• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

8. Pandangan Islam terhadap KDRT

Berbicara KDRT menurut Islam mau tidak mau harus merujuk pada kehidupan rumah tangga Nabi SAW, karena rumah tangga beliau adalah sumber teladan dan contoh yang paling nyata. Jika ada kekerasan dalam rumah tangga beliau, tentu KDRT ada pembenarannya. Sebaliknya, jika tidak, KDRT

49

jelas tidak ada dasarnya, baik dilihat dari sisi kemanusiaan, norma hukum, maupun ajaran Islam.Dalam salah satu hadisnya, Nabi SAW berpesan, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarga. Dan, aku adalah orang yang paling baik terhadap keluarga.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Darimi, dari „Aisyah). Hadis ini mendorong suami untuk menciptakan keluarga yang harmonis dan tenteram. Dan, orang yang berhasil melakukannya berarti telah meneladani Nabi SAW sebagai orang yang paling baik terhadap keluarganya.

Tidak hanya dalam tataran motivasi ucapan, Nabi SAW juga membuktikannya dalam tataran praktis di kehidupan rumah tangganya. Dalam sejarah rumah tangga beliau, dapat dipastikan tidak ada kekerasan, baik fisik maupun nonfisik, yang beliau lakukan terhadap istri-istrinya, apalagi kekerasan yang sampai melukai istrinya. Sebaliknya, beliau begitu menjaga hubungan yang baik dengan istri-istrinya, meski terkadang salah satu istri beliau melakukan tindakan yang kurang berkenan terhadap beliau.

Sebagai contoh, pada suatu ketika, Abu Bakar bertandang ke rumah Rasulullah SAW. Setelah dipersilakan masuk, ia mendengar „Aisyah berbicara keras-keras kepada Nabi SAW. Melihat hal itu, Abu Bakar bangkit dan berkata, “Wahai Ummu Rauman, pantaskah kamu berbicara keras-keras kepada Nabi?” Melihat situasi itu, Nabi SAW berdiri menengahi mereka. Setelah Abu Bakar pulang, Nabi SAW tidak memarahi atau memaki-maki dan mencela „Aisyah, apalagi sampai memukul, tetapi justru menghiburnya, “Wahai „Aisyah, jangan sedih, bukankah tadi kamu lihat aku menengahi kalian?” (HR Ahmad)

50

Nabi SAW tidak pernah menciptakan kekisruhan dalam rumah tangganya, apalagi sampai mencari gara-gara guna melakukan tindakan buruk terhadap istri-istrinya. Sebaliknya, kemesraanlah yang diperlihatkan dan diteladankan kepada kita. Simak misalnya bagaimana kemesraan itu dapat dilihat dari hubungannya dengan istri-istrinya. Anas bin Malik bercerita, “Suatu hari, aku melihat Nabi SAW melingkarkan sehelai kain di punuk unta Shafiyyah (istri beliau). Kemudian, beliau bertekuk lutut di samping unta, lalu mempersilakan Shafiyyah naik ke atas unta itu dengan berpijak pada lutut beliau.” (HR Bukhari dari Anas bin Malik)

Kekerasan Dalam Rumah Tangga, terutama yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya, sama dengan tindakan menzhalimi perempuan yang amat dikecam oleh ajaran Islam. Nabi SAW dalam sebuah hadis qudsinya mengatakan, “Allah SWT berfirman, „Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku mengharamkan kezhaliman itu terjadi di antara kalian. Karena itu, janganlah kalian saling menzhalimi.” (HR Muslim dari Abu Dzarr)Sebaliknya, Islam sangat melindungi perempuan dari tindakan kezhaliman. Muhammad bin „Abdullah bin Habdan dalam bukunya Zhulmul Mar‟ah menulis beberapa bentuk perlindungan Islam terhadap perempuan.

