• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERIMAAN DIRI PADA PASIEN PASCA MASTEKTOMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENERIMAAN DIRI PADA PASIEN PASCA MASTEKTOMI"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

PENERIMAAN DIRI PADA PASIEN PASCA MASTEKTOMI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

NOVIANA PRIMA KUNTARI

Nim: 019114048

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PENERIMAAN DIRI PADA PASIEN PASCA MASTEKTOMI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

NOVIANA PRIMA KUNTARI

Nim: 019114048

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

MOTTO

FILIPI 4:13

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan

kepadaku

AMSAL 1:7

Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh

menghina hikmat dan Didikan

AMSAL 23:18

(6)

v

Penulis mempersembahkan karya sederhana dan penuh perjuangan ini untuk:

Yang selalu menjagai hidupku, memberi berkat dan anugerah

My savior “Jesus Christ”

‘Thanks God’

Bapak dan Ibuku,

Yang telah memberikan dorongan doa dan kasih sayangnya.

Argo Dwi Setiawan,

Yang selalu setia memahami dan menyayangiku

Peppy dan Lea,

Adik-adikku “I Love You All”

Keluarga Besar Marto Suharjo dan Padmo Dimejo

(7)

vi ABSTRAK

Penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi Noviana Prima Kuntari (019114048)

Program Studi Psikologi, Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi atau tingkat penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi. Mastektomi berakibat buruk pada wanita yaitu goncangan psikologis yang sangat besar, untuk itu penerimaan diri seseorang yang merupakan hubungan yang realistik tanpa merasa terbebani oleh pandangan masyarakat setempat, serta menerima keterbatasan diri secara realistik tanpa merasa diri tercela memiliki pengaruh besar dalam menentukan kesehatan mental seseorang. Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merumuskan masalah penelitian yaitu bagaimanakah kondisi atau tingkat penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi.

Subyek dalam penelitian ini adalah 60 pasien kanker payudara yang telah melaksanakan mastektomi (pasca mastektomi). Penelitian ini menggunakan metode penyebaran skala penerimaan diri yang diisi oleh setiap subjek. Alat pengumpulan data berupa Skala Penerimaan Diri. Uji realibilitas terhadap skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,976. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa Skala Penerimaan Diri tersebut reliabel.

(8)

vii ABSTRACT

Self- Acceptance towards Patient after Mastectomy Noviana Prima Kuntari (019114048)

Psychology Study Program, Psychology Department, The Faculty of Psychology Sanata Dharma University of Yogyakarta

The objective of this research was to know the condition or the level of self-acceptance towards the patient after mastectomy. Mastectomy had bad consequences to women because of psychological shock. For that reason, one’s self-acceptanceis a realistic relationship without feeling any burden by local community and also accept self-restriction realistically without feling disgraced have big influence in determining someone’s mental health. Based on that background the researcher had formulated the research problems on how the condition or the level self-acceptance towards patient after mastectomy was.

The subjects or the participants of this research were 60 breast-cancer patients who have done mastectomy. This research used spreading method of self-acceptance scale which was filled by every subject or participant. The tool of collecting data was Self-Acceptance Scale. The reliability test to the research scale has resulted reliability coefficient in the amount of 0,976. From that result it could be said that the Self- Acceptance Scale had been reliable.

(9)

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 11 September 2008

Penulis,

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi

ini. Dalam penyusunan skipsi ini penulis telah berusaha dengan segenap

kemampuan yang ada, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna karena terbatasnya pengetahuan penulis.

Pembuatan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang dengan rela

memberikan bantuannya. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus, terima kasih atas berkat dan karunia yang Kau berikan

kepadaku.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi

yang memberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah mengarahkan, menyediakan banyak waktu dan memberikan

masukan yang berharga kepada penulis dari awal hingga akhir penyusunan

skripsi ini.

4. Semua dosen Fakultas Psikologi, terima kasih atas segala bimbingan dan ilmu

yang diberikan. Staf Psikologi (Bu Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas

Doni dan Pak Gik), yang telah membantu kelancaran penulis selama

(11)

x

5. Kedua orang tuaku yang selalu berdoa, memberikan cinta kasih, perhatian,

dukungan, kebaikan dan perlindungan tak berujung. Terima kasih atas semua

yang diberikan. Maaf skripsinya baru selesai sekarang.

6. Adik-adikku Peppy dan Lea, terimakasih untuk semua cinta, keceriaan dan

doa yang diberikan.

7. Mas Argo, terima kasih atas semua cinta, duk ungan, semangat dan semua

masalah yang kau berikan kepadaku. Kau “Pria terhebatku”.

8. Keluarga besar Marto Suharjo dan Keluarga besar Padmo Dimejo, yang

selalu memberikan perhatian dan dorongan. Terima kasih.

9. Keluarga besar Bapak FX. Hartanto Klaten. Thanks buat segala

pengertiannya.

10. Pdt. Supiarso, Pdt. Wawan, dan Pdt. Obet yang telah memberikan dukungan

moril serta doa.

11. Sahabat-sahabatku: Awan, Ella, Sheila, Kristian dan Alm. Dodit Putra Septa.

Kaulah teman sepanjang masaku.

12. Rehadini Sidawati dan Mas Eko Nur Cahyo, yang memberikan tumpangan

Novi melepas lelah.

13. Mas Wayan dan Mbak Hayu, yang telah membantu terselesainya skripsi ini.

14. Semua responden yang terlibat dalam penelitian ini, terkhusus buat Bude

Yayuk, Tante Ira, Bulek Siti dan Eyang Marjo. Terima kasih atas semua

bantuannya dan tiada yang mustahil bagi Tuhan. Mujizat itu akan nyata.

15. Teman-temanku Psikologi: Evi, Hastin, Sapti, Rani, Tiwuk, Dewi, Devi,

(12)
(13)

xii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Noviana Prima Kuntari

Nomor Mahasiswa : 019114048

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENERIMAAN DIRI PADA PASIEN PASCA MASTEKTOMI

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, menge lolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

(14)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

KATA PENGANTAR... ix

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

1. Manfaat Teoritis ... 5

(15)

xiv

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 7

A. Penerimaan Diri ... 7

1. Definisi ... 7

2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri... 9

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Diri ... 11

B. Kanker Payudara dan Mastektomi ... 14

C. Perkembangan Dewasa ... 17

D. Dinamika Penerimaan Diri Pasien Pasca Mastektomi... 23

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... ... 25

A. Jenis Penelitian ... 25

B. Variabel Penelitian... 25

C. Definisi Operasional ... 25

D. Subjek Penelitian ... 26

E. Metode dan Alat Pengambilan Data... 27

F. Uji Kelayakan Alat Ukur ... 29

1. Validitas... 29

2. Seleksi Aitem ... 31

3. Reliabilitas ... 31

G. Analisis Data ... 32

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Persiapan Penelitian... 33

1. Uji Coba Alat Ukur ... 33

(16)

xv

B. Pelaksanaan Penelitian... 35

C. Hasil Penelitian ... 35

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 35

2. Deskripsi Data Penelitian... 39

3. Hasil Analisis Data Penelitian ... 40

D. Pembahasan... 42

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

A. Kesimpulan ... 48

B. Saran... 48

C. Keterbatasan Penelitian ... 49

DAFTAR PUSTAKA

(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1. Jumlah Aitem Skala Penerimaan Diri ... 28

Tabel 3.2. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri... 28

Tabel 4.1. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri Setelah Uji Coba... 34

Tabel 4.2. Distribusi Umur Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi... 36

Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pendidikan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 36

Tabel 4.4. Jenis Pekerjaan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 37

Tabel 4.5. Tahun Pelaksanaan Operasi Pasien Kanker Payudara... 38

Tabel 4.6. Status Pasien Kanker Payudara ... 39

Tabel 4.7. Perbandingan Skor Empirik dan Skor Teoritik Penerimaan Diri Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 39

Tabel 4.8. Uji Normalitas Variabel Penerimaan Diri... 40

Tabel 4.9. Penggolongan Penerimaan Diri Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 41

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Penerimaan Diri (Try Out)

Lampiran 2. Skala Penerimaan Diri (Penelitian)

Lampiran 3. Identitas Responden

Lampiran 4. Skor Aitem Penerimaan Diri Sebelum Digugurkan

Lampiran 5. Skor Aitem Penerimaan Diri Setelah Digugurkan

Lampiran 6. Skor Aitem Aspek Pengetahuan Tentang Fisik Diri Sendiri

Lampiran 7. Skor Aitem Aspek Pemahaman Yang Realistis Tentang

Kemampuan Diri

Lampiran 8. Skor Aitem Aspek Kepuasan Terhadap Diri Sendiri

Lampiran 9. Reliabilitas Penerimaan Diri Sebelum Aitem Digugurkan

Lampiran 10. Reliabilitas Penerimaan Diri Setelah Aitem Digugurkan

Lampiran 11. Uji Normalitas Data

(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kanker adalah salah satu penyakit penyebab kematian di negara

berkembang. Dari berbagai kanker yang ada, di Indonesia kanker payudara

sampai saat ini merupakan kanker kedua tersering yang menyerang manusia

setelah serviks. Namun demikian, kanker payudara menjadi penyumbang

kematian ketiga terbesar setelah penyakit jantung (Natural 16, 10 Juli 2006).

