PENERIMAAN DIRI PADA PASIEN PASCA MASTEKTOMI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
NOVIANA PRIMA KUNTARI
Nim: 019114048
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PENERIMAAN DIRI PADA PASIEN PASCA MASTEKTOMI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
NOVIANA PRIMA KUNTARI
Nim: 019114048
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
MOTTO
FILIPI 4:13
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku
AMSAL 1:7
Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh
menghina hikmat dan Didikan
AMSAL 23:18
v
Penulis mempersembahkan karya sederhana dan penuh perjuangan ini untuk:
Yang selalu menjagai hidupku, memberi berkat dan anugerah
My savior “Jesus Christ”
‘Thanks God’
Bapak dan Ibuku,
Yang telah memberikan dorongan doa dan kasih sayangnya.
Argo Dwi Setiawan,
Yang selalu setia memahami dan menyayangiku
Peppy dan Lea,
Adik-adikku “I Love You All”
Keluarga Besar Marto Suharjo dan Padmo Dimejo
vi ABSTRAK
Penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi Noviana Prima Kuntari (019114048)
Program Studi Psikologi, Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi atau tingkat penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi. Mastektomi berakibat buruk pada wanita yaitu goncangan psikologis yang sangat besar, untuk itu penerimaan diri seseorang yang merupakan hubungan yang realistik tanpa merasa terbebani oleh pandangan masyarakat setempat, serta menerima keterbatasan diri secara realistik tanpa merasa diri tercela memiliki pengaruh besar dalam menentukan kesehatan mental seseorang. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu bagaimanakah kondisi atau tingkat penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi.
Subyek dalam penelitian ini adalah 60 pasien kanker payudara yang telah melaksanakan mastektomi (pasca mastektomi). Penelitian ini menggunakan metode penyebaran skala penerimaan diri yang diisi oleh setiap subjek. Alat pengumpulan data berupa Skala Penerimaan Diri. Uji realibilitas terhadap skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,976. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Skala Penerimaan Diri tersebut reliabel.
vii ABSTRACT
Self- Acceptance towards Patient after Mastectomy Noviana Prima Kuntari (019114048)
Psychology Study Program, Psychology Department, The Faculty of Psychology Sanata Dharma University of Yogyakarta
The objective of this research was to know the condition or the level of self-acceptance towards the patient after mastectomy. Mastectomy had bad consequences to women because of psychological shock. For that reason, one’s self-acceptanceis a realistic relationship without feeling any burden by local community and also accept self-restriction realistically without feling disgraced have big influence in determining someone’s mental health. Based on that background the researcher had formulated the research problems on how the condition or the level self-acceptance towards patient after mastectomy was.
The subjects or the participants of this research were 60 breast-cancer patients who have done mastectomy. This research used spreading method of self-acceptance scale which was filled by every subject or participant. The tool of collecting data was Self-Acceptance Scale. The reliability test to the research scale has resulted reliability coefficient in the amount of 0,976. From that result it could be said that the Self- Acceptance Scale had been reliable.
viii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 11 September 2008
Penulis,
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi
ini. Dalam penyusunan skipsi ini penulis telah berusaha dengan segenap
kemampuan yang ada, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna karena terbatasnya pengetahuan penulis.
Pembuatan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang dengan rela
memberikan bantuannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, terima kasih atas berkat dan karunia yang Kau berikan
kepadaku.
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi
yang memberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah mengarahkan, menyediakan banyak waktu dan memberikan
masukan yang berharga kepada penulis dari awal hingga akhir penyusunan
skripsi ini.
4. Semua dosen Fakultas Psikologi, terima kasih atas segala bimbingan dan ilmu
yang diberikan. Staf Psikologi (Bu Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas
Doni dan Pak Gik), yang telah membantu kelancaran penulis selama
x
5. Kedua orang tuaku yang selalu berdoa, memberikan cinta kasih, perhatian,
dukungan, kebaikan dan perlindungan tak berujung. Terima kasih atas semua
yang diberikan. Maaf skripsinya baru selesai sekarang.
6. Adik-adikku Peppy dan Lea, terimakasih untuk semua cinta, keceriaan dan
doa yang diberikan.
7. Mas Argo, terima kasih atas semua cinta, duk ungan, semangat dan semua
masalah yang kau berikan kepadaku. Kau “Pria terhebatku”.
8. Keluarga besar Marto Suharjo dan Keluarga besar Padmo Dimejo, yang
selalu memberikan perhatian dan dorongan. Terima kasih.
9. Keluarga besar Bapak FX. Hartanto Klaten. Thanks buat segala
pengertiannya.
10. Pdt. Supiarso, Pdt. Wawan, dan Pdt. Obet yang telah memberikan dukungan
moril serta doa.
11. Sahabat-sahabatku: Awan, Ella, Sheila, Kristian dan Alm. Dodit Putra Septa.
Kaulah teman sepanjang masaku.
12. Rehadini Sidawati dan Mas Eko Nur Cahyo, yang memberikan tumpangan
Novi melepas lelah.
13. Mas Wayan dan Mbak Hayu, yang telah membantu terselesainya skripsi ini.
14. Semua responden yang terlibat dalam penelitian ini, terkhusus buat Bude
Yayuk, Tante Ira, Bulek Siti dan Eyang Marjo. Terima kasih atas semua
bantuannya dan tiada yang mustahil bagi Tuhan. Mujizat itu akan nyata.
15. Teman-temanku Psikologi: Evi, Hastin, Sapti, Rani, Tiwuk, Dewi, Devi,
xii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Noviana Prima Kuntari
Nomor Mahasiswa : 019114048
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PENERIMAAN DIRI PADA PASIEN PASCA MASTEKTOMI
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, menge lolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
xiii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT... vii
PERNYATAAN KEASLIAN ... viii
KATA PENGANTAR... ix
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... xii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang... 1
B. Rumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian... 5
1. Manfaat Teoritis ... 5
xiv
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7
A. Penerimaan Diri ... 7
1. Definisi ... 7
2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri... 9
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Diri ... 11
B. Kanker Payudara dan Mastektomi ... 14
C. Perkembangan Dewasa ... 17
D. Dinamika Penerimaan Diri Pasien Pasca Mastektomi... 23
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... ... 25
A. Jenis Penelitian ... 25
B. Variabel Penelitian... 25
C. Definisi Operasional ... 25
D. Subjek Penelitian ... 26
E. Metode dan Alat Pengambilan Data... 27
F. Uji Kelayakan Alat Ukur ... 29
1. Validitas... 29
2. Seleksi Aitem ... 31
3. Reliabilitas ... 31
G. Analisis Data ... 32
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Persiapan Penelitian... 33
1. Uji Coba Alat Ukur ... 33
xv
B. Pelaksanaan Penelitian... 35
C. Hasil Penelitian ... 35
1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 35
2. Deskripsi Data Penelitian... 39
3. Hasil Analisis Data Penelitian ... 40
D. Pembahasan... 42
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
A. Kesimpulan ... 48
B. Saran... 48
C. Keterbatasan Penelitian ... 49
DAFTAR PUSTAKA
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1. Jumlah Aitem Skala Penerimaan Diri ... 28
Tabel 3.2. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri... 28
Tabel 4.1. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri Setelah Uji Coba... 34
Tabel 4.2. Distribusi Umur Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi... 36
Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pendidikan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 36
Tabel 4.4. Jenis Pekerjaan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 37
Tabel 4.5. Tahun Pelaksanaan Operasi Pasien Kanker Payudara... 38
Tabel 4.6. Status Pasien Kanker Payudara ... 39
Tabel 4.7. Perbandingan Skor Empirik dan Skor Teoritik Penerimaan Diri Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 39
Tabel 4.8. Uji Normalitas Variabel Penerimaan Diri... 40
Tabel 4.9. Penggolongan Penerimaan Diri Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 41
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Penerimaan Diri (Try Out)
Lampiran 2. Skala Penerimaan Diri (Penelitian)
Lampiran 3. Identitas Responden
Lampiran 4. Skor Aitem Penerimaan Diri Sebelum Digugurkan
Lampiran 5. Skor Aitem Penerimaan Diri Setelah Digugurkan
Lampiran 6. Skor Aitem Aspek Pengetahuan Tentang Fisik Diri Sendiri
Lampiran 7. Skor Aitem Aspek Pemahaman Yang Realistis Tentang
Kemampuan Diri
Lampiran 8. Skor Aitem Aspek Kepuasan Terhadap Diri Sendiri
Lampiran 9. Reliabilitas Penerimaan Diri Sebelum Aitem Digugurkan
Lampiran 10. Reliabilitas Penerimaan Diri Setelah Aitem Digugurkan
Lampiran 11. Uji Normalitas Data
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker adalah salah satu penyakit penyebab kematian di negara
berkembang. Dari berbagai kanker yang ada, di Indonesia kanker payudara
sampai saat ini merupakan kanker kedua tersering yang menyerang manusia
setelah serviks. Namun demikian, kanker payudara menjadi penyumbang
kematian ketiga terbesar setelah penyakit jantung (Natural 16, 10 Juli 2006).
