PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DAN HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS) TERHADAP KEMAMPUAN
DISPOSISI MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP TAMAN SISWA TELUK BETUNG
TAHUN AJARAN 2016/2017
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Dalam Ilmu Matematika
Oleh
OMY OGISTINA WATI NPM : 1311050051
Jurusan: Pendidikan Matematika
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DAN HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS) TERHADAP KEMAMPUAN DISPOSISI
MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP TAMAN SISWA TELUK BETUNG
TAHUN AJARAN 2016/2017
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Matematika (S.Pd)
Dalam Ilmu Matematika
Oleh
OMY OGISTINA WATI NPM : 1311050051
Jurusan : Pendidikan Matematika
Pembimbing I : Mujib, M.Pd.
Pembimbing II : Busmayaril, S.Ag., M.Ed.
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
ABSTRAK
PENGARUH METODE THINKING ALOUD PAIR PROBLEM SOLVING DAN HYPNOTEACHING (HYPNO-TAPPS) TERHADAP KEMAMPUAN
DISPOSISI MATEMATIS PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP TAMAN SISWA TELUK BETUNG
TAHUN AJARAN 2016/2017 Oleh
OMY OGISTINA WATI
Sasaran dalam pembelajaran matematika diantaranya adalah kemampuan disposisi matematis. Rendahnya kemampuan disposisi matematis peserta didik kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk Betung disebabkan rendahnya kemauan peserta didik untuk berpikir dan bertindak secara positif yang mencakup minat belajar, keinginan, kegigihan,kemauan dan kesungguhan yang kuat dalam belajar matematika. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS) terhadap kemampuan disposisi matematis peserta didik.
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment design dengan populasi kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk Betung. Sampel yang digunakan sebanyak 2 kelas dengan teknik simple random sampling dengan sampling jenuh. Kelas VIII B dan A sebagai kelas eksperimen dan kontrol. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket kemampuan disposisi matematis, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t dua sampel tidak berkorelasi. Pengujian analisis data dilakukan dengan metode Liliefors untuk uji normalitas dan uji kesamaan dua varians untuk uji homogenitas.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS) mempunyai pengaruh positif terhadap kemampuan disposisi matematis peserta didik. Hal ini dilihat dari Perhitungan Uji-t dua sampel tidak berkorelasi menunjukkan > yaitu 3.189 > 2.003 sehingga keputusan ujinya ditolak dan diterima, yaitu rata-rata kemampuan disposisi matematis peserta didik dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS) tidak sama dengan rata-rata kemampuan disposisi matematis peserta didik dengan menggunakan metode konvensional. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat terdapat perbedaan kemampuan disposisi matematis peserta didik kelas eksperimen dan kelas kontrol, hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh kemampuan disposisi matematis peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS).
MOTTO
)
حاﺮﺸﻧﻻا
:
٥
-
٨
(
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah... Alhamdulillah... Alhamdulillahirobbil’alamin
Sujud syukur kupersembahkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih nan Maha Penyayang nan Maha Bijaksana nan Maha Kuasa atas segala sesuatu, pada akhirnya tugas akhir (skripsi) ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada manusia pembawa risalah. Manusia yang memiliki cinta yang teramat luas kepada umatnya. Aku senantiasa berdoa, semoga suatu aku bisa bertemu dengannya di telaga Al-Kautsar, amin. Karya sederhana ini aku persembahkan kepada :
1. Kedua orang tuaku yang tercinta, Buya Aman Syuri dan Emak Atni Wati yang telah memberikan cinta, kasih sayang, pengorbanan, nasehat, semangat, dan do’a yang tiada henti untuk kesuksesanku. Mereka yang begitu teristimewa dalam hidupku dan kucinta karena Allah. Terimakasih Mak, terimakasih Buya.
RIWAYAT HIDUP
Omy Ogistina Wati, lahir di Desa Gunung Katun Tanjungan Kecamatan Tulang Bawang Udik Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, pada tanggal 08 Oktober 1995. Anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Aman Syuri dan Ibu Atni Wati.
KATA PENGANTAR
ِمْﯾِﺣﱠرﻟا ِنَﻣْﺣﱠرﻟا ِﷲ ِمــــــــــــــــــْﺳِﺑ
Rasa syukur senantiasa kucurahkan kepada Sang Pencipta, Sang Pemilik Cinta, Allah SWT. Jikalau tanpa kuasa-Nya penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW manusia yang mengajarkan kepada umat manusia betapa indahnya iman dan Islam. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan serta dukungan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Chairul Anwar, M.Pd selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung beserta jajarannya.
2. Bapak Dr. Nanang Supriyadi, M.Sc selaku ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung.
inspirasi kepada penulis untuk berkarya sebaik-baiknya, serta pelajaran yang
tiada ternilai harganya demi keberhasilan penulis.
4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (khusunya Jurusan
Pendidikan Matematika) yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan
kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Raden Intan Lampung, jasa kalian akan selalu terpatri di hati.
5. Bapak Ki Subur, selaku Kepala SMP Taman Siswa Teluk Betung yang banyak
membantu dan membimbing penulis selama mengadakan penelitian.
6. Ibu Sumarsih, S.Pd selaku guru matematika di kelas VIII SMP Taman Siswa
Teluk Betung yang telah memberikan kesempatan serta arahan selama penulis
melakukan penelitian.
7. Bapak dan Ibu Guru beserta Staf TU SMP Taman Siswa Teluk Betung yang
banyak membantu dan membimbing penulisan selama mengadakan penelitian.
8. Murobbiyah-murobbiyahku yang telah mentarbiyah ruhiyah dan fikriyah saya
tentang Islam, dan ukhtina-ukhtina, syukran jazakumullah atas ukhuwah selama
ini.
9. Sahabat dan teman tersayang kontrakan I13 (Puji, Cahya, Naimah, Nita, Olif,
Laili), persahabatan dan kebersamaan kita tak akan kulupakan dan juga ucapan
terimakasih atas perhatiannya selama ini terhadap penulis. Tanpa semangat,
dukungan dan bantuan kalian semua tak kan mungkin saya sampai di sini,
terimakasih untuk canda tawa, tangis, dan perjuangan yang kita lewati bersama
10.Teman-teman Fakultas Tarbiyah dan Keguruan khususnya jurusan pendidikan
matematika kelas A Pendidikan Matematika angkatan 2013 dan semua pihak
yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dan mendoakan dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua yang
telah memberikan bantuan, bimbingan, dan kontribusi dan sekaligus sebagai catatan
amal ibadah dari Allah SWT. Aamiin Ya Robbal ‘Alamin. Penulis menyadari bahwa
masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis pribadi dan bagi pembaca sekalian.