Di Indonesia, sampai saat ini belum ada data pasti pengidap kanker

payudara. Data Departemen Kesehatan (1986) menyebut, bahwa kanker

payudara menempati urutan kedua setelah kanker leher rahim. Terdapat

kenaikan jumlah penderita kanker yang dirawat di rumah sakit dan jumlah

kematian akibat penyakit tersebut. Data Surkesnas (2001) menyebutkan, di

Indonesia, penyakit kanker sendiri menjadi penyebab kematian kelima.

Keganasan kanker payudara di Indonesia menempati urutan kedua pada

wanita setelah kanker leher rahim pada penelitian pathological-based, dengan

frekwensi relatif 15,83% sesudah kanker leher rahim (25,57%), walaupun di

beberapa rumah sakit besar telah terlihat bahwa frekwensi relatif kanker

payudara lebih tinggi dibanding kanker rahim (Aryandono,

http://www.gadjahmada.edu/index.php?page=rilis&artikel=1227, diakses 15

Mei 2008).

Insiden kanker payudara sekitar 100 per 100.000 jiwa per tahun dan

(20)

data penderita kanker payudara di Amerika, Kanada dan Australia dalam

Website Imaginis the Breast Health Resources menunjukkan angka prevalensi

penderita kanker payudara di Indonesia sebesar 876.665 orang (diakses 10

Agustus 2007, dari Http://www.depkes.go.id).

Data dari instalasi Kanker Terpadu Tulip di RS Sardjito Yogyakarta

menunjukkan dari tahun ke tahun terjadi kenaikan kasus kanker payudara. Di

tahun 2005, dari 1.269 kunjungan penderita di Instalasi Kanker Terpadu

Tulip, terbanyak adalah kanker payudara (31,1%), disusul kanker leher rahim

(4,9%) dan usia penderita terbanyak 46 – 50 tahun (Aryandono, dalam

http://www.gadjahmada.edu/index.php?page=rilis&artikel=1227, diakses 15

Mei 2008).

Kusminarto (diakses 10 Agustus 2007, dari Http://www.depkes.go.id,)

mengatakan bahwa dunia kedokteran belum mampu menemukan cara untuk

pencegahan terhadap timbulnya kanker payudara. Para dokter berpendapat

banyak nyawa yang dapat diselamatkan jika ada cara efektif untuk deteksi

dini kanker payudara. Semakin dini diketahui keberadaan kanker payudara

ini, semakin besar kemungkinan dapat disembuhkan dengan penanganan yang

lebih tepat. Deteksi dini yang dianjurkan pemeriksaan payudara sendiri

(sadari) sejak usia 20 tahun dan pemeriksaan mamografi 1-2 kali pada usia 35

hingga 49 tahun. Cara pemeriksaan ini berhasil jika kanker payudara itu

memang sudah terjadi dengan ukuran tertentu.

Di Rumah Sakit Dharmais, sebuah rumah sakit nasional khusus kanker,

(21)

keluhan yang datang adalah masalah kanker payudara. Dr Nugroho Prayogo

SpD-KHOM menjelaskan bahwa kanker adalah sebutan untuk penyakit

dimana suatu sel di dalam tubuh berubah perangai menjadi ganas, tidak dapat

dikendalikan oleh tubuh dan berkembang, menyebar, serta merusak daerah

sekitarnya. Kanker menjadi ditakuti karena sekali berubah kadang kala

menjadi sulit dibasmi, terutama bila sudah terlampau berkembang, sehingga

hal ini menyebabkan kematian (Natural 16, 10 Juli 2006).

Istilah kanker menyebabkan rasa takut pada para penderitanya,

merekapun lupa akan kemajuan-kemajuan yang tercapai belakangan ini

dalam pengendalian dan pengobatan kanker. Mereka juga lupa akan

kenyataan bahwa semua orang akan meninggal pada akhirnya nanti. Setiap

kanker dalam benak penderita, adalah penyakit yang tak dapat disembuhkan

dan tidak memberikan harapan hidup. Bagi sebagian orang, vonis kanker bisa

berarti akhir dari segalanya, seolah jalan kematian terbuka di depan mata,

padahal kemajuan teknologi medis memungkinkan kanker bisa terdeteksi

lebih awal dan penyebaran kanker bisa dihambat lebih cepat sehingga usia

harapan hidup lebih panjang. Selain itu, kemauan untuk hidup ternyata

merupakan terapi utama dari kanker.

Pandangan penderita kanker terhadap dirinya sadar atau tidak sadar

sedikit banyak akan merasa terancam dengan keberadaan penyakit itu.

Penampilan tubuhnya mungkin akan berubah karena operasi atau perawatan

lain, sehingga cara mereka memandang dirinya ya ng sering disebut "citra

(22)

masalah- masalah serius dalam penyesuaian diri. Operasi payudara biasanya

menyebabkan hilangnya buah dada dan jaringan sekelilingnya. Mastektomi

(pengangkatan payudara biasa) merupakan salah satu operasi yang mengubah

citra diri atau fungsinya, pasien yang menjalani operasi ini biasanya akan

mengalami perasaan resah dan tertekan karena pasien merasa kehilangan

sebagian tubuhnya yang sangat berharga, ia akan meratapi kehilangan itu,

karena baginya hidup tanpa organ tersebut seperti tidak berguna. Bahkan

kesedihannya itu seperti kesedihan yang dialami bila kita kehilangan

seseorang yang sangat dikasihi.

Dr Rene C. Mastroito dalam Moster (1997) menerangkan bahwa

mastektomi berakibat buruk pada wanita. Goncangan psikologis akibat

mastektomi sangat besar. Seseorang wanita yang konsep dirinya tergantung

pada rasa kewanitaan dan citra dirinya sebagai wanita, akan menderita

kehilangan yang lebih besar daripada wanita yang menganggap ciri-ciri

tersebut kurang penting.

Ketidaksiapan seorang penderita kanker dalam menerima situasi dan

kondisi pada waktu sakit membuat emosi mereka tidak stabil, sehingga

dengan mudah mereka merasa bahwa Tuhan jauh darinya dan mereka

kehilangan pengharapan kepada Tuhan. Akibat lainnya yaitu mereka akan

menjadi malu akan keadaan dirinya, rendah diri, menganggap dirinya tidak

berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan individu lain,

sehingga individu ini cenderung tidak dapat menerima dirinya apa adanya.

(23)

menyalahkan keadaan dan menyalahkan Tuhan. Selain itu sebagian besar dari

mereka akan menjadi tidak relistis dan menjadi tidak percaya akan

kemampuan dirinya. Keadaan akan perubahan-perubahan itu membuat

seorang penderita kanker payudara cenderung tidak mau mensyukuri dan

menerima keberadaan hidupnya dan cenderung akan merubah penerimaan

dirinya secara fisik.

Melihat kondisi tersebut, sebagai realita yang sering dihadapi oleh

banyak pasien yang menderita penyakit kanker payudara serta pasien yang

telah melakukan mastektomi, menyebabkan penelitian ini penting untuk

dilakukan dalam rangka melihat kondisi atau tingkat penerimaan diri pada

pasien pasca mastektomi.

B. Rumusan Masalah

Untuk menjelaskan pokok permasalahan dalam penelitian ini maka

berdasarkan uraian di atas rumusan masalah adalah: bagaimanakah tingkat

penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan diri

pada pasien pasca mastektomi.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

(24)

kepribadian, klinis dan kesehatan khususnya tentang penerimaan diri

pasien pasca mastektomi.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan untuk

mengetahui penerimaan diri pasien dalam menerima kondisinya pasca

(25)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penerimaan Diri

1. Definisi

Panes (dalam Hurlock, 1973) menyatakan bahwa penerimaan diri

adalah suatu keadaan dimana individu memiliki keyakinan akan

karakteristik dirinya, serta mampu dan mau untuk hidup dengan keadaan

tersebut. Jadi, individu dengan penerimaan diri memiliki penilaian yang

realistis tentang potensi yang dimilikinya yang dikombinasikan dengan

penghargaan atas dirinya secara keseluruhan. Artinya, individu ini memiliki

kepastian akan kelebihan-kelebihannya, dan tidak mencela

kekurangan-kekurangan dirinya. Individu yang memiliki penerimaan diri mengetahui

potensi yang dimilikinya dan dapat menerima kelemahannya.