Di Indonesia, sampai saat ini belum ada data pasti pengidap kanker
payudara. Data Departemen Kesehatan (1986) menyebut, bahwa kanker
payudara menempati urutan kedua setelah kanker leher rahim. Terdapat
kenaikan jumlah penderita kanker yang dirawat di rumah sakit dan jumlah
kematian akibat penyakit tersebut. Data Surkesnas (2001) menyebutkan, di
Indonesia, penyakit kanker sendiri menjadi penyebab kematian kelima.
Keganasan kanker payudara di Indonesia menempati urutan kedua pada
wanita setelah kanker leher rahim pada penelitian pathological-based, dengan
frekwensi relatif 15,83% sesudah kanker leher rahim (25,57%), walaupun di
beberapa rumah sakit besar telah terlihat bahwa frekwensi relatif kanker
payudara lebih tinggi dibanding kanker rahim (Aryandono,
http://www.gadjahmada.edu/index.php?page=rilis&artikel=1227, diakses 15
Mei 2008).
Insiden kanker payudara sekitar 100 per 100.000 jiwa per tahun dan
data penderita kanker payudara di Amerika, Kanada dan Australia dalam
Website Imaginis the Breast Health Resources menunjukkan angka prevalensi
penderita kanker payudara di Indonesia sebesar 876.665 orang (diakses 10
Agustus 2007, dari Http://www.depkes.go.id).
Data dari instalasi Kanker Terpadu Tulip di RS Sardjito Yogyakarta
menunjukkan dari tahun ke tahun terjadi kenaikan kasus kanker payudara. Di
tahun 2005, dari 1.269 kunjungan penderita di Instalasi Kanker Terpadu
Tulip, terbanyak adalah kanker payudara (31,1%), disusul kanker leher rahim
(4,9%) dan usia penderita terbanyak 46 – 50 tahun (Aryandono, dalam
http://www.gadjahmada.edu/index.php?page=rilis&artikel=1227, diakses 15
Mei 2008).
Kusminarto (diakses 10 Agustus 2007, dari Http://www.depkes.go.id,)
mengatakan bahwa dunia kedokteran belum mampu menemukan cara untuk
pencegahan terhadap timbulnya kanker payudara. Para dokter berpendapat
banyak nyawa yang dapat diselamatkan jika ada cara efektif untuk deteksi
dini kanker payudara. Semakin dini diketahui keberadaan kanker payudara
ini, semakin besar kemungkinan dapat disembuhkan dengan penanganan yang
lebih tepat. Deteksi dini yang dianjurkan pemeriksaan payudara sendiri
(sadari) sejak usia 20 tahun dan pemeriksaan mamografi 1-2 kali pada usia 35
hingga 49 tahun. Cara pemeriksaan ini berhasil jika kanker payudara itu
memang sudah terjadi dengan ukuran tertentu.
Di Rumah Sakit Dharmais, sebuah rumah sakit nasional khusus kanker,
keluhan yang datang adalah masalah kanker payudara. Dr Nugroho Prayogo
SpD-KHOM menjelaskan bahwa kanker adalah sebutan untuk penyakit
dimana suatu sel di dalam tubuh berubah perangai menjadi ganas, tidak dapat
dikendalikan oleh tubuh dan berkembang, menyebar, serta merusak daerah
sekitarnya. Kanker menjadi ditakuti karena sekali berubah kadang kala
menjadi sulit dibasmi, terutama bila sudah terlampau berkembang, sehingga
hal ini menyebabkan kematian (Natural 16, 10 Juli 2006).
Istilah kanker menyebabkan rasa takut pada para penderitanya,
merekapun lupa akan kemajuan-kemajuan yang tercapai belakangan ini
dalam pengendalian dan pengobatan kanker. Mereka juga lupa akan
kenyataan bahwa semua orang akan meninggal pada akhirnya nanti. Setiap
kanker dalam benak penderita, adalah penyakit yang tak dapat disembuhkan
dan tidak memberikan harapan hidup. Bagi sebagian orang, vonis kanker bisa
berarti akhir dari segalanya, seolah jalan kematian terbuka di depan mata,
padahal kemajuan teknologi medis memungkinkan kanker bisa terdeteksi
lebih awal dan penyebaran kanker bisa dihambat lebih cepat sehingga usia
harapan hidup lebih panjang. Selain itu, kemauan untuk hidup ternyata
merupakan terapi utama dari kanker.
Pandangan penderita kanker terhadap dirinya sadar atau tidak sadar
sedikit banyak akan merasa terancam dengan keberadaan penyakit itu.
Penampilan tubuhnya mungkin akan berubah karena operasi atau perawatan
lain, sehingga cara mereka memandang dirinya ya ng sering disebut "citra
masalah- masalah serius dalam penyesuaian diri. Operasi payudara biasanya
menyebabkan hilangnya buah dada dan jaringan sekelilingnya. Mastektomi
(pengangkatan payudara biasa) merupakan salah satu operasi yang mengubah
citra diri atau fungsinya, pasien yang menjalani operasi ini biasanya akan
mengalami perasaan resah dan tertekan karena pasien merasa kehilangan
sebagian tubuhnya yang sangat berharga, ia akan meratapi kehilangan itu,
karena baginya hidup tanpa organ tersebut seperti tidak berguna. Bahkan
kesedihannya itu seperti kesedihan yang dialami bila kita kehilangan
seseorang yang sangat dikasihi.
Dr Rene C. Mastroito dalam Moster (1997) menerangkan bahwa
mastektomi berakibat buruk pada wanita. Goncangan psikologis akibat
mastektomi sangat besar. Seseorang wanita yang konsep dirinya tergantung
pada rasa kewanitaan dan citra dirinya sebagai wanita, akan menderita
kehilangan yang lebih besar daripada wanita yang menganggap ciri-ciri
tersebut kurang penting.
Ketidaksiapan seorang penderita kanker dalam menerima situasi dan
kondisi pada waktu sakit membuat emosi mereka tidak stabil, sehingga
dengan mudah mereka merasa bahwa Tuhan jauh darinya dan mereka
kehilangan pengharapan kepada Tuhan. Akibat lainnya yaitu mereka akan
menjadi malu akan keadaan dirinya, rendah diri, menganggap dirinya tidak
berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan individu lain,
sehingga individu ini cenderung tidak dapat menerima dirinya apa adanya.
menyalahkan keadaan dan menyalahkan Tuhan. Selain itu sebagian besar dari
mereka akan menjadi tidak relistis dan menjadi tidak percaya akan
kemampuan dirinya. Keadaan akan perubahan-perubahan itu membuat
seorang penderita kanker payudara cenderung tidak mau mensyukuri dan
menerima keberadaan hidupnya dan cenderung akan merubah penerimaan
dirinya secara fisik.
Melihat kondisi tersebut, sebagai realita yang sering dihadapi oleh
banyak pasien yang menderita penyakit kanker payudara serta pasien yang
telah melakukan mastektomi, menyebabkan penelitian ini penting untuk
dilakukan dalam rangka melihat kondisi atau tingkat penerimaan diri pada
pasien pasca mastektomi.
