap

semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis pribadi dan bagi pembaca sekalian.

Bandar Lampung, Mei 2017 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 11

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 13

G. Definisi Operasional ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 15

(11)

(TAPPS) ... 15

b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)... 19

c. Keunggulan dan Kelemahan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) ... 20

2. Metode Hypnoteaching ... 22

a. Pengertian Metode Hypnoteaching... 22

b. Langkah-Langkah Metode Hypnoteaching ... 31

c. Kelebihan dan Kelemahan Metode Hypnoteaching ... 36

3. Kemampuan Disposisi Matematis ... 38

a. Pengertian Disposisi Matematis ... 38

b. Indikator Disposisi Matematis ... 41

B. Penelitian Yang Relevan ... 44

C. Kerangka Berpikir ... 46

D. Hipotesis ... 49

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 50

B. Variabel Penelitian ... 51

1. Variabel Bebas ... 51

2. Variabel Terikat ... 51

C. Desain Penelitian ... 52

D. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 53

1. Populasi ... 53

2. Sampel dan Teknik Sampling ... 53

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

1. Wawancara ... 54

2. Angket (Kuesioner) ... 54

(12)

F. Instrumen Penelitian ... 55

1. Uji Validitas ... 57

2. Uji Reliabilitas... 59

G. H. Teknik Analisis Data ... 60

1. Uji Normalitas ... 60

2. Uji Homogenitas... 61

3. Uji Hipotesis... 62

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 65

1. Uji Validitas ... 65

2. Uji Reliabilitas... 67

B. Pelaksanaan Pembelajaran ... 68

C. Deskripsi Data Amatan Kemampuan Disposisi Matematis... 73

D. Hasil Uji Prasyarat ... 75

1. Uji Normalitas ... 75

2. Uji Homogenitas... 76

E. Pengujian Hipotesis Statistik ... 76

F. Pembahasan ... 77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

(13)
(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Data Hasil Angket Kemampuan Disposisi Matematis (Prasurvey) ... 5

Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Disposisi Matematis ... 56

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Angket Kemampuan Disposisi Matematis... 66

Tabel 4.2 Deskripsi Data Skor Kemampuan Disposisi Matematis ... 74

Tabel 4.3 Uji Normalitas ... 75

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Wawancara Guru Mata Pelajaran Matematika ... 91

Lampiran 2 Daftar Nama Peserta Didik Kelas Instrumen ... 92

Lampiran 3 Hasil Validasi isi Angket Kemampuan Disposisi Matematis ... 93

Lampiran 4 Kisi-Kisi Angket Kemampuan Disposisi Matematis ... 94

Lampiran 5 Angket Kemampuan Disposisi Matematis ... 95

Lampiran 6 Uji Validitas Angket ... .98

Lampiran 7 Hasil Perhitungan Uji Validitas ... 100

Lampiran 8 Uji Reliabilitas Angket ... 104

Lampiran 9 Perhitungan Uii Reliabilitas... 106

Lampiran 10 Silabus Pembelajaran ... 107

Lampiran 11 RPP Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 111

Lampiran 12 Lembar Kerja Kelompok ... 161

Lampiran 13 Daftar Nama Responden Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 166

Lampiran 14 Angket Kemampuan Disposisi Matematis ... 167

Lampiran 15 Penskoran Angket Kemampuan Disposisi Matematis Kelas Eksperimen ... 169

Lampiran 16 Penskoran Angket Kemampuan Disposisi Matematis Kelas Kontrol... 171

Lampiran 17 Deskripsi Data Angket ... 173

Lampiran 18 Perhitungan Deskripsi Data Angket ... 174

Lampiran 19 Uji Normalitas Angket Kelas Eksperimen ... 175

Lampiran 20 Perhitungan Uji Normalitas Angket Kelas Eksperimen ... 176

Lampiran 21 Uji Normalitas Angket Kelas Kontrol ... 178

Lampiran 22 Perhitungan Uji Normalitas Angket Kelas Kontrol ... 179

Lampiran 23 Uji Homogenitas Angket ... 181

(17)

Lampiran 25 Uji T-Test ... 183

Lampiran 26 Perhitungan Uji T-Test ... 184

Lampiran 27 Tabel Nilai-nilai r Product Moment ... 185

Lampiran 28 Nilai-nilai Tabel L ... 186

Lampiran 29 Tabel F ... 187

Lampiran 30 Tabel Z Negatif ... 188

Lampiran 31 Tabel Z Positif ... 189

Lampiran 32 Tabel T ... 190

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang

peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi tidak dapat terlepas dari kontribusi bidang

matematika, karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai

disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Hal ini dapat dilihat dalam

berbagai sektor kehidupan manusia, seperti komputasi, transportasi, komunikasi,

ekonomi/perdagangan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Mata pelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan dari

mulai perhitungan sederhana sampai bentuk yang komplek. Sesuai dengan tujuan

nya matematika di sekolah, kita dapat melihat bahwa matematika sekolah

memegang peranan sangat penting. Peserta didik yang merupakan sumber daya

manusia, melalui pembelajaran matematika dapat meningkatkan kualitasnya

dengan berlatih menggunakan pikirannya secara logis, analitis, sistematis,

kritis dan praktis, serta bersikap positif dan berjiwa kreatif dalam menghadapi

berbagai masalah serta mampu memanfaatkan informasi yang diterimanya.

Oleh karena itu, paradigma lama tentang pembelajaran matematika yang

(19)

konvensional harus diubah dengan mengikuti perkembangan zaman, agar para

peserta didik mampu memahami matematika dengan seksama.

Matematika diajarkan di sekolah membawa misi yang sangat penting,

yaitu mendukug ketercapaian tujuan pendidikan nasional, sebagaimana tercantum

dalam Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa

pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:1

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Kelima tujuan pembelajaran matematika di atas, selain pengembangan

kemampuan kognitif pembelajaran matematika pun perlu mengembangkan

kemampuan afektif peserta didik. Hal ini dikarenakan pembelajaran matematika

tidak hanya berkaitan tentang pembelajaran konsep dan aplikasinya, tetapi juga

terkait dengan pengembangan sikap positif peserta didik seperti menghargai

(20)

kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, minat,

sikap ulet, percaya diri dan ketertarikan terhadap matematika sebagai cara dalam

menyelesaikan masalah. Karena peserta didik lebih cenderung pasrah, mudah

menyerah dan kurang termotivasi untuk menyelesaikan soal-soal matematis yang

memerlukan pemikiran tingkat tinggi, peserta didik telah puas dengan apa yang

telah diperoleh meskipun bukanlah hasil yang memuaskan, kurang memiliki

motivasi untuk melakukan perbaikan. Dampak dari sikap yang kurang positif

terhadap matematika, serta kurangnya rasa percaya diri, motivasi, ketekunan dan

keingintahuan peserta didik adalah rendahnya pembelajaran matematika.

Pengembangan matematika tersebut akan membentuk kecenderungan kuat yang

dinamakan disposisi matematis.

