• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

G. Hak-Hak Istri Pasca Perceraian

1. Hak –hak isteriPasca perceraian karena talaq

a. Hak Pemeliharaan anak

Undang-Undang perkawinan mengatur bahwa manakala terjadi perceraian, antara suami dan isteri mempunyai hak yang

sama untuk memelihara anak. Adapun jika terjadi perselisihan, maka pengadilan dapat memutuskan siapa yang lebih berhak memelihara anak tersebut. Namun pada praktek pengadilan, bagi anak yang

54

masih dibawa umur, biasanya hak perwalian dan pemeliharaan diberikan langung kepada ibunya. Sebagaimana yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 105, bahwa bilamana terjadi perceraian maka :

1. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 21 tahun adalah hak ibunya;

2. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah dan ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya;

3. Biaya pemeliharaaan ditanggung oleh ayahnya. b. Hak Perwalian

Hak Perwalian adalah kekuasaan salah satu orang tua yang diberikan oleh Pengadilan untuk melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap diri anak dan harta bendanya. Mengenai perwalian ini, dalam Undang-Undang Perkawinan pada pasal 50 dijelaskan :

1. Anak yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua, berada dibawah kekuasaan wali;

2. Perwalian itu mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya.

c. Hak mendapatkan nafkah.

Undang-Undang Perkawinan tidak secara spesifik mengatur tentang hak nafkah bagai istri yang bercerai. Namun pengadilan

55

melalui Undang-Undang Nomor 41 poin (c) mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan bagi isteri. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 149 dinyatakan bahwa akibat putusnya perkawinan karena talaq bagi yang beragama islam, maka mantan suami wajib :

1. Memberikan mut‟ah (mut‟ah adalah pemberian/nafkah suami kepada isteri karena adanya talaq) yang layak kepada bekas isterinya. Baik berupa uang atau benda ) yang layak kepada bekas isterinya tersebut qobla al dukhul;

2. Memberi nafkah, maskan atau kiswah kepada bekas isterinya, selama dalam masa iddah kecuali bekas isteri telahdijatuhi talaq Ba‟in atau nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil;

3. Melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separoapabila qobla al dukhul;

4. Memberikan biaya hadlanah untuk anak-anaknya yang belum mencapai 21 tahun

Jika suami seorang PNS (Pegawai Negeri Sipil) maka sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Juncto Nomor 45 Tahun 1990 :

1. Apabila perceraian terjadi atas kehendak PNS pria maka ia wajib memberikan sebagian gajinya untuk penghidupan isteri dan anaknya;

56

2. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)adalah sepertiga untuk PNS pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas isterinya dan sepertigauntuk anak-anaknya;

3. Apabila dalam perkawianan tersebut tidak dikaruniai anak, maka pembagian gaji wajib diserahkan PNS pria kepada mantan isterinya adalah setengah dari gajinya;

4. Pembagian gaji tidak diberikan kepada isterinya apabila alasan perceraian disebabkan karena isterinya berzina, atau isteri melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin, suami dan atau isteri menjadi pemabuk, pemadat, penjudi yang sukar disembuhkan, dan/atau isteri telah meninggalkan suami selama dua tahun berturut-turut tanpa izin suami dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

5. Apabila perceraian terjadi atas kehendak isteri, maka ia tidak berhak atas pembagian mantan suaminya;

6. Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (5) tidak berlaku, apabila isteri meminta cerai karena dimadu, dan/atau suami berzina, suami melakukan kekejaman atau penganiayaan berat baik lahir maupun batin, suami menjadi pemabuk, pemadat dan penjudi yang sukar disembuhkan, dan/atau suami telah meninggalkan isterinya selama dua tahun berturut-turut tanpa izin isteri dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

57

7. Apabila mantan isteri PNS yang bersangkutan kawin lagi, maka haknya atas bagian dari gaji suaminya menjadi hapus terhitung mulai ia kawin lagi.

2. Kewajiban suami terkait nafkah anak.

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian menurut pasal 156 KHI maka:

a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadlanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya diganti oleh :

1. Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu; 2. Ayah;

3. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah; 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

5. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis sampingdari ayah; b. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan

hadlanah dari ayah atau ibunya;

c. Apabila pemegang hadlanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadlanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan , pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadlanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadlanah pula;

58

d. Semua biaya hadlanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun);

e. Bilamana terjadi perselisihanmengenai hadlanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan hurup (a), (b) dan (d);

f. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang tidak turut padanya.

3. Kewajiban dalam harta bersama.

Pasal 90 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menjelaskan bahwa :

a. Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama;

b. Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau isteri yang suami atau isterinya hutang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar putusan pengadilan agama;

Dalam KHI adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau isteri (pasal 85 dan pasal 86 Bab XIII). Jadi pada dasarnya tidak ada percampuran harta suami dan harta isteri karena perkawinan. Isteri tetap berhak penuh atas harta bawaannya, demikian pula sebaliknya, suami berhak atas harta bawaannya.(yang termasuk harta

59

bawaan adalah harta pribadi sebelum menikah, hadiah/pemberian/hibah.)

H. Hak-Hak Isteri Pasca Cerai Gugat.

Bahwa penjelasan tentang hak-hak apa yang didapat isteri pasca perceraian karena isteri menggugat cerai suaminyadalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam, dalam penelitian ini penulis tidak mendapatkan jawabannya artinya bahwa tidak seperti kalau suami melakukan talaq terhadap isterinya maka hak-hak isteri dan anak dijelaskan secara rincipada pasal-pasal yang tercantum di kedua buku dimaksud sehingga penulis menganalisa bahwa Hak yang didapat isteri pasca perceraian karena gugatan isteri belum diatur baik dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ataupun dalam Kompilasi Hukum Islam. Pada pasal 149 Kompilasi Hukum Islamdinyatakan “ bahwa akibatputusnya perkawinan karena “talaq” kepada suami dibebankan kewajiban memberikannafkah Iddah ataupun mut‟ah kepada mantan isterinya “.

60

BAB III

Dokumen terkait