B. Rumusan Masalah
Untuk menjelaskan pokok permasalahan dalam penelitian ini maka
berdasarkan uraian di atas rumusan masalah adalah: bagaimanakah tingkat
penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan diri
pada pasien pasca mastektomi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
kepribadian, klinis dan kesehatan khususnya tentang penerimaan diri
pasien pasca mastektomi.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan untuk
mengetahui penerimaan diri pasien dalam menerima kondisinya pasca
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penerimaan Diri
1. Definisi
Panes (dalam Hurlock, 1973) menyatakan bahwa penerimaan diri
adalah suatu keadaan dimana individu memiliki keyakinan akan
karakteristik dirinya, serta mampu dan mau untuk hidup dengan keadaan
tersebut. Jadi, individu dengan penerimaan diri memiliki penilaian yang
realistis tentang potensi yang dimilikinya yang dikombinasikan dengan
penghargaan atas dirinya secara keseluruhan. Artinya, individu ini memiliki
kepastian akan kelebihan-kelebihannya, dan tidak mencela
kekurangan-kekurangan dirinya. Individu yang memiliki penerimaan diri mengetahui
potensi yang dimilikinya dan dapat menerima kelemahannya.
Hal tersebut didukung oleh pendapat dari Hjelle dan Ziegler (1981)
yang menyatakan bahwa individu dengan penerimaan diri memiliki
toleransi terhadap frustrasi atau kejadian-kejadian yang menjengkelkan, dan
toleransi terhadap kelemahan-kelemahan dirinya tanpa harus menjadi sedih
atau marah. Individu ini dapat menerima dirinya sebagai seorang manusia
yang memiliki kelebihan dan kelemahan. Jadi, individu yang mampu
menerima dirinya adalah individu yang dapat menerima kekurangan dirinya
sebagaimana dirinya mampu menerima kelebihannya.
Penerimaan diri menurut Wiley (dalam Anugerah, 1995)
sumbangan pada kesehatan mental seseorang serta hubungan antar-pribadi.
Penerimaan diri mengandung pengertian adanya persepsi terhadap diri
sendiri mengenai kelebihan dan keterbatasannya untuk digunakan secara
efektif. Penerimaan diri juga adalah meningkatkan toleransi terhadap orang
lain dan terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya.
Mereka melihat manusia, dunia dan dirinya seperti apa adanya. Seseorang
yang memiliki penerimaan diri berarti dapat mengenali kekurangannya
sendiri dan berusaha untuk memperbaiki diri. Penerimaan diri akan
meningkatkan penilaian diri akan dapat mengkritik dirinya sendiri dan
bertanggung jawab terhadap pilihannya sendiri tidak menyalahkan ataupun
mencela orang lain karena keadaan dirinya.
Ahli-ahli lain; Sartain dkk (1973) dan Hurlock (1974), berpendapat
bahwa penerimaan diri adalah keinginan untuk memandang diri seperti
adanya, dan mengenali diri sebagaimana adanya. Ini tidak berarti kurangnya
ambisi karena masih adanya keinginan-keinginan untuk meningkatkan diri,
tetapi tetap menyadari bagaimana dirinya saat ini. Dengan kata lain,
kemampuan untuk hidup dengan segala kelebihan dan kekurangan diri ini
tidak berarti bahwa individu tersebut akan menerima begitu saja
keadaannya, karena individu ini tetap berusaha untuk terus mengembangkan
diri. Individu dengan penerimaan diri akan mengetahui segala kelebihan dan
kekurangan yang dimilikinya, dan mampu mengelolanya.
Penerimaan diri berhubungan secara erat dengan kesehatan
dengan penerimaan diri menunjukkan selera makan yang baik, dapat tidur
dengan nyenyak, dan menikmati kehidupan seks. Proses biologis dasar;
seperti kehamilan, menstruasi, dan proses menua; adalah bagian dari
perkembangan yang dapat diterima dengan perasaan bahagia.
Jadi penerimaan diri merupakan suatu kondisi dengan kesadaran
penuh seorang individu menerima kelemahan-kelemahan yang dimilikinya,
tanpa mencela, serta memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan potensi
(sisi positif) yang dimilikinya, sebagai sebuah kelebihan yang ada pada
dirinya.
2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri
Penerimaan diri adalah suatu keadaan dimana individu memiliki
keyakinan akan karakteristik dirinya, serta mampu dan mau untuk hidup
dengan keadaan tersebut. Tiga aspek penerimaan diri terhadap kondisi
fisik menurut Burn (1987) adalah:
a. Pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri adalah tingkat seseorang
dapat memahami karakteristik dirinya dan mampu menerima kondisi
yang ada dengan kesungguhan.
Ciri-ciri yang terdapat pada tiap individu adalah memiliki kemampuan
untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus menjadi malu
akan keadaannya, mengenali kelebihan-kelebihan dirinya, dan bebas
memanfaatkannya, mengenali kelemahan-kele mahan dirinya tanpa
harus menyalahkan dirinya, memiliki spontanitas dan rasa tanggung
Selanjutnya Sheerer (dalam Cronbach, 1963) menyebutkan bahwa
komponen dari pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri yaitu
menyadari dan tidak merasa malu akan keadaan dirinya, menganggap
dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan
individu lain, menempatkan dirinya sebagaimana manusia yang lain
sehingga individu lain dapat menerima dirinya
b. Pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri adalah seseorang
yang menyadari potensi- potensi yang dimiliki sehingga mereka mampu
melakukan sesuatu dan menjadi sesuatu yang diharapkan.
Individu dengan aspek penerimaan diri ini berciri-ciri memiliki
penghargaan yang realistis terhadap kelebihan-kelebihan dirinya,
memiliki keyakinan akan standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya
tanpa harus diperbudak oleh opini individu- individu lain, menerima
potensi dirinya tanpa menyalahkan dirinya atas kondisi-kondisi yang
berada di luar kontrolnya, merasa memiliki hak untuk memiliki ide- ide
dan keinginan-keinginan serta harapan-harapan tertentu (Jersild, 1963).
Komponen dari pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri
dijelaskan oleh Sheerer (dalam Cronbach, 1963) yaitu memiliki
keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menjalani kehidupan dan
mempercayai prinsip-prinsip atau standar-standar hidupnya tanpa harus
c. Kepuasan terhadap diri sendiri adalah sepadan dengan tingkat
penerimaan diri seseorang akan mampu menerima kelebihan dan
kelemahannya.
Ciri-ciri kepuasan terhadap diri sendiri adalah tidak melihat diri mereka
sebagai individu yang harus dikuasai rasa marah atau takut atau menjadi
tidak berarti karena keinginan-keinginannya tapi dirinya bebas dari
ketakutan untuk berbuat kesalahan dan tidak merasa iri akan
kepuasan-kepuasan yang belum mereka raih (Jersild, 1963).
Komponen penyusunnya oleh Sheerer (dalam Cronbach, 1963)
disebutkan meliputi bertanggung jawab atas segala perbuatannya,
menerima pujian atau celaan atas dirinya secara obyektif, tidak
mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan-dorongan dan
emosi-emosi yang ada pada dirinya.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adala h
pendidikan dan dukungan sosial. Penerimaan diri akan semakin baik
apabila ada dukungan dari lingkungan sekitar, seperti yang dikatakan
Ichransjah, hal ini dikarenakan individu yang mendapat dukungan sosial
akan mendapat perlakuan yang baik dan menyenangkan (Kompas, 28 Juli
2002). Selain itu juga dikatakan bahwa faktor pendidikan juga
mempengaruhi penerimaan diri, dimana individu yang memiliki
pendidikan lebih tinggi akan memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi
sehingga mereka lebih siap untuk menghadapinya, bahkan dengan
pendidikan lebih tinggi, upaya untuk menghadapi berbagai penyakit
kanker bisa diantisipasi lebih dini.