Sejalan dengan itu, menurut Kilpatrick, Swaftord, dan Findell bahwa

disposisi matematis adalah kecenderungan memandang matematika sebagai

sesuatu yang dapat dipahami, merasakan matematika sebagai sesuatu yang dapat

dipahami, merasakan matematika sebagai sesuatu yang berguna, meyakini usaha

yang tekun dan ulet dalam dalam mempelajari matematika akan menumbuhkan

hasil dan melakukan perbuatan sebagai pelajar yang efektif.2 Disposisi matematis

merupakan salah satu faktor penunjang dari keberhasilan belajar peserta didik.

Peserta didik memerlukan disposisi yang menjadikan mereka gigih menghadapi

masalah yang lebih menantang, untuk bertanggung jawab terhadap belajar mereka

(21)

sendiri dan mengembangkan kebiasan baik pada pembelajaran matematika. Pada

tahun 2015, Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) menunjukkan bahwa peringkat matematik peserta didik SMP kelas VIII di

Indonesia menduduki peringkat ke-36 dari 49 negara yang ikut serta.3 TIMSS

juga mengukur sikap peserta didik terhadap matematika, hasil yang didapat

menunjukkan 20% peserta didik Indonesia menyukai belajar matematika, 10%

tidak menyukai belajar matematika, dan 70% biasa saja. 4

Berdasarkan laporan TIMSS tersebut, terlihat bahwa peserta didik

Indonesia yang menyukai belajar matematika masih rendah. Hal ini karena

disposisi matematis dipandang lebih dari sekedar bagaimana peserta didik

menyenangi matematika. Akan tetapi, sikap menyenangi matematika tersebut

tidak dapat dipandang sebagai keseluruhan dari disposisi matematis, namun sikap

tersebut dapat dijadikan dasar untuk menumbuhkan sikap positif lainnya, seperti

kepercayaan diri, minat terhadap matematika, melihat kegunaan matematika dan

lain-lain. Karena itu dapat disimpulkan bahwa perlunya sikap menyenangi

matematika agar dapat berkembangnya sikap positif lainnya termuat dalam

disposisi matematis terhadap prestasi belajar matemaka.

Salah satu penyebab rendahnya peringkat matematika peserta didik kelas

VIII SMP di Indonesia adalah rendahnya kemampuan disposiis matematis, seperti

3 Ina V.S. Mullis dkk., TIMSS 2015 Assessment Frameworks, (Chestnut Hill: Lynch School of Education, Boston College, 2012), h. 42.

(22)

halnya yang terjadi di SMP Taman Siswa Teluk Betung. Rendahnya kemampuan

disposisi matematis terjadi pada peserta didik kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk

Betung. Berdasarkan observasi terlihat saat pelajaran matematika dimulai, banyak

peserta didik yang masih berada diluar kelas dan mengulur-ulur waktu untuk

masuk kelas. Lalu saat pelajaran berlangsung, banyak peserta didik mengatakan

tidak suka terhadap pelajaran matematika, peserta didik tidak memiliki rasa ingin

tahu dan kurangnya minat untuk belajar matematika, peserta didik banyak yang

mengantuk, bercanda dengan temannya, tidak fokus dengan materi yang

disampaikan guru, dan sering mengeluh apabila diberikan tugas atau PR.

Banyaknya peserta didik yang menyontek dan menyalin tugas temannya pada saat

ulangan menunjukkan banyak peserta didik yang tidak percaya diri terhadap

kemampuannya.5 Berikut ini adalah tabel mengenai kemampuan disposisi

matematis peserta didik kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk Betung.

Tabel 1.1

Hasil Angket Kemampuan Disposisi Matematis Peserta Didik

No Kelas Nilai Jumlah Peserta Didik Nilai 70 Nilai < 70

1. VIII A 4 26 30

2. VIII B 5 23 28

Jumlah Peserta Didik 9 49 58

Sumber : Data Prasurvey hasil angket kemampuan disposisi matematika Peserta Didik SMP Taman Siswa Teluk Betung TP.2016/2017.

(23)

Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui bahwa kemampuan

disposisi matematis peserta didik masih rendah. Rata-rata peserta didik dengan

nilai KKM 70 yang lulus hanya 15.517%, sedangkan yang tidak lulus mencapai

84.483% dari jumlah peserta didik keseluruhan kelas VIII SMP Taman Siswa.

Menurut Ibu Sumarsih S.Pd selaku guru mata pelajaran matematika di SMP

Taman Siswa Teluk Betung, beliau mengatakan bahwa mayoritas peserta didik

masih bingung dan cepat menyerah saat diberikan soal yang sedikit lebih rumit.

Hal ini disebabkan peserta didik masih terfokus dengan rumus baru yang sedang

diajarkan sehingga melupakan materi sebelumnya yang bisa membantu

menyelesaikan soal tersebut. Peserta didik juga masih kurang memiliki

keingintahuan terhadap matematika seperti masih jarang peserta didik yang

membaca sendiri materi pelajaran yang belum diajarkan dan mengkaitkan materi

matematika yang baru dengan materi yang telah dipelajari. Jika rendahnya

disposisi matematis tersebut tidak segera di atasi, maka peserta didik akan terus

menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit. Hal tersebut

membuat peserta didik tidak lagi mempunyai sikap positif terhadap kemampuan

matematika dan lambat laun akan kehilangan keinginan untuk mempelajari

matematika padahal matematika merupakan kebutuhan di masa kini dan masa

mendatang.6

(24)

Melihat pentingnya disposisi matematis dan masih rendahnya kemampuan

disposisi matematis peserta didik SMP Taman Siswa Teluk Betung, maka untuk

meningkatkan kemampuan disposisi matematis peserta didik, diperlukan suatu

metode pembelajaran yang sesuai. Penerapan metode yang tepat sangat

mempengaruhi keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Sebagaimana telah

dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An Nahl ayat 125 yang terkait secara langsung

tentang dorongan untuk memilih metode pembelajaran yang berbunyi :

                                          

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Berdasarkan kondisi di atas, peneliti tertarik untuk menerapkan suatu

metode yang diperkirakan guru mampu mendukung kemampuan disposisi

matematis peserta didik, yaitu hipnotis. Hipnotis tidak hanya berguna dalam

mengatasi permasalahan yang menyangkut kondisi fisik ataupun psikis,

melainkan juga bisa dimanfaatkan dalam upaya optimalisasi kegiatan

pembelajaran. Hipnotis jenis yang satu ini kini disebut Hypnoteaching. Menurut

Yustisia hypnoteaching merupakan metode pembelajaran dalam menyampaikan

(25)

mampu menumbuhkan ketertarikan peserta didik dalam pembelajaran. Karena itu

belajar akan lebih menyenangkan, damai, tenang, rileks, dan enjoy.7

Belajar matematika dengan hypnoteaching ini dapat memunculkan

nilai-nilai positif pada diri peserta didik serta lingkungannya (termasuk guru dan teman

sejawat), oleh karena itu pelaksanaan metode pembelajaran hypnoteaching ini

akan disertai Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS). Menurut Marteen

“The think aloud method is a good way to avoid false information and obtain

direct data about the solution process that takes place when an expert solves a

problem”. Metode ini merupakan sebuah metode pembelajaran dimana peserta

didik akan dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari dua orang yang

masing-masingnya akan berperan sebagai problem solver (PS) dan listener (L).8 Di dalam kelompok tersebut peserta didik akan mengerjakan beberapa masalah

matematika yang diberikan oleh guru sesuai dengan peran masing-masing. Pada

metode pembeljaran ini lebih menekankan pada proses penyelesaian maslah

matematika dari masalah hasil.