Hal tersebut didukung oleh pendapat dari Hjelle dan Ziegler (1981)

yang menyatakan bahwa individu dengan penerimaan diri memiliki

toleransi terhadap frustrasi atau kejadian-kejadian yang menjengkelkan, dan

toleransi terhadap kelemahan-kelemahan dirinya tanpa harus menjadi sedih

atau marah. Individu ini dapat menerima dirinya sebagai seorang manusia

yang memiliki kelebihan dan kelemahan. Jadi, individu yang mampu

menerima dirinya adalah individu yang dapat menerima kekurangan dirinya

sebagaimana dirinya mampu menerima kelebihannya.

Penerimaan diri menurut Wiley (dalam Anugerah, 1995)

(26)

sumbangan pada kesehatan mental seseorang serta hubungan antar-pribadi.

Penerimaan diri mengandung pengertian adanya persepsi terhadap diri

sendiri mengenai kelebihan dan keterbatasannya untuk digunakan secara

efektif. Penerimaan diri juga adalah meningkatkan toleransi terhadap orang

lain dan terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya.

Mereka melihat manusia, dunia dan dirinya seperti apa adanya. Seseorang

yang memiliki penerimaan diri berarti dapat mengenali kekurangannya

sendiri dan berusaha untuk memperbaiki diri. Penerimaan diri akan

meningkatkan penilaian diri akan dapat mengkritik dirinya sendiri dan

bertanggung jawab terhadap pilihannya sendiri tidak menyalahkan ataupun

mencela orang lain karena keadaan dirinya.

Ahli-ahli lain; Sartain dkk (1973) dan Hurlock (1974), berpendapat

bahwa penerimaan diri adalah keinginan untuk memandang diri seperti

adanya, dan mengenali diri sebagaimana adanya. Ini tidak berarti kurangnya

ambisi karena masih adanya keinginan-keinginan untuk meningkatkan diri,

tetapi tetap menyadari bagaimana dirinya saat ini. Dengan kata lain,

kemampuan untuk hidup dengan segala kelebihan dan kekurangan diri ini

tidak berarti bahwa individu tersebut akan menerima begitu saja

keadaannya, karena individu ini tetap berusaha untuk terus mengembangkan

diri. Individu dengan penerimaan diri akan mengetahui segala kelebihan dan

kekurangan yang dimilikinya, dan mampu mengelolanya.

Penerimaan diri berhubungan secara erat dengan kesehatan

(27)

dengan penerimaan diri menunjukkan selera makan yang baik, dapat tidur

dengan nyenyak, dan menikmati kehidupan seks. Proses biologis dasar;

seperti kehamilan, menstruasi, dan proses menua; adalah bagian dari

perkembangan yang dapat diterima dengan perasaan bahagia.

Jadi penerimaan diri merupakan suatu kondisi dengan kesadaran

penuh seorang individu menerima kelemahan-kelemahan yang dimilikinya,

tanpa mencela, serta memiliki kemampuan untuk mengoptimalkan potensi

(sisi positif) yang dimilikinya, sebagai sebuah kelebihan yang ada pada

dirinya.

2. Aspek-Aspek Penerimaan Diri

Penerimaan diri adalah suatu keadaan dimana individu memiliki

keyakinan akan karakteristik dirinya, serta mampu dan mau untuk hidup

dengan keadaan tersebut. Tiga aspek penerimaan diri terhadap kondisi

fisik menurut Burn (1987) adalah:

a. Pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri adalah tingkat seseorang

dapat memahami karakteristik dirinya dan mampu menerima kondisi

yang ada dengan kesungguhan.

Ciri-ciri yang terdapat pada tiap individu adalah memiliki kemampuan

untuk memandang dirinya secara realistis tanpa harus menjadi malu

akan keadaannya, mengenali kelebihan-kelebihan dirinya, dan bebas

memanfaatkannya, mengenali kelemahan-kele mahan dirinya tanpa

harus menyalahkan dirinya, memiliki spontanitas dan rasa tanggung

(28)

Selanjutnya Sheerer (dalam Cronbach, 1963) menyebutkan bahwa

komponen dari pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri yaitu

menyadari dan tidak merasa malu akan keadaan dirinya, menganggap

dirinya berharga sebagai seorang manusia yang sederajat dengan

individu lain, menempatkan dirinya sebagaimana manusia yang lain

sehingga individu lain dapat menerima dirinya

b. Pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri adalah seseorang

yang menyadari potensi- potensi yang dimiliki sehingga mereka mampu

melakukan sesuatu dan menjadi sesuatu yang diharapkan.

Individu dengan aspek penerimaan diri ini berciri-ciri memiliki

penghargaan yang realistis terhadap kelebihan-kelebihan dirinya,

memiliki keyakinan akan standar-standar dan prinsip-prinsip dirinya

tanpa harus diperbudak oleh opini individu- individu lain, menerima

potensi dirinya tanpa menyalahkan dirinya atas kondisi-kondisi yang

berada di luar kontrolnya, merasa memiliki hak untuk memiliki ide- ide

dan keinginan-keinginan serta harapan-harapan tertentu (Jersild, 1963).

Komponen dari pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri

dijelaskan oleh Sheerer (dalam Cronbach, 1963) yaitu memiliki

keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menjalani kehidupan dan

mempercayai prinsip-prinsip atau standar-standar hidupnya tanpa harus

(29)

c. Kepuasan terhadap diri sendiri adalah sepadan dengan tingkat

penerimaan diri seseorang akan mampu menerima kelebihan dan

kelemahannya.

Ciri-ciri kepuasan terhadap diri sendiri adalah tidak melihat diri mereka

sebagai individu yang harus dikuasai rasa marah atau takut atau menjadi

tidak berarti karena keinginan-keinginannya tapi dirinya bebas dari

ketakutan untuk berbuat kesalahan dan tidak merasa iri akan

kepuasan-kepuasan yang belum mereka raih (Jersild, 1963).

Komponen penyusunnya oleh Sheerer (dalam Cronbach, 1963)

disebutkan meliputi bertanggung jawab atas segala perbuatannya,

menerima pujian atau celaan atas dirinya secara obyektif, tidak

mengingkari atau merasa bersalah atas dorongan-dorongan dan

emosi-emosi yang ada pada dirinya.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adala h

pendidikan dan dukungan sosial. Penerimaan diri akan semakin baik

apabila ada dukungan dari lingkungan sekitar, seperti yang dikatakan

Ichransjah, hal ini dikarenakan individu yang mendapat dukungan sosial

akan mendapat perlakuan yang baik dan menyenangkan (Kompas, 28 Juli

2002). Selain itu juga dikatakan bahwa faktor pendidikan juga

mempengaruhi penerimaan diri, dimana individu yang memiliki

pendidikan lebih tinggi akan memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi

(30)

sehingga mereka lebih siap untuk menghadapinya, bahkan dengan

pendidikan lebih tinggi, upaya untuk menghadapi berbagai penyakit

kanker bisa diantisipasi lebih dini.

Vernon dalam Burn (1987), juga menyebutkan faktor- faktor yang

dapat mempengaruhi penerimaan diri terhadap kondisi fisik, yaitu:

a. Cinta dan dukungan keluarga adalah adanya perasaan nyaman dan

aman dalam keluarga, terpenuhinya kebutuhan kasih sayang serta

adanya penerimaan dan dukungan keluarga terhadap kegiatan yang

dilakukan termasuk pekerjaan yang digeluti.

b. Perasaan bahwa dirinya berharga bagi orang lain dan melakukan

sesuatu yang dapat menolong orang lain. Hal ini juga terkait dengan

tujuan kaum wanita dalam menjalankan pekerjaannya maupun dalam

kehidupan keseharia nnya.

c. Adanya teman senasib, hadirnya pribadi-pribadi lain yang memiliki

nasib yang sama dengan apa yang dialami akan menguatkan keberadaan

mereka dan mampu mempertahankan eksistensinya.

d. Adanya kekuatan untuk mengatasi masalah yaitu seberapa besar

kemampuan untuk mengatasi masalah- masalah yang harus mereka

hadapi, termasuk jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah.

e. Memiliki aspirasi untuk masa depan yaitu adanya harapan seseorang

terhadap masa yang akan datang yang akan memberikan motivasi bagi

mereka untuk mengembangkan diri secara optimal dan mengarahkan

(31)

erat dengan adanya prinsip atau komitmen seseorang untuk

mewujudkan aspirasi yang dikehendaki.