Vernon dalam Burn (1987), juga menyebutkan faktor- faktor yang
dapat mempengaruhi penerimaan diri terhadap kondisi fisik, yaitu:
a. Cinta dan dukungan keluarga adalah adanya perasaan nyaman dan
aman dalam keluarga, terpenuhinya kebutuhan kasih sayang serta
adanya penerimaan dan dukungan keluarga terhadap kegiatan yang
dilakukan termasuk pekerjaan yang digeluti.
b. Perasaan bahwa dirinya berharga bagi orang lain dan melakukan
sesuatu yang dapat menolong orang lain. Hal ini juga terkait dengan
tujuan kaum wanita dalam menjalankan pekerjaannya maupun dalam
kehidupan keseharia nnya.
c. Adanya teman senasib, hadirnya pribadi-pribadi lain yang memiliki
nasib yang sama dengan apa yang dialami akan menguatkan keberadaan
mereka dan mampu mempertahankan eksistensinya.
d. Adanya kekuatan untuk mengatasi masalah yaitu seberapa besar
kemampuan untuk mengatasi masalah- masalah yang harus mereka
hadapi, termasuk jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah.
e. Memiliki aspirasi untuk masa depan yaitu adanya harapan seseorang
terhadap masa yang akan datang yang akan memberikan motivasi bagi
mereka untuk mengembangkan diri secara optimal dan mengarahkan
erat dengan adanya prinsip atau komitmen seseorang untuk
mewujudkan aspirasi yang dikehendaki.
Selain hal di atas, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
penerimaan diri seseorang yaitu:
a. Jenis kelamin
Menurut Ratna wati (1990), jenis kelamin akan mempengaruhi
penerimaan diri, dan terdapat perbedaan yang mencolok antara pria dan
wanita. Pria dinilai memiliki penerimaan diri yang lebih positif bila
dibandingkan dengan wanita. Hal ini karena wanita relatif lebih sensitif
serta lebih menitikberatkan pada afektif daripada pria.
b. Lama cacat yang disandang/waktu pelaksanaan operasi
Berdasarkan lama cacat yang disandang, penerimaan diri pada
penyandang cacat tubuh sejak lahir atau pada masa kanak-kanak lebih
positif dibandingkan penyandang cacat tubuh pada masa remaja atau
dewasa (Suhartono, 1976). Hal itu terjadi karena mereka sejak kecil
terbiasa diperlakukan sebagai anak normal. Kecacatan tubuh yang
mereka sandang seolah-olah merupakan kejutan psikis, sehingga
mereka mengalami gangguan emosi berupa rasa rendah diri, apatis,
sensitif dan diikuti dengan penolakan diri.
c. Inteligensi
Faktor intelegensi selai menambah kemampuan dalam membentuk
pengertian mengenai bagaimana nilai-nilai sosial menghendaki
membentuk tinjauan yang lebih tepat tentang arti positif dari kenyataan
dirinya berdasarkan nilai-nilai sosial yang ada (Siswojo, 1980).
B. Kanker Payudara dan Mastektomi
Menurut Prayogo (dalam Natural, 2006) kanker adalah sebutan untuk
penyakit di mana suatu sel di dalam tubuh berubah perangai menjadi ganas,
tidak dapat dikendalikan oleh tubuh, berkembang dan menyebar serta
merusak daerah sekitarnya. Kanker menjadi ditakuti karena sekali berubah
kadang kala sulit dibasmi, terutama bila sudah terlampau berkembang,
sehingga hal ini menyebabkan kematian. Kanker terbagi menjadi beberapa
jenis, yaitu karsinoma, sarkoma, limfoma, (neoplasma sistem limfatik) atau
leukimia (neoplasma ganas sel darah putih). Karsinoma merupakan tumor
ganas yang berasal dari sel epitel, misalnya kanker kulit, kanker lambung dan
kanker payudara. Adapun sarcoma merupakan tumor ganas yang berasal dari
jaringan mesodermal, misalnya fibrosarkoma (tumor ganas jaringan ikat),
limfosarkoma (tumor ganas sistem limfatik), dan osteosarkoma (tumor ganas
pada tulang).
Kanker disebabkan oleh perobahan pada gen yang terletak di
kromosom sel. Perubahan ini terjadi karena dua faktor, yakni faktor eksogen
seperti zat kimia, radiasi dan virus, sedangkan faktor endogen semisal mutasi
spontan. Di samping itu juga karena gaya hidup tidak sehat, contohnya
merokok, minum alkohol, stress, dan ganti-ganti pasangan seksual.
Perkembangan kanker payudara dapat dibedakan menjadi
1. Stadium I (stadium dini)
Besarnya tumor tidak lebih dari 2-2,25 cm, dan tidak terdapat
penyebaran(matastase) pada kelenjar getah bening ketiak. Pada stadium I
ini, kemungkinan penye mbuhan secara sempurna adalah 70 persen. Untuk
memeriksa ada tidak metastase ke bagian tubuh yang lain, harus diperiksa
di laboratorium.
2. Stadium II
Tumor sudah lebih besar dari 2,25 cm dan sudah terjadi metastase pada
kelenjar getah bening di ketiak. Pada stadium ini, kemungkinan untuk
sembuh hanya 30-40% tergantung dari luasnya penyebaran sel kanker.
Pada stadium I dan II biasanya dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel
kanker yang ada pada seluruh bagian penyebaran, dan setelah operasi
dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang
tertinggal.
3. Stadium III
Tumor sudah cukup besar, sel kanker telah menyebar ke seluruh tubuh,
dan kemungkinan untuk sembuh tinggal sedikit. Biasanya pengobatan
hanya dilakukan penyinaran dan chemotherapie (pemberian obat yang
dapat membunuh sel kanker). Kadang-kadang juga dilakukan operasi
untuk mengangkat seluruh bagian payudara (mastektomi). Usaha ini
dilakukan untuk menghambat proses perkembangan sel kanker dalam
Sekarang ini, kanker payudara merupakan kanker yang ditakuti oleh
wanita. Di Indonesia, kanker payudara menduduki peringkat kedua setelah
kanker leher rahim. Bagi wanita, penyakit ini sering menjadi penyebab
hilangnya rasa percaya diri, karena bila kanker payudara yang dideritanya
telah mencapai stadium lanjut seringkali ia harus merelakan salah satu
payudaranya untuk diangkat (mastektomi), bahkan mungkin keduanya.
Wanita yang berisiko terkena kanker payudara adalah wanita yang mengalami
haid lebih cepat, yaitu sebelum 12 tahun, melahirkan setelah usia 35 tahun,
melahirkan dan tidak pernah menyusui, tidak menikah atau menikah tapi
tidak punya anak, banyak mengkonsumsi lemak di usia remajanya, atau
kegemukan (diakses10 Agustus 2007, dari http://www.info-sehat.com).
Menurut Sutjipto, sekitar 70 persen pasien kanker payudara datang ke
rumah sakit berada dalam kondisi stadium lanjut (diakses 10 Agustus 2007,
dari http://www.sinarharapan.co.id). Penyebab keterlambatan penderita
datang ke dokter ini, antara lain takut operasi, percaya pada pengobatan
tradisional atau paranormal, dan faktor ekonomi atau ketiadaan biaya.
Semakin tinggi stadiumnya maka kemungkinan sembuh akan turun hingga 15
persen. Berdasarkan pengalaman, dapat dipastikan sebuah benjolan pada
payudara merupakan kanker atau bukan hanya lewat sentuhan. Jika benjolan
tersebut dipegang dan terasa keras seperti kentang atau bakso yang berada
dalam kulkas, maka bisa dipastikan benjolan tersebut adalah kanker. Jika sel
kanker berada pada stadium dini hingga 3 maka terapi yang dilakukan berupa
hormonal. Tapi jika sudah mencapai stadium 4, maka tidak bisa melakukan
apa-apa, kecuali kemoterapi dan radiasi sampai dengan mengangkat seluruh
jaringan payudara, yang populer dengan istilah mastektomi. Operasi
mastektomi merupakan operasi yang sangat radikal, karena tidak hanya
mengangkat seluruh jaringan payudara, tetapi juga jaringan otot di bagian
belakang payudara. Hasilnya, kulit menjadi sangat tipis hingga tulang iga
terlihat oleh mata telanjang. Efek samping dari mastektomi radikal ini adalah
membesarnya bagian tangan.
