• Tidak ada hasil yang ditemukan

HAK-HAK ISTRI PASCA PERCERAIAN AKIBAT KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0883Pdt.G2017PA.Amb) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HAK-HAK ISTRI PASCA PERCERAIAN AKIBAT KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0883Pdt.G2017PA.Amb) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

i

HAK-HAK ISTRI PASCA PERCERAIAN

AKIBAT KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

(Studi kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

Herwin Dwinata

NIM : 21214002

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)

iii

HAK-HAK ISTRI PASCA PERCERAIAN

AKIBAT KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

(Studi kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

Herwin Dwinata

NIM : 21214002

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(4)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Herwin Dwinata

NIM : 212-14-002

Jurusan : Syariah

Program Studi : Ahwal Al-Syakhsiyyah

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, buka jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi saya ini, dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Salatiga, 15 September 2018

Yang menyatakan

(5)

v

PENGESAHAN

Skripsi berjudul :

HAK-HAK ISTRI PASCA PERCERAIAN AKIBAT

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

(studi kasus cerai gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb)

Oleh : Herwin Dwinata NIM : 21214002

Dewan Sidang Munaqasyah

Ketua Sidang : Dr.H.Muh.Irfan Helmy,Lc.,M.A ...

Sekretaris Sidang : Heni Satar, S.H.,M.Si ...

Penguji I : Farkhani, S.H.,S.Hi.,M.H. ...

Penguji II : Muh. Hafidz, M.A.g ...

Salatiga, September 2018 Dekan Fakultas Syari‟ah

Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. NIP.19670115 199803 2 002

Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Jum‟at tanggal 21 September 2018, dan telah dinayatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam.

(6)
(7)
(8)

viii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“ Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua” “ Education is’t the best equipment for old age “

PERSEMBAHAN

Terutama sekali untuk isteri tecinta yang telah memberi suport kepada suaminya, Tri Muryanti, juga untuk anak-anakku tersayang Nofrianto SP, Rizki Dwi Setyowati dan Putri Novia Nurjanah yang selalu memberi semangatku agar terus maju pantang mundur , dan teman-teman ASNR 2014

yang selalu bersama memotivasi untuk mencapai harapan.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam dipersembah kepada junjungan Baginda Rasulullah SAW, yang telah menjadikan umat manusia hidup dari alam kegelapan (jahiliyah) kepada alam yang terang benderang berilmu pengetahuan serta yang memberikan syafaat kepada kita umatnya. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, sehingga bimbingan, pengarahan dan bantuan telah banyak penulis peroleh dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga; 2. Ibu Dr. Hj.Siti Zumrotun, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah;

3. Bapak Dr. Illya Muhsin, S.H.i,.M.Hi ,selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan;

4. Bapak Dr.H. Muhammad Irfan Helmy, Lc,.M.A., selaku Wakil Dekan Bidang Akademis;

5. Bapak Syukron Ma‟mun S.HI,.M.S.i. selaku Ketua Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah;

6. Ibu Heni Satar Nurhaida, S.H,.M.Si. selaku Pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya guna membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini;

7. Ibu Luthfiana Zahriani , M.H selaku Dosen Pembimbing Akademik; 8. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang selama 8 semester telah membagi

ilmunya yang sangat bermanfaat;

9. Istriku dan anak-anakku yang telah mensupport serta memberikan dukungan moril sehingga dapat merampungkan kuliah di IAIN Salatiga; 10.Teman-teman ASNR 2014, yang selalu membantu dan mensupport saya

dalam menyelesaikan kuliah;

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah berperan dan menbantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Teriring do‟a dan harapan semoga amal baik dan jasa semua pihak tersebut diatas akan mendapat balasan yang melimpah dari Allah SWT. Amin.

Wassalamualaikum wr.wb

Penulis

(10)

x

ABSTRAK

Herwin Dwinata, 2018, HAK-HAK ISTRI PASCA PERCERAIAN AKIBAT KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi kasus Perkara Cerai Gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb di Pengadilan Agama Ambarawa)Skripsi Jurusan Syari‟ah, Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing : Heni Satar, S.H,.M.Si.

Kata Kunci : Hak Istri, Cerai Gugat, KDRT

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi adanya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang berakibat istri melakukan cerai gugat terhadap suaminya secara hukum di Pengadilan Agama Ambarawa. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah (1) Adakah faktor-faktor penyebab istri melakukan cerai gugat terhadap suaminya, (2) Hak-Hak apa yang didapat isteri pasca perceraian akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga , dan bagaimana pertimbangan Hakim memutus perkara cerai gugat

Dalam pembuatan skripsi ini penulis melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian yuridis sosiologis yang bertujuan untuk melakukan penelitian dengan bahan pustaka yang ada untuk mencari gambaran dengan menggunakan metode berpikir induktif. Untuk mendapatkan data data yang diperlukan sebagai bahan dalam penulisan skripsi, penulis melakukan observasi sekaligus wawancara kepada Objek ataupun koresponden untuk memperoleh informasi meyangkut kasus cerai gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb di Pengadilan Agama Ambarawa. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa adanya gugatan cerai gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb di Pengadilan Agama Ambarawa, dikarenakan obyek penelitian (istri) seringkali mendapat perlakukan buruk dari suaminya hanya karena cekcok dalam rumah tangga yang berujung suaminya melakukan tindak kekerasan fisik, Hal tersebut berlangsung setiap saat ketika terjadi pertengkaran, lantaran permintaan istri kepada suami untuk menambah uang belanja dan jajan anak-anaknya, karena trauma dan takut apabila marah suami pasti melakukan pemukulan dan menendang istrinya, akhirnya istri memohon kepada Pengadilan Agama Ambarawa untuk cerai gugat suaminya secara hukum.

(11)

xi A. Konsep Umum Tentang Perceraian...19

1. Terjadinya Nusyuz dari pihak isteri...19

x

2. Nusyuz Suami terhadap istri...23

(12)

xii

4. Salah satu pihak melakukan zina...24

B. Perceraian menurut Al-Qur‟an...25

C. Perceraian Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 dan KHI...27

D. Alasan Percaraian...27

E. Akibat Hukum Yang ditimbulkan dalam perceraian...28

1. Pengertian Talaq...28

2. Pengertian Cerai Gugat...31

3. Hukum Cerai Gugat dalam Islam...31

4. Pasal yang memuat tentang Cerai Gugat dalam KHI...34

F. Konsep Umum Tentang KDRT...35

1. Pengertian Kekerasan...35

G. Hak-Hak Istri Pasca Perceraian...54

1. Hak Isteri Pasca Perceraian karena talaq...54

4. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Ambarawa...63

(13)

xiii

6. Gambaran putusan Hakim Tentang Perkara Cerai Gugat

dari Bulan Juni s/d Bulan Agustus 2018...66

B. Gambaran Perkara Cerai Gugat Nomor :...67

C. Putusan Hakim ...72

BAB IV. PEMBAHASAN A. Faktor -Faktor...74

1. Faktor Penelentaran ekonomi... 74

2. Faktor Kekerasan fisik...75

B. Hak-Hak Istri Pasca Perceraian...76

1. Analisa Putusan Majelis Hakim...76

2. Pandangan Hukum tentang Hak-Hak istri...79

BAB V. PENUTUP A. KESIMPULAN...83

B. SARAN...84

DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran Riwayat Hidup Penulis.