Selain hal di atas, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

penerimaan diri seseorang yaitu:

a. Jenis kelamin

Menurut Ratna wati (1990), jenis kelamin akan mempengaruhi

penerimaan diri, dan terdapat perbedaan yang mencolok antara pria dan

wanita. Pria dinilai memiliki penerimaan diri yang lebih positif bila

dibandingkan dengan wanita. Hal ini karena wanita relatif lebih sensitif

serta lebih menitikberatkan pada afektif daripada pria.

b. Lama cacat yang disandang/waktu pelaksanaan operasi

Berdasarkan lama cacat yang disandang, penerimaan diri pada

penyandang cacat tubuh sejak lahir atau pada masa kanak-kanak lebih

positif dibandingkan penyandang cacat tubuh pada masa remaja atau

dewasa (Suhartono, 1976). Hal itu terjadi karena mereka sejak kecil

terbiasa diperlakukan sebagai anak normal. Kecacatan tubuh yang

mereka sandang seolah-olah merupakan kejutan psikis, sehingga

mereka mengalami gangguan emosi berupa rasa rendah diri, apatis,

sensitif dan diikuti dengan penolakan diri.

c. Inteligensi

Faktor intelegensi selai menambah kemampuan dalam membentuk

pengertian mengenai bagaimana nilai-nilai sosial menghendaki

(32)

membentuk tinjauan yang lebih tepat tentang arti positif dari kenyataan

dirinya berdasarkan nilai-nilai sosial yang ada (Siswojo, 1980).

B. Kanker Payudara dan Mastektomi

Menurut Prayogo (dalam Natural, 2006) kanker adalah sebutan untuk

penyakit di mana suatu sel di dalam tubuh berubah perangai menjadi ganas,

tidak dapat dikendalikan oleh tubuh, berkembang dan menyebar serta

merusak daerah sekitarnya. Kanker menjadi ditakuti karena sekali berubah

kadang kala sulit dibasmi, terutama bila sudah terlampau berkembang,

sehingga hal ini menyebabkan kematian. Kanker terbagi menjadi beberapa

jenis, yaitu karsinoma, sarkoma, limfoma, (neoplasma sistem limfatik) atau

leukimia (neoplasma ganas sel darah putih). Karsinoma merupakan tumor

ganas yang berasal dari sel epitel, misalnya kanker kulit, kanker lambung dan

kanker payudara. Adapun sarcoma merupakan tumor ganas yang berasal dari

jaringan mesodermal, misalnya fibrosarkoma (tumor ganas jaringan ikat),

limfosarkoma (tumor ganas sistem limfatik), dan osteosarkoma (tumor ganas

pada tulang).

Kanker disebabkan oleh perobahan pada gen yang terletak di

kromosom sel. Perubahan ini terjadi karena dua faktor, yakni faktor eksogen

seperti zat kimia, radiasi dan virus, sedangkan faktor endogen semisal mutasi

spontan. Di samping itu juga karena gaya hidup tidak sehat, contohnya

merokok, minum alkohol, stress, dan ganti-ganti pasangan seksual.

Perkembangan kanker payudara dapat dibedakan menjadi

(33)

1. Stadium I (stadium dini)

Besarnya tumor tidak lebih dari 2-2,25 cm, dan tidak terdapat

penyebaran(matastase) pada kelenjar getah bening ketiak. Pada stadium I

ini, kemungkinan penye mbuhan secara sempurna adalah 70 persen. Untuk

memeriksa ada tidak metastase ke bagian tubuh yang lain, harus diperiksa

di laboratorium.

2. Stadium II

Tumor sudah lebih besar dari 2,25 cm dan sudah terjadi metastase pada

kelenjar getah bening di ketiak. Pada stadium ini, kemungkinan untuk

sembuh hanya 30-40% tergantung dari luasnya penyebaran sel kanker.

Pada stadium I dan II biasanya dilakukan operasi untuk mengangkat sel-sel

kanker yang ada pada seluruh bagian penyebaran, dan setelah operasi

dilakukan penyinaran untuk memastikan tidak ada lagi sel-sel kanker yang

tertinggal.

3. Stadium III

Tumor sudah cukup besar, sel kanker telah menyebar ke seluruh tubuh,

dan kemungkinan untuk sembuh tinggal sedikit. Biasanya pengobatan

hanya dilakukan penyinaran dan chemotherapie (pemberian obat yang

dapat membunuh sel kanker). Kadang-kadang juga dilakukan operasi

untuk mengangkat seluruh bagian payudara (mastektomi). Usaha ini

dilakukan untuk menghambat proses perkembangan sel kanker dalam

(34)

Sekarang ini, kanker payudara merupakan kanker yang ditakuti oleh

wanita. Di Indonesia, kanker payudara menduduki peringkat kedua setelah

kanker leher rahim. Bagi wanita, penyakit ini sering menjadi penyebab

hilangnya rasa percaya diri, karena bila kanker payudara yang dideritanya

telah mencapai stadium lanjut seringkali ia harus merelakan salah satu

payudaranya untuk diangkat (mastektomi), bahkan mungkin keduanya.

Wanita yang berisiko terkena kanker payudara adalah wanita yang mengalami

haid lebih cepat, yaitu sebelum 12 tahun, melahirkan setelah usia 35 tahun,

melahirkan dan tidak pernah menyusui, tidak menikah atau menikah tapi

tidak punya anak, banyak mengkonsumsi lemak di usia remajanya, atau

kegemukan (diakses10 Agustus 2007, dari http://www.info-sehat.com).

Menurut Sutjipto, sekitar 70 persen pasien kanker payudara datang ke

rumah sakit berada dalam kondisi stadium lanjut (diakses 10 Agustus 2007,

dari http://www.sinarharapan.co.id). Penyebab keterlambatan penderita

datang ke dokter ini, antara lain takut operasi, percaya pada pengobatan

tradisional atau paranormal, dan faktor ekonomi atau ketiadaan biaya.

Semakin tinggi stadiumnya maka kemungkinan sembuh akan turun hingga 15

persen. Berdasarkan pengalaman, dapat dipastikan sebuah benjolan pada

payudara merupakan kanker atau bukan hanya lewat sentuhan. Jika benjolan

tersebut dipegang dan terasa keras seperti kentang atau bakso yang berada

dalam kulkas, maka bisa dipastikan benjolan tersebut adalah kanker. Jika sel

kanker berada pada stadium dini hingga 3 maka terapi yang dilakukan berupa

(35)

hormonal. Tapi jika sudah mencapai stadium 4, maka tidak bisa melakukan

apa-apa, kecuali kemoterapi dan radiasi sampai dengan mengangkat seluruh

jaringan payudara, yang populer dengan istilah mastektomi. Operasi

mastektomi merupakan operasi yang sangat radikal, karena tidak hanya

mengangkat seluruh jaringan payudara, tetapi juga jaringan otot di bagian

belakang payudara. Hasilnya, kulit menjadi sangat tipis hingga tulang iga

terlihat oleh mata telanjang. Efek samping dari mastektomi radikal ini adalah

membesarnya bagian tangan.

Berdasarkan beberapa teori dan pendapat para ahli ya ng ada, dapat

disimpulkan bahwa penerimaan diri setiap individu sangat berhubungan

dengan kematangan emosional. Individu yang matangan emosinya, biasanya

menerima setiap kondisi baik maupun buruk yang menimpa dirinya secara

iklas dan bertanggung jawab. Ind ividu yang memiliki penerimaan diri yang

baik selalu optimis, dinamis dan tidak pernah berhenti bersyukur atas apa

yang diterimanya.