Bandar Lampung, Mei 2017 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
RIWAYAT HIDUP ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 10
C. Pembatasan Masalah ... 10
D. Rumusan Masalah ... 11
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 13
G. Definisi Operasional ... 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 15
(TAPPS) ... 15
b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)... 19
c. Keunggulan dan Kelemahan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) ... 20
2. Metode Hypnoteaching ... 22
a. Pengertian Metode Hypnoteaching... 22
b. Langkah-Langkah Metode Hypnoteaching ... 31
c. Kelebihan dan Kelemahan Metode Hypnoteaching ... 36
3. Kemampuan Disposisi Matematis ... 38
a. Pengertian Disposisi Matematis ... 38
b. Indikator Disposisi Matematis ... 41
B. Penelitian Yang Relevan ... 44
C. Kerangka Berpikir ... 46
D. Hipotesis ... 49
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 50
B. Variabel Penelitian ... 51
1. Variabel Bebas ... 51
2. Variabel Terikat ... 51
C. Desain Penelitian ... 52
D. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ... 53
1. Populasi ... 53
2. Sampel dan Teknik Sampling ... 53
E. Teknik Pengumpulan Data ... 54
1. Wawancara ... 54
2. Angket (Kuesioner) ... 54
F. Instrumen Penelitian ... 55
1. Uji Validitas ... 57
2. Uji Reliabilitas... 59
G. H. Teknik Analisis Data ... 60
1. Uji Normalitas ... 60
2. Uji Homogenitas... 61
3. Uji Hipotesis... 62
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 65
1. Uji Validitas ... 65
2. Uji Reliabilitas... 67
B. Pelaksanaan Pembelajaran ... 68
C. Deskripsi Data Amatan Kemampuan Disposisi Matematis... 73
D. Hasil Uji Prasyarat ... 75
1. Uji Normalitas ... 75
2. Uji Homogenitas... 76
E. Pengujian Hipotesis Statistik ... 76
F. Pembahasan ... 77
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Data Hasil Angket Kemampuan Disposisi Matematis (Prasurvey) ... 5
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Kemampuan Disposisi Matematis ... 56
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Angket Kemampuan Disposisi Matematis... 66
Tabel 4.2 Deskripsi Data Skor Kemampuan Disposisi Matematis ... 74
Tabel 4.3 Uji Normalitas ... 75
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Wawancara Guru Mata Pelajaran Matematika ... 91
Lampiran 2 Daftar Nama Peserta Didik Kelas Instrumen ... 92
Lampiran 3 Hasil Validasi isi Angket Kemampuan Disposisi Matematis ... 93
Lampiran 4 Kisi-Kisi Angket Kemampuan Disposisi Matematis ... 94
Lampiran 5 Angket Kemampuan Disposisi Matematis ... 95
Lampiran 6 Uji Validitas Angket ... .98
Lampiran 7 Hasil Perhitungan Uji Validitas ... 100
Lampiran 8 Uji Reliabilitas Angket ... 104
Lampiran 9 Perhitungan Uii Reliabilitas... 106
Lampiran 10 Silabus Pembelajaran ... 107
Lampiran 11 RPP Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 111
Lampiran 12 Lembar Kerja Kelompok ... 161
Lampiran 13 Daftar Nama Responden Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 166
Lampiran 14 Angket Kemampuan Disposisi Matematis ... 167
Lampiran 15 Penskoran Angket Kemampuan Disposisi Matematis Kelas Eksperimen ... 169
Lampiran 16 Penskoran Angket Kemampuan Disposisi Matematis Kelas Kontrol... 171
Lampiran 17 Deskripsi Data Angket ... 173
Lampiran 18 Perhitungan Deskripsi Data Angket ... 174
Lampiran 19 Uji Normalitas Angket Kelas Eksperimen ... 175
Lampiran 20 Perhitungan Uji Normalitas Angket Kelas Eksperimen ... 176
Lampiran 21 Uji Normalitas Angket Kelas Kontrol ... 178
Lampiran 22 Perhitungan Uji Normalitas Angket Kelas Kontrol ... 179
Lampiran 23 Uji Homogenitas Angket ... 181
Lampiran 25 Uji T-Test ... 183
Lampiran 26 Perhitungan Uji T-Test ... 184
Lampiran 27 Tabel Nilai-nilai r Product Moment ... 185
Lampiran 28 Nilai-nilai Tabel L ... 186
Lampiran 29 Tabel F ... 187
Lampiran 30 Tabel Z Negatif ... 188
Lampiran 31 Tabel Z Positif ... 189
Lampiran 32 Tabel T ... 190
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang
peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak dapat terlepas dari kontribusi bidang
matematika, karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia. Hal ini dapat dilihat dalam
berbagai sektor kehidupan manusia, seperti komputasi, transportasi, komunikasi,
ekonomi/perdagangan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mata pelajaran matematika diberikan pada setiap jenjang pendidikan dari
mulai perhitungan sederhana sampai bentuk yang komplek. Sesuai dengan tujuan
nya matematika di sekolah, kita dapat melihat bahwa matematika sekolah
memegang peranan sangat penting. Peserta didik yang merupakan sumber daya
manusia, melalui pembelajaran matematika dapat meningkatkan kualitasnya
dengan berlatih menggunakan pikirannya secara logis, analitis, sistematis,
kritis dan praktis, serta bersikap positif dan berjiwa kreatif dalam menghadapi
berbagai masalah serta mampu memanfaatkan informasi yang diterimanya.
Oleh karena itu, paradigma lama tentang pembelajaran matematika yang
konvensional harus diubah dengan mengikuti perkembangan zaman, agar para
peserta didik mampu memahami matematika dengan seksama.
Matematika diajarkan di sekolah membawa misi yang sangat penting,
yaitu mendukug ketercapaian tujuan pendidikan nasional, sebagaimana tercantum
dalam Standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa
pembelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan:1
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Kelima tujuan pembelajaran matematika di atas, selain pengembangan
kemampuan kognitif pembelajaran matematika pun perlu mengembangkan
kemampuan afektif peserta didik. Hal ini dikarenakan pembelajaran matematika
tidak hanya berkaitan tentang pembelajaran konsep dan aplikasinya, tetapi juga
terkait dengan pengembangan sikap positif peserta didik seperti menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, minat,
sikap ulet, percaya diri dan ketertarikan terhadap matematika sebagai cara dalam
menyelesaikan masalah. Karena peserta didik lebih cenderung pasrah, mudah
menyerah dan kurang termotivasi untuk menyelesaikan soal-soal matematis yang
memerlukan pemikiran tingkat tinggi, peserta didik telah puas dengan apa yang
telah diperoleh meskipun bukanlah hasil yang memuaskan, kurang memiliki
motivasi untuk melakukan perbaikan. Dampak dari sikap yang kurang positif
terhadap matematika, serta kurangnya rasa percaya diri, motivasi, ketekunan dan
keingintahuan peserta didik adalah rendahnya pembelajaran matematika.
Pengembangan matematika tersebut akan membentuk kecenderungan kuat yang
dinamakan disposisi matematis.
Sejalan dengan itu, menurut Kilpatrick, Swaftord, dan Findell bahwa
disposisi matematis adalah kecenderungan memandang matematika sebagai
sesuatu yang dapat dipahami, merasakan matematika sebagai sesuatu yang dapat
dipahami, merasakan matematika sebagai sesuatu yang berguna, meyakini usaha
yang tekun dan ulet dalam dalam mempelajari matematika akan menumbuhkan
hasil dan melakukan perbuatan sebagai pelajar yang efektif.2 Disposisi matematis
merupakan salah satu faktor penunjang dari keberhasilan belajar peserta didik.
Peserta didik memerlukan disposisi yang menjadikan mereka gigih menghadapi
masalah yang lebih menantang, untuk bertanggung jawab terhadap belajar mereka
sendiri dan mengembangkan kebiasan baik pada pembelajaran matematika. Pada
tahun 2015, Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) menunjukkan bahwa peringkat matematik peserta didik SMP kelas VIII di
Indonesia menduduki peringkat ke-36 dari 49 negara yang ikut serta.3 TIMSS
juga mengukur sikap peserta didik terhadap matematika, hasil yang didapat
menunjukkan 20% peserta didik Indonesia menyukai belajar matematika, 10%
tidak menyukai belajar matematika, dan 70% biasa saja. 4
Berdasarkan laporan TIMSS tersebut, terlihat bahwa peserta didik
Indonesia yang menyukai belajar matematika masih rendah. Hal ini karena
disposisi matematis dipandang lebih dari sekedar bagaimana peserta didik
menyenangi matematika. Akan tetapi, sikap menyenangi matematika tersebut
tidak dapat dipandang sebagai keseluruhan dari disposisi matematis, namun sikap
tersebut dapat dijadikan dasar untuk menumbuhkan sikap positif lainnya, seperti
kepercayaan diri, minat terhadap matematika, melihat kegunaan matematika dan
lain-lain. Karena itu dapat disimpulkan bahwa perlunya sikap menyenangi
matematika agar dapat berkembangnya sikap positif lainnya termuat dalam
disposisi matematis terhadap prestasi belajar matemaka.