Berdasarkan beberapa teori dan pendapat para ahli ya ng ada, dapat
disimpulkan bahwa penerimaan diri setiap individu sangat berhubungan
dengan kematangan emosional. Individu yang matangan emosinya, biasanya
menerima setiap kondisi baik maupun buruk yang menimpa dirinya secara
iklas dan bertanggung jawab. Ind ividu yang memiliki penerimaan diri yang
baik selalu optimis, dinamis dan tidak pernah berhenti bersyukur atas apa
yang diterimanya.
C. Perkembangan Dewasa
Perkembangan masa hidup manusia pada tahap dewasa menurut
Santrock (2002) dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Dewasa Awal
a. Fisik
Kondisi fisik pada saat awal masa dewasa mencapai puncaknya,
seringkali antara 19-26 tahun. Puncak dari kemampuan fisik ini dicapai
puncak terjadi, didukung oleh kondisi fisik dalam keadaan yang paling
sehat. Manusia yang berada dalam masa dewasa awal sudah melakukan
kegiatan-kegiatan yang bertujuan melindungi kesehatan seperti:
mengatur gizi, tidur, olah raga, dan mengawasi berat badan.
b. Kognitif
Pada awal masa dewasa, individu mengatur pemikiran
operasional formalnya, lebih mampu merencanakan dan membuat
hipotesis tentang masalah-masalah, dan biasanya menjadi lebih sistematis
dalam penyelesaian masalah tersebut. Optimisme yang berlebihan ketika
remaja mulai berkurang dan menghilang, integrasi pikiran terjadi dengan
penyesuaian diri yang sedikit mengandalkan analisis logis dalam
pemecahan masalah. Komitmen, spesialisasi, dan penyaluran energi ke
dalam usaha seseorang untuk memperoleh tempat dalam masyarakat dan
sistem kerja yang kompleks menggantikan ketertarikan remaja pada
logika yang idealis. Kemampuan kognitif sangat baik selama dewasa
awal, dan juga menunjukkan adaptasi dengan aspek pragmatis
kehidupan. Individu mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai
perspektif yang dipegang orang lain yang mengguncangkan pandangan
dualistik mereka. Orang dewasa awal biasanya berubah dari mencari
pengetahuan menuju penerapan pengetahuan dan apa yang diketahui
c. Sosial
Dari aspek sosial, kehidupan dewasa awal sudah mulai memasuki
fase siklus kehidupan keluarga. Fase- fase siklus kehidupan keluarga
mencakup: (1). meninggalkan rumah dan menjadi orang dewasa yang
hidup mandiri. Pada fase ini, pembedaan diri seseorang dalam kaitannya
dengan keluarga asal, membangun hubungan sebaya yang intim,
memantapkan diri dalam hubungannya dengan pekerjaan dan keuangan.
Dalam hal ini individu menerima tanggung jawab emosional dan
keuangan bagi diri sendiri. (2). bergabungnya keluarga melalui
pernikahan (pasangan baru). Pembentukan sistem pernikahan disertai
dengan penyusunan kembali hubungan dengan keluarga jauh dan teman
untuk melibatkan pasangan. (3). menjadi orang tua dan sebuah keluarga
dengan anak. Menyesuaikan sistem pernikahan untuk memberi ruang
bagi anak-anak. Individu juga ikut serta dalam merawat anak, keuangan
dan tugas rumah tangga. Menyusun kembali hubungan dengan keluarga
jauh, termasuk peran menjadi orang tua dan peran kakek- nenek.
2. Dewasa Tengah
a. Fisik
Kehidupan dewasa tengah sering disebut dengan usia tengah
baya. Perkembangan fisik pada usia dewasa tengah yaitu usia 35-45
tahun hingga mendekati usia 60 tahun, sudah mulai menurun. Rambut
sudah mulai memutih, kulit mulai keriput, badan mengendur, gigi
cepat. Melihat dan mendengar merupakan dua perubahan yang paling
menyusahkan dan paling tampak. Status kesehatan mulai menjadi
persoalan utama. Lebih banyak waktu dihabiskan untuk
mengkhawatirkan kesehatan dibandingkan pada masa dewasa awal,
karena masa dewasa tengah dikarakterisasikan oleh penurunan umum
kebugaran fisik. Masalah kesehatan utama adalah penyakit
kardiovaskular, kanker, dan berat badan.
b. Kognitif
Perkembangan kognitif terlihat dari daya ingat yang menurun,
walaupun strategi-strategi dapat digunakan untuk mengurangi
kemunduran tersebut. Kekurangan terbesar terjadi pada memori jangka
panjang (long term) dari pada memori jangka pendek (shot term).
Proses-proses seperti organisasi dan pembayangan dapat digunakan untuk
mengurangi kemunduran daya ingat. Kemunduran yang lebih besar
terjadi ketika informasi yang diperoleh bersifat baru atau ketika informasi
yang diterima saat ini tidak sering digunakan, dan ketika digunakan
adalah proses mengingat kembali daripada proses mengenali
(recognition).
c. Sosial
Secara sosial, seseorang yang berada dalam masa dewasa tengah
akan merasakan cinta kasih sayang atau sebagai teman meningkat pada
masa dewasa tengah, khususnya dalam pernikahan yang telah bertahan
anak-anak meninggalkan rumah setelah masa remaja karena orang tua
mendapatkan banyak kesenangan dari anak-anaknya. Hubungan dengan
saudara kandung pada saat ini sangat dekat, terutama jika mereka dekat
pada masa anak-anak, meskipun sebagian ada yang acuh bahkan sangat
bertentangan. Umumnya ada kontak yang berkelanjutan dengan dan antar
generasi dalam keluarga. Usia tengah baya biasanya memiliki tanggung
jawab yang sangat besar, karena kewajiban finansial dan pemberian
perawatan pada yang masih muda dan pada orang tua yang lanjut usia
mungkin menimbulkan stres pada orang dewasa usia tengah baya. Usia
tengah baya juga memainkan peran penting dalam menghubungkan
generasi.
3. Dewasa Akhir
a. Fisik
Perkembangan fisik pada masa dewasa akhir ini dicirikan oleh
tersisa sedikit kemampuan memfokuskan dan terdapat penurunan
ketajaman pengelihatan sekalipun dengan lensa- lensa korektif. Rentan
terhadap cahaya yang menyilaukan, dan kemampuan membedakan warna
mengalami penurunan. Pendengaran terjadi kehilangan yang signifikan,
kekurangan tersebut dapat ditolong dengan alat bantu pendengaran.
Rentan terhadap penutupan dari apa yang didengar karena keramaian.
Perasaan, pembau dan peraba berkurang secara signifikan. Seiring
dengan penurunan kemampuan fisik juga diikuti oleh peningkatan
dari orang dewasa lanjut meninggal karena penyakit jantung, kanker, dan
stroke. Penyakit radang sendi, osteoporosis juga menyertai kehidupan
orang dewasa akhir ini.
b. Kognitif
Perkembangan kognitif pada masa dewasa akhir terjadi penurunan
kecakapan, tetapi yang lain tidak. Tidak ada penurunan dalam inteligensi,
hanya kecepatan memproses saja yang menurun, dan penurunan ingatan.
c. Sosial
Perkembangan sosial masa dewasa akhir ditandai dengan saat
pensiun sampai meninggal, yang seringkali mengarah pada “tahap akhir
di dalam proses pernikahan”. Pensiun mengubah gaya hidup pasangan,
dan membutuhkan adaptasi. Orang-orang yang menikah di masa dewasa
akhir biasanya lebih berbahagia dibandingkan orang-orang yang sendiri,
walaupun orang-orang dewasa yang sendirian lebih mudah beradaptasi
dengan kesepian. Kencan telah menjadi hal yang umum di antara
orang-orang dewasa lanjut. Dalam beberapa kasus, kencan ini mirip dengan
orang-orang dewasa muda, dan pada beberapa kasus berbeda. Tanpa
menghiraukan usia, persahabatan merupakan dimensi yang penting dari
hubungan sosial, mereka menguat saat kehilangan. Sekitar 80% para
kakek dan nenek mengatakan bahwa mereka puas dan bahagia dalam
hubungannya dengan cucu. Peran sebagai kakek/nenek setidaknya
memiliki tiga gaya interaksi: formal, mencari kesenangan dan figur yang
jauh.