C. Perkembangan Dewasa

Perkembangan masa hidup manusia pada tahap dewasa menurut

Santrock (2002) dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Dewasa Awal

a. Fisik

Kondisi fisik pada saat awal masa dewasa mencapai puncaknya,

seringkali antara 19-26 tahun. Puncak dari kemampuan fisik ini dicapai

(36)

puncak terjadi, didukung oleh kondisi fisik dalam keadaan yang paling

sehat. Manusia yang berada dalam masa dewasa awal sudah melakukan

kegiatan-kegiatan yang bertujuan melindungi kesehatan seperti:

mengatur gizi, tidur, olah raga, dan mengawasi berat badan.

b. Kognitif

Pada awal masa dewasa, individu mengatur pemikiran

operasional formalnya, lebih mampu merencanakan dan membuat

hipotesis tentang masalah-masalah, dan biasanya menjadi lebih sistematis

dalam penyelesaian masalah tersebut. Optimisme yang berlebihan ketika

remaja mulai berkurang dan menghilang, integrasi pikiran terjadi dengan

penyesuaian diri yang sedikit mengandalkan analisis logis dalam

pemecahan masalah. Komitmen, spesialisasi, dan penyaluran energi ke

dalam usaha seseorang untuk memperoleh tempat dalam masyarakat dan

sistem kerja yang kompleks menggantikan ketertarikan remaja pada

logika yang idealis. Kemampuan kognitif sangat baik selama dewasa

awal, dan juga menunjukkan adaptasi dengan aspek pragmatis

kehidupan. Individu mulai menyadari perbedaan pendapat dan berbagai

perspektif yang dipegang orang lain yang mengguncangkan pandangan

dualistik mereka. Orang dewasa awal biasanya berubah dari mencari

pengetahuan menuju penerapan pengetahuan dan apa yang diketahui

(37)

c. Sosial

Dari aspek sosial, kehidupan dewasa awal sudah mulai memasuki

fase siklus kehidupan keluarga. Fase- fase siklus kehidupan keluarga

mencakup: (1). meninggalkan rumah dan menjadi orang dewasa yang

hidup mandiri. Pada fase ini, pembedaan diri seseorang dalam kaitannya

dengan keluarga asal, membangun hubungan sebaya yang intim,

memantapkan diri dalam hubungannya dengan pekerjaan dan keuangan.

Dalam hal ini individu menerima tanggung jawab emosional dan

keuangan bagi diri sendiri. (2). bergabungnya keluarga melalui

pernikahan (pasangan baru). Pembentukan sistem pernikahan disertai

dengan penyusunan kembali hubungan dengan keluarga jauh dan teman

untuk melibatkan pasangan. (3). menjadi orang tua dan sebuah keluarga

dengan anak. Menyesuaikan sistem pernikahan untuk memberi ruang

bagi anak-anak. Individu juga ikut serta dalam merawat anak, keuangan

dan tugas rumah tangga. Menyusun kembali hubungan dengan keluarga

jauh, termasuk peran menjadi orang tua dan peran kakek- nenek.

2. Dewasa Tengah

a. Fisik

Kehidupan dewasa tengah sering disebut dengan usia tengah

baya. Perkembangan fisik pada usia dewasa tengah yaitu usia 35-45

tahun hingga mendekati usia 60 tahun, sudah mulai menurun. Rambut

sudah mulai memutih, kulit mulai keriput, badan mengendur, gigi

(38)

cepat. Melihat dan mendengar merupakan dua perubahan yang paling

menyusahkan dan paling tampak. Status kesehatan mulai menjadi

persoalan utama. Lebih banyak waktu dihabiskan untuk

mengkhawatirkan kesehatan dibandingkan pada masa dewasa awal,

karena masa dewasa tengah dikarakterisasikan oleh penurunan umum

kebugaran fisik. Masalah kesehatan utama adalah penyakit

kardiovaskular, kanker, dan berat badan.

b. Kognitif

Perkembangan kognitif terlihat dari daya ingat yang menurun,

walaupun strategi-strategi dapat digunakan untuk mengurangi

kemunduran tersebut. Kekurangan terbesar terjadi pada memori jangka

panjang (long term) dari pada memori jangka pendek (shot term).

Proses-proses seperti organisasi dan pembayangan dapat digunakan untuk

mengurangi kemunduran daya ingat. Kemunduran yang lebih besar

terjadi ketika informasi yang diperoleh bersifat baru atau ketika informasi

yang diterima saat ini tidak sering digunakan, dan ketika digunakan

adalah proses mengingat kembali daripada proses mengenali

(recognition).

c. Sosial

Secara sosial, seseorang yang berada dalam masa dewasa tengah

akan merasakan cinta kasih sayang atau sebagai teman meningkat pada

masa dewasa tengah, khususnya dalam pernikahan yang telah bertahan

(39)

anak-anak meninggalkan rumah setelah masa remaja karena orang tua

mendapatkan banyak kesenangan dari anak-anaknya. Hubungan dengan

saudara kandung pada saat ini sangat dekat, terutama jika mereka dekat

pada masa anak-anak, meskipun sebagian ada yang acuh bahkan sangat

bertentangan. Umumnya ada kontak yang berkelanjutan dengan dan antar

generasi dalam keluarga. Usia tengah baya biasanya memiliki tanggung

jawab yang sangat besar, karena kewajiban finansial dan pemberian

perawatan pada yang masih muda dan pada orang tua yang lanjut usia

mungkin menimbulkan stres pada orang dewasa usia tengah baya. Usia

tengah baya juga memainkan peran penting dalam menghubungkan

generasi.

3. Dewasa Akhir

a. Fisik

Perkembangan fisik pada masa dewasa akhir ini dicirikan oleh

tersisa sedikit kemampuan memfokuskan dan terdapat penurunan

ketajaman pengelihatan sekalipun dengan lensa- lensa korektif. Rentan

terhadap cahaya yang menyilaukan, dan kemampuan membedakan warna

mengalami penurunan. Pendengaran terjadi kehilangan yang signifikan,

kekurangan tersebut dapat ditolong dengan alat bantu pendengaran.

Rentan terhadap penutupan dari apa yang didengar karena keramaian.

Perasaan, pembau dan peraba berkurang secara signifikan. Seiring

dengan penurunan kemampuan fisik juga diikuti oleh peningkatan

(40)

dari orang dewasa lanjut meninggal karena penyakit jantung, kanker, dan

stroke. Penyakit radang sendi, osteoporosis juga menyertai kehidupan

orang dewasa akhir ini.

b. Kognitif

Perkembangan kognitif pada masa dewasa akhir terjadi penurunan

kecakapan, tetapi yang lain tidak. Tidak ada penurunan dalam inteligensi,

hanya kecepatan memproses saja yang menurun, dan penurunan ingatan.

c. Sosial

Perkembangan sosial masa dewasa akhir ditandai dengan saat

pensiun sampai meninggal, yang seringkali mengarah pada “tahap akhir

di dalam proses pernikahan”. Pensiun mengubah gaya hidup pasangan,

dan membutuhkan adaptasi. Orang-orang yang menikah di masa dewasa

akhir biasanya lebih berbahagia dibandingkan orang-orang yang sendiri,

walaupun orang-orang dewasa yang sendirian lebih mudah beradaptasi

dengan kesepian. Kencan telah menjadi hal yang umum di antara

orang-orang dewasa lanjut. Dalam beberapa kasus, kencan ini mirip dengan

orang-orang dewasa muda, dan pada beberapa kasus berbeda. Tanpa

menghiraukan usia, persahabatan merupakan dimensi yang penting dari

hubungan sosial, mereka menguat saat kehilangan. Sekitar 80% para

kakek dan nenek mengatakan bahwa mereka puas dan bahagia dalam

hubungannya dengan cucu. Peran sebagai kakek/nenek setidaknya

(41)

memiliki tiga gaya interaksi: formal, mencari kesenangan dan figur yang

jauh.

D. Dinamika Penerimaan Diri Pasien Pasca Mastektomi

Kondisi fisik dan psikis dari penderita kanker payudara yang

melakukan mastektomi memberikan dampak yang negatif terhadap

perkembangan psikologisnya. Dalam menghadapi penyakit tersebut, setiap

individu akan berespon dan mempunyai persepsi yang berbeda-beda

tergantung pada kepribadian dan ketahanan diri terhadap stres, konsep diri

dan citra diri, serta penghayatan terhadap penyakit kanker tersebut. Respon

marah, karena merasa tidak beruntung sampai dengan menyalahkan orang

lain di sekitarnya, menyesali nasibnya, bahkan menyalahkan Tuhan bisa saja

terjadi. Di lain pihak, banyak pula individu yang dapat menerima kenyataan

bahwa mastektomi yang dialami sudah merupakan takdir yang walaupun

berbahaya dan mengubah penampilannya, namun tetap harus dihadapi dengan

ikhlas sehingga tetap bertahan hidup dengan lebih nyaman.