Aktivitas dua peserta didik tersebut diberi peranan yaitu pemecahan

masalah yang diamati dan menyampaikan bagaimanakah solusi dari masalah

tersebut atau problem solver (PS) dan pendengar semua yang di sampaikan oleh

7 Riska Yulianti, “Penerapan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan Hypnoteaching pada Materi SPLDV di Kelas VIII Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Peserta didik”, JurnalPenelitian Pendidikan, Vol.2 No.2 (2016), h.33.

(26)

PS termasuk solusi dari permasalahan dan menangkap semua kesalahan apapun

yang terjadi atau listener (L). Sebelum itu peserta didik terlebih dahulu harus

dikondisikan oleh guru agar memiliki minat, keterkaitan, semangat, serta percaya

diri, sehingga peserta didik tidak terasa cemas dan malu bahkan enggan ketika

mencoba menyelesaikan dan menjelaskan pemecahan masalah matematisnya.

Salah satunya memberikan sugesti positif kepada peserta didik dengan metode

hypnoteaching. Dengan metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem

Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS), diharapkan kemampuan

pemahaman konsep matematika peserta didik akan terus terlatih sampai akhirnya

merangsang munculnya kemampuan disposisi matematis peserta didik.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

“Pengaruh Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving Dan Hypnoteaching

(Hypno-TAPPS) Terhadap Kemampuan Disposisi Matematis Peserta Didik Kelas

(27)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan,

maka timbul pernyataan yang mendasari penelitian ini, antara lain:

1. Kemampuan disposisi matematis peserta didik masih tergolong rendah karena

rendahnya semangat, minat, ketertarikan dan percaya diri peserta didik dalam

belajar matematika.

2. Pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar matematika belum efektif

dalam mengembangkan kemampuan disposisi matematis karena cenderung

membuat peserta didik pasif.

3. Kemampuan disposisi matematis peserta didik masih dikesampingkan oleh

guru karena menganggap disposisi matematis hanya merupakan pelengkap

pembelajaran saja.

C. Pembatasan masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka batasan

masalah dalam penelitian ini, adalah kemampuan disposisi matematis peserta

didik menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan

Hypnoteaching (Hypno-TAPPS).

(28)

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: “Apakah terdapat pengaruh

metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching

(Hypno-TAPPS) terhadap kemampuan disposisi matematis peserta didik kelas VIII SMP

Taman Siswa Teluk Betung ?”.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode

Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS)

terhadap kemampuan disposisi matematis peserta didik kelas VIII SMP Taman

Siswa Teluk Betung.

Adapun manfaat yang diharapkan peneliti dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan sumbangan pemikiran khususnya bagi guru kelas VIII SMP dengan

karakteristik peserta didik yang relatif sama mengenai suatu alternatif

pembelajaran yang dapat digunakan untuk memunculkan disposisi peserta

didik sehingga dapat mempunyai kemampuan disposisi yang baik pula.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi guru, memberikan suatu model pembelajaran alternatif yang dapat

(29)

b. Bagi sekolah, sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam rangka

memperbaiki proses pembelajaran matematika serta untuk meningkatkan

prestasi belajar peserta didik.

c. Bagi Peserta didik, diharapkan dengan meningkatkan kemampuan

disposisi matematis peserta didik maka dapat menggunakan penalarannya

dalam menyelesaikan masalah matematika. Selain itu, dapat memperoleh

pengalaman langsung dalam meningkatkan kemampuan disposisi

matematis melalui metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching.

d. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk penelitian

yang lebih lanjut mengenai disposisi matematis peserta didik dengan

perlakuan dan karakter peserta didik yang relatif sama, serta

menyelesaikan persoalan dalam pembelajaran matematika yang

berlangsung dan mempermudah peserta didik memahami materi yang

diajarkan dan bermakna bagi peserta didik.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Peneliti mengambil kajian tentang pengaruh metode Thinking Aloud Pair

Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS) terhadap kemampuan disposisi matematis peserta didik kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk Betung,

maka ruang lingkup penelitian dibatasi sebagai berikut:

(30)

Objek Penelitian dari penelitian ini adalah pengaruh metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching terhadap kemampuan

disposisi matematis peserta didik kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk Betung

Tahun ajaran 2016/2017.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini yaitu peserta didik kelas VIII semester genap di

SMP Taman Siswa Teluk Betung tahun ajaran 2016/2017.

3. Wilayah Penelitian

SMP Taman Siswa Teluk Betung, Kecamatan Teluk Betung, Kota

Bandar Lampung, Kabupaten Bandar Lampung.

4. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah saat peserta didik kelas VIII semester genap

di SMP Taman Siswa Teluk Betung tahun ajaran 2016/2017.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap

istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini, beberapa penjelasannya sebagai berikut:

1. Disposisi matematis adalah kemauan peserta didik untuk berpikir dan

bertindak secara positif yang mencakup minat belajar, kegigihan serta

(31)

2. Hypnoteaching adalah metode pembelajaran yang dalam menyampaikan materi guru menggunakan bahasa (sugesti) yang mampu menumbuhkan

ketertarikan peserta didik dalam pembelajaran.

3. Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) adalah suatu metode

pembelajaran yang menggunakan pendekatan pemecahan masalah dengan

melibatkan dua orang peserta didik yang bekerja sama dalam menyelesaikan

suatu masalah.

4. Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching

(Hypno-TAPPS) adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

pemecahan masalah secara berpasangan serta didukung oleh peran guru yang

memberikan sugesti dengan kata-kata positif untuk persiapan peserta didik

dalam proses diskusi dan memecahkan masalah tersebut sehingga peserta

(32)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

Dalam bahasa indonesia Thinking Aloud artinya berpikir keras, Pair

artinya berpasangan dan Problem Solving artinya pemecahan atau

penyelesaian masalah. Jadi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

dapat diartikan sebagai teknik berpikir keras secara berpasangan dalam

penyelesaian masalah, yang merupakan salah satu metode pembelajaran

yang dapat menciptakan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. Saat

peserta didik memecahkan suatu permasalahan, peserta didik dapat langsung

menyampaikan pemikirannya kepada teman sebayanya. Kesempatan ini

mengajarkan peserta didik untuk menjadi problem solver yang baik. Sehingga metode TAPPS memberikan tantangan kepada peserta didik untuk

belajar dan berpikir sendiri.

Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Claparade, yang kemudian

digunakan oleh Bloom dan Bloder untuk meneliti proses pemecahan masalah

pada peserta didik SMP. Arthur Whimbey dan Jack Lochhead telah

mengembangkan metode ini lebih jauh dengan maksud untuk mendorong

(33)

pemikiran dalam menyelesaikan masalah pada pengajaran matematika dan

fisika. Pada metode TAPPS, peserta didik di kelas dibagi menjadi beberapa

tim, setiap tim terdiri dari dua orang. Satu orang peserta didik menjadi

problem solver (PS) dan satu orang lagi menjadi listener (L),

menggambarkan pasangan yang bekerja sama sebagai problem solver dan

listener untuk memecahkan suatu permasalahan dan setelah selesai mereka

bertukar peran.

Setiap tim atau kelompok tersebut peserta didik akan mengerjakan

beberapa masalah matematika yang diberikan oleh guru sesuai dengan

perannya masing-masing. Pada metode pembelajaran ini lebih menekankan

pada proses penyelesaian yang digunakan dalam menyelesaikan masalah

matematika berupa tulisan beserta penjelasannya. PS akan terus berusaha

membuat L mengerti dengan proses yang dipilihnya sedangkan L berperan

mendorong PS untuk terus berpikir dan menggambarkan langkah-langkah

penyelesaian masalah tersebut. Selain itu L juga dapat mengajukan

pertanyaan klarifikasi dan memeberikan saran tetapi tetap harus menahan diri

untuk menyampaikan semua ide-ide yang dimilikinya dalam proses

penyelesaian masalah.9

Dengan demikian dapat disimpulkan metode TAPPS merupakan

metode yang menuntut peserta didik berkelompok kemudian dalam satu

(34)

kelompok tersebut peserta didik akan berperan sebagai problem solver dan

listener dalam menyelesaikan masalah. Selain itu, perincian tugas problem

solver dan listener pada pembelajaran TAPPS dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1) Tugas seorang problem solver (PS)

a) Membaca soal listener mengetahui permasalahan yang akan

dipecahkan.

b) Mulai menyelesaikan soal dengan cara sendiri. Problem solver

mengemukakan semua pendapat serta gagasan yang terpikirkan,

mengemukakan semua langkah yang akan dilakukan untuk

menyelesaikan masalah tersebut diambil agar listener mengerti

penyelesaian yang dilakukan problem solver.

c) Problem solver harus lebih berani dalam mengungkapkan segala hasil

pemikirannya. Anggaplah bahwa listener tidak sedang mengevaluasi.

d) Mencoba untuk terus menyelesaikan masalah sekalipun problem selver

menganggap masalah tersebut sulit.

2) Tugas seorang listener (L) sebagai berikut:

a) Menentukan problem solver tetap berbicara, tetapi jangan menyela

ketika problem solver sedang berpikir.

b) Memastikan bahwa langkah dari solusi permasalahan yang

diungkapkan problem solver tidak ada yang salah dan tidak ada yang

(35)

c) Membantu problem solver agar lebih teliti dalam mengungkapkan

solusi permasalahannya.

d) Memahami setiap langkap yang diambil problem solver jika tidak

mengerti, maka bertanyalah kepada problem solver.

e) Jangan membiarkan problem solver melanjutkan jika problem solver

membuat kesalahan. Disini tugas listener menghindari untuk langsung

mengoreksi, melainkan berikan pertanyaaan penuntun yang mengarah

ke jawaban yang benar.10

b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Thinking Aloud Pair Problem

Solving (TAPPS)

Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan metode Thinking Aloud

Pair Problem Solving (TAPPS) adalah sebagai berikut:

1. Peserta didik dibagi menjadi berkelompok.

2. Setiap kelompoknya terdiri dari dua sampai empat orang peserta didik.

3. Peserta didik diminta duduk secara berpasangan dan saling berhadapan.

4. Setiap anggota kelompok menentukan siapa yang terlebih dahulu menjadi

problem solver dan siapa yang menjadi listener.

5. Setelah itu, guru memberikan soal kepada setiap kelompok.

6. Yang berperan sebagai problem solver harus membacakan soal dengan

jelas kepada listener.

(36)

7. Selanjutnya, problem solver memberikan gagasannya mengenai soal

tersebut, problem solver juga menjelaskan langkah yang akan digunakan.

8. Setelah itu barulah problem solver menyampaikan hasil pemikirannya.

9. Listener bertugas untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh

problem solver dan memahami setiap langkah, jawaban, dan analisa yang

diberikan.

10.Listener tidak diperkenankan menambahkan jawabannya problem solver

karena listener disini hanya berhak untuk memberitahukan apabila terjadi

kekeliruan dalam analisa problem solver.

11.Apabila suatu soal atau masalah telah terselsaikan oleh problem solver

maka mereka segera bertukar tugas, problem solver menjadi listener dan

listener menjadi problem solver.

12.Setelah mereka bertukar tugas lalu guru memberikan masalah baru yang

harus diselsaikan oleh problem solver yang baru. Hal ini dilakukan agar

setiap peserta didik berkesempatan untuk memberikan hasil analisa dan

berkesempatan juga menjadi pendengar.11

c. Keunggulan dan Kelemahan Metode Thinking Aloud Pair Problem

Solving (TAPPS)

Menurut Elizabeth mengutarakan bahwa metode Thinking Aloud Pair

Problem Solving (TAPPS) dapat meningkatkan kemampuan analitis dengan

(37)

membantu peserta didik untuk mengutarakan gagasan, berlatih konsep,

memahami urutan langkah-langkah yang mendasari pemikiran dalam

menyelesaikan masalah yang diberikan dan dapat mengidentifikasi kesalahan

dalam penalaran orang lain.12 Kyungmoon Jeon juga mengatakan bahwa metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) lebih efektif dalam

mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah,

terutama dalam mengingat kembali konsep-konsep yang terkait dalam

menyelesaikan soal matematika. Sejalan dengan pendapat di atas, Caruso dan

Tudge mengungkapkan bahwa metode Thinking Aloud Pair Problem Solving

(TAPPS) adalah metode yang efektif dan efisien membangun kemampuan

menjelaskan analitis peserta didik karena metode ini melibatkan pertukaran

konsepsi antar peserta didik, yang membantu mereka meningkatkan

pembelajaran dan pemahaman mereka dalam memahami konsep dengan

pemahaman yang lebih baik.13

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat

beberapa keunggulan dalam pembelajaran dengan menggunakan metode

Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) yaitu:

1)Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah.

2)Meningatkan pemahaman konsep.

12 Ibid

(38)

3) Meningkatkan keahlian mendengarkan aktif.

4) Meningkatkan keahlian berkomunikasi.

5) Membangun rasa percaya diri dalam memecahkan masalah.

Melalui metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)

peserta didik belajar untuk bertanggung jawab dalam kegiatan belajar, tidak

sekedar menjadi penerima informasi yang pasif, namun harus dituntut

bergerak aktif untuk terampil bertanya dan mengemukakan pendapat,

menemukan informasi yang relevan dari sumber yang tersembunyi, mencari

berbagai cara alternatif untuk mendapatkan solusi, dan menentukan cara yang

paling efektif untuk menyelesaikan masalah, sehingga dari hal-hal tersebut

dapat terlihat jelas aktivitas yang dilakukan peserta didik dalam memecahkan

masalah yang dihadapi ketika proses pembelajaran berlangsung. Menurut A.