D. Dinamika Penerimaan Diri Pasien Pasca Mastektomi
Kondisi fisik dan psikis dari penderita kanker payudara yang
melakukan mastektomi memberikan dampak yang negatif terhadap
perkembangan psikologisnya. Dalam menghadapi penyakit tersebut, setiap
individu akan berespon dan mempunyai persepsi yang berbeda-beda
tergantung pada kepribadian dan ketahanan diri terhadap stres, konsep diri
dan citra diri, serta penghayatan terhadap penyakit kanker tersebut. Respon
marah, karena merasa tidak beruntung sampai dengan menyalahkan orang
lain di sekitarnya, menyesali nasibnya, bahkan menyalahkan Tuhan bisa saja
terjadi. Di lain pihak, banyak pula individu yang dapat menerima kenyataan
bahwa mastektomi yang dialami sudah merupakan takdir yang walaupun
berbahaya dan mengubah penampilannya, namun tetap harus dihadapi dengan
ikhlas sehingga tetap bertahan hidup dengan lebih nyaman.
Penerimaan diri bagi individu yang mengalami mastektomi tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi terbentuknya penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi,
diantaranya yaitu kondisi lingkungan sosial dan keluarga, pendidikan dan
inteligensia, kesempatan untuk mengembangkan aspirasi dan lama waktu
mengalami kecacatan atau operasi. Selain faktor itu, terdapat faktor pokok
yang menjadi dasar pembentuk penerimaan diri pasien pasca mastektomi
mempunyai pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri, mempunyai
pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri, dan puas terhadap diri
sendiri. Individu yang berada dalam kondisi ini, secara sadar tahu akan
kelemahan dirinya, dan tidak mengeluh serta mencela sehingga dapat
dikatakan memiliki penerimaan diri yang baik, artinya mereka dengan ik hlas
menerima kondisi yang dihadapi dan dapat menjalani hidup dengan lebih baik
kedepannya.
Pasien kanker payudara
Mastektomi
Akibat Mastektomi
- Guncangan psikologis (marah, menyalahkan orang lain, menyesali nasib, menyalahkan Tuhan) - Ikhlas dan nyaman bertahan hidup
- Umur
- Pendidikan Penerimaan diri
- Pekerjaan pasien - Pengetahuan ttg kondisi fisik
- Status - Pemahaman ttg kemampuan diri
- Lama operasi - Kepuasan thd diri sendiri
Kategori PD
(sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi)
Gambar 2.1.
25 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan jenis atau bentuk penelitian deskriptif
yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan, dengan metode
survey. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), metode survei atau
penelitian sampel adalah penilaian yang mengambil sampel dari populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama.
B. Variabel Penelitian
Variabel dapat didefinisikan sebagai suatu gejala yang menjadi fokus
peneliti untuk diamati. Variabel sebagai atribut dari sekelompok orang atau
obyek yang mempunyai variasi antara satu dengan lainnya dalam kelompok
tersebut (Sugiyono, 2002). Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti
adalah: penerimaan diri.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional penting untuk memudahkan dalam pengamatan,
pengukuran, membatasi ruang lingkup permasalahan, memudahkan melihat
hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain dan memudahkan
penyusunan instrumen atau alat ukur penelitian.
Penerimaan diri adalah suatu keadaan dimana individu memiliki
keyakinan akan karakteristik dirinya, serta mampu dan mau untuk hidup
dibuat oleh peneliti berdasarkan tiga aspek penerimaan diri terhadap kondisi
fisik menurut Burn (1987). Ketiga aspek tersebut adalah:
a. Pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri.
Adanya pemahaman terhadap keadaan dirinya menurut apa yang ada serta
menerima segala kelemahan dan kelebihan dengan kesungguhan tanpa
menyalahkan orang la in.
b. Pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri.
Menggunakan potensi diri yang dimiliki untuk mengembangkan kualitas
hidup yang lebih baik dengan melakukan sesuatu dan menjadi sesuatu
sesuai yang diharapkan.
c. Kepuasan terhadap diri sendiri.
Adanya sikap yang menunjukkan penghargaan atas diri sendiri, menerima
dan puas terhadap kelebihan dan kelemahan yang dimiliki.
Tingkat penerimaan diri pada penelitian ini dihasilkan dari skor yang
diperoleh dari skala penerimaan diri. Semakin tinggi skor yang diperoleh
maka semakin tinggi pula tingkat penerimaan diri yang dimiliki.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan bersifat purposive, artinya
kelompok subjek tersebut memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat khusus yang
dipandang mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat subjek
penelitian yang telah diketahui sebelumnya (Hadi, 1984).
Kriteria subjek yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai
a. Subjek adalah pasien kanker payudara yang telah melaksanakan mastektomi
(pasca mastektomi).
b. Usia antara 35 sampai memasuki usia 60 tahun, dengan pertimbangan
subjek sudah dewasa (madya) sehingga mampu menyesuaikan diri,
memiliki emosi yang matang dan mampu berfikir secara lebih realistis
terhadap kondisi yang menimpanya.
c. Berjenis kelamin perempuan.
E. Metode dan Alat Pengambilan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala penerimaan
diri. Skala atau kuisioner yang digunakan adalah kuisioner berstruktur dimana
subjek tinggal memilih salah satu jawaban yang disediakan. Penyusunan skala
penerimaan diri menggunakan skala model Likert dengan metode Summated
Rating yang sudah dimodifikasi dengan empat alternatif jawaban, yaitu Sangat
Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
Tinggi rendahnya penerimaan diri dinilai dari skor total skala tersebut. Jumlah
aitem dalam skala penerimaan diri sebanyak 60 aitem. Aitem dibuat
berdasarkan tiga aspek penerimaan diri terhadap kondisi fisik yang
dikembangkan oleh Burn (1987) yang terdiri dari pengetahuan tentang fisik diri
sendiri, pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri dan kepuasan
terhadap diri sendiri.
Pemberian skor pada skala penerimaan diri berdasarkan penilaian dalam
skala Likert. Skor bergerak dari 1 sampai 4. Cara penilaian untuk pernyataan
diberikan untuk jawaban S, skor 2 diberikan untuk jawaban TS dan skor 1
diberikan untuk jawaban STS. Sedangkan untuk pernyataan unfavorable adalah
sebagai berikut: skor 4 diberikan untuk jawaban STS, skor 3 diberikan untuk
jawaban TS, skor 2 diberikan untuk jawaban S dan skor 1 diberikan untuk
jawaban SS. Semakin tinggi skor penerimaan diri yang diperoleh berarti
semakin tinggi tingkat penerimaan diri seseorang.
Berikut distribusi skala penerimaan diri berdasarkan pernyataan
favorable dan unfavorable:
Tabel 3.1. Jumlah Aitem Skala Penerimaan Diri
Jumlah Aitem Aspek
Favorable Unfavorable Total Pengetahuan tentang fisik diri
sendiri. Kepuasan terhadap diri sendiri. 10
(16,67%)
Distribusi aitem skala penerimaan diri menurut masing- masing
dimensi dan kategori sifat favorable dan unfavorable adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri
Nomor Aitem Aspek
Favorable Unfavorable Total
Sebelum digunakan pada penelitian yang sebenarnya, skala diuji
cobakan terlebih dahulu pada subjek penelitian untuk mengetahui validitas isi
dan reliabilitas alat ukur. Suatu alat ukur yang telah memenuhi kualifikasi
validitas isi dan reliabilitas inilah yang akan digunakan dalam penelitian
dengan asumsi bahwa alat ukur tersebut secara tepat dapat mengungkap apa
yang ingin diukur serta konsisten dalam pengukuran (Azwar, 2005).
F. Uji Kelayakan Alat Ukur
1. Validitas
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat
ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2005). Uji validitas akan
dilakukan untuk skala penerimaan diri yaitu untuk melihat tingkat ketepatan
alat ukur ini dalam mengungkap penerimaan diri pasien pasca mastektomi.
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas isi.
Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap
isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement.