Salah satu penyebab rendahnya peringkat matematika peserta didik kelas
VIII SMP di Indonesia adalah rendahnya kemampuan disposiis matematis, seperti
3 Ina V.S. Mullis dkk., TIMSS 2015 Assessment Frameworks, (Chestnut Hill: Lynch School of Education, Boston College, 2012), h. 42.
halnya yang terjadi di SMP Taman Siswa Teluk Betung. Rendahnya kemampuan
disposisi matematis terjadi pada peserta didik kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk
Betung. Berdasarkan observasi terlihat saat pelajaran matematika dimulai, banyak
peserta didik yang masih berada diluar kelas dan mengulur-ulur waktu untuk
masuk kelas. Lalu saat pelajaran berlangsung, banyak peserta didik mengatakan
tidak suka terhadap pelajaran matematika, peserta didik tidak memiliki rasa ingin
tahu dan kurangnya minat untuk belajar matematika, peserta didik banyak yang
mengantuk, bercanda dengan temannya, tidak fokus dengan materi yang
disampaikan guru, dan sering mengeluh apabila diberikan tugas atau PR.
Banyaknya peserta didik yang menyontek dan menyalin tugas temannya pada saat
ulangan menunjukkan banyak peserta didik yang tidak percaya diri terhadap
kemampuannya.5 Berikut ini adalah tabel mengenai kemampuan disposisi
matematis peserta didik kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk Betung.
Tabel 1.1
Hasil Angket Kemampuan Disposisi Matematis Peserta Didik
No Kelas Nilai Jumlah Peserta Didik Nilai 70 Nilai < 70
1. VIII A 4 26 30
2. VIII B 5 23 28
Jumlah Peserta Didik 9 49 58
Sumber : Data Prasurvey hasil angket kemampuan disposisi matematika Peserta Didik SMP Taman Siswa Teluk Betung TP.2016/2017.
Berdasarkan keterangan di atas dapat diketahui bahwa kemampuan
disposisi matematis peserta didik masih rendah. Rata-rata peserta didik dengan
nilai KKM 70 yang lulus hanya 15.517%, sedangkan yang tidak lulus mencapai
84.483% dari jumlah peserta didik keseluruhan kelas VIII SMP Taman Siswa.
Menurut Ibu Sumarsih S.Pd selaku guru mata pelajaran matematika di SMP
Taman Siswa Teluk Betung, beliau mengatakan bahwa mayoritas peserta didik
masih bingung dan cepat menyerah saat diberikan soal yang sedikit lebih rumit.
Hal ini disebabkan peserta didik masih terfokus dengan rumus baru yang sedang
diajarkan sehingga melupakan materi sebelumnya yang bisa membantu
menyelesaikan soal tersebut. Peserta didik juga masih kurang memiliki
keingintahuan terhadap matematika seperti masih jarang peserta didik yang
membaca sendiri materi pelajaran yang belum diajarkan dan mengkaitkan materi
matematika yang baru dengan materi yang telah dipelajari. Jika rendahnya
disposisi matematis tersebut tidak segera di atasi, maka peserta didik akan terus
menganggap bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit. Hal tersebut
membuat peserta didik tidak lagi mempunyai sikap positif terhadap kemampuan
matematika dan lambat laun akan kehilangan keinginan untuk mempelajari
matematika padahal matematika merupakan kebutuhan di masa kini dan masa
mendatang.6
Melihat pentingnya disposisi matematis dan masih rendahnya kemampuan
disposisi matematis peserta didik SMP Taman Siswa Teluk Betung, maka untuk
meningkatkan kemampuan disposisi matematis peserta didik, diperlukan suatu
metode pembelajaran yang sesuai. Penerapan metode yang tepat sangat
mempengaruhi keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Sebagaimana telah
dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An Nahl ayat 125 yang terkait secara langsung
tentang dorongan untuk memilih metode pembelajaran yang berbunyi :
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Berdasarkan kondisi di atas, peneliti tertarik untuk menerapkan suatu
metode yang diperkirakan guru mampu mendukung kemampuan disposisi
matematis peserta didik, yaitu hipnotis. Hipnotis tidak hanya berguna dalam
mengatasi permasalahan yang menyangkut kondisi fisik ataupun psikis,
melainkan juga bisa dimanfaatkan dalam upaya optimalisasi kegiatan
pembelajaran. Hipnotis jenis yang satu ini kini disebut Hypnoteaching. Menurut
Yustisia hypnoteaching merupakan metode pembelajaran dalam menyampaikan
mampu menumbuhkan ketertarikan peserta didik dalam pembelajaran. Karena itu
belajar akan lebih menyenangkan, damai, tenang, rileks, dan enjoy.7
Belajar matematika dengan hypnoteaching ini dapat memunculkan
nilai-nilai positif pada diri peserta didik serta lingkungannya (termasuk guru dan teman
sejawat), oleh karena itu pelaksanaan metode pembelajaran hypnoteaching ini
akan disertai Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS). Menurut Marteen
“The think aloud method is a good way to avoid false information and obtain
direct data about the solution process that takes place when an expert solves a
problem”. Metode ini merupakan sebuah metode pembelajaran dimana peserta
didik akan dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari dua orang yang
masing-masingnya akan berperan sebagai problem solver (PS) dan listener (L).8 Di dalam kelompok tersebut peserta didik akan mengerjakan beberapa masalah
matematika yang diberikan oleh guru sesuai dengan peran masing-masing. Pada
metode pembeljaran ini lebih menekankan pada proses penyelesaian maslah
matematika dari masalah hasil.
Aktivitas dua peserta didik tersebut diberi peranan yaitu pemecahan
masalah yang diamati dan menyampaikan bagaimanakah solusi dari masalah
tersebut atau problem solver (PS) dan pendengar semua yang di sampaikan oleh
7 Riska Yulianti, “Penerapan Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) dan Hypnoteaching pada Materi SPLDV di Kelas VIII Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Peserta didik”, JurnalPenelitian Pendidikan, Vol.2 No.2 (2016), h.33.
PS termasuk solusi dari permasalahan dan menangkap semua kesalahan apapun
yang terjadi atau listener (L). Sebelum itu peserta didik terlebih dahulu harus
dikondisikan oleh guru agar memiliki minat, keterkaitan, semangat, serta percaya
diri, sehingga peserta didik tidak terasa cemas dan malu bahkan enggan ketika
mencoba menyelesaikan dan menjelaskan pemecahan masalah matematisnya.
Salah satunya memberikan sugesti positif kepada peserta didik dengan metode
hypnoteaching. Dengan metode pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem
Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS), diharapkan kemampuan
pemahaman konsep matematika peserta didik akan terus terlatih sampai akhirnya
merangsang munculnya kemampuan disposisi matematis peserta didik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti
“Pengaruh Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving Dan Hypnoteaching
(Hypno-TAPPS) Terhadap Kemampuan Disposisi Matematis Peserta Didik Kelas
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan,
maka timbul pernyataan yang mendasari penelitian ini, antara lain:
1. Kemampuan disposisi matematis peserta didik masih tergolong rendah karena
rendahnya semangat, minat, ketertarikan dan percaya diri peserta didik dalam
belajar matematika.
2. Pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar matematika belum efektif
dalam mengembangkan kemampuan disposisi matematis karena cenderung
membuat peserta didik pasif.
3. Kemampuan disposisi matematis peserta didik masih dikesampingkan oleh
guru karena menganggap disposisi matematis hanya merupakan pelengkap
pembelajaran saja.
C. Pembatasan masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka batasan
masalah dalam penelitian ini, adalah kemampuan disposisi matematis peserta
didik menggunakan metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan
Hypnoteaching (Hypno-TAPPS).
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah: “Apakah terdapat pengaruh
metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching
(Hypno-TAPPS) terhadap kemampuan disposisi matematis peserta didik kelas VIII SMP
Taman Siswa Teluk Betung ?”.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode
Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS)
terhadap kemampuan disposisi matematis peserta didik kelas VIII SMP Taman
Siswa Teluk Betung.
Adapun manfaat yang diharapkan peneliti dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan sumbangan pemikiran khususnya bagi guru kelas VIII SMP dengan
karakteristik peserta didik yang relatif sama mengenai suatu alternatif
pembelajaran yang dapat digunakan untuk memunculkan disposisi peserta
didik sehingga dapat mempunyai kemampuan disposisi yang baik pula.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru, memberikan suatu model pembelajaran alternatif yang dapat
b. Bagi sekolah, sebagai bahan sumbangan pemikiran dalam rangka
memperbaiki proses pembelajaran matematika serta untuk meningkatkan
prestasi belajar peserta didik.
c. Bagi Peserta didik, diharapkan dengan meningkatkan kemampuan
disposisi matematis peserta didik maka dapat menggunakan penalarannya
dalam menyelesaikan masalah matematika. Selain itu, dapat memperoleh
pengalaman langsung dalam meningkatkan kemampuan disposisi
matematis melalui metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching.
d. Bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk penelitian
yang lebih lanjut mengenai disposisi matematis peserta didik dengan
perlakuan dan karakter peserta didik yang relatif sama, serta
menyelesaikan persoalan dalam pembelajaran matematika yang
berlangsung dan mempermudah peserta didik memahami materi yang
diajarkan dan bermakna bagi peserta didik.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Peneliti mengambil kajian tentang pengaruh metode Thinking Aloud Pair
Problem Solving dan Hypnoteaching (Hypno-TAPPS) terhadap kemampuan disposisi matematis peserta didik kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk Betung,
maka ruang lingkup penelitian dibatasi sebagai berikut:
Objek Penelitian dari penelitian ini adalah pengaruh metode Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching terhadap kemampuan
disposisi matematis peserta didik kelas VIII SMP Taman Siswa Teluk Betung
Tahun ajaran 2016/2017.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini yaitu peserta didik kelas VIII semester genap di
SMP Taman Siswa Teluk Betung tahun ajaran 2016/2017.
3. Wilayah Penelitian
SMP Taman Siswa Teluk Betung, Kecamatan Teluk Betung, Kota
Bandar Lampung, Kabupaten Bandar Lampung.
4. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah saat peserta didik kelas VIII semester genap
di SMP Taman Siswa Teluk Betung tahun ajaran 2016/2017.
G. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap
istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini, beberapa penjelasannya sebagai berikut:
1. Disposisi matematis adalah kemauan peserta didik untuk berpikir dan
bertindak secara positif yang mencakup minat belajar, kegigihan serta
2. Hypnoteaching adalah metode pembelajaran yang dalam menyampaikan materi guru menggunakan bahasa (sugesti) yang mampu menumbuhkan
ketertarikan peserta didik dalam pembelajaran.
3. Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) adalah suatu metode
pembelajaran yang menggunakan pendekatan pemecahan masalah dengan
melibatkan dua orang peserta didik yang bekerja sama dalam menyelesaikan
suatu masalah.
4. Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving dan Hypnoteaching
(Hypno-TAPPS) adalah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
pemecahan masalah secara berpasangan serta didukung oleh peran guru yang
memberikan sugesti dengan kata-kata positif untuk persiapan peserta didik
dalam proses diskusi dan memecahkan masalah tersebut sehingga peserta
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Metode Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) a. Pengertian Metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)
Dalam bahasa indonesia Thinking Aloud artinya berpikir keras, Pair
artinya berpasangan dan Problem Solving artinya pemecahan atau
penyelesaian masalah. Jadi Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)
dapat diartikan sebagai teknik berpikir keras secara berpasangan dalam
penyelesaian masalah, yang merupakan salah satu metode pembelajaran
yang dapat menciptakan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. Saat
peserta didik memecahkan suatu permasalahan, peserta didik dapat langsung
menyampaikan pemikirannya kepada teman sebayanya. Kesempatan ini
mengajarkan peserta didik untuk menjadi problem solver yang baik. Sehingga metode TAPPS memberikan tantangan kepada peserta didik untuk
belajar dan berpikir sendiri.
Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Claparade, yang kemudian
digunakan oleh Bloom dan Bloder untuk meneliti proses pemecahan masalah
pada peserta didik SMP. Arthur Whimbey dan Jack Lochhead telah
mengembangkan metode ini lebih jauh dengan maksud untuk mendorong
pemikiran dalam menyelesaikan masalah pada pengajaran matematika dan
fisika. Pada metode TAPPS, peserta didik di kelas dibagi menjadi beberapa
tim, setiap tim terdiri dari dua orang. Satu orang peserta didik menjadi
problem solver (PS) dan satu orang lagi menjadi listener (L),
menggambarkan pasangan yang bekerja sama sebagai problem solver dan
listener untuk memecahkan suatu permasalahan dan setelah selesai mereka
bertukar peran.
Setiap tim atau kelompok tersebut peserta didik akan mengerjakan
beberapa masalah matematika yang diberikan oleh guru sesuai dengan
perannya masing-masing. Pada metode pembelajaran ini lebih menekankan
pada proses penyelesaian yang digunakan dalam menyelesaikan masalah
matematika berupa tulisan beserta penjelasannya. PS akan terus berusaha
membuat L mengerti dengan proses yang dipilihnya sedangkan L berperan
mendorong PS untuk terus berpikir dan menggambarkan langkah-langkah
penyelesaian masalah tersebut. Selain itu L juga dapat mengajukan
pertanyaan klarifikasi dan memeberikan saran tetapi tetap harus menahan diri
untuk menyampaikan semua ide-ide yang dimilikinya dalam proses
penyelesaian masalah.9
Dengan demikian dapat disimpulkan metode TAPPS merupakan
metode yang menuntut peserta didik berkelompok kemudian dalam satu
kelompok tersebut peserta didik akan berperan sebagai problem solver dan
listener dalam menyelesaikan masalah. Selain itu, perincian tugas problem
solver dan listener pada pembelajaran TAPPS dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1) Tugas seorang problem solver (PS)
a) Membaca soal listener mengetahui permasalahan yang akan
dipecahkan.
b) Mulai menyelesaikan soal dengan cara sendiri. Problem solver
mengemukakan semua pendapat serta gagasan yang terpikirkan,
mengemukakan semua langkah yang akan dilakukan untuk
menyelesaikan masalah tersebut diambil agar listener mengerti
penyelesaian yang dilakukan problem solver.
c) Problem solver harus lebih berani dalam mengungkapkan segala hasil
pemikirannya. Anggaplah bahwa listener tidak sedang mengevaluasi.
d) Mencoba untuk terus menyelesaikan masalah sekalipun problem selver
menganggap masalah tersebut sulit.