Tabrani Rusyan dan Yani Daryani, Kekurangan cara belajar dengan metode

TAPPS adalah proses belajar ini memerlukan waktu yang cukup banyak, dan

mengubah kebiasaan belajar seseorang dari belajar dengan banyak

mendengarkan dan menerima informasi menjadi berfikir memecahkan

permasalahan.14

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode Thinking

Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) merupakan metode pembelajaran yang

mengelompokkan peserta didik secara berpasangan yang tiap peserta didik

mempunyai peran dan tugas masing-masing yaitu sebagai problem solver dan

(39)

listener bertugas mendengarkan setiap langkah penyelesaian yang

disampaikan oleh problem solver serta berhak mengarahkan jawaban jka

menemukan kesalahan.

2. Metode Hypnoteaching

a. Pengertian Metode Hypnoteaching

Menurut N. Yustisia, kata hypnoteaching merupakan perpaduan dari

dua kata yaitu hypnosis dan teaching. Hypnosis berarti sugesti dan teaching

yang berarti mengajar. Jadi dapat diartikan hypnoteaching usaha untuk

menghipnosis atau mensugesti anak didik supaya menjadi lebih baik dan hasil

belajarnya meningkat. Sebelum itu ada dua istilah yang berkaitan dengan

hypnoteaching yaitu hipnotis dan hypnosis.15 Dilihat dari segi bahasa,

hipnosis merujuk pada nama Dewa Tidur orang Yunani, yakni hypnos.

Meskipun diambil dari nama Dewa Tidur orang Yunani, kondisi hipnosis

tidak persis sama dengan dewa tersebut. Artinya, hipnosis tidak membuat

orang benar-benar dalam kondisi tidur. Orang yang sedang tidur tidak

menyadari dan tak mampu mendengar suara-suara disekitarnya. Sedangkan,

orang dalam kondisi hipnosis, meskipun tubuhnya beristirahat (seperti tidur)

masih bisa mendengar dengan jelas dan merespon informasi yang

diterimanya.

(40)

Penjelasan tersebut tampak jelas bahwa hipnosis tidak sama dengan

tidur, hal ini mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia hipnosis adalah

keadaan seperti tidur karena sugesti. Pada taraf permulaan, orang itu berada di

bawah pengaruh pihak yang memberikan sugesti. Sedangkan hipnotis adalah

membuat seseorang dalam keadaan hipnosis. Dengan demikian, perbedaannya

sudah jelas bahwa hipnosis itu adalah kondisi ketidaksadaran seseorang

sedangkan hipnotis adalah jalan menuju pada kondisi tersebut.16

Hipnotis merupakan komunikasi seperti halnya dalam kehidupan

sehari-hari. Namun ada yang membedakan, yaitu formal hipnosis dan

informal hipnosis.

a) Formal Hypnosis

Aktivitas hipnotis yang digambarkan dengan melambaikan tangan,

mengayunkan pendulum, memandu relaksasi, merupakan bentuk dari

hipnotis formal, atau direct hypnosis, terkadang disebut sebagai genuine

hypnosis. Pada umumnya pengertian “mempelajari hipnotis” secara awam,

adalah mempelajari teknik hipnotis formal, walaupun di dunia

hypnotherapy modern juga terdapat teknik hipnotis informal yang

dipergunakan misalnya untuk menghadapi klien yang sangat kritis teknik

ini nantinya merupakan bagian dari ericksonian hypnotherapy. Jadi jika

kita menyaksikan seorang Stage Hypnotist beraksi di layar kaca, maka

pasti ini termasuk dalam kategori Formal Hypnosis.

(41)

b) Informal Hypnosis

Hipnotis informal, atau indirect hypnosis biasanya berupa pola

komunikasi alamiah sehari-hari, tetapi dapat membuat filter seseorang

menjadi terbuka. Teknik hipnotis informal ini biasa diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari, walaupun mungkin secara tidak disadari, misalkan

oleh para penjual handal yang mampu menggerakkan calon pembeli, dari

semula tidak tertarik, menjadi mempertimbangkan, dan akhirnya

melakukan pembelian. Pada saat ini hipnotis informal juga mulai

dikembangkan di bidang-bidang non therapeutic, misalkan hypnosis for

selling, hypnosis for parenting, dll. Para politisi, para pemimpin spiritual,

mempergunakan hipnotis jenis ini.17

Berdasarkan penelitian statistik yang dilakukan oleh suatu

universitas di USA, diperoleh kesimpulan, bahwa dalam suatu komunitas,

akan diketemukan tiga kelompok orang dengan tingkat penerimaan

hipnotis yang berbeda, yaitu:18

a. Mudah, yaitu kelompok orang yang sangat mudah untuk menerima

proses hipnotis. Jumlahnya adalah 5%.

b. Moderat, yaitu kelompok orang yang memiliki tingkat respon moderat

untuk menerima proses hipnotis, jumlahnya adalah 85%.

(42)

c. Sulit, yaitu kelompok orang yang memiliki tingkat respon sulit untuk

menerima proses hipnotis, jumlahnya adalah 10%.

Secara umum, hipnotis terbagi menjadi beberapa jenis berikut ini.

a. Stage Hypnotic

Jenis hipnotis ini digunakan untuk kepentingan pertunjukan atau

hiburan.

b. Clinical Hypnoticmental

Jenis ini merupakan aplikasi hipnotis dalam menyembuhkan masalah

mental dan fisik (psikosomatis). Adapun penyakit yang dapat

disembuhkan dengan aplikasi ini antara lain depresi, kecemasan, fobia,

stresdan sebagainya.

c. Anodyne Awareness

Jenis ini adalah aplikasi hipnotis untuk mengurangi rasa sakit fisik dan

kecemasan. Aplikasi ini banyak digunakan oleh dokter, tenaga medis,

perawat, dan dokter gigi untuk membantu pasien menjadi rileks

dengan sangat cepat dan mengurangi rasa sakit melalui mental

anestesi.

d. Forensic Hypnotic

Jenis ini adalah penggunaan hipnotis sebagai alat bantu dalam

melakukan investigasi atau penggalian informasi dari memori.

(43)

Aplikasi hipnotis ini digunakan dalam meneliti berbagai fenomena

metafisika.

Adapun jika dilihat dari pelakunya, hipnotis dapat dibedakan menjadi

empat jenis yaitu:19 Pertama, self hypnotic. Jenis hipnotis ini dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri. Kedua, hetero hypnotic. Jenis hipnotis ini

dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain. Contohnya adalah hipnotis

yang dilakukan seorang hipnoterapis terhadap subjek atau klien. Ketiga, para

hypnotic. Jenis ini adalah kondisi hipnotis yang terjadi karena pengaruh obat.