Aitem-aitem tes diharapkan dapat mewakili komponen-komponen dalam
keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur (aspek representasi) dan
sejauh mana aitem-aitem tes mencerminkan ciri perilaku yang hendak
diukur atau aspek relevansinya (Azwar, 2001).
Prosedur penulisan aitem, prosedur analisis dan seleksi aitem
merupakan hal yang sangat penting, dikarenakan kualitas skala penerimaan
diri yang diukur sangat ditentukan oleh kualitas aitem-aitem didalamnya.
(aspek-aspek penerimaan diri). Setelah itu dilakukan analisis dan seleksi aitem
berdasarkan evaluasi kualitatif. Evaluasi ini melihat apakah aitem yang
ditulis sudah sesuai dengan indikator penerimaan diri yang akan diungkap,
melihat apakah aitem-aitem yang ditulis sesuai dengan kaidah penulisan
yang benar, dan melihat apakah aitem-aitem yang ditulis masih
mengandung kesalahan yang tinggi. Evaluasi dan seleksi aitem dalam tahap
ini dikerjakan oleh peneliti sendiri sesuai arahan dan persetujuan
pembimbing (ahli pengukuran/psikometri) dan ahli dalam masalah atribut
yang hendak diukur oleh skala yang sedang disusun. Setelah prosedur
tersebut selesai dan diperoleh kumpulan aitem dalam jumlah yang cukup,
maka kumpulan aitem tersebut dikompilasikan dalam bentuk daftar aitem
yang siap untuk diujicobakan secara empiris (field-tested) sehingga
diperoleh data empiris (data hasil uji coba aitem pada kelompok subjek yang
karakteristiknya setara dengan subjek yang hendak dikenai skala itu
nantinya) dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap
parameter-parameter aitem. Pada tahap ini dilakukan seleksi aitem yang lebih lengkap
melalui analisis validitas. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa
cermat suatu tes dapat melakukan fungsi ukurannya (Sigit, 2003). Semakin
tinggi va liditas suatu alat ukur, maka semakin tepat pula alat ukur tersebut
mengenai sasarannya dan sebaliknya semakin rendah suatu alat ukur maka
2. Seleksi Aitem
Proses seleksi aitem dilakukan untuk menyeleksi aitem yang
berkualitas tinggi dan rendah. Kualitas yang dimaksudkan adalah
keselarasan atau disebut juga konsistensi aitem total (Azwar, 2005). Dasar
kerja yang digunakan dalam proses seleksi aitem tersebut adalah memilih
aitem- aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes.
Pengujian keselarasan fungsi aitem dengan fungsi tes tersebut dengan
melakukan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada tiap
aitem dengan kriteria yang relevan yaitu distribusi skor total tes itu sendiri.
Prosedur pengujian konsistensi aitem total akan menghasilkan koefisien
korelasi aitem total (rix) atau daya beda aitem.
Menurut Azwar (2005), sebagai kriteria pemilihan aitem berdasarkan
koefisien korelasi aitem total biasanya menggunakan batasan rix = 0,30.
Batasan tersebut merupakan konvensi.
3. Reliabilitas
Reliabilitas disebut juga dengan keterpercayaan, keterandalan, atau
kestabilan konsistensi. Konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil
pengukuran tersebut relatif konsisten. Suatu hasil penelitian dapat dipercaya
bila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap suatu kelompok
subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang
diukur dalam diri subjek belum berubah (Azwar, 2005).
Reliabilitas skala diukur dengan pendekatan konsistensi internal
skala. Pendekatan ini dianggap memiliki nilai praktis dan efisiensi tinggi.
Reliabilitas ini dianggap memiliki nilai praktis dan efisiensi yang tinggi
(Azwar, 2005). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien yang angkanyaberada
dalam rentang dari 0,00 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas
mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya dan sebaliknya.
Uji reliabilitas dilakukan pada skala penerimaan diri yaitu untuk
melihat keajegan alat ukur yang digunakan dalam mengungkap penerimaan
diri pasien pasca mastektomi dengan menggunakan uji statistik Analisis
Varians dalam SPSS 12.0 for Windows.
G. Analisis Data
Sebelum dilakukan analisis data, skor hasil penelitian pertama-tama
ditabulasikan dan diuji kenormalannya. Uji normalitas dimaksudkan untuk
memeriksa apakah populasi yang diselidiki terdistribusi normal atau tidak.
Teknik yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov Test. Data dikatakan
normal apabila nilai t-statistik lebih besar dari nilai taraf signifikansi α = 0,05.
Selanjutnya interpretasi tingkat penerimaan diri dilakukan berdasarkan
kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2005), sebagai berikut :
1. Penerimaan diri sangat rendah
2. Penerimaan diri rendah
3. Penerimaan diri cukup tinggi
4. Penerimaan diri tinggi
33 BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian
1. Uji Coba Alat Ukur
Sebelum melakukan penelitian, alat penelitian yang akan digunakan
terlebih dahulu diuji coba atau biasa disebut dengan try out. Uji coba alat
penelitian dilakukan untuk melihat kesahihan aitem dan reliabilitas alat ukur
yang akan digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya.
Dalam penelitian ini digunakan metode sampel terpakai yang berarti
bahwa sampel yang digunakan dalam uji coba, digunakan juga sebagai
sampel penelitian. Uji coba alat penelitian ini dilaksanakan pada 1 Mei 2008
sampai dengan 15 Mei 2008, dengan cara mendatangi subjek penelitian satu
per satu. Sampel dalam penelitian ini merupakan pasien kanker payudara
pasca mastektomi. Untuk memperoleh data penelitian subjek diminta
mengisi skala penerimaan diri dengan panduan peneliti jika dibutuhkan.
Jumlah subjek penelitian yang terkumpul sebanyak 60 orang.
2. Seleksi Aitem dan Reliabilitas Skala Try Out
Berdasarkan uji coba alat ukur penelitian yang dilakukan, diperoleh
hasil sebagai berikut:
a. Seleksi aitem skala penerimaan diri
Uji seleksi aitem skala penerimaan diri dilihat dari nilai
Corrected-Aitem Total Correlation. Dari 60 aitem pernyataan diperoleh
analisis ke-60 aitem penerimaan diri terdapat lima aitem pernyataan
yang dinyatakan gugur karena memiliki nilai korelasi terhadap skor
total yang rendah yaitu kurang dari 0,30 (<0,30). Menurut Azwar
(2005), sebagai kriteria pemilihan aitem berdasarkan koefisien korelasi
aitem total biasanya menggunakan batasan rix = 0,30. Aitem-aitem
pernyataan yang dinyatakan gugur yaitu aitem pernyataan nomor 7, 37,
38, 39 dan 57. Aitem-aitem pernyataan ini kemudian dikeluarkan dari
skala penerimaan diri.
Selanjutnya skala penerimaan diri yang terdiri dari aitem-aitem
sahih yang telah diurutkan dan akan digunakan dalam penelitian,
disajikan dalam tabel 4.1. sebagai berikut:
Tabel 4.1. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri Setelah Uji Coba
Nomor Aitem Aspek
Favorable Unfavorable Total
Pengetahuan
b. Reliabilitas skala penerimaan diri
Reliabilitas skala penerimaan diri dihitung setelah aitem-aitem
yang gugur dibuang. Nilai reliabilitas ini diperoleh dengan
hasil perhitungan diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,976. Nilai yang
diperoleh ini lebih besar dari 0,60 yang berarti bahwa skala penerimaan
diri tersebut memiliki nilai yang tinggi dan bersifat reliabel.
B. Pelaksanaan Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pasien kanker payudara yang telah
melakukan mastektomi (pengangkatan payudara) di beberapa rumah sakit yang
ada di Yogyakarta. Penelitian dilakukan dari 25 Mei 2008 hingga 15 Juni 2008.
Penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi subjek penelitian satu per satu
(door to door). Subjek penelitian sebagian besar berdomisili di Kabupaten
Gunung Kidul dan sekitarnya. Data penelitian diperoleh dengan membagikan
skala penerimaan diri kepada setiap subjek penelitian dengan panduan peneliti
jika dibutuhkan. Penelitian ini juga dibantu oleh beberapa pasien kanker
payudara yang ikut terlibat aktif dalam penyebaran angket penelitian.
C. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 60
orang pasien kanker payudara yang telah melakukan mastektomi.
Berdasarkan data yang diperoleh deskripsi subjek penelitian secara lengkap
sebagai berikut:
a. Umur
Distribusi umur pasien kanker payudara pasca mastektomi adalah
Tabel 4.2. Distribusi Umur Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi
Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Rata- rata umur pasien kanker payudara pasca mastektomi yaitu
43 tahun, dengan umur pasien termuda 32 tahun dan pasien tertua 56
tahun. Dari distribusi umur menunjukkan bahwa semua (100,00%) pasien
kanker payudara pasca mastektomi berumur antara 35– 60 tahun atau
masuk dalam kategori dewasa tengah dan tidak terdapat pasien yang
masuk dalam kategori dewasa dini dan dewasa akhir.
b. Pendidikan
Distribusi pasien kanker payudara pasca mastektomi berdasarkan
tingkat pendidikannya sebaga i berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pendidikan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi
Kategori Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
Tidak lulus SD 1 1,67
Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Tingkat pendidikan pasien kanker payudara pasca mastektomi
berkisar dari tidak lulus SD hingga Strata 2 (S2). Dari tingkat pendidikan
yaitu sebesar 38,32% dan SLTA sebanyak 31,67% dan hanya sebesar
1,67% saja yang tidak lulus pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan
bahwa secara umum pasien kanker payudara pasca mastektomi memiliki
tingkat pendidikan yang sudah memadai.
c. Pekerjaan Pasien
Berdasarkan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh pasien kanker
payudara pasca mastektomi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4. Jenis Pekerjaan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi
Kategori Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
PNS 10 16,67
Guru 6 10,00
Karyawan Swasta 13 21,66
Wiraswasta 9 15,00
Petani 6 10,00
Buruh 1 1,67
Ibu Rumah Tangga 15 25,00
Total 60 100,00
Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh pasien kanker pasca
mastektomi sangat beragam. Dari jenis pekerjaan yang dimiliki sebagian
besar berperan sebagai ibu rumah tangga (25,00%), karyawan swasta
(21,66%) dan PNS (16,67%), dan selebihnya mempunyai jenis pekerjaan
yang beragam yaitu sebagai wiraswasta/pedagang, guru, petani dan
buruh.
d. Tahun Operasi
Tahun operasi merupakan tahun dilaksanakannya operasi
pengangkatan payudara atau mastektomi. Distribusi tahun pelaksanaan
Tabel 4.5. Tahun Pelaksanaan Operasi Pasien Kanker Payudara
Tahun Jumlah (orang) Persentase (%)
1985 1 1,67
1992 1 1,67
1997 1 1,67
1998 2 3,33
2000 6 10,00
2001 5 8,33
2002 3 5,00
2003 8 13,33
2004 5 8,33
2005 15 25,00
2006 3 5,00
2007 8 13,33
2008 2 3,33
Total 60 100,00
Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Dari sejumlah responden yang dijadikan sampel, paling banyak
pasien kanker payudara melakukan mastektomi pada tahun 2005.
Kecenderungan jumlah pasien pasca mastektomi sebelum tahun 2000 dan
setelah tahun 2000 bertambah sangat signifikan. Kurun waktu 1985-2000
jumlah pasien mastektomi sebanyak 11 orang (18,33%) dan sampai saat
ini mereka dapat hidup dan berinteraksi dengan lingkungan secara
normal. Hal ini mencerminkan penerimaan diri mereka dapat dikatakan
lebih baik. Dengan waktu operasi yang sudah semakin lama maka pasien
kanker payudara sudah lebih terbiasa dengan keadaannya sehingga
sebagian besar pasien akan lebih dapat menerima kondisi dirinya
e. Status
Status menggambarkan kondisi pasien kanker payudara dalam
kedudukan sosial dan keluarga. Berdasarkan statusnya pasien kanker
payudara adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6. Status Pasien Kanker Payudara
Kategori Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
Tidak menikah 1 1,67
Menikah 59 98,33
Total 60 100,00
Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Berdasarkan statusnya menunjukkan bahwa sebagian besar pasien
(98,33%) berstatus sudah menikah dan hanya 1,67% saja yang berstatus
belum menikah.
2. Deskripsi Data Penelitian
Hasil data penelitian yang diperoleh dapat diketahui sebagai berikut:
Tabel 4.7. Perbandingan Skor Empirik dan Skor Teoritik Penerimaan Diri Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi
Variabel Skor Empirik Skor Teoritik
Skor Sumber: Data Primer yang diolah, 2008
Berdasarkan hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa nilai mean
empirik dari variabel penerimaan diri lebih besar dari nilai mean teoritiknya.
Nilai mean empirik penerimaan diri sebesar 160,90 dan nilai mean
teoritiknya adalah 137,50. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian
yaitu pasien kanker payudara pasca mastektomi mempunyai penerimaan diri
kemampuan diri sebanyak 60,00% pasien mempunyai pemahaman yang
tergolong tinggi dan dari aspek kepuasan terhadap diri sendiri, sebanyak
48,33% pasien mempunyai kepuasaan terhadap dirinya sendiri yang tergolong
tinggi. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa pasien penderita kanker
payudara mampu menerima keadaannya setelah melakukan mastektomi, yang
ditunjukkan dengan tingginya pemahaman pasien akan kondisi fisik,
kemampuan dan kepuasan dirinya.
D. Pembahasan
Dari karakteristik segi umur atau perkembangan masa hidup manusia
menunjukkan bahwa semua (100,00%) pasien kanker payudara pasca
mastektomi berumur antara 35– 60 tahun atau masuk dalam kategori dewasa
tengah. Pasien kanker payudara pasca mastektomi kategori dewasa tengah ini,
ditandai dengan perkembangan fisik mulai menurun dengan rambut mulai
memutih, kulit mulai keriput, badan mengendur, gigi menguning, penglihatan
dan pendengaran berkurang dan secara kognitif daya ingat juga menurun,
terutama pada memori jangka panjang dan memori jangka pendek. Dengan
kondisi fisik dan kognitif yang mulai menurun maka kemungkinan terserang
kanker payudara pada pasien kategori dewasa tengah ini akan cenderung lebih
besar dibandingkan pada kategori perkembangan dewasa awal karena pada
dewasa awal kondisi fisik pasien dalam keadaan ya ng paling sehat. Pada
kondisi dewasa awal manusia lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang
mengawasi berat badan) dan tidak menhabiskan waktunya untuk
mengkhawatirkan kesehatannya (Santrock, 2002).
Meskipun pasien kanker payudara pasca mastektomi berada pada
kategori dewasa tengah, akan tetapi berdasarkan perbandingan nilai rata-rata
empirik dan teoritik serta penggolongan aspek-aspek penerimaan diri pasien
kanker payudara pasca mastektomi berdasarkan kelas intervalnya menunjukkan
bahwa penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi adalah
tinggi. Tingginya rasa penerimaan diri pasien kanker payudara pasca
mastektomi dapat ditelusuri dari karakteristik masing- masing pasien penderita
kanker payudara dan aspek-aspek pembentuk penerimaan diri.
Secara sosial, seseorang yang berada dalam masa dewasa tengah akan
merasakan cinta kasih sayang atau sebagai teman meningkat pada masa dewasa
tengah, khususnya dalam pernikahan yang telah bertahan selama
bertahun-tahun. Kepuasan pernikahan akan menurun apabila anak-anak meninggalkan
rumah setelah masa remaja karena orang tua mendapatkan banyak kesenangan
dari anak-anaknya. Hubungan dengan saudara kandung pada saat ini sangat
dekat, terutama jika mereka dekat pada masa anak-anak, meskipun sebagian
ada yang acuh bahkan sangat bertentangan. Umumnya ada kontak yang
berkelanjutan dengan dan antar generasi dalam keluarga. Usia tengah baya
biasanya memiliki tanggung jawab yang sangat besar, karena kewajiban
finansial dan pemberian perawatan pada yang masih muda dan pada orang tua