2) Tugas seorang listener (L) sebagai berikut:
a) Menentukan problem solver tetap berbicara, tetapi jangan menyela
ketika problem solver sedang berpikir.
b) Memastikan bahwa langkah dari solusi permasalahan yang
diungkapkan problem solver tidak ada yang salah dan tidak ada yang
c) Membantu problem solver agar lebih teliti dalam mengungkapkan
solusi permasalahannya.
d) Memahami setiap langkap yang diambil problem solver jika tidak
mengerti, maka bertanyalah kepada problem solver.
e) Jangan membiarkan problem solver melanjutkan jika problem solver
membuat kesalahan. Disini tugas listener menghindari untuk langsung
mengoreksi, melainkan berikan pertanyaaan penuntun yang mengarah
ke jawaban yang benar.10
b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Thinking Aloud Pair Problem
Solving (TAPPS)
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan metode Thinking Aloud
Pair Problem Solving (TAPPS) adalah sebagai berikut:
1. Peserta didik dibagi menjadi berkelompok.
2. Setiap kelompoknya terdiri dari dua sampai empat orang peserta didik.
3. Peserta didik diminta duduk secara berpasangan dan saling berhadapan.
4. Setiap anggota kelompok menentukan siapa yang terlebih dahulu menjadi
problem solver dan siapa yang menjadi listener.
5. Setelah itu, guru memberikan soal kepada setiap kelompok.
6. Yang berperan sebagai problem solver harus membacakan soal dengan
jelas kepada listener.
7. Selanjutnya, problem solver memberikan gagasannya mengenai soal
tersebut, problem solver juga menjelaskan langkah yang akan digunakan.
8. Setelah itu barulah problem solver menyampaikan hasil pemikirannya.
9. Listener bertugas untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh
problem solver dan memahami setiap langkah, jawaban, dan analisa yang
diberikan.
10.Listener tidak diperkenankan menambahkan jawabannya problem solver
karena listener disini hanya berhak untuk memberitahukan apabila terjadi
kekeliruan dalam analisa problem solver.
11.Apabila suatu soal atau masalah telah terselsaikan oleh problem solver
maka mereka segera bertukar tugas, problem solver menjadi listener dan
listener menjadi problem solver.
12.Setelah mereka bertukar tugas lalu guru memberikan masalah baru yang
harus diselsaikan oleh problem solver yang baru. Hal ini dilakukan agar
setiap peserta didik berkesempatan untuk memberikan hasil analisa dan
berkesempatan juga menjadi pendengar.11
c. Keunggulan dan Kelemahan Metode Thinking Aloud Pair Problem
Solving (TAPPS)
Menurut Elizabeth mengutarakan bahwa metode Thinking Aloud Pair
Problem Solving (TAPPS) dapat meningkatkan kemampuan analitis dengan
membantu peserta didik untuk mengutarakan gagasan, berlatih konsep,
memahami urutan langkah-langkah yang mendasari pemikiran dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan dan dapat mengidentifikasi kesalahan
dalam penalaran orang lain.12 Kyungmoon Jeon juga mengatakan bahwa metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) lebih efektif dalam
mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah,
terutama dalam mengingat kembali konsep-konsep yang terkait dalam
menyelesaikan soal matematika. Sejalan dengan pendapat di atas, Caruso dan
Tudge mengungkapkan bahwa metode Thinking Aloud Pair Problem Solving
(TAPPS) adalah metode yang efektif dan efisien membangun kemampuan
menjelaskan analitis peserta didik karena metode ini melibatkan pertukaran
konsepsi antar peserta didik, yang membantu mereka meningkatkan
pembelajaran dan pemahaman mereka dalam memahami konsep dengan
pemahaman yang lebih baik.13
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat
beberapa keunggulan dalam pembelajaran dengan menggunakan metode
Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) yaitu:
1)Mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah.
2)Meningatkan pemahaman konsep.
12 Ibid
3) Meningkatkan keahlian mendengarkan aktif.
4) Meningkatkan keahlian berkomunikasi.
5) Membangun rasa percaya diri dalam memecahkan masalah.
Melalui metode Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS)
peserta didik belajar untuk bertanggung jawab dalam kegiatan belajar, tidak
sekedar menjadi penerima informasi yang pasif, namun harus dituntut
bergerak aktif untuk terampil bertanya dan mengemukakan pendapat,
menemukan informasi yang relevan dari sumber yang tersembunyi, mencari
berbagai cara alternatif untuk mendapatkan solusi, dan menentukan cara yang
paling efektif untuk menyelesaikan masalah, sehingga dari hal-hal tersebut
dapat terlihat jelas aktivitas yang dilakukan peserta didik dalam memecahkan
masalah yang dihadapi ketika proses pembelajaran berlangsung. Menurut A.
Tabrani Rusyan dan Yani Daryani, Kekurangan cara belajar dengan metode
TAPPS adalah proses belajar ini memerlukan waktu yang cukup banyak, dan
mengubah kebiasaan belajar seseorang dari belajar dengan banyak
mendengarkan dan menerima informasi menjadi berfikir memecahkan
permasalahan.14
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode Thinking
Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) merupakan metode pembelajaran yang
mengelompokkan peserta didik secara berpasangan yang tiap peserta didik
mempunyai peran dan tugas masing-masing yaitu sebagai problem solver dan
listener bertugas mendengarkan setiap langkah penyelesaian yang
disampaikan oleh problem solver serta berhak mengarahkan jawaban jka
menemukan kesalahan.
2. Metode Hypnoteaching
a. Pengertian Metode Hypnoteaching
Menurut N. Yustisia, kata hypnoteaching merupakan perpaduan dari
dua kata yaitu hypnosis dan teaching. Hypnosis berarti sugesti dan teaching
yang berarti mengajar. Jadi dapat diartikan hypnoteaching usaha untuk
menghipnosis atau mensugesti anak didik supaya menjadi lebih baik dan hasil
belajarnya meningkat. Sebelum itu ada dua istilah yang berkaitan dengan
hypnoteaching yaitu hipnotis dan hypnosis.15 Dilihat dari segi bahasa,
hipnosis merujuk pada nama Dewa Tidur orang Yunani, yakni hypnos.
Meskipun diambil dari nama Dewa Tidur orang Yunani, kondisi hipnosis
tidak persis sama dengan dewa tersebut. Artinya, hipnosis tidak membuat
orang benar-benar dalam kondisi tidur. Orang yang sedang tidur tidak
menyadari dan tak mampu mendengar suara-suara disekitarnya. Sedangkan,
orang dalam kondisi hipnosis, meskipun tubuhnya beristirahat (seperti tidur)
masih bisa mendengar dengan jelas dan merespon informasi yang
diterimanya.