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Rekapitulasi Perkara Gugatan Bulan Juni 2018... 63

Tabel 2. Daftar Rekapitulasi Perkara Gugatan Bulan Juli 2018...63

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Lembar Konsultasi skripsi

Lampiran II Nota Pembimbing

Lampiran III Permohonan izin penelitian

Lampiran IV Jawaban permohonan izin penelitian

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan salah satu jenis ibadah dalam Islam, setiap manusia yang telah dewasa dan sehat jasmani serta rohaninya pasti membutuhkan teman hidup. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologisnya.Nikah menurut arti asli dapat juga berarti aqad, dengan nikah menjadi halal hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan (Ibrahim : 1971:65), Adapun menurut syara‟ nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling memuaskan satu dengan lainnya, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang bisa diajak kerja sama demi mewujudkan ketentraman,kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga(Tihami:2009:8). Menurut bahasa nikah berarti berkumpul atau bersatu, menurut istilah nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikat diri antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan tubuh antar keduanya atas dasar sukarela dan persetujuan bersama demi mewujudkan keluarga bahagia yang diridhai Allah SWT (KHI : 2005:17). Sebagaimana yang tercantum dalam al Qur‟an (Q.S ar_Ruum :30:21)

ٌُُىْسَتِل بًجاَوْصَأ ْنُىِسُفًَْأ ْيِه ْنُىَل َكَلَخ ْىَأ ِهِتبَيآ ْيِهَو

(17)

2 Artinya :

“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir[ QS. Ar Rum 30:21] Menikah adalah kesucian, sangat besar kemuliaan didalamnya, sangat tinggi kedudukan nikah dalam Islam, sehingga Al Qur‟an menyebutnya sebagai mitsaqan ghaliza” (perjanjian yang sangat besar) hanya tiga ini disebut, dua untuk

perjanjian tauhid, maka pernikahan yang diridhai Allah SWT akan dipenuhi oleh do‟a malaikat yang menjadi saksi pernikahan. (Muh.Fauzi Adhim : 2011: 124).

Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warohmah (KHI:2005:7).Dan pernikahan juga sangat sensitif, kalau sebuah pernikahan mengalami keretakan dan kegersangan yang merasakan panas serta gerahnya tidak hanya suami isteri, sanak kerabatpun bisa ikut merasakannya. Namun sejalan dengan bergulirnya waktu, terkadang mahligai rumah tangga terguncang dengan adanya prahara didalam rumah tangga itu, percikan api amarah timbul dari saling cekcok, perselisihan faham antara suami dan isteri yang masing-masing mempertahankan pendapatnya. Perbedaan pandangan itu bisa timbul dari berbagai faktor, bisa masalah himpitan ekonomi, suami berpoligami, adanya unsur kekerasan dalam rumah tangga dan masih banyak faktor lain lagi yang bisa menimbulkan keretakan dalam hubungan suami isteri.

(18)

3

(19)

4

mengakibatkan bahaya yang tidak bisa ditutupi. Bagi perempuan meminta cerai adalah perbuatan buruk, dan agama Islam melarangnya dengan menyertakan ancaman bagi pelakunya, jika hal ini dilakukan tanpa adanya alasan yang dibenarkan baik menurut perundang-undangan ataupun hukum Islam. Sebagaimana dimaksud dalam Al qur‟an pada surat Al-Baqarah : 229 yang keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Baqarah: 229 )

(20)

5

terjadinya perceraian, dimana perceraian merupakan suatu jalan/langkah terakhir yang diambil apabila langkah – langkah mediasi yang ditempuh menemui jalan buntu.Dalam Lalu lintas hukum , tidak semua masyarakat tahu dan mengerti hak dan kewajiban hukum termasuk didalamnya adalah hak dan kewajiban bagi suami dan isteri setelah berpisah. Kenyataannya di masyarakat banyak menunjukan bahwa setelah terjadi perceraian suami isteri langsung berpisah tempat tinggal , bahkan suami isteri pisah badan jauh sebelum terjadi perceraian, sehingga hak-hak dan kewajiban yang berkaitan dengan masa iddah sering terabaikan. Kasus gugatan cerai yang diajukan isteri kepengadilan agama akibat suami melakukan KDRT terus menerus juga menjadi salah satu kasus yang didokumentasikan oleh Komnas Perempuan. Beberapa tahun belakangan ini dorongan terhadap pengadilan Agama lebih sensitif terhadap gugatan cerai dengan alasan KDRT yang secara terus menerus terjadi dan semakin menguat (Komnas Perempuan:2008).

Dari uraian diatas , penulis bermaksud untuk melakukan pengkajian dan penelitian yang lebih mendalam pada permasalahan “ Perceraian karena gugatan

isteri “ sesuai dengan daerah domisili penulis, maka Pengadilan Agama

(21)

6

DALAM RUMAH TANGGA”(Studi kasus perkara cerai gugat Nomor :

0883/Pdt.G/2017/PA.Amb)

Semoga dengan skripsi ini diharapkan akan menjadi literatur hukum tentang “cerai gugat” serta gambaran atau jawaban yang konkrit.

B. Rumusan Masalah.

Rumusan Masalah bertitik tolak dari latar belakang serta ruang lingkup perkara cerai gugat tersebut diatas, maka kajian yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Faktor - Faktor apa sajakah yang menyebabkan seorang isteri melakukan cerai gugat suaminya ke Pengadilan Agama Ambarawa sebagaimana dimaksud dalam perkara cerai gugat Nomor 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb ? 2. Apa sajakah hak-hak isteri yang didapat pasca perceraian akibat KDRT, setelah adanya putusan Hakim yang merupakan kekuatan hukum tetap dalam kasus perkara cerai gugat dengan Nomor Perkara : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

Sesuai dengan Rumusan Masalah , maka penelitian ini bertujuan untuk menggali faktor-faktor penyebab yang menjadikan seorang isteri melakukan cerai gugat kepada suaminya, dan untuk mengetahui hak-hak isteri pasca perceraian akibat KDRT sebagaimana perkara cerai gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb.

D. Kegunaan Penelitian.

(22)

7

a. Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan wawasan kasus dan memberikan sumbangan informasi praktik-praktik hukum islam khususnya dalam masalah hukum perceraian dan hak-hak isteri setelah perceraian yang berkembang dimasyarakat;

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan ilmiah bagi penelitian-penelitian selanjutnya tentang perkembangan faktor-faktor penyebab perceraian khususnya yang diakibatkan oleh KDRT yang dialami oleh isteri dan bagaimana proses penangannya.