Penerimaan diri bagi individu yang mengalami mastektomi tidak

semudah membalikkan telapak tangan. Banyak faktor yang dapat

mempengaruhi terbentuknya penerimaan diri pada pasien pasca mastektomi,

diantaranya yaitu kondisi lingkungan sosial dan keluarga, pendidikan dan

inteligensia, kesempatan untuk mengembangkan aspirasi dan lama waktu

mengalami kecacatan atau operasi. Selain faktor itu, terdapat faktor pokok

yang menjadi dasar pembentuk penerimaan diri pasien pasca mastektomi

(42)

mempunyai pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri, mempunyai

pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri, dan puas terhadap diri

sendiri. Individu yang berada dalam kondisi ini, secara sadar tahu akan

kelemahan dirinya, dan tidak mengeluh serta mencela sehingga dapat

dikatakan memiliki penerimaan diri yang baik, artinya mereka dengan ik hlas

menerima kondisi yang dihadapi dan dapat menjalani hidup dengan lebih baik

kedepannya.

Pasien kanker payudara

Mastektomi

Akibat Mastektomi

- Guncangan psikologis (marah, menyalahkan orang lain, menyesali nasib, menyalahkan Tuhan) - Ikhlas dan nyaman bertahan hidup

- Umur

- Pendidikan Penerimaan diri

- Pekerjaan pasien - Pengetahuan ttg kondisi fisik

- Status - Pemahaman ttg kemampuan diri

- Lama operasi - Kepuasan thd diri sendiri

Kategori PD

(sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, sangat tinggi)

Gambar 2.1.

(43)

25 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis atau bentuk penelitian deskriptif

yang dilaksanakan melalui pengumpulan data di lapangan, dengan metode

survey. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), metode survei atau

penelitian sampel adalah penilaian yang mengambil sampel dari populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama.

B. Variabel Penelitian

Variabel dapat didefinisikan sebagai suatu gejala yang menjadi fokus

peneliti untuk diamati. Variabel sebagai atribut dari sekelompok orang atau

obyek yang mempunyai variasi antara satu dengan lainnya dalam kelompok

tersebut (Sugiyono, 2002). Pada penelitian ini, variabel yang akan diteliti

adalah: penerimaan diri.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional penting untuk memudahkan dalam pengamatan,

pengukuran, membatasi ruang lingkup permasalahan, memudahkan melihat

hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain dan memudahkan

penyusunan instrumen atau alat ukur penelitian.

Penerimaan diri adalah suatu keadaan dimana individu memiliki

keyakinan akan karakteristik dirinya, serta mampu dan mau untuk hidup

(44)

dibuat oleh peneliti berdasarkan tiga aspek penerimaan diri terhadap kondisi

fisik menurut Burn (1987). Ketiga aspek tersebut adalah:

a. Pengetahuan tentang kondisi fisik diri sendiri.

Adanya pemahaman terhadap keadaan dirinya menurut apa yang ada serta

menerima segala kelemahan dan kelebihan dengan kesungguhan tanpa

menyalahkan orang la in.

b. Pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri.

Menggunakan potensi diri yang dimiliki untuk mengembangkan kualitas

hidup yang lebih baik dengan melakukan sesuatu dan menjadi sesuatu

sesuai yang diharapkan.

c. Kepuasan terhadap diri sendiri.

Adanya sikap yang menunjukkan penghargaan atas diri sendiri, menerima

dan puas terhadap kelebihan dan kelemahan yang dimiliki.

Tingkat penerimaan diri pada penelitian ini dihasilkan dari skor yang

diperoleh dari skala penerimaan diri. Semakin tinggi skor yang diperoleh

maka semakin tinggi pula tingkat penerimaan diri yang dimiliki.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan bersifat purposive, artinya

kelompok subjek tersebut memiliki ciri-ciri atau sifat-sifat khusus yang

dipandang mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat subjek

penelitian yang telah diketahui sebelumnya (Hadi, 1984).

Kriteria subjek yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai

(45)

a. Subjek adalah pasien kanker payudara yang telah melaksanakan mastektomi

(pasca mastektomi).

b. Usia antara 35 sampai memasuki usia 60 tahun, dengan pertimbangan

subjek sudah dewasa (madya) sehingga mampu menyesuaikan diri,

memiliki emosi yang matang dan mampu berfikir secara lebih realistis

terhadap kondisi yang menimpanya.

c. Berjenis kelamin perempuan.

E. Metode dan Alat Pengambilan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala penerimaan

diri. Skala atau kuisioner yang digunakan adalah kuisioner berstruktur dimana

subjek tinggal memilih salah satu jawaban yang disediakan. Penyusunan skala

penerimaan diri menggunakan skala model Likert dengan metode Summated

Rating yang sudah dimodifikasi dengan empat alternatif jawaban, yaitu Sangat

Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Tinggi rendahnya penerimaan diri dinilai dari skor total skala tersebut. Jumlah

aitem dalam skala penerimaan diri sebanyak 60 aitem. Aitem dibuat

berdasarkan tiga aspek penerimaan diri terhadap kondisi fisik yang

dikembangkan oleh Burn (1987) yang terdiri dari pengetahuan tentang fisik diri

sendiri, pemahaman yang realistis tentang kemampuan diri dan kepuasan

terhadap diri sendiri.

Pemberian skor pada skala penerimaan diri berdasarkan penilaian dalam

skala Likert. Skor bergerak dari 1 sampai 4. Cara penilaian untuk pernyataan

(46)

diberikan untuk jawaban S, skor 2 diberikan untuk jawaban TS dan skor 1

diberikan untuk jawaban STS. Sedangkan untuk pernyataan unfavorable adalah

sebagai berikut: skor 4 diberikan untuk jawaban STS, skor 3 diberikan untuk

jawaban TS, skor 2 diberikan untuk jawaban S dan skor 1 diberikan untuk

jawaban SS. Semakin tinggi skor penerimaan diri yang diperoleh berarti

semakin tinggi tingkat penerimaan diri seseorang.

Berikut distribusi skala penerimaan diri berdasarkan pernyataan

favorable dan unfavorable:

Tabel 3.1. Jumlah Aitem Skala Penerimaan Diri

Jumlah Aitem Aspek

Favorable Unfavorable Total Pengetahuan tentang fisik diri

sendiri. Kepuasan terhadap diri sendiri. 10

(16,67%)

Distribusi aitem skala penerimaan diri menurut masing- masing

dimensi dan kategori sifat favorable dan unfavorable adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri

Nomor Aitem Aspek

Favorable Unfavorable Total

(47)

Sebelum digunakan pada penelitian yang sebenarnya, skala diuji

cobakan terlebih dahulu pada subjek penelitian untuk mengetahui validitas isi

dan reliabilitas alat ukur. Suatu alat ukur yang telah memenuhi kualifikasi

validitas isi dan reliabilitas inilah yang akan digunakan dalam penelitian

dengan asumsi bahwa alat ukur tersebut secara tepat dapat mengungkap apa

yang ingin diukur serta konsisten dalam pengukuran (Azwar, 2005).

F. Uji Kelayakan Alat Ukur

1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat

ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 2005). Uji validitas akan

dilakukan untuk skala penerimaan diri yaitu untuk melihat tingkat ketepatan

alat ukur ini dalam mengungkap penerimaan diri pasien pasca mastektomi.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas isi.

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap

isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement.

Aitem-aitem tes diharapkan dapat mewakili komponen-komponen dalam

keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur (aspek representasi) dan

sejauh mana aitem-aitem tes mencerminkan ciri perilaku yang hendak

diukur atau aspek relevansinya (Azwar, 2001).

Prosedur penulisan aitem, prosedur analisis dan seleksi aitem

merupakan hal yang sangat penting, dikarenakan kualitas skala penerimaan

diri yang diukur sangat ditentukan oleh kualitas aitem-aitem didalamnya.

(48)

(aspek-aspek penerimaan diri). Setelah itu dilakukan analisis dan seleksi aitem

berdasarkan evaluasi kualitatif. Evaluasi ini melihat apakah aitem yang

ditulis sudah sesuai dengan indikator penerimaan diri yang akan diungkap,

melihat apakah aitem-aitem yang ditulis sesuai dengan kaidah penulisan

yang benar, dan melihat apakah aitem-aitem yang ditulis masih

mengandung kesalahan yang tinggi. Evaluasi dan seleksi aitem dalam tahap

ini dikerjakan oleh peneliti sendiri sesuai arahan dan persetujuan

pembimbing (ahli pengukuran/psikometri) dan ahli dalam masalah atribut

yang hendak diukur oleh skala yang sedang disusun. Setelah prosedur

tersebut selesai dan diperoleh kumpulan aitem dalam jumlah yang cukup,

maka kumpulan aitem tersebut dikompilasikan dalam bentuk daftar aitem

yang siap untuk diujicobakan secara empiris (field-tested) sehingga

diperoleh data empiris (data hasil uji coba aitem pada kelompok subjek yang

karakteristiknya setara dengan subjek yang hendak dikenai skala itu

nantinya) dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap

parameter-parameter aitem. Pada tahap ini dilakukan seleksi aitem yang lebih lengkap

melalui analisis validitas. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa

cermat suatu tes dapat melakukan fungsi ukurannya (Sigit, 2003). Semakin

tinggi va liditas suatu alat ukur, maka semakin tepat pula alat ukur tersebut

mengenai sasarannya dan sebaliknya semakin rendah suatu alat ukur maka

(49)

2. Seleksi Aitem

Proses seleksi aitem dilakukan untuk menyeleksi aitem yang

berkualitas tinggi dan rendah. Kualitas yang dimaksudkan adalah

keselarasan atau disebut juga konsistensi aitem total (Azwar, 2005). Dasar

kerja yang digunakan dalam proses seleksi aitem tersebut adalah memilih

aitem- aitem yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes.