Penjelasan tersebut tampak jelas bahwa hipnosis tidak sama dengan
tidur, hal ini mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia hipnosis adalah
keadaan seperti tidur karena sugesti. Pada taraf permulaan, orang itu berada di
bawah pengaruh pihak yang memberikan sugesti. Sedangkan hipnotis adalah
membuat seseorang dalam keadaan hipnosis. Dengan demikian, perbedaannya
sudah jelas bahwa hipnosis itu adalah kondisi ketidaksadaran seseorang
sedangkan hipnotis adalah jalan menuju pada kondisi tersebut.16
Hipnotis merupakan komunikasi seperti halnya dalam kehidupan
sehari-hari. Namun ada yang membedakan, yaitu formal hipnosis dan
informal hipnosis.
a) Formal Hypnosis
Aktivitas hipnotis yang digambarkan dengan melambaikan tangan,
mengayunkan pendulum, memandu relaksasi, merupakan bentuk dari
hipnotis formal, atau direct hypnosis, terkadang disebut sebagai genuine
hypnosis. Pada umumnya pengertian “mempelajari hipnotis” secara awam,
adalah mempelajari teknik hipnotis formal, walaupun di dunia
hypnotherapy modern juga terdapat teknik hipnotis informal yang
dipergunakan misalnya untuk menghadapi klien yang sangat kritis teknik
ini nantinya merupakan bagian dari ericksonian hypnotherapy. Jadi jika
kita menyaksikan seorang Stage Hypnotist beraksi di layar kaca, maka
pasti ini termasuk dalam kategori Formal Hypnosis.
b) Informal Hypnosis
Hipnotis informal, atau indirect hypnosis biasanya berupa pola
komunikasi alamiah sehari-hari, tetapi dapat membuat filter seseorang
menjadi terbuka. Teknik hipnotis informal ini biasa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, walaupun mungkin secara tidak disadari, misalkan
oleh para penjual handal yang mampu menggerakkan calon pembeli, dari
semula tidak tertarik, menjadi mempertimbangkan, dan akhirnya
melakukan pembelian. Pada saat ini hipnotis informal juga mulai
dikembangkan di bidang-bidang non therapeutic, misalkan hypnosis for
selling, hypnosis for parenting, dll. Para politisi, para pemimpin spiritual,
mempergunakan hipnotis jenis ini.17
Berdasarkan penelitian statistik yang dilakukan oleh suatu
universitas di USA, diperoleh kesimpulan, bahwa dalam suatu komunitas,
akan diketemukan tiga kelompok orang dengan tingkat penerimaan
hipnotis yang berbeda, yaitu:18
a. Mudah, yaitu kelompok orang yang sangat mudah untuk menerima
proses hipnotis. Jumlahnya adalah 5%.
b. Moderat, yaitu kelompok orang yang memiliki tingkat respon moderat
untuk menerima proses hipnotis, jumlahnya adalah 85%.
c. Sulit, yaitu kelompok orang yang memiliki tingkat respon sulit untuk
menerima proses hipnotis, jumlahnya adalah 10%.
Secara umum, hipnotis terbagi menjadi beberapa jenis berikut ini.
a. Stage Hypnotic
Jenis hipnotis ini digunakan untuk kepentingan pertunjukan atau
hiburan.
b. Clinical Hypnoticmental
Jenis ini merupakan aplikasi hipnotis dalam menyembuhkan masalah
mental dan fisik (psikosomatis). Adapun penyakit yang dapat
disembuhkan dengan aplikasi ini antara lain depresi, kecemasan, fobia,
stresdan sebagainya.
c. Anodyne Awareness
Jenis ini adalah aplikasi hipnotis untuk mengurangi rasa sakit fisik dan
kecemasan. Aplikasi ini banyak digunakan oleh dokter, tenaga medis,
perawat, dan dokter gigi untuk membantu pasien menjadi rileks
dengan sangat cepat dan mengurangi rasa sakit melalui mental
anestesi.
d. Forensic Hypnotic
Jenis ini adalah penggunaan hipnotis sebagai alat bantu dalam
melakukan investigasi atau penggalian informasi dari memori.
Aplikasi hipnotis ini digunakan dalam meneliti berbagai fenomena
metafisika.
Adapun jika dilihat dari pelakunya, hipnotis dapat dibedakan menjadi
empat jenis yaitu:19 Pertama, self hypnotic. Jenis hipnotis ini dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri. Kedua, hetero hypnotic. Jenis hipnotis ini
dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain. Contohnya adalah hipnotis
yang dilakukan seorang hipnoterapis terhadap subjek atau klien. Ketiga, para
hypnotic. Jenis ini adalah kondisi hipnotis yang terjadi karena pengaruh obat.
Biasanya untuk melakukan jenis hipnotis ini, seorang tenaga medis
menggunakan obat bius ataupun golongan anastesi. Dengan membius pasien,
maka tenaga medis telah melakukan para hypnotic yang menyebabkaan
pasien tidak sadar secara fisik. Namun demikian, pikiran pasien masih aktif
serta tetap dapat mendengar apa pun yang dikatakan orang-orang di
sekitarnya. Keempat, waking hypnotic. Jenis yang terakhir ini adalah hipnotis
yang dilakukan dalam keadaan sadar.
Hubungan antara pikiran sadar dan bawah sadar merupakan satu
kesatuan yang akan mempengaruhi system kerja otak, dengan demikian di
butuhkan sugesti dan motivasi untuk menyeimbangkan pikiran tersebut.
Motivasi yang diberikan guru kepada peserta didik sangat berpengaruh dalam
proses belajar mengajar yang aktif, inovatif dan menyenangkan karena
pesera didik telah memiliki kepercayaan diri dan ketertarikan terhadap
matematika. Hypnoteaching merupakan salah satu metode pembelajaran
yang lebih menekankan pada pemberian sugesti pada peserta didik saat
proses belajar mengajar, sehingga peserta didik memiliki motivasi belajar
dengan mewujudkan suasana belajar yang aktif dan mengembangkan potensi
yang dimiliki. Hal ini mengacu pada definisi yang dikeluarkan oleh U.S.
Department of Education, Human Services Division, dikatakan bahwa;
“Hypnosis is the bypass of the critical factor of the conscious mind followed
by the establishment of acceptable selective thinking” atau “Hipnosis adalah
penembusan faktor kritis pikiran sadar diikuti dengan diterimanya suatu
pemikiran atau sugesti”. Sedangkan definisi dari teaching adalah kegiatan
mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan, sehingga akan meningkatkan
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.20
Hypnoteaching akan menarik dan menumbuhkembangkan keinginan
peserta didik dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi baik di dalam
pembelajaran maupun di luar konteks pembelajaran itu sendiri. Seperti yang
telah menjadi harapan semua stakeholder pendidikan bahwa belajar bukan
hanya sekedar menerima informasi, melainkan adanya perubahan prilaku dan
tindakan yang dilakukan di dalam semua aspek kehidupan itu sendiri.
Mohammad Noer menyampaikan kinerja sekaligus nilai lebih dari
hypnoteaching sebagai berikut:
1) Proses menurunkan frekuensi gelombang otak peserta didik dari
gelombang betha state kepada alpha state bahkan bisa lebih dalam
lagi ke theta state.
2) Menidurkan concious mind (otak kiri, pikiran sadar, gelombang
betha) serta mengaktivasi subconcious mind (otak kanan, alam bawah
sadar, alpha-theta).
3) Dengan alpha-theta state membuat pikiran dan perasaan menjadi
semakin santai, rileks, tenang dan nyaman. Pikiran akan mudah
menerima sugesti, saran, informasi dan pelajaran yang disampaikan
oleh guru dikelas.
4) Peserta didik dapat memfokuskan pikiran pada satu titik (materi
pelajaran) dan memaksimalkan potensi panca indra.
5) Guru dapat memberikan motivasi positif kepada peserta didik agar
lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan.21
Jadi hypnoteaching adalah usaha untuk menghipnosis atau mensugesti
anak didik supaya menjadi lebih baik dan prestasinya meningkat. Sejalan
dengan pendapat tersebut, mengemukakan bahwa hypnoteaching adalah seni
berkomunikasi dengan jalan memberikan sugesti agar para peserta didik
menjadi lebih cerdas. Ibnu Hajar mengemukakan bahwa dalam
hypnoteaching penyajian materi pelajaran menggunakan bahasa-bahasa
bawah sadar yang menimbulkan sugesti peserta didik untuk berkonsentrasi
secara penuh pada ilmu yang disampaikan oleh guru.