2. Secara Praktis

Sebagai bahan acuan upaya pemecahan masalah yang dihadapi oleh masyarakat dalam penyelesaian kasus perceraian baik yang diakibatkan karena talaq suami atau cerai gugat isteri.

a. Manfaat bagi Hakim dapat memperkaya pertimbangan sosiologis dalam memutus perkara perceraian;

b. Manfaat bagi ulama agar menambah wawasan tentang problematika perceraian akibat KDRT, untuk disampaikan kepada masyarakat; c. Manfaat bagi suami isteri agar mereka memperbaiki tatanan

kehidupan rumah tangga yang lebih barokah dan menjaga keutuhannya dengan rasa saling percaya, menghargai satu dengan lainnya;

(23)

8

E. Penegasan Istilah.

Penegaan istilah dipergunakan untuk menghindari terjadinya salah persepsi terhadap hasil penelitian ini, perlu dijelaskan secara operasional istilah-istilah kunci dalam penelitian (Imam Suyitno:2013:285) contoh penegasan istilah adalah sebagai berikut dibawah ini :

1. Pasca Perceraian adalah sesudah adanya putusan hakim atas penghapusan perkawinan atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu;

2. Hak adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir;

3. Cerai gugat adalah gugatan perceraian yang diajukan oleh isteri atau kuasanya melalui Pengadilan Agama;

4. Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah tindakan yang dilakukan dalam rumah tangga baik oleh suami, isteri maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis dan keharmonisan hubungan rumah tangga ( Undang-Undang PKDRT Nomor 23 tahun 2004 pasal 1 ).

F. Tinjauan Pustaka.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis merujuk pada buku-buku serta skripsi-skripsi ataupun penelitian-penelitian serta bahan bacaan dan artikel ilmiah yang membahas kasus perceraian yang terjadi dikehidupan masyarakat. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

(24)

9

menyebabkan putusnya perkawinan dan bagaimana akibat cerai gugat terhadap anak, sedangkan metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian kepustakaan yang bersipat normatif dan menggunakan data sekunder. Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa putusnya perkawinan karena cerai gugat isteri terhadap suaminya dengan alasan faktor ekonomi dan tidak ada tanggung jawab suami untuk menafkahi isteri dan anak-anaknya (lalai), disini ada putusan hakim yang menyatakan hadlanah dan pemeliharaan anak dipegang oleh ayahnya, dan pihak isteri tidak keberatan dikarenakan ada satu sisi yang membuat si Ibu tidak bisa memelihara anak.

(25)

10

Skripsi Himatul Aliyah (2013) yang berjudul Perceraian karena gugatan isteri (Studi kasus perkara cerai gugat Nomor : 0597/pdt.G/2011/PA. Sal dan Nomor 0740/pdt.G/2011/PA Sal di Pengadilan Agama Salatiga) dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, membahas faktor-faktor apa saja yang menjadi sebab seorang isteri menggugat cerai suami adakah alasan yang krusial dalam pertimbangan Hakim memutus perkara cerai gugat Nomor : 0597/pdt.G/2011/PA. Sal dan Nomor 0740/pdt.G/2011/PA Sal di Pengadilan Agama Salatiga, peneliti melihat hasil putusan hakim telah memenuhi unsur pasal 39 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo pasal 116 hurup (g) KHI dan pasal 19 hurup (c) PP Nomor 9 Tahun 1975 dengan disertai alasan karena latar belakang pelaku cerai gugat dari keluarga kurang mampu sosial ekonominya, disamping suami penggugat kurang bertanggung jawab dalam menafkahi isteri dan anaknya, ianya juga pemarah dan kasar serta ringan tangan terhadap isterinya.

(26)

11

suami isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran serta tidak ada harapan akan hidup rukun kembali dalam rumah tangga, dan diikuti dengan pembuktian dari keterangan para saksi yang bersesuaian.

Skripsi M.Andi Raihan (2014) yang berjudul Perceraian Akibat Kekerasan Dalam Rumag Tangga (Studi Analisa Putusan Pengadilan Agama Bogor Nomor : 214/pdt.G/PA.Bgr) menggunakan metode penelitian yuridis sosiologi, dari hasil penelitian penulis disimpulkan bahwa tidak sedikit prilaku suami isteri yang kerap sering terjadi cekcok rumah tangga dikarenakan ada beberapa faktor penyebabnya. Menyikapi Putusan Hakim di Pengadilan Agama Bogor dalam perkara cerai gugat Nomor : 214/pdt.G/PA.Bgr. yang mengabulkan permohonan penggugat, sesuai pasal 19 hurup (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo pasal 116 hurup (f) Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah alasan karena perselisihan dan cekcok rumah tangga yang berakibat salah satu pihak menggunakan kekuatannya untuk melakukan kekerasan (pihak suami) percuma apabila dimediasi oleh Pengadilan Agama untuk rukun kembali dianggap akan menimbulkan suasana rumah tangga lebih banyak mudharatnya saja, sehingga dengan keyakinan kuat, pihak penggugat meminta kepada Pengadilan Agama Bogor mengabulkan permohonannya.

(27)

12

kemudian mencari gambaran tentang hukum subyektif (hak dan kewajiban). Penelitian yang penulis sajikan bertujuan untuk mencari celah hukum yang berkeadilan akibat timbulnya putusan hakim Pengadilan Agama Ambarawa Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb., dalam amar putusan Hakim mengabulkan permohonan penggugat untuk cerai gugat , namun dalam putusan tersebut tidak mencantumkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang PKDRT yang merupakan dasar hukum paling dominan dari timbulnya perkara cerai gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb.

G. Metode Penelitian.

Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka metode merupakan strategi yang utama dan mempunyai peran sangat penting, karena dalam penggunaan metode adalah upaya untuk memahami dan menjawab persoalan yang akan diteliti. (Bambang Songgono 1997:27:28).

1. Teknik Penelitian Hukum Sosiologis.

(28)

13

dalam suatu penelitian telah dinyatakan reliable tanpa harus melalui proses rasionalisasi.(Soejono Soekamto dan Sri Mamudji 2009 : 13-14) 2. Teknik Pengumpulan Data.

Teknik Pengumpulan Data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono 2009: 224). Secara umum dalam penelitian kualitatif terdapat 3 (tiga) macam teknik pengumpulan data yaitu : a. Observasi.

Observasi adalah penelitian yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan secara sistimatis terhadap obyek yang diteliti (Narbuko:1997:37).

b. Wawancara.

(29)

14

dipandang dapat memberikan keterangan mengenai keadaan orang yang diperlukan datanya.

c. Dokumentasi.

Dokumentasi adalah kegiatan dalam penelitian untuk mencari dan mengumpulkan data pendukung berupa foto, surat-surat dokumen, arsip arsip pendukung bila ada yang tujuannya adalah menunjang penelitian yang dilakukan.

3. Sumber Data.

Sumber data diperoleh dari subyek dimana suatu data dapat diperoleh (Arikunto:1998:144). Dan pendapat lainnya mengenai pengertian Sumber Data adalah tempat dimana data diperoleh dengan menggunakan metode tertentu baik berupa manusia, artefak ataupun dokumen-dokumen (Sutopo:2006:56-57) sedangkan pencatatatn sumber data melalui wawancara atau pengamatan merupakan hasil gabungan dari kegiatan melihat,mendengar dan bertanya ( Moleong: 2001:112)

a. Bahan Hukum Primer

bahan Hukum Primer yang dijadikan acuan adalah peraturan Perundang-Undangan yang erat hubungannya dengan masalah yang akan diteliti yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; 2. Kompilasi Hukum Islam (KHI);

3. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata;

(30)

15

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga (PKDRT).

b. Bahan Hukum Sekunder. 1. Literatur- literatur;

2. Artikel-artikel yang berasal dari internet tau media cetak. c. Bahan Hukum Tersier.

1. Kamus Hukum;

2. Kamus besar Bahasa Indonesia. 5. Analisa Data

Proses yang digunakan untuk analisis data kualitatif adalah narasi dalam bentuk penelitian ilmiah, gunanya untuk mencari dan menyusun secara sistimatis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah difahami dan temuannya dapat dinformasikan kepada orang lain (Sugiyono 2009: 244). Menurut Miles dan Huberman ( Sutopo:2006:43) ada 3 (tiga) komponen pokok teknik analisa data kualitatif yang digunakan dengan menggunakan metode interaktif berupa :

a. Reduksi Data

(31)

16 b. Sajian Data

Sajian data adalah rakitan organisasi infromasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan dengan melihat suatu penyajian data. Peneliti akan mengerti apa yang terjadi dan memungkinkan suatu pada analisa ataupun tindakan lain berdasarkan pengertian tersebut.

c. Penarikan Kesimpulan.