Pengujian keselarasan fungsi aitem dengan fungsi tes tersebut dengan

melakukan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor pada tiap

aitem dengan kriteria yang relevan yaitu distribusi skor total tes itu sendiri.

Prosedur pengujian konsistensi aitem total akan menghasilkan koefisien

korelasi aitem total (rix) atau daya beda aitem.

Menurut Azwar (2005), sebagai kriteria pemilihan aitem berdasarkan

koefisien korelasi aitem total biasanya menggunakan batasan rix = 0,30.

Batasan tersebut merupakan konvensi.

3. Reliabilitas

Reliabilitas disebut juga dengan keterpercayaan, keterandalan, atau

kestabilan konsistensi. Konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil

pengukuran tersebut relatif konsisten. Suatu hasil penelitian dapat dipercaya

bila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap suatu kelompok

subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang

diukur dalam diri subjek belum berubah (Azwar, 2005).

Reliabilitas skala diukur dengan pendekatan konsistensi internal

(50)

skala. Pendekatan ini dianggap memiliki nilai praktis dan efisiensi tinggi.

Reliabilitas ini dianggap memiliki nilai praktis dan efisiensi yang tinggi

(Azwar, 2005). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien yang angkanyaberada

dalam rentang dari 0,00 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas

mendekati 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya dan sebaliknya.

Uji reliabilitas dilakukan pada skala penerimaan diri yaitu untuk

melihat keajegan alat ukur yang digunakan dalam mengungkap penerimaan

diri pasien pasca mastektomi dengan menggunakan uji statistik Analisis

Varians dalam SPSS 12.0 for Windows.

G. Analisis Data

Sebelum dilakukan analisis data, skor hasil penelitian pertama-tama

ditabulasikan dan diuji kenormalannya. Uji normalitas dimaksudkan untuk

memeriksa apakah populasi yang diselidiki terdistribusi normal atau tidak.

Teknik yang digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov Test. Data dikatakan

normal apabila nilai t-statistik lebih besar dari nilai taraf signifikansi α = 0,05.

Selanjutnya interpretasi tingkat penerimaan diri dilakukan berdasarkan

kategorisasi jenjang (ordinal) dari Azwar (2005), sebagai berikut :

1. Penerimaan diri sangat rendah

2. Penerimaan diri rendah

3. Penerimaan diri cukup tinggi

4. Penerimaan diri tinggi

(51)

33 BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Uji Coba Alat Ukur

Sebelum melakukan penelitian, alat penelitian yang akan digunakan

terlebih dahulu diuji coba atau biasa disebut dengan try out. Uji coba alat

penelitian dilakukan untuk melihat kesahihan aitem dan reliabilitas alat ukur

yang akan digunakan untuk penelitian yang sesungguhnya.

Dalam penelitian ini digunakan metode sampel terpakai yang berarti

bahwa sampel yang digunakan dalam uji coba, digunakan juga sebagai

sampel penelitian. Uji coba alat penelitian ini dilaksanakan pada 1 Mei 2008

sampai dengan 15 Mei 2008, dengan cara mendatangi subjek penelitian satu

per satu. Sampel dalam penelitian ini merupakan pasien kanker payudara

pasca mastektomi. Untuk memperoleh data penelitian subjek diminta

mengisi skala penerimaan diri dengan panduan peneliti jika dibutuhkan.

Jumlah subjek penelitian yang terkumpul sebanyak 60 orang.

2. Seleksi Aitem dan Reliabilitas Skala Try Out

Berdasarkan uji coba alat ukur penelitian yang dilakukan, diperoleh

hasil sebagai berikut:

a. Seleksi aitem skala penerimaan diri

Uji seleksi aitem skala penerimaan diri dilihat dari nilai

Corrected-Aitem Total Correlation. Dari 60 aitem pernyataan diperoleh

(52)

analisis ke-60 aitem penerimaan diri terdapat lima aitem pernyataan

yang dinyatakan gugur karena memiliki nilai korelasi terhadap skor

total yang rendah yaitu kurang dari 0,30 (<0,30). Menurut Azwar

(2005), sebagai kriteria pemilihan aitem berdasarkan koefisien korelasi

aitem total biasanya menggunakan batasan rix = 0,30. Aitem-aitem

pernyataan yang dinyatakan gugur yaitu aitem pernyataan nomor 7, 37,

38, 39 dan 57. Aitem-aitem pernyataan ini kemudian dikeluarkan dari

skala penerimaan diri.

Selanjutnya skala penerimaan diri yang terdiri dari aitem-aitem

sahih yang telah diurutkan dan akan digunakan dalam penelitian,

disajikan dalam tabel 4.1. sebagai berikut:

Tabel 4.1. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri Setelah Uji Coba

Nomor Aitem Aspek

Favorable Unfavorable Total

Pengetahuan

b. Reliabilitas skala penerimaan diri

Reliabilitas skala penerimaan diri dihitung setelah aitem-aitem

yang gugur dibuang. Nilai reliabilitas ini diperoleh dengan

(53)

hasil perhitungan diperoleh nilai reliabilitas sebesar 0,976. Nilai yang

diperoleh ini lebih besar dari 0,60 yang berarti bahwa skala penerimaan

diri tersebut memiliki nilai yang tinggi dan bersifat reliabel.

B. Pelaksanaan Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah pasien kanker payudara yang telah

melakukan mastektomi (pengangkatan payudara) di beberapa rumah sakit yang

ada di Yogyakarta. Penelitian dilakukan dari 25 Mei 2008 hingga 15 Juni 2008.

Penelitian ini dilakukan dengan cara mendatangi subjek penelitian satu per satu

(door to door). Subjek penelitian sebagian besar berdomisili di Kabupaten

Gunung Kidul dan sekitarnya. Data penelitian diperoleh dengan membagikan

skala penerimaan diri kepada setiap subjek penelitian dengan panduan peneliti

jika dibutuhkan. Penelitian ini juga dibantu oleh beberapa pasien kanker

payudara yang ikut terlibat aktif dalam penyebaran angket penelitian.

C. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang dilibatkan dalam penelitian ini sebanyak 60

orang pasien kanker payudara yang telah melakukan mastektomi.

Berdasarkan data yang diperoleh deskripsi subjek penelitian secara lengkap

sebagai berikut:

a. Umur

Distribusi umur pasien kanker payudara pasca mastektomi adalah

(54)

Tabel 4.2. Distribusi Umur Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi

Sumber: Data Primer yang diolah, 2008

Rata- rata umur pasien kanker payudara pasca mastektomi yaitu

43 tahun, dengan umur pasien termuda 32 tahun dan pasien tertua 56

tahun. Dari distribusi umur menunjukkan bahwa semua (100,00%) pasien

kanker payudara pasca mastektomi berumur antara 35– 60 tahun atau

masuk dalam kategori dewasa tengah dan tidak terdapat pasien yang

masuk dalam kategori dewasa dini dan dewasa akhir.

b. Pendidikan

Distribusi pasien kanker payudara pasca mastektomi berdasarkan

tingkat pendidikannya sebaga i berikut:

Tabel 4.3. Distribusi Tingkat Pendidikan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi

Kategori Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak lulus SD 1 1,67

Sumber: Data Primer yang diolah, 2008

Tingkat pendidikan pasien kanker payudara pasca mastektomi

berkisar dari tidak lulus SD hingga Strata 2 (S2). Dari tingkat pendidikan

(55)

yaitu sebesar 38,32% dan SLTA sebanyak 31,67% dan hanya sebesar

1,67% saja yang tidak lulus pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan

bahwa secara umum pasien kanker payudara pasca mastektomi memiliki

tingkat pendidikan yang sudah memadai.