Dari beberapa pengertian hypnoteaching sebagaimana uraian di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa hypnoteaching adalah metode pembelajaran
yang dalam menyampaikan materi pelajaran, guru menggunakan teknik
berkomunikasi yang sangat persuasif dan sugestif dengan tujuan agar peserta
didik mudah memahami materi pelajaran. Hypnoteaching menekankan pada
komunikasi alam bawah sadar peserta didik yang dapat dilakukan dengan
berbagai cara, seperti sugesti dan imajinatif. Kemampuan sugesti yang terus
terngiang dalam otak, mampu mengantarkan seseorang pada apa yang
dipikirkannya. Sedangkan imajinasi merupakan proses membayangkan
sesuatu terlebih dahulu baru melakukannya. Dalam hal ini seorang guru
harus mampu membiarkan peserta didiknya berekspresi dan berimajinasi.22 Mengajar itu adalah memberikan informasi kepada seseorang yang
membuat seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, atau dari kurang paham
menjadi lebih paham. Sebelum belajar, seseorang tidak tahu bahwa 2+2
berapa. Namun setelah belajar dia menjadi tahu bahwa 2+2 itu hasilnya
adalah 4. Makanya banyak yang memakai istilah guru yang berarti gu artinya
kegelapan, dan ru artinya terang benderang. Guru adalah seseorang yang
membuat sesuatu yang gelap menjadi jelas. Jika ‘pengetahuan’ 2+2 sama
dengan 4 itu kita sebut data, maka dengan kata lain, mengajar itu sebenarnya
adalah menyampaikan ‘data’ kepada seseorang dan seseorang itu
menyimpannya. Bukti dia menyimpan data tersebut adalah kapan pun
ditanya tentang data itu dia bisa kembali menunjukkannya. Sekarang
pertanyaan intinya adalah dimana ‘data’ anda tentang 2+2 adalah 4 itu
disimpan? Nah jawabannya ternyata ‘gudang’ penyimpanan data itu adalah
pikiran bawah sadar (Subconscious Mind).
Menurut penelitian akademis yang telah dipercayai selama ini bahwa
otak manusia itu cara kerjanya dibagi menjadi dua yaitu pikiran sadar
(consciousness) dan pikiran bawah sadar (subconscious mind). Jika
dipersentasikan ternyata pikiran sadar itu perannya hanya 12% dan pikiran
bawah sadar adalah 88%. Maka dari itu hampir semua keseharian kita
sebenarnya dominan dipengaruhi oleh pikiran bawah sadar termasuk
diantaranya penyimpanan data atau pengetahuan. Termasuk di dalamnya data
nama anda. Ada proses panjang orang tua anda memasukkan data bahwa
nama anda adalah X. Sehingga, itulah mengapa sampai detik ini anda masih
ingat nama anda, karena data itu telah tersimpan.23 Keterkaitan antara hipnotis dan pengajaran yang kemudian disebut dengan hypnoteaching.
Singkatnya, hypnoteacing adalah mengajar dengan menggunakan metode
hypnosis untuk menyampaikan ilmu pengetahuan langsung ke alam bawah
sadar peserta didik.
b. Langkah-Langkah Metode Hypnoteaching
Penerapan metode hypnoteaching dalam kegiatan belajar mengajar di
kelas terbilang efektif. Penerapan hypnoteaching untuk menciptakan
pembelajaran efektif, dilakukan melalui langkah-langkah tertentu.
Langkah-langkah yang dimaksud menurut Hajar adalah sebagai berikut :24 1) Niat dan motivasi dalam diri sendiri
Kesuksesan seseorang dalam berbagai bidang pekerjaan yang menjadi
profesinya tergantung pada niat atau keinginan dalam hati untuk berusaha
dan bekerja keras dalam mencapai kesuksesan tersebut. Sebab niat yang
besar akan memunculkan motivasi yang tinggi dan komitmen untuk selalu
mencurahkan segala perhatian dan energi yang dimilikinya untuk bidang
yang ditekuninya.
2) Pacing
Pacing berarti menyamakan posisi, gerak tubuh, bahasa, serta gelombang
otak dengan orang lain atau peserta didik. Karena pada prinsipnya
manusia cenderung atau lebih suka berinteraksi dengan teman yang
memiliki banyak kesamaan, sehingga ia akan merasa nyaman. Dengan
kenyamanan yang bersumber dari kesamaan gelombang otak inilah, maka
setiap pesan yang disampaikan dari satu orang ke orang lain bisa diterima
dan dipahami dengan baik. Ada beberapa cara dalam melakukan pacing
terhadap peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:
a) Bayangkan usia kita setara dengan peserta didik, sehingga kita dapat
melakukan aktivitas dan merasakan hal-hal yang dialami oleh
mereka saat ini.
b) Gunakan bahasa sesuai dengan bahasa yang sering digunakan oleh
peserta didik.
c) Lakukan gerakan-gerakan dan mimik wajah yang sesuai dengan
tema bahasan.
d) Sangkutkan tema pelajaran kita dengan tema-tema yang sedang tren
di kalangan peserta didik.
e) Selalu update pengetahuan tentang tema, bahasa, gosif terbaru yang
sedang tren di kalangan peserta didik. Dengan melakukan hal-hal
tersebut, maka tanpa sadar gelombang pikiran kita telah sama
dengan para peserta didik, sehingga mereka merasa nyaman untuk
bertemu dengan kita.
3) Leading
Leading memiliki pengertian memimpin atau mengarahkan sesuatu.
Setelah melakukan pacing, peserta didik akan merasa nyaman dengan
guru. Pada saat itulah hampir setiap apapun yang guru ucapkan atau
hati. Sehingga sesulit apapun materinya, pikiran bawah sadar mereka akan
menangkap materi pelajaran dengan mudah. Sebaliknya jika kita
melakukan leading tanpa didahului dengan pacing, maka hal itu sama saja
dengan memberikan perintah kepada para peserta didik yang cukup
berisiko, karena mereka melakukannya dengan terpaksa dan tertekan. Hal
ini akan berakibat pada penolakan mereka kepada guru.
4) Gunakan kata-kata positif
Penggunaan kata positif ini sesuai dengan cara kerja pikiran bawah sadar
yang tidak mau menerima kata negatif. Kata-kata tersebut dapat berupa
ajakan dan himbauan. Jadi apabila ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan
oleh mereka, hendaknya menggunakan kata ganti yang positif untuk
mengganti kata-kata negatif. Sebagai contoh apabila akan menenangkan
kelas yang ramai (ribut), biasanya kata perintah yang keluar adalah,
“Jangan ribut!” Dalam mengaplikasikan hypnoteaching, hendaknya
kata-kata jangan ribut ini diganti dengan, “Mohon tenang.”
5) Berikan pujian
Salah satu hal yang paling penting dalam pembelajaran adalah reward and
punishment. Pujian merupakan reward atas peningkatan harga diri
seseorang. Pujian merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep
diri seseorang. Maka dari itu, berikanlah pujian kepada para peserta didik
dengan tulus, sehingga mereka akan terdorong untuk melakukan yang
prestasinya, termasuk ketika ia berhasil melakukan perubahan positif pada
dirinya sendiri. Dalam memberikan pujian hindari kata penghubung
negatif, misalnya “tapi”, “namun”, “cuma saja”, dan lain sebagainya.
Menggunakan kata-kata tersebut akan membuat pujian kita sia-sia dan
terkesan mengolok-olok, seperti pada perkataan, “Budi, kamu itu anak
yang pandai, ibu/bapak senang sekali punya peserta didik seperti kamu,
tapi sayangnya kamu kurang memperhatikan kerapian pakaianmu”. Cara
untuk menghindari kata penghubung negatif adalah dengan
menghilangkan kata penghubung tersebut. Misalnya, “Kamu adalah
peserta didik yang pandai dan sangat membanggakan. Akan lebih
membanggakan lagi kalau kamu lebih memperhatikan kerapian
penampilanmu”.