Biasanya untuk melakukan jenis hipnotis ini, seorang tenaga medis

menggunakan obat bius ataupun golongan anastesi. Dengan membius pasien,

maka tenaga medis telah melakukan para hypnotic yang menyebabkaan

pasien tidak sadar secara fisik. Namun demikian, pikiran pasien masih aktif

serta tetap dapat mendengar apa pun yang dikatakan orang-orang di

sekitarnya. Keempat, waking hypnotic. Jenis yang terakhir ini adalah hipnotis

yang dilakukan dalam keadaan sadar.

Hubungan antara pikiran sadar dan bawah sadar merupakan satu

kesatuan yang akan mempengaruhi system kerja otak, dengan demikian di

butuhkan sugesti dan motivasi untuk menyeimbangkan pikiran tersebut.

Motivasi yang diberikan guru kepada peserta didik sangat berpengaruh dalam

proses belajar mengajar yang aktif, inovatif dan menyenangkan karena

(44)

pesera didik telah memiliki kepercayaan diri dan ketertarikan terhadap

matematika. Hypnoteaching merupakan salah satu metode pembelajaran

yang lebih menekankan pada pemberian sugesti pada peserta didik saat

proses belajar mengajar, sehingga peserta didik memiliki motivasi belajar

dengan mewujudkan suasana belajar yang aktif dan mengembangkan potensi

yang dimiliki. Hal ini mengacu pada definisi yang dikeluarkan oleh U.S.

Department of Education, Human Services Division, dikatakan bahwa;

“Hypnosis is the bypass of the critical factor of the conscious mind followed

by the establishment of acceptable selective thinking” atau “Hipnosis adalah

penembusan faktor kritis pikiran sadar diikuti dengan diterimanya suatu

pemikiran atau sugesti”. Sedangkan definisi dari teaching adalah kegiatan

mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan, sehingga akan meningkatkan

kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.20

Hypnoteaching akan menarik dan menumbuhkembangkan keinginan

peserta didik dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi baik di dalam

pembelajaran maupun di luar konteks pembelajaran itu sendiri. Seperti yang

telah menjadi harapan semua stakeholder pendidikan bahwa belajar bukan

hanya sekedar menerima informasi, melainkan adanya perubahan prilaku dan

tindakan yang dilakukan di dalam semua aspek kehidupan itu sendiri.

(45)

Mohammad Noer menyampaikan kinerja sekaligus nilai lebih dari

hypnoteaching sebagai berikut:

1) Proses menurunkan frekuensi gelombang otak peserta didik dari

gelombang betha state kepada alpha state bahkan bisa lebih dalam

lagi ke theta state.

2) Menidurkan concious mind (otak kiri, pikiran sadar, gelombang

betha) serta mengaktivasi subconcious mind (otak kanan, alam bawah

sadar, alpha-theta).

3) Dengan alpha-theta state membuat pikiran dan perasaan menjadi

semakin santai, rileks, tenang dan nyaman. Pikiran akan mudah

menerima sugesti, saran, informasi dan pelajaran yang disampaikan

oleh guru dikelas.

4) Peserta didik dapat memfokuskan pikiran pada satu titik (materi

pelajaran) dan memaksimalkan potensi panca indra.

5) Guru dapat memberikan motivasi positif kepada peserta didik agar

lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan.21

Jadi hypnoteaching adalah usaha untuk menghipnosis atau mensugesti

anak didik supaya menjadi lebih baik dan prestasinya meningkat. Sejalan

dengan pendapat tersebut, mengemukakan bahwa hypnoteaching adalah seni

berkomunikasi dengan jalan memberikan sugesti agar para peserta didik

(46)

menjadi lebih cerdas. Ibnu Hajar mengemukakan bahwa dalam

hypnoteaching penyajian materi pelajaran menggunakan bahasa-bahasa

bawah sadar yang menimbulkan sugesti peserta didik untuk berkonsentrasi

secara penuh pada ilmu yang disampaikan oleh guru.

Dari beberapa pengertian hypnoteaching sebagaimana uraian di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa hypnoteaching adalah metode pembelajaran

yang dalam menyampaikan materi pelajaran, guru menggunakan teknik

berkomunikasi yang sangat persuasif dan sugestif dengan tujuan agar peserta

didik mudah memahami materi pelajaran. Hypnoteaching menekankan pada

komunikasi alam bawah sadar peserta didik yang dapat dilakukan dengan

berbagai cara, seperti sugesti dan imajinatif. Kemampuan sugesti yang terus

terngiang dalam otak, mampu mengantarkan seseorang pada apa yang

dipikirkannya. Sedangkan imajinasi merupakan proses membayangkan

sesuatu terlebih dahulu baru melakukannya. Dalam hal ini seorang guru

harus mampu membiarkan peserta didiknya berekspresi dan berimajinasi.22 Mengajar itu adalah memberikan informasi kepada seseorang yang

membuat seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, atau dari kurang paham

menjadi lebih paham. Sebelum belajar, seseorang tidak tahu bahwa 2+2

berapa. Namun setelah belajar dia menjadi tahu bahwa 2+2 itu hasilnya

adalah 4. Makanya banyak yang memakai istilah guru yang berarti gu artinya

(47)

kegelapan, dan ru artinya terang benderang. Guru adalah seseorang yang

membuat sesuatu yang gelap menjadi jelas. Jika ‘pengetahuan’ 2+2 sama

dengan 4 itu kita sebut data, maka dengan kata lain, mengajar itu sebenarnya

adalah menyampaikan ‘data’ kepada seseorang dan seseorang itu

menyimpannya. Bukti dia menyimpan data tersebut adalah kapan pun

ditanya tentang data itu dia bisa kembali menunjukkannya. Sekarang

pertanyaan intinya adalah dimana ‘data’ anda tentang 2+2 adalah 4 itu

disimpan? Nah jawabannya ternyata ‘gudang’ penyimpanan data itu adalah

pikiran bawah sadar (Subconscious Mind).

Menurut penelitian akademis yang telah dipercayai selama ini bahwa

otak manusia itu cara kerjanya dibagi menjadi dua yaitu pikiran sadar

(consciousness) dan pikiran bawah sadar (subconscious mind). Jika

dipersentasikan ternyata pikiran sadar itu perannya hanya 12% dan pikiran

bawah sadar adalah 88%. Maka dari itu hampir semua keseharian kita

sebenarnya dominan dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar termasuk

diantaranya penyimpanan data atau pengetahuan. Termasuk di dalamnya data

nama anda. Ada proses panjang orang tua anda memasukkan data bahwa

nama anda adalah X. Sehingga, itulah mengapa sampai detik ini anda masih

ingat nama anda, karena data itu telah tersimpan.23 Keterkaitan antara hipnotis dan pengajaran yang kemudian disebut dengan hypnoteaching.

Singkatnya, hypnoteacing adalah mengajar dengan menggunakan metode

(48)

hypnosis untuk menyampaikan ilmu pengetahuan langsung ke alam bawah

sadar peserta didik.

b. Langkah-Langkah Metode Hypnoteaching

Penerapan metode hypnoteaching dalam kegiatan belajar mengajar di

kelas terbilang efektif. Penerapan hypnoteaching untuk menciptakan

pembelajaran efektif, dilakukan melalui langkah-langkah tertentu.