c. Pekerjaan Pasien

Berdasarkan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh pasien kanker

payudara pasca mastektomi adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4. Jenis Pekerjaan Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi

Kategori Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

PNS 10 16,67

Guru 6 10,00

Karyawan Swasta 13 21,66

Wiraswasta 9 15,00

Petani 6 10,00

Buruh 1 1,67

Ibu Rumah Tangga 15 25,00

Total 60 100,00

Sumber: Data Primer yang diolah, 2008

Jenis pekerjaan yang dimiliki oleh pasien kanker pasca

mastektomi sangat beragam. Dari jenis pekerjaan yang dimiliki sebagian

besar berperan sebagai ibu rumah tangga (25,00%), karyawan swasta

(21,66%) dan PNS (16,67%), dan selebihnya mempunyai jenis pekerjaan

yang beragam yaitu sebagai wiraswasta/pedagang, guru, petani dan

buruh.

d. Tahun Operasi

Tahun operasi merupakan tahun dilaksanakannya operasi

pengangkatan payudara atau mastektomi. Distribusi tahun pelaksanaan

(56)

Tabel 4.5. Tahun Pelaksanaan Operasi Pasien Kanker Payudara

Tahun Jumlah (orang) Persentase (%)

1985 1 1,67

1992 1 1,67

1997 1 1,67

1998 2 3,33

2000 6 10,00

2001 5 8,33

2002 3 5,00

2003 8 13,33

2004 5 8,33

2005 15 25,00

2006 3 5,00

2007 8 13,33

2008 2 3,33

Total 60 100,00

Sumber: Data Primer yang diolah, 2008

Dari sejumlah responden yang dijadikan sampel, paling banyak

pasien kanker payudara melakukan mastektomi pada tahun 2005.

Kecenderungan jumlah pasien pasca mastektomi sebelum tahun 2000 dan

setelah tahun 2000 bertambah sangat signifikan. Kurun waktu 1985-2000

jumlah pasien mastektomi sebanyak 11 orang (18,33%) dan sampai saat

ini mereka dapat hidup dan berinteraksi dengan lingkungan secara

normal. Hal ini mencerminkan penerimaan diri mereka dapat dikatakan

lebih baik. Dengan waktu operasi yang sudah semakin lama maka pasien

kanker payudara sudah lebih terbiasa dengan keadaannya sehingga

sebagian besar pasien akan lebih dapat menerima kondisi dirinya

(57)

e. Status

Status menggambarkan kondisi pasien kanker payudara dalam

kedudukan sosial dan keluarga. Berdasarkan statusnya pasien kanker

payudara adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6. Status Pasien Kanker Payudara

Kategori Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Tidak menikah 1 1,67

Menikah 59 98,33

Total 60 100,00

Sumber: Data Primer yang diolah, 2008

Berdasarkan statusnya menunjukkan bahwa sebagian besar pasien

(98,33%) berstatus sudah menikah dan hanya 1,67% saja yang berstatus

belum menikah.

2. Deskripsi Data Penelitian

Hasil data penelitian yang diperoleh dapat diketahui sebagai berikut:

Tabel 4.7. Perbandingan Skor Empirik dan Skor Teoritik Penerimaan Diri Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi

Variabel Skor Empirik Skor Teoritik

Skor Sumber: Data Primer yang diolah, 2008

Berdasarkan hasil perhitungan diatas menunjukkan bahwa nilai mean

empirik dari variabel penerimaan diri lebih besar dari nilai mean teoritiknya.

Nilai mean empirik penerimaan diri sebesar 160,90 dan nilai mean

teoritiknya adalah 137,50. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian

yaitu pasien kanker payudara pasca mastektomi mempunyai penerimaan diri

(58)
(59)
(60)

kemampuan diri sebanyak 60,00% pasien mempunyai pemahaman yang

tergolong tinggi dan dari aspek kepuasan terhadap diri sendiri, sebanyak

48,33% pasien mempunyai kepuasaan terhadap dirinya sendiri yang tergolong

tinggi. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa pasien penderita kanker

payudara mampu menerima keadaannya setelah melakukan mastektomi, yang

ditunjukkan dengan tingginya pemahaman pasien akan kondisi fisik,

kemampuan dan kepuasan dirinya.

D. Pembahasan

Dari karakteristik segi umur atau perkembangan masa hidup manusia

menunjukkan bahwa semua (100,00%) pasien kanker payudara pasca

mastektomi berumur antara 35– 60 tahun atau masuk dalam kategori dewasa

tengah. Pasien kanker payudara pasca mastektomi kategori dewasa tengah ini,

ditandai dengan perkembangan fisik mulai menurun dengan rambut mulai

memutih, kulit mulai keriput, badan mengendur, gigi menguning, penglihatan

dan pendengaran berkurang dan secara kognitif daya ingat juga menurun,

terutama pada memori jangka panjang dan memori jangka pendek. Dengan

kondisi fisik dan kognitif yang mulai menurun maka kemungkinan terserang

kanker payudara pada pasien kategori dewasa tengah ini akan cenderung lebih

besar dibandingkan pada kategori perkembangan dewasa awal karena pada

dewasa awal kondisi fisik pasien dalam keadaan ya ng paling sehat. Pada

kondisi dewasa awal manusia lebih banyak melakukan kegiatan-kegiatan yang

(61)

mengawasi berat badan) dan tidak menhabiskan waktunya untuk

mengkhawatirkan kesehatannya (Santrock, 2002).

Meskipun pasien kanker payudara pasca mastektomi berada pada

kategori dewasa tengah, akan tetapi berdasarkan perbandingan nilai rata-rata

empirik dan teoritik serta penggolongan aspek-aspek penerimaan diri pasien

kanker payudara pasca mastektomi berdasarkan kelas intervalnya menunjukkan

bahwa penerimaan diri pasien kanker payudara pasca mastektomi adalah

tinggi. Tingginya rasa penerimaan diri pasien kanker payudara pasca

mastektomi dapat ditelusuri dari karakteristik masing- masing pasien penderita

kanker payudara dan aspek-aspek pembentuk penerimaan diri.

Secara sosial, seseorang yang berada dalam masa dewasa tengah akan

merasakan cinta kasih sayang atau sebagai teman meningkat pada masa dewasa

tengah, khususnya dalam pernikahan yang telah bertahan selama

bertahun-tahun. Kepuasan pernikahan akan menurun apabila anak-anak meninggalkan

rumah setelah masa remaja karena orang tua mendapatkan banyak kesenangan

dari anak-anaknya. Hubungan dengan saudara kandung pada saat ini sangat

dekat, terutama jika mereka dekat pada masa anak-anak, meskipun sebagian

ada yang acuh bahkan sangat bertentangan. Umumnya ada kontak yang

berkelanjutan dengan dan antar generasi dalam keluarga. Usia tengah baya

biasanya memiliki tanggung jawab yang sangat besar, karena kewajiban

finansial dan pemberian perawatan pada yang masih muda dan pada orang tua

Gambar

Gambar 2.1.
Tabel 3.1. Jumlah Aitem Skala Penerimaan Diri
Tabel 4.1. Distribusi Aitem Skala Penerimaan Diri Setelah Uji Coba
Tabel 4.2. Distribusi Umur Pasien Kanker Payudara Pasca Mastektomi
+4

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN TINGKAT DEPRESI PASIEN KANKER PAYUDARA PASKA MASTEKTOMI DI RSUP H.ADAM MALIK

penelitian dengan judul “Gambaran subjective well-being pada wanita yang berada pada tahap pasca mastektomi kanker payudara dan tidak menikah ” dengan baik.. Proses

Inriani Sarwono Mentiri, 462008015, DUKUNGAN SOSIAL SUAMI KEPADA ISTRI DENGAN KANKER PAYUDARA PASCA MASTEKTOMI DI RUMAH SAKIT PANTI WILASA CITARUM SEMARANG,

Hasil penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi pelayanan keperawatan khususnya dukungan sosial suami terhadap istri dengan kanker payudara pasca

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN TINGKAT DEPRESI PASIEN KANKER PAYUDARA PASKA MASTEKTOMI DI RSUP H.ADAM MALIK

Tujuan dari intervensi ini adalah meningkatkan penerimaan diri pada pasien paliatif dengan kanker payudara agar para pasien mampu menerima kondisi yang sudah dialaminya

diri pada pasien kanker payudara sendiri dapat membantu pasien untuk tidak. menutup diri dan terpuruk serta merasa minder atas penyakitnya

Hubungan Psychological Distress dengan Kualitas Hidup pada Pasien Kanker Payudara Post Mastektomi Hasil analisis hubungan antara tingkat psychological distress dengan kualitas hidup