6) Modeling
Modeling adalah proses memberi teladan atau contoh melalui ucapan dan
perilaku yang konsisten dan merupakan salah satu kunci keberhasilan
dalam hypnoteaching. Setelah peserta didik merasa nyaman dengan guru,
maka ia perlu memantapkan perilakunya agar konsisten dengan ucapan
dan ajarannya, sehingga ia selalu menjadi figur yang dipercaya. Metode
hypnoteaching dapat digaris bawahi sebagai metode yang dilakukan oleh
guru dengan proses menghipnosis peserta didik dengan sugesti untuk
memotivasi sehingga para peserta didik merasa senang dan selalu
pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan begitu juga dengan
metode hypnoteaching.
c. Kelebihan dan Kelemahan Metode Hypnoteaching
Metode hypnoteaching dapat digaris bawahi sebagai metode yang
dilakukan oleh guru dengan proses menghipnosis peserta didik dengan sugesti
untuk memotivasi sehingga peserta didik merasa senang dan selalu
bersemangat dalam menerima materi pelajaran. Kelebihan dan kekurangan
metode hypnoteaching tersebut adalah sebagai berikut:25 1) Kelebihan Metode Hypnoteaching
a) Kegiatan belajar mengajar menjadi aktif dan interaktif.
b) Kemampuan imajinasi peserta didik akan berkembang.
c) Kegiatan belajar mengajar lebih dinamis.
d) Meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar.
e) Meningkatkan prestasi peserta didik dalam belajar.
f) Pemantauan terhadap peserta didik lebih intensif.
g) Pemahaman peserta didik mengenai materi menjadi lebih baik, karena
peserta didik tidak menghafal.
2) Kelemahan Metode Hypnoteaching
a) Keraguan guru dalam penerapan hypnoteaching.
b) Dalam membangun simpati, empati, dan saling pengertian dengan
peserta didik membutuhkan waktu cukup lama.
c) Membagi perhatian bagi setiap peserta didik.
Sehingga pembelajaran TAPPS disertai Hypnoteaching memiliki
karakteristik pemecahan masalah dengan cara membicarakan hasil pemikiran
dalam menyelesaikan masalah dengan pasangan dan saling tukar peran. Di sini
peserta didik memiliki peran masing–masing yaitu sebagai problem solver dan
sebagai listener. Metode ini, setiap peserta didik diberikan permasalahan
berbeda yang harus dipecahkan, sehingga membuat peserta didik untuk terus
menggunakan penalaran lisan dan tulisan matematis peserta didik. Selain itu,
metode ini juga efektif dan efisien membangun kemampuan menjelaskan
analitis peserta didik, karena metode ini melibatkan pertukaran konsepsi antar
siswa, serta membantu mereka meningkatkan pembelajaran dan pemahaman
mereka terhadap materi pembelajaran.
Menurut Stice dan Hartman seorang problem solver memiliki tugas
untuk membaca soal dan kemudian dilanjutkan denganmengungkapkan semua
hal yang terpikirkan baik berupa gagasan maupun ide untuk menyelesaikan
masalah dalam soal tersebut, mengungkapkan semua tahap-tahap yang akan
dilakukan untuk memecahkan masalah. Sedangkan seorang listener bertugas
untuk membantu problem solver melihat apa yang mereka kerjakan, ini berarti
problem solver lakukan.26 Agar peserta didik dapat melakukan perannya masing–masing dengan baik, maka guru terlebih dahulu mempersiapkan
keadaan peserta didik dengan memberikan sugesti dengan kata-kata positif
untuk persiapan dalam proses diskusi dan memecahkan masalah tersebut
sehingga peserta didik tidak cemas dalam menyelesaikan permasalahan yang
diberikan.
3. Kemampuan Disposisi Matematis
a. Pengertian Disposisi Matematis
Disposisi matematis adalah kemauan peserta didik untuk berpikir dan
bertindak secara positif yang mencakup minat belajar, keinginan, kegigihan,
kemauan dan kesungguhan yang kuat dalam belajar matematika, serta
apresiasi terhadap matematika serta apresiasi terhadap matematika dan
aplikasi dibidang lainnya. Peserta didik yang memiliki kemampuan disposisi
yang baik akan mencari hal positif pada matematika meskipun dia
menemukan kesulitan dalam matematika itu sendiri karena dia meyakini
bahwa apa yang dipelajari dari matematika selalu bisa digunakan baik dalam
proses pembelajaran atau dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Menurut Katz disposisi merupakan kecenderungan untuk berperilaku
secara sadar (consciously), teratur (frequently), dan sukarela (voluntary) untuk
mencapai tujuan tertentu. Perilaku-perilaku tersebut diantaranya adalah
percaya diri, gigih, ingin tahu, dan berpikir fleksibel. Dalam kontek
matematika, menurut Katz disposisi matematis (mathematical disposition)
berkaitan dengan bagaimana peserta didik menyelesaikan masalah matematis;
apakah percaya diri, tekun, berminat, dan berpikir fleksibel untuk
mengeksplorasi berbagai alternatif penyelesaian masalah. Dalam konteks
pembelajaran, disposisi matematis berkaitan dengan bagaimana peserta didik
bertanya, menjawab pertanyaan, mengkomunikasikan ide-ide matematis,
bekerja dalam kelompok, dan menyelesaikan masalah. 27
Disposisi matematis menurut Sumarmo adalah keinginan, kesadaran,
dan dedikasi yang kuat pada diri peserta didik untuk belajar matematika dan
melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Menurut wardani disposisi
matematis adalah ketertarikan dan apresiasi terhadap matematika yaitu
kecenderungan untuk berpikir dan bertindak positif, termasuk kepercayaan
diri, keingintahuan, ketekunan antusias dalam belajar, kegigihan menghadapi
permasalahan, fleksibel, mau berbagi dengan orang lain, reflektif dalam
kegiatan matematika.28
Ukuran pencapaian kompetensi, guru maupun orang tua sering kali
lebih memperhatikan unsur kognitifnya saja, pada sekolah umum, dan atau
27 Ali Mahmudi, Tinjauan Asosiasi antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Disposisi Matematis”, (Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Pendidikan Matematika FPMIPA UNY, 17 April 2010), h. 5.
sisi psikomotoriknya saja, namun sisi afektif sering kali dilupakan. Sisi afektif
walau merupakan domain yang sering dilupakan, tetapi domain ini merupakan
hal yang penting karena di dalamnya ada gairah, minat, sikap positif atau
negatif memandang sesuatu, dan kecendrungan. Pada posisi ini, afektif
merupakan bahan bakarnya kognitif ataupun psikomotorik. Sebagai analogi
domain kognitif, ketika sekelompok anak berkemampuan sama dihadapkan
dengan persoalan matematik misalnya, maka akan ada anak yang terus
berusaha dan tidak pernah menyerah. Kemudian analogi psikomotorik, misal
satu tim sepak bola tertinggal dengan skor 3-1 sementara waktu yang tersisa
hanya 10 menit lagi. Tim yang tertinggal terus berusaha dengan gigih untuk
menyamakan kedudukan dan akhirnya pada setiap 5 menit tercipta 1 gol.
Itulah gambaran betapa pentingnya disposisi. Disposisi merupakan komponen
yang sangat penting karena peserta didik dibiasakan mendapatkan
persoalan-persoalan yang memerlukan sikap positif, hasrat, gairah, dan kegigihan untuk
menyelesaikannya. Tanpa disposisi yang baik maka peserta didik tidak dapat
mencapai kompetensi atau kecakapan matematik sesuai harapan.
Disposisi matematis merupakan kompone