Langkah-langkah yang dimaksud menurut Hajar adalah sebagai berikut :24 1) Niat dan motivasi dalam diri sendiri

Kesuksesan seseorang dalam berbagai bidang pekerjaan yang menjadi

profesinya tergantung pada niat atau keinginan dalam hati untuk berusaha

dan bekerja keras dalam mencapai kesuksesan tersebut. Sebab niat yang

besar akan memunculkan motivasi yang tinggi dan komitmen untuk selalu

mencurahkan segala perhatian dan energi yang dimilikinya untuk bidang

yang ditekuninya.

2) Pacing

Pacing berarti menyamakan posisi, gerak tubuh, bahasa, serta gelombang

otak dengan orang lain atau peserta didik. Karena pada prinsipnya

manusia cenderung atau lebih suka berinteraksi dengan teman yang

memiliki banyak kesamaan, sehingga ia akan merasa nyaman. Dengan

kenyamanan yang bersumber dari kesamaan gelombang otak inilah, maka

(49)

setiap pesan yang disampaikan dari satu orang ke orang lain bisa diterima

dan dipahami dengan baik. Ada beberapa cara dalam melakukan pacing

terhadap peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:

a) Bayangkan usia kita setara dengan peserta didik, sehingga kita dapat

melakukan aktivitas dan merasakan hal-hal yang dialami oleh

mereka saat ini.

b) Gunakan bahasa sesuai dengan bahasa yang sering digunakan oleh

peserta didik.

c) Lakukan gerakan-gerakan dan mimik wajah yang sesuai dengan

tema bahasan.

d) Sangkutkan tema pelajaran kita dengan tema-tema yang sedang tren

di kalangan peserta didik.

e) Selalu update pengetahuan tentang tema, bahasa, gosif terbaru yang

sedang tren di kalangan peserta didik. Dengan melakukan hal-hal

tersebut, maka tanpa sadar gelombang pikiran kita telah sama

dengan para peserta didik, sehingga mereka merasa nyaman untuk

bertemu dengan kita.

3) Leading

Leading memiliki pengertian memimpin atau mengarahkan sesuatu.

Setelah melakukan pacing, peserta didik akan merasa nyaman dengan

guru. Pada saat itulah hampir setiap apapun yang guru ucapkan atau

(50)

hati. Sehingga sesulit apapun materinya, pikiran bawah sadar mereka akan

menangkap materi pelajaran dengan mudah. Sebaliknya jika kita

melakukan leading tanpa didahului dengan pacing, maka hal itu sama saja

dengan memberikan perintah kepada para peserta didik yang cukup

berisiko, karena mereka melakukannya dengan terpaksa dan tertekan. Hal

ini akan berakibat pada penolakan mereka kepada guru.

4) Gunakan kata-kata positif

Penggunaan kata positif ini sesuai dengan cara kerja pikiran bawah sadar

yang tidak mau menerima kata negatif. Kata-kata tersebut dapat berupa

ajakan dan himbauan. Jadi apabila ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan

oleh mereka, hendaknya menggunakan kata ganti yang positif untuk

mengganti kata-kata negatif. Sebagai contoh apabila akan menenangkan

kelas yang ramai (ribut), biasanya kata perintah yang keluar adalah,

“Jangan ribut!” Dalam mengaplikasikan hypnoteaching, hendaknya

kata-kata jangan ribut ini diganti dengan, “Mohon tenang.”

5) Berikan pujian

Salah satu hal yang paling penting dalam pembelajaran adalah reward and

punishment. Pujian merupakan reward atas peningkatan harga diri

seseorang. Pujian merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep

diri seseorang. Maka dari itu, berikanlah pujian kepada para peserta didik

dengan tulus, sehingga mereka akan terdorong untuk melakukan yang

(51)

prestasinya, termasuk ketika ia berhasil melakukan perubahan positif pada

dirinya sendiri. Dalam memberikan pujian hindari kata penghubung

negatif, misalnya “tapi”, “namun”, “cuma saja”, dan lain sebagainya.

Menggunakan kata-kata tersebut akan membuat pujian kita sia-sia dan

terkesan mengolok-olok, seperti pada perkataan, “Budi, kamu itu anak

yang pandai, ibu/bapak senang sekali punya peserta didik seperti kamu,

tapi sayangnya kamu kurang memperhatikan kerapian pakaianmu”. Cara

untuk menghindari kata penghubung negatif adalah dengan

menghilangkan kata penghubung tersebut. Misalnya, “Kamu adalah

peserta didik yang pandai dan sangat membanggakan. Akan lebih

membanggakan lagi kalau kamu lebih memperhatikan kerapian

penampilanmu”.

6) Modeling

Modeling adalah proses memberi teladan atau contoh melalui ucapan dan

perilaku yang konsisten dan merupakan salah satu kunci keberhasilan

dalam hypnoteaching. Setelah peserta didik merasa nyaman dengan guru,

maka ia perlu memantapkan perilakunya agar konsisten dengan ucapan

dan ajarannya, sehingga ia selalu menjadi figur yang dipercaya. Metode

hypnoteaching dapat digaris bawahi sebagai metode yang dilakukan oleh

guru dengan proses menghipnosis peserta didik dengan sugesti untuk

memotivasi sehingga para peserta didik merasa senang dan selalu

(52)

pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan begitu juga dengan

metode hypnoteaching.

c. Kelebihan dan Kelemahan Metode Hypnoteaching

Metode hypnoteaching dapat digaris bawahi sebagai metode yang

dilakukan oleh guru dengan proses menghipnosis peserta didik dengan sugesti

untuk memotivasi sehingga peserta didik merasa senang dan selalu

bersemangat dalam menerima materi pelajaran. Kelebihan dan kekurangan

metode hypnoteaching tersebut adalah sebagai berikut:25 1) Kelebihan Metode Hypnoteaching

a) Kegiatan belajar mengajar menjadi aktif dan interaktif.

b) Kemampuan imajinasi peserta didik akan berkembang.

c) Kegiatan belajar mengajar lebih dinamis.

d) Meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar.

e) Meningkatkan prestasi peserta didik dalam belajar.

f) Pemantauan terhadap peserta didik lebih intensif.

g) Pemahaman peserta didik mengenai materi menjadi lebih baik, karena

peserta didik tidak menghafal.

2) Kelemahan Metode Hypnoteaching

a) Keraguan guru dalam penerapan hypnoteaching.

(53)

b) Dalam membangun simpati, empati, dan saling pengertian dengan

peserta didik membutuhkan waktu cukup lama.

c) Membagi perhatian bagi setiap peserta didik.