a Islam melarang menuduh perempuan yang baik-baik berbuat zina, karena hal itu bisa merusak kehormatan wanita. Ia mengutip firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik-baik yang lengah lagi beriman (berbuat zina) mereka mendapatkan

51

laknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” (QS. An -Nur: 23)

ِعُلِتبٌَِه ْؤُوْلبِت َلاِفبَغْلبِتبٌَ َص ْحُوْلبًَىُه ْشَيٌَيِزَّلبًَِّإ

ا َوبَيًُّْذلبيِفاىٌُ

ٌنيِظَعٌباَزَعْوُهَل َوِة َشِخ ْلآ

Artinya

“ Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar,

b. membatasi jumlah istri dan menetapkan syarat adil dalam berpoligami. Jika syaratnya tidak terpenuhi, poligami dilarang. Ia mengutip firman Allah SWT, “Maka nikahilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi dua, tiga, atau empat. Kemudian, jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja.” (QS. An-Nisa‟: 3). Juga, sabda Nabi SAW, “Barang siapa memiliki dua orang istri, lalu ia lebih condong kepada salah satunya, maka pada hari Kiamat ia akan datang dalam keadaan sebelah tubuhnya miring.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah, dari Abu Hurairah)

c. Islam melarang suami bertindak kelewat batas terhadap istri. Ia mengutip firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu menyusahkan mereka (istri-istri) karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya.” (QS. An-Nisa‟: 19)

d. Islam memerintahkan untuk melindungi hak-hak perempuan yang bersifat materi. Ia mengutip firman Allah SWT, “Bagaimana kamu akan

52

mengambilnya kembali (harta yang telah diberikan suami kepada istrinya), padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisa‟: 21). Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya dosa yang paling berat di sisi Allah WT adalah (dosa) seorang laki-laki yang menikahi seorang perempuan yang ketika telah memenuhi kebutuhannya ia kemudian menceraikannya dan mengambil kembali maharnya.” (HR Al-Hakim dari Ibnu „Umar)

e. Islam melarang total menyia-nyiakan hak perempuan. Ia mengutip sabda Nabi SAW, “Ya Allah, sesungguhnya aku melarang hak dua orang yang lemah (untuk disia-siakan): anak yatim dan kaum perempuan.” (HR Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abu Hurairah)

Ajaran Islam adalah rahmatan lil „alamin, yakni menjadi rahmat bagi semesta, dari mulai lingkup individu, keluarga, dan masyarakat. Segala kekerasan dalam rumah tangga jelas tidak relevan dengan ajaran Islam ini. Rumah tangga itu sendiri dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan keluarga yang harmonis, sakinah, mawaddah, dan rahmah. KDRT jelas menyimpang dari tujuan ini.

Di dalam Alquran memang tertera ayat yang oleh sebagian orang disinyalir menjadi pembenaran terhadap kekerasan dalam rumah tangga, yakni firman Allah SWT, “Wanita-wanita (istri-istri) yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu,

53

maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” (QS An-Nisa‟: 35)

Ungkapan „pukullah mereka‟ kerap kali disalahartikan sebagai pemukulan yang benar-benar memukul sampai luka. Padahal, Nabi SAW mengingatkan bahwa pemukulan di sini adalah pemukulan yang pelan-pelan, tidak sampai melukai, dan bukan pada area wajah. Apa artinya, substansi sebenarnya adalah ketika seorang istri diajak kebaikan dan menjauhi tindakan keburukan, namun membangkang, maka suami harus bertindak tegas. Pemukulan yang pelan-pelan dan tidak melukai ini substansinya untuk menegaskan kepada sang istri bahwa suaminya bertindak tegas pada hal-hal yang baik untuk keluarga. Bukan pemukulan yang tidak bersebab. Nabi SAW sendiri, meskipun tahu betul ayat ini, dalam kehidupan rumah tangga beliau, tidak ditemukan satu pun cerita shahih bahwa beliau pernah memukul, apalagi hingga melukai istrinya.

Dokumen terkait