Penarikan kesimpulan yaitu kesimpulan yang ditarik dari semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data, pada dasarnya makna data harus diuji validitasnya supaya kesimpulan yang diambil menjadi lebih kokoh. Apabila kesimpulan yang ditarik kurang mantap dan terdapat kekurangan data, maka penulis dapat melakukan lagi pengumpulan data. Setelah data-data terkumpul lengkap kemudian diadakan penyajian data lagi yang susunanya dibuat sistimatis sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan berdasarkan data tersebut.

H. Sistimatika Penulisan.

Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang arah dan tujuan penulisan penelitian ini, maka secara garis besar digunakan sistimatika penulisan sebagai berikut :

(32)

17

penelitian hukum sosiologis, teknik pengumpulan data, sumber data serta analisa data dan yang terkahir adalah menjelaskan tentang sistimatika penulisan.

Bab II tentang Landasan teori yang berisikan tentang konsep umum perceraian dilanjutkan dengan perceraian menurut Alqur‟an, selanjutnya

pembahasan perceraian menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum islam, di bab ini juga membahas tentang alasan perceraian dan mengupas hukum yang ditimbulkan akibat perceraian, selanjutnya hukum cerai gugat menurut Ajaran Islam berikut pasal cerai gugat dalam KHI. Selain konsep perceraian diatas maka topik bahasan selanjutnya adalah tentang konsep umum KDRT yang berisi tentang pengertian secara harpiah KDRT itu sendiri dan lingkup KDRT dalam pasal 5 UU KDRT serta larangan dan penyebab KDRT dan sangsi hukum bagi pelaku KDRT dan upaya pemulihan korban serta pandangan Islam tentang KDRT itu sendiri dan topik bahasan pada bab II yang merupakan topik yang akan dilakukan penelitian adalah tentang Hak-hak isteri pasca perceraian.

(33)

18

cerai gugat Nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb dan mengetengahkan tulisan tentang putusan hakim pengadilan agama ambarawa tentang kasus diatas.

Bab IV Merupakan pembahasan dari judul skripsi yang dibuat penulis yang menyangkut faktor-faktor yang menyebabkan istri melakukan cerai gugat dalam perkara cerai gugat nomor : 0883/Pdt.G/2017/PA.Amb dan tentang hak-hak istri pasca cerai gugat sebagaimana putusan kasus cerai gugat nomor :0883/Pdt.G/2017/PA.Amb di Pengadilan Agama Ambarawa.

(34)

19

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Umum Tentang Perceraian

Perceraian merupakan suatu keputusan yang membutuhkan pemikiran yang serius , kedewasaan bertindak serta niat yang kuat untuk menjalankannya. Mau tidak mau peceraian akan mengakibatkan dampak yang tidak baik secara psikologis, yuridis dan lainnya untuk suami, isteri, anak dan sanak keluarga lainnya. Perceraian pada hakekatnya adalah suatu proses dimana hubungan suami isteri tidak ditemukan lagi keharmonisan dalam perkawinan. Mengenai definisi perceraian dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur secara tegas, melainkan hanya menentukan bahwa perceraian hanyalah satu sebab dari putusnya perkawinan. Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan Nomor 38/K/AG/1980 tanggal 5 Oktober 1980 menjelaskan Bahwa perceraian dapat dilakukan apabila perkawinan sudah pecah dan sukar untuk dirukunkan kembali, tanpa melihat siapa yang salah dalam perselisihan itu. Talaq itu hukumnya dibolehkan ketika berada dalam keadaan darurat, baik atas inisiatif suami atau inisiatif isteri (Amiur Nuruddin dan Azhari Tarigan :2014:208) Setidaknya ada 4 (empat) kemungkinan yang dapat terjadi dalam kehidupan berumah tangga yang dapat memicu terjadinya perceraian. (Anwar Rafiq : 1995:269-272) yaitu :

1. Terjadinya Nusyuz dari pihak isteri

(35)

20

tempat tinggi atau sikap tidak patuh dari salah seorang suami atau isteri atau perubahan sikap suami atau isteri. Dalam pemahamannya arti kata an-Nusyuz ini kemudian bekembang menjadi arti al-ishyaan yang berarti durhaka atau tidak patuh. Disebut Nusyuz karena suami atau isteri merasa lebih tinggi sehingga dia tidak perlu merasa untuk patuh. Ibnu Mansyur dalam kitabnya Lisan al – Arabmendefinisikanan-Nusyuzsebagai rasa kebencian salah seorang pihak baik suami ataupun isteri terhadap pasangannya. Sementara Wahbah Azzuhaili mengatakan Nusyuz sebagai ketidak patuhan atau rasa benci terhadap pasangannya (Abdul azis Dahlan : : 1353-1354 )

(36)

21

perkataan yang kasar dan sebagainya. Sebab itu hendaklah diketahui apa sebabnya nusyuz itu timbul, sebenarnya nusyuz itu bukanlah tabiat asli perempuan melainkan sifat yang timbul kemudian.Firman Allah SWT dalam surat an-Nisa :4:34 berbunyi :

َفْوِهِلاَىْهَؤٌِْهْاىُمَفًَأبَوِبَىٍضْعَبىَلَعْوُهَضْعَبُهّلل َلاَّضَفبَوِبءبَسٌِّلبىَلَعًَىُهاَّىَمُلبَجِّشلا

karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.(Q.S an-Nisa :34)

(37)

22

dapat didamaikan, mestilah ada dua orang hakim dari pihak suami dan dari pihak isteri untuk meneliti masalah mereka berdua dan mendamaikannya. Seorang suami yang bijak apabila melihat tanda-tanda isterinya nusyuz, ia tidak langsung menghakiminya , tetapi ia akan berpikir mengapa isterinya melakukan hal itu, mungkin saja isterinya nusyuz dikarenakan tindakan suami, dikarenakan suami kurang layak dalam memberikan nafkah. Tentang hal pemukulan terhadap isteri yang tidak mau berubah dari nusyuznya setelah dinasehati dan dipisah ranjang, para ulama menyepakati suami diperbolehkan memukulnya dengan catatan pukulan yang tidak mencederai, tidak menyakiti, tidak mematahkan tulang, dan tidak menjadikan fisiknya mengalami pendarahan. Seorang suami jangan memukul bagian wajah isterinya karena hal itu dilarang, akan lebih bijak bila suami menghindari memukul isterinya (Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan:2014:211) Tentang gugurnya nafkah bagi isteri yang nusyuz, ulama bependapat bahwa isteri yang membangkang tidak berhak memperoleh naflkah, tetapi ada sebahagian fuqaha yang berpendapat bahwa isteri yang membangkang berhak memperoleh nafkah. Silang pendapat ini disebabkan oleh adanya dalil umum tentang pengertian nafkah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :

(38)

23

Muhammad at-Tihami dalam kitabnya Qurratul Uyun, menyatakan bahwa isteri yang nusyuz atau tidak ta‟at pada suaminya diancam dengan siksa

dineraka, seperti hadist yang berbunyi :

“Wanita manapun yang tidak setia ditempat tidur suaminya, maka Allah SWT pasti akan memasukan kedalam neraka, kemudian dari mulutnya keluar nanah dan darah yang busuk “

2. Nusyuz suami terhadap isteri

Perbuatan atau sikap nusyuz tidak saja ada hanya pada perempuan tetapi perbuatan itu pada laki-laki juga ada yaitu mencaci maki atau melakukan pemukulan terhadap isterinya juga tidak mau menggauli dan tidak memberikan nafkah isterinya (Ibnu Azka:2003:191). Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur‟an dalam surat an-Nisa : 128 yang berbunyi :

ًَْأبَوِهْيَلَعَحبٌَُج َلاَفبًضاَشْعِإ ْوَأاًصىُشًُبَهِلْعَبٌِْوْتَفبَخٌةَأَشْهبًِِإَو

َوۚبًحْلُصبَوُهٌَْيَببَحِل ْصُي

ِإَى َّۚحُّشلبُسُفًَْ ْلْبِتَشِض ْحُأَو ٌٌۗشْيَخُحْل ُّصلا

ا ًشيِبَخًَىُلَوْعَتبَوِبًَبَىَهَّللبًَِّئَفاىُمَّتَتَاىٌُِس ْحُتًْ

Artinya :” Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.( Q.S.an-Nisa : 128)

3.Terjadinya Syiqaq

(39)

24

isteri sehingga terjadi perdebatan dan berakhir kepada pertengkaran diantara keduanya dan keduanya tidak bisa dipertemukan untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah tersebut ( Sayuti Thalib : 1986:95).Pertikaian kadang-kadang berawal dari pembangkangan isteri atau kezaliman suami, namun masing-masing pihak tidak mampu menyelesaikannya sehingga menyulut api amarah masing-masing dan menimbulkan permusuhan dan menghancurkan keharmonisan rumah tangga.Sebagaimana yang terkandung dalam surat an-Nisa ayat 35 yang berbunyi :t-Nisa' Ayat 35

ُيًِْإبَهِلْهَؤٌِْهبًوَىَحَىِهِلْهَؤٌِْهبًوَىَحاىُثَعْببَفبَوِهٌِْيَبَلبَمِشْوُتْفِخًِْإَو

َوُهٌَْيَبُهَّللبِمِّفَىُيبًح َلا ْصِإاَذيِس

ا ًشيِبَخبًويِلَعًَبَىَهَّللبًَِّإٌۗب

Artinya :

“Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(QS.an-Nisa:35)

4. Salah satu pihak melakukan perbuatan zina ( Fahisyah)

(40)

25

َأُةَدبَهَشَفْوُهُسُفًَْأ َّلاِإُءاَذَهُشْوُهَلٌُْىَيْوَلَىْوُهَجا َو ْصَؤًَىُه ْشَيٌَيِزَّلاَو

َييِلِدبَّصلبٌَِوَلُهًَِّئِِۙهَّللبِبٍتاَدبَهَشُعَب ْسَؤْوِهِذ َح

Artinya :

“Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.”(QS. An-Nur: 6)

B. Perceraian menurut Al-Qur’an

(41)

26

ٌنيِلَعٌعيِوَسَهَّللبًَِّئَفَل َلاَّطلااىُهَضَعًِْإَو

Artinya :

”Dan jika mereka berazam (bertetap hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.( Al-Baqarah :227)

Ayat tentang hukum perceraian ini berlanjut pada surat al Baqarah ayat 228 :

ُهَلُّل ِحَي َلاَو ٍۚءوُشُلَتَث َلاَثٌَِّهِسُفًَْؤِبٌَ ْصَّبَشَتَيُتبَمَّلَطُوْلاَو

“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

(42)

27

situ disebutkan tentang kewajiban suami terhadap istri hingga bagaimana aturan ketika seorang istri berada dalam masa iddah. Dari beberapa ayat yang telah dibahas, maka kita ketahui bahwa dalam Islam perceraian itu tidak dilarang, namun harus mengikuti aturan-aturan tertentu.

C. Perceraian Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).

1.Dalam pasal 38 Undan-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa putusnya perkawinan karena :

a. Kematian; b. Perceraian: dan

c. Atas putusan Pengadilan.

2. Pada pasal 114 KHI dikatakan bahwa sebab putusnya ikatan perkawinan dikarenakan perceraian yang disebabkan Talaq dan perceraian karena gugatan perceraian.

3. Pada pasal 115 KHI dan pasal 39 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 bahwa ikrar suami untuk bercerai dan permohonan cerai gugat isteri kepada suami harus disampaikan dihadapan sidang pengadilan Agama. SetelahPengadilan Agama berusaha mendamaikan keduanya namun tidak berhasil.

(43)

28

D. Alasan-alasan Perceraian

Alasan-alasanPerceraian diatur dalam Pasal 39 ayat 2 UU No. 1 tahun 1974

tentang Perkawinan Jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 Tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yakni

sebagai berikut:

1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan

lain sebagainya yang sukar disembuhkan;

2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut

tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain

diluar kemampuannya;

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman

yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang

membahayakan terhadap pihak yang lain;

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan

tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;

6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran

dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga;

Khusus yang beragama Islam, ada tambahan dua alasan perceraian selain

alasan-alasan di atas, sebagaimana diatur dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum

Islam yaitu:

(44)

29

2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya

ketidakrukunan dalam rumah tangga.

E. Akibat Hukum yang ditimbulkan dalamPerceraian.

1. Pengertian Talaq

Talaq berasal dari kata“ Ithlaq” yang menurut bahasa artinya melepaskan atau meninggalkan . Sedangkan menurut istilah adalah melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan ikatan suami isteri. Jadi talaq ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga isteri tidak lagi halal bagi suaminya. Sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talaq bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya jumlah talaq yang menjadi hak suami, tiga menjadi dua, dua menjadi satu, dari satu menjadi hilang. Hak talaq yang demikian terjadi dalam talaq raj‟i ( Martiman Projohamijoyo: 2011:128) Menurut pasal 117 KHI adalah ikrar suami dihadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, hal ini diatur dalam pasal 129 KHI yang berbunyi : “Seorang suami yang akan menjatuhkan talaq kepada isterinya mengajukan permohonan baik secara lisan ataupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu .”

(45)

30

tentang macam-macam talaq dan cara pemutusan sebagaimana berikut dibawah ini :

a. Pasal 118 KHI memuat tentangTalaq raj’i adalah talaq kesatu atau kedua, dalam talaq ini suami berhak rujuk selama isteri dalam masa iddah.

b. Pasal 119 KHI memuat tentangTalaq ba’in shughra adalah talaq yang tidak boleh dirujuk tapi boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam keadaan iddah, talaq ba‟in shughra sebagaimana tersebut pada ayat (1) adalah :

1. Talaq yang terjadi qabla ad-dukhul; 2. Talaq dengan tebusan atau khulu;

3. Talaq yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.

c. Pasal 120 KHImemuat tentang Talaq ba’in kubra adalah talaq yang terjadi untuk ketiga kalinya, talaq jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah bekas isteri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da ad-dukhuldan habis masa iddahnya.

d. Pasal 121 KHI memuat tentang talaq sunniyang artinya yaitu talaq yang dibolehkan yaitu talaq yang diajtuhkan terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri dalam waktu suci tersebut.

(46)

31

keadaan haid, atau isteri dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci tersebut.

f. Pasal 123 KHI memuat tentang percerian yang terjadi terhitung pada saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang Pengadilan.

g. Pasal 124 KHI memuat tentang khuluharus berdasarkan atas alasan perceraian sesuai ketentuan pasal 116 KHI.

2. Pengertian Cerai Gugat

Gugatan cerai, dalam bahasa Arab disebut Al-Khulu (ُُعْل ُخلا ). Kata

Al-Khulu (ُُعْل ُخلا ) dengan didhommahkan hurup kha‟nya dan disukunkan

huruf Lam-nya, berasal dari kata (ُ بْوشلاُعْل ُخْ ). Maknanya melepas pakaian.

Lalu digunakan untuk istilah wanita yang meminta kepada suaminya untuk melepas dirinya dari ikatan pernikahan yang dijelaskan Allah sebagai pakaian. Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman. (terjemahan)

Mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka”[Al-Baqarah : 187]

Sedangkan menurut pengertian syari‟at, para ulama mengatakan dalam

banyak defenisi, yang semuanya kembali kepada pengertian, bahwasanya Khulu ialah terjadinya perpisahan (perceraian) antara sepasang

(47)

32

3. Hukum Cerai Gugat Dalam Islam

Cerai Gugat (Khulu) disyariatkan dalam syari‟at Islam menurut tinjauan fikih, terdapat hukum-hukum taklifi sebagai berikut :

a.Mubah (Diperbolehkan).

Ketentuannya, sang wanita sudah benci tinggal bersama suaminya karena kebencian dan takut tidak dapat menunaikan hak suaminya tersebut dan tidak dapat menegakkan batasan-batasan Allah Subhanahu wa Ta‟ala dalam ketaatan kepadanya,

b. Diharamkan Cerai gugat (Khulu) Hal Ini Karena Dua Keadaan. 1. Dari Sisi Suami.

Apabila suami menyusahkan isteri dan memutus hubungan komunikasi dengannya, atau dengan sengaja tidak memberikan hak-haknya dan sejenisnya agar sang isteri membayar tebusan kepadanya dengan jalan gugatan cerai, maka cerai gugat itu batil, dan tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti asalnya jika cerai gugat tidak dilakukan dengan lafazh thalak, karena Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman.dalam QS An.Nisa : 4:34 yang tejemahannya antara lain :

Janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata” [An -Nisa : 19]

(48)

33

membuatnya susah agar isteri tersebut membayar terbusan dengan cerai gugat, maka diperbolehkan berdasarkan ayat di atas”

2. Dari sisi isteri

Apabila seorang isteri meminta cerai padahal hubungan rumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran di antara pasangan suami isteri tersebut. Serta tidak ada alasan syar‟i yang membenarkan adanya gugat cerai, maka ini dilarang, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu „alaihi wa

sallam.

“Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai) kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya aroma surga” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dan dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam kitab Irwa’ul Ghalil, no. 2035]

c. Mustahabbah (Sunnah) Wanita Minta Cerai

Apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan) hak-hak Allah, maka sang isteri disunnahkan cerai gugat kepada suaminya. Demikian menurut madzhab Ahmad bin Hanbal.

d. Wajib

(49)

34

namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad dan tidak juga kewajiban bepisah, maka dalam keadaan seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut cerai gugat walaupun harus menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak patut menjadi isteri seorang yang memiliki keyakinan dan tabiat berubah-ubah tidak konsekwen dalam Bergama.(Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1429H/2008M)

4. Pasal-Pasal yang memuattentang cerai gugat dalam KHI

a. Pasal 132 KHI menyatakan bahwa :

1. Gugatan perceraian diajukan isteri atau kuasanya kepada Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi kediaman penggugat (isteri) kecuali isteri meninggalkan tempat kediaman bersama tanpaizin suami;

2. Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar negeri, Ketua Pengadilan Agama memberitahukan gugatan tersebut kepada tergugat melalui perwakilan Indonesia setempat.

b. Pasal 133 Kompilasi Hukm Islamberbunyi :

(50)

35

c. Pasal 135 KHI berisi tentang gugatan perceraian karena alasan suami mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukumannya lebih berat sebagai maksud dalam pasal 116 hurup (c) dalam KHI, maka untuk mendapatkan putusan perceraian sebagai bukti penggugat cukup menyampaikan salinan putusan pengadilan yang memutuskan disertai keterangan yang menyatakan bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

d. Pasal 136 Kompilasi Hukum Islam

1.Selama berlangsung gugatan perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin ditimbulkan, pengadilan agama dapat mengizinkan suami isteri untuk tidak tinggal dalam satu rumah;

2. Selama berlangsung gugatan perceraian, atas permohonan penggugat dan tergugat, pengadilan agama dapat menentukan hal yang harus ditanggung suami dan juga menentukan hal-hal yang perlu untuk dijamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami isteri atau barang-barang yang menjadi hak isteri.

F. Konsep Umum Tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 1 Pengertian Kekerasan

(51)

36

bahwa seluruh bentuk kekerasan adalah bentuk penyiksaan fisik seseorang yang dianggap merugikan orang tersebut serta dampak yang paling parah dari penyiksaan tersebut adalah kematian maupun cacat permanen bagi korban kekerasan, tetapi dalam masyarakat dewasa ini telah berkembang pemikiran baru mengenai tindak pidana kekerasan, yaitu kekerasan tidak hanya berupa kekerasan secara fisik saja, melainkan kekerasan mental, kekerasan emosi, kekerasan seksual, dan juga kekerasan psikis. Semua bentuk kekerasan ini merupakan bentuk-bentuk kekerasan yang didapati dalam kehidupan sosial masyarakat pada umumnya. Sementara itu, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:45), kekerasan adalah:

a. Perihal (bersifat/berciri) keras;

b. Perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain;

c. Paksaan. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan dapat dikatakan sebagai perbuatan yang dapat mengakibatkan cedera, luka, mati atau kerusakan.

(52)

37

pertumbuhan kapital yang tidak merata dan berkembang tidak terbatas. Kekerasan struktural mengambil bentuk-bentuk seperti eksploitasi, fragmentasi masyarakat, rusaknya solidaritas, penetrasi kekuatan luar yang menghilangkan otonomi masyarakat dan marginalisasi masyarakat sehingga meniadakan pastisipasi masyarakat dalam mengambil keputusan tentang nasib mereka sendiri. Kekerasan ini juga menimbulkan kemiskinan, ketidakmerataan pendapatan dan kekayaan, serta ketidakadilan sosial. Kekerasan adalah suatu problema yang senantiasa muncul dalam kehidupan sosial atau kehidupan berumah tangga.

2. Pengertian KDRT

(53)

38

tertentu, pemaksaan, perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.”

Didalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), telah menentukan siapa-siapa saja yang dapat dikatagorikan dalam lingkup rumah tangga yaitu :

a. Suami, isteri dan anak;

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada angka (1) , karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga;

c. Dan/atau orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

3. Lingkup KDRT menurut pasal 5 UU No, 23 Tahun. 2004

a. Kekerasan fisik yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat;

b. Kekerasan psikis yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat;

c. Kekerasan seksual yang meliputi pemaksaaan hubungan seksual kepada salah satu anggota keluarga atau pemaksaan hubungan seksual dengan tujuan komersial;

(54)

39

4. Larangan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Menurut Undang-Undang Dasar 1945 amandemen dilihat pada pasal 28 i ayat (1) disebutkan bahwa “ Hak Untuk tidak Disiksa” begitu juga halnya yang terdapat dalam Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (DUHAM) pada pasal 5 disebutkan “ Tidak seorangpun boleh disiksa, diperlakukan secara kejam, dihukum secara tidak manusiawi ataudihina”.( Tim Penyusun Panduan HAM

Polri : 2009:12 dan 17). Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dijelaskan tentang larangan melakukan KDRT diantaranya sebagai beikut :

a. Pasal 6 UU Nomor 23 Tahun 2004 menjelaskan bahwa dilarang melakukan perbuatan Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 hurup (a) yaitu perbutan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat;

b. Pasal 7 UU Nomor 23 Tauhn 2004 menjelaskan bahwa dilarang melakukan perbuatan kekerasan sebagaimana dimaksud pasal 5 hurup (b) yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa tidak percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang;

c. Pasal 8 UU Nomor 23 Tahun 2004 menjelaskan bahwa dilarang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pasal 5 hurup (c) yaitu perbuatan :

(55)

40

2. Pemaksaaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.

d. Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2004 menjelaskan bahwa :

1. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemerliharaan kepada orang tersebut; 2. Penelantaran sebagaiman dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi

setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak didalam atau diluar rumah, sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.

5. Faktor-faktor penyebab terjadinya KDRT.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dalam lingkup rumah tangga, yaitu antara lain :

a. Adanya budaya patriarki di dalam masyarakat.

(56)

41

(57)

42

anggota keluarga yang lain sehingga banyak peluang terjadinya kekerasan dikarenakan laki-laki lebih kuat dan kuasa.( Buku Panduan Polri tentang Gender :2009: 114)

b. Rendahnya pendidikan dan pengetahuan perempuan sebagai isteri. Faktor rendahnya pendidikan isteri membuat suami merasa selalu memiliki kedudukan lebih dalam rumah tangga. Para suami menganggapisteri hanyalah pelaku kegiatan rumah tangga sehari-hari, selain itu juga ada suami yang malu ,mempunyai isteri yang pendidikannya rendah, lalu melakukan perselingkuhan, ketika diketahui oleh isterinya, malah isteri mendapat perlakuan kasar dari suami.Ada anggapan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan urusan intern suami isteriyang hubungan hukumnya terikat didalam perkawinan yang merupakan lingkup hukum keperdataan. c. Diskriminasi dan ketergantungan secara ekonomi.

(58)

43

yang menjadi korban KDRT suaminya hanya berharap suaminya merubah prilaku jahatnya menjadi baik.

d. Lemahnya pemahaman dan penanganan dari penegak hukum.

Untuk kasus-kasus yang diselesaikan pidana pun banyak kendala yang dihadapi. Disini polisi menyarankan untruk berdamai saja, karena apabila mau dilakukan pemrosesan secara hukum, laporan harus sudah dilakukan tiga kali. Hal ini berakibat lemahnya barang bukti, karena jarak antara penganiayaan dan pelaporan sudah lama terjadi jadi Visum et revertum tidak mendukung sebagai bukti. Selain itu masih ada anggapan dari aparat penegak hukum, bahwa KDRT itu adalah masalah internal keluarga (Domestik), berikut kendala yang lain adalah kesulitan menghadirkan saksi karena Polisi, Jaksa dan Hakim selalu memaksa agar korban menghadirkan saksi yang benar-benar melihat terjadinya pemukulan atau tindakan kekeresan tersebut.

6. Sangsi Hukum terhadap Pelaku KDRT

Sebagaimana yang tertuang dalam bunyi pasal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang PKDRT maka sangsi hukum yang diterapkan adalah sebagai berikut :

a. Pasal 44 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa :

(59)

44

tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000.(lima belas juta rupiah);

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah);

3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

mengakibatkan matinya korban, dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda 45.000.000 (empat puluh lima juta rupiah);

4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isterimya atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak 5.000.000 (lima juta rupiah). b. Pasal 45 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa :

(60)

45

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isterimya atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak 3.000.000 (tiga juta rupiah). c. Pasal 46 UU Nmor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa setiap orang

yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pasal 8 hurup (a) dipidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun penjara atau denda paling banyak 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah);

d. Pasal 47 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa setiap orang yang yang mnenetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud pada pasal 8 hurup (b) dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun penjara atau denda paling banyak 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah)

(61)

46

dipidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit 25 .000.000 (dua pulh lima juta rupiah) atau denda paling banyak 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

f. Pasal 49 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak 15.000.000 (lima belas juta rupiah)

g. Pasal 50 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa selain pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu , maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku serta penetapan pelaku mengikuti program konseling dibawah pengawasan lembaga tertentu.

h. Pasal 51 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa Tinda pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (4) merupaka delik aduan.

i. Pasal 52 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa Tindak Pidana Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (2) merupakan delik aduan; dan

(62)

47

7. Penanganan Pemulihan Korban KDRT

Rumah tangga seharusnya adalah tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga, akan tetapi pada kenyataannya justru banyak rumah tangga menjadi tempat penderitaan dan penyiksaan karena terjadi tindak kekerasan. Semakin banyaknya kasus KDRT yang terjadi di masyarakat. Fakta tersebut terlihat dari berbagai pemberitaan di media massa dan kasus-kasus yang ditangani lembaga-lembaga yang peduli terhadap perempuan.

Dengan meningkatnya jumlah kekerasan KDRT dan akibat yang timbul pada korban menyebabkan sebagian masyarakat mengharapkan upaya pemulihan korban KDRT perlu terus dilakukan, agar korban dapat kembali kepada keadaannya semula, pemulihan adalah hak yang harus didapatkan korban.

Pengaturan kembali mengenai KDRT sehingga dapat lebih mencakup banyak kekerasan yang sampai kini belum dicakup dalam peraturan perundang-undangan. Diperlukan lembaga yang berskala nasional untuk memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban KDRT, yang didukung oleh pekerja sosial, psikolog, ahli hukum, dokter. Lembaga ini nantinya dapat diharapkan mencapai tujuan dengan baik.Dalam lembaga kepolisian diperlukan prosedur khusus dalam penanganan kasus KDRT, terutama dalam melibatkan anggota kepolisian wanita yang dikhususkan menangani kasus KDRT sehingga korban akan merasa nyaman pada saat melakukan pelaporan.

(63)

48

a. Pasal 39 UU Nomor 23 Tahun 2004 meneyebutkan bahwa Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari : 1. Tenaga Kesehatan;

2. Pekerja sosial;

3. Relawan pendamping, dan/atau 4. Pembimbing rohani.

b. Pasal 40 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya dan/atau dalam hal korban memerlukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan dan merehabilitasi korban dalam bentuk konseling untuk menguatkan dan/atau memberi rasa aman bagi korban.

c. Pasal 42 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja sama.

d. Pasal 43 UU Nomor 23 Tahun 2004 menyatakan bahwa ketentuan lebih lajut mengenai penyelenggaraan upaya pemulihan dan kerja sama diatur dengan peraturan Pemerintah.

8. Pandangan Islam terhadap KDRT

(64)

49

jelas tidak ada dasarnya, baik dilihat dari sisi kemanusiaan, norma hukum, maupun ajaran Islam.Dalam salah satu hadisnya, Nabi SAW berpesan, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga. Dan, aku

adalah orang yang paling baik terhadap keluarga.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Darimi, dari „Aisyah). Hadis ini mendorong suami untuk menciptakan

keluarga yang harmonis dan tenteram. Dan, orang yang berhasil melakukannya berarti telah meneladani Nabi SAW sebagai orang yang paling baik terhadap keluarganya.

Tidak hanya dalam tataran motivasi ucapan, Nabi SAW juga membuktikannya dalam tataran praktis di kehidupan rumah tangganya. Dalam sejarah rumah tangga beliau, dapat dipastikan tidak ada kekerasan, baik fisik maupun nonfisik, yang beliau lakukan terhadap istri-istrinya, apalagi kekerasan yang sampai melukai istrinya. Sebaliknya, beliau begitu menjaga hubungan yang baik dengan istri-istrinya, meski terkadang salah satu istri beliau melakukan tindakan yang kurang berkenan terhadap beliau.

Sebagai contoh, pada suatu ketika, Abu Bakar bertandang ke rumah Rasulullah SAW. Setelah dipersilakan masuk, ia mendengar „Aisyah berbicara

keras-keras kepada Nabi SAW. Melihat hal itu, Abu Bakar bangkit dan berkata, “Wahai Ummu Rauman, pantaskah kamu berbicara keras-keras kepada Nabi?”

(65)

50

Nabi SAW tidak pernah menciptakan kekisruhan dalam rumah tangganya, apalagi sampai mencari gara-gara guna melakukan tindakan buruk terhadap istri-istrinya. Sebaliknya, kemesraanlah yang diperlihatkan dan diteladankan kepada kita. Simak misalnya bagaimana kemesraan itu dapat dilihat dari hubungannya dengan istri-istrinya. Anas bin Malik bercerita, “Suatu hari, aku melihat Nabi SAW melingkarkan sehelai kain di punuk unta Shafiyyah (istri beliau). Kemudian, beliau bertekuk lutut di samping unta, lalu mempersilakan Shafiyyah naik ke atas unta itu dengan berpijak pada lutut beliau.” (HR Bukhari dari Anas

bin Malik)

Kekerasan Dalam Rumah Tangga, terutama yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya, sama dengan tindakan menzhalimi perempuan yang amat dikecam oleh ajaran Islam. Nabi SAW dalam sebuah hadis qudsinya mengatakan, “Allah SWT berfirman, „Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya

Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku mengharamkan kezhaliman itu terjadi di antara kalian. Karena itu, janganlah kalian saling menzhalimi.” (HR Muslim dari Abu Dzarr)Sebaliknya, Islam sangat melindungi

perempuan dari tindakan kezhaliman. Muhammad bin „Abdullah bin Habdan

dalam bukunya Zhulmul Mar‟ah menulis beberapa bentuk perlindungan Islam terhadap perempuan.

a Islam melarang menuduh perempuan yang baik-baik berbuat zina, karena hal itu bisa merusak kehormatan wanita. Ia mengutip firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang

(66)

51

laknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” (QS. An

-Nur: 23)

ِعُلِتبٌَِه ْؤُوْلبِت َلاِفبَغْلبِتبٌَ َص ْحُوْلبًَىُه ْشَيٌَيِزَّلبًَِّإ

ا َوبَيًُّْذلبيِفاىٌُ

ٌنيِظَعٌباَزَعْوُهَل َوِة َشِخ ْلآ

Artinya

“ Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar,

b. membatasi jumlah istri dan menetapkan syarat adil dalam berpoligami. Jika syaratnya tidak terpenuhi, poligami dilarang. Ia mengutip firman Allah SWT, “Maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu

senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian, jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.” (QS. An-Nisa‟: 3). Juga, sabda Nabi SAW, “Barang siapa memiliki dua orang istri, lalu ia lebih

condong kepada salah satunya, maka pada hari Kiamat ia akan datang dalam keadaan sebelah tubuhnya miring.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu

Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah)

c. Islam melarang suami bertindak kelewat batas terhadap istri. Ia mengutip firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu menyusahkan mereka (istri-istri)

karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya.” (QS. An-Nisa‟: 19)

(67)

52

mengambilnya kembali (harta yang telah diberikan suami kepada istrinya), padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisa‟: 21). Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya dosa yang paling berat di sisi Allah WT adalah (dosa)

seorang laki-laki yang menikahi seorang perempuan yang ketika telah memenuhi kebutuhannya ia kemudian menceraikannya dan mengambil kembali maharnya.” (HR Al-Hakim dari Ibnu „Umar)

e. Islam melarang total menyia-nyiakan hak perempuan. Ia mengutip sabda Nabi SAW, “Ya Allah, sesungguhnya aku melarang hak dua orang yang

lemah (untuk disia-siakan): anak yatim dan kaum perempuan.” (HR Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abu Hurairah)

Ajaran Islam adalah rahmatan lil „alamin, yakni menjadi rahmat bagi

semesta, dari mulai lingkup individu, keluarga, dan masyarakat. Segala kekerasan dalam rumah tangga jelas tidak relevan dengan ajaran Islam ini. Rumah tangga itu sendiri dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan keluarga yang harmonis, sakinah, mawaddah, dan rahmah. KDRT jelas menyimpang dari tujuan ini.

Di dalam Alquran memang tertera ayat yang oleh sebagian orang disinyalir menjadi pembenaran terhadap kekerasan dalam rumah tangga, yakni firman Allah SWT, “Wanita-wanita (istri-istri) yang kamu khawatirkan

Gambar

Tabel 3 :  Daftar Rekapitulasi Perkara Gugatan Bulan Agustus  2018

Referensi

Dokumen terkait

melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi Kinerja Salespeople Menurut Persepsi Konsumen (Studi pada Salespeople PT. Multi Top Indonesia Cabang Semarang)”.. Perumusan

Sehingga peneliti menyarankan tetap untuk diadakannya pelatihan bagi tenaga kerja non edukatif secara rutin untuk meningkatkan produktifitas kerja dan untuk

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini meliputi metode pengumpulan data dan metode perancangan basis data.. Secara garis besar sistem pengajaran dan

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

variabel terikat atau bila F tabel < dari F hitung maka semua variabel bebas. secara simultan mempengaruhi

Dari hal tersebut maka dikeluarkanlah peraturan GWM LDR tersebut oleh Bank Indonesia (BI) yang bertujuan untuk meningkatkan liquidity creation pada perbankan yang

Berdasarkan kepada hasil estimasi maka dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa terdapat kaitan antara produktifitas (kelahiran pertama), prestasi peternak penerima

Adapun tujuan dibuatnya buku penilaian ini, yaitu untuk menguji kompetensi peserta pelatihan setelah selesai menempuh buku informasi dan buku kerja secara komprehensif