Sehingga pembelajaran TAPPS disertai Hypnoteaching memiliki

karakteristik pemecahan masalah dengan cara membicarakan hasil pemikiran

dalam menyelesaikan masalah dengan pasangan dan saling tukar peran. Di sini

peserta didik memiliki peran masing–masing yaitu sebagai problem solver dan

sebagai listener. Metode ini, setiap peserta didik diberikan permasalahan

berbeda yang harus dipecahkan, sehingga membuat peserta didik untuk terus

menggunakan penalaran lisan dan tulisan matematis peserta didik. Selain itu,

metode ini juga efektif dan efisien membangun kemampuan menjelaskan

analitis peserta didik, karena metode ini melibatkan pertukaran konsepsi antar

siswa, serta membantu mereka meningkatkan pembelajaran dan pemahaman

mereka terhadap materi pembelajaran.

Menurut Stice dan Hartman seorang problem solver memiliki tugas

untuk membaca soal dan kemudian dilanjutkan denganmengungkapkan semua

hal yang terpikirkan baik berupa gagasan maupun ide untuk menyelesaikan

masalah dalam soal tersebut, mengungkapkan semua tahap-tahap yang akan

dilakukan untuk memecahkan masalah. Sedangkan seorang listener bertugas

untuk membantu problem solver melihat apa yang mereka kerjakan, ini berarti

(54)

problem solver lakukan.26 Agar peserta didik dapat melakukan perannya masing–masing dengan baik, maka guru terlebih dahulu mempersiapkan

keadaan peserta didik dengan memberikan sugesti dengan kata-kata positif

untuk persiapan dalam proses diskusi dan memecahkan masalah tersebut

sehingga peserta didik tidak cemas dalam menyelesaikan permasalahan yang

diberikan.

3. Kemampuan Disposisi Matematis

a. Pengertian Disposisi Matematis

Disposisi matematis adalah kemauan peserta didik untuk berpikir dan

bertindak secara positif yang mencakup minat belajar, keinginan, kegigihan,

kemauan dan kesungguhan yang kuat dalam belajar matematika, serta

apresiasi terhadap matematika serta apresiasi terhadap matematika dan

aplikasi dibidang lainnya. Peserta didik yang memiliki kemampuan disposisi

yang baik akan mencari hal positif pada matematika meskipun dia

menemukan kesulitan dalam matematika itu sendiri karena dia meyakini

bahwa apa yang dipelajari dari matematika selalu bisa digunakan baik dalam

proses pembelajaran atau dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Menurut Katz disposisi merupakan kecenderungan untuk berperilaku

secara sadar (consciously), teratur (frequently), dan sukarela (voluntary) untuk

(55)

mencapai tujuan tertentu. Perilaku-perilaku tersebut diantaranya adalah

percaya diri, gigih, ingin tahu, dan berpikir fleksibel. Dalam kontek

matematika, menurut Katz disposisi matematis (mathematical disposition)

berkaitan dengan bagaimana peserta didik menyelesaikan masalah matematis;

apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir fleksibel untuk

mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian masalah. Dalam konteks

pembelajaran, disposisi matematis berkaitan dengan bagaimana peserta didik

bertanya, menjawab pertanyaan, mengkomunikasikan ide-ide matematis,

bekerja dalam kelompok, dan menyelesaikan masalah. 27

Disposisi matematis menurut Sumarmo adalah keinginan, kesadaran,

dan dedikasi yang kuat pada diri peserta didik untuk belajar matematika dan

melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Menurut wardani disposisi

matematis adalah ketertarikan dan apresiasi terhadap matematika yaitu

kecenderungan untuk berpikir dan bertindak positif, termasuk kepercayaan

diri, keingintahuan, ketekunan antusias dalam belajar, kegigihan menghadapi

permasalahan, fleksibel, mau berbagi dengan orang lain, reflektif dalam

kegiatan matematika.28

Ukuran pencapaian kompetensi, guru maupun orang tua sering kali

lebih memperhatikan unsur kognitifnya saja, pada sekolah umum, dan atau

27 Ali Mahmudi, Tinjauan Asosiasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Disposisi Matematis”, (Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika FPMIPA UNY, 17 April 2010), h. 5.

(56)

sisi psikomotoriknya saja, namun sisi afektif sering kali dilupakan. Sisi afektif

walau merupakan domain yang sering dilupakan, tetapi domain ini merupakan

hal yang penting karena di dalamnya ada gairah, minat, sikap positif atau

negatif memandang sesuatu, dan kecendrungan. Pada posisi ini, afektif

merupakan bahan bakarnya kognitif ataupun psikomotorik. Sebagai analogi

domain kognitif, ketika sekelompok anak berkemampuan sama dihadapkan

dengan persoalan matematik misalnya, maka akan ada anak yang terus

berusaha dan tidak pernah menyerah. Kemudian analogi psikomotorik, misal

satu tim sepak bola tertinggal dengan skor 3-1 sementara waktu yang tersisa

hanya 10 menit lagi. Tim yang tertinggal terus berusaha dengan gigih untuk

menyamakan kedudukan dan akhirnya pada setiap 5 menit tercipta 1 gol.

Itulah gambaran betapa pentingnya disposisi. Disposisi merupakan komponen

yang sangat penting karena peserta didik dibiasakan mendapatkan

persoalan-persoalan yang memerlukan sikap positif, hasrat, gairah, dan kegigihan untuk

menyelesaikannya. Tanpa disposisi yang baik maka peserta didik tidak dapat

mencapai kompetensi atau kecakapan matematik sesuai harapan.

Disposisi matematis merupakan kompone

Gambar

Tabel 1.1 Data Hasil Angket Kemampuan Disposisi Matematis (Prasurvey) .......... 5 Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Disposisi Matematis .........................
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ...................................................................
Tabel 1.1 Hasil Angket Kemampuan Disposisi Matematis Peserta Didik
Gambar 2.1 Bagan Keragka Berfikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dibuatnya aplikasi multimedia player ini pemakai tidak perlu membutuhkan 2 player untuk menjalankan file audio dan file video dengan berbagai macam jenis file yang

Sehubungan dengan pelelangan yang dilakukan oleh Pokja VI Pengadaan Barang/Jasa Tahun Anggaran 2015 pada Kantor Layanan Pengadaan Kabupaten Musi Banyuasin untuk

Buah semusim dan merambat meliputi; stroberi, blewah, semangka, melon, anggur, dan markisa.. Beberapa komoditas yang mengalami peningkatan signifikan dan berkontribusi

Maka secara keseluruhan Medan Traditional Handicraft Center adalah sebuah tempat yang mewadahi penggunan yaitu para pengrajin untuk dipusatkan di satu tempat sebagai pusat

Perhitungan kinerja reksadana saham dengan metode Sharpe dan Treynor menghasilkan 12 reksadana bernilai positif, artinya bahwa hanya 29,26% reksadana saham yang

Dengan ini kami Panitia Pengadaan Barang/Jasa RSUD Kabupaten Nunukan T.A.2012 dengan ini menyatakan sanggahan benar mengenai kekeliruan jadwal yang terlalu singkat dan kesalahan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dan PT First Media Tbk dengan menggunakan metode Economic Value Added

Row 8 calculate the subtraction between data of term weighting result from online news article with data of term weighting result from user news article then